B) Batuk berlendir
G) demam
Suhu tubuh merupakan keseimbangan produksi panas oleh
jaringan ( terutama hati dan otot ) dan pengeluaran panas dari
perifer . dalam keadaan normal, thermoregulasi dihipotalamus
mempunyai peranan utama menjaga suhu tubuh antara 37-38 o c .
demam terjadi akibat adanya vasokontriksi yang mengakibatkan
aliran darah keperifer berkurang dengan tujuan mengurangi
kehilangan panas, kadang sampai mengigil , proses ini akan
berlangsung sampai suhu tubuh sama dengan set point yang baru .
pengaturan kembali set point kearah normal (misalnya dengan anti
piretik ) akan mengakibatkan kehilangan panas melalui keringat dan
vasodilatasi . kemampuan tubuh untuk menurunkan suhu tubuh
akan menurun pada beberapa kondisi seperti peminum alcohol dan
usia tua.
Pyrogen adalah zat yang menyebabkan demam. Pyrogen yang
berasal dari luar disebut pirogen eksogen . pyrogen eksogen ini
umumnya mikroba dan produknya . pyrogen ini biasanya
menyebabkan demam dengan mengindukdi pelepasan pyrogen
endogen ( seperti IL-1, tumor necrosis factor (TNF) , interferon-
gamma dan IL-5) yang akan meningkat set point di hipotalamus .
sintesi prostaglandid juga memiliki peranan utama dalam proses ini
H) Berak encer
Mekanisme reflikasi bakteri diusus dan bergantung pada tiga sifat
kunci bakteri :
1) Kemampuan melekat pada sel epitel mukosa . untuk menimbulkan
penyakit , organisme tertelan haus mampu melekat kemukosa , bila
tidak organisme tersebut akan tersapu oleh arus cairan . perlekatan
ini sering diperantarai oleh adhesin ( yang dikode plasmin ) protein
kaku liat yang di ekspresikan pada permukaan organisme
2) Kemampun mengeluarkan enterotoksin . organisme enterotoksigenik
menghaslkan polipetida yang menyebabkan diare . polipeptida
tersebut mungkin bersifat secretagogues , yang mengaktifkan
sekresi tanpa menyebabkan kerusakan sel ;toksin kolera, yang
dihasilkan oleh vibrio cholera adalah prototipe toksin jenis ini .
polipeptida tersebut juga mungkin berupa sitotoksin , yang
menyebabkan nekrosis sel epitel secara langsung , seperti
dicontohkan oleh toksin shiga
3) Kemampuan menginvasi , organisme enteroinvasif , seperti shigella ,
memiliki sebuah plasmid virulensi besar yang menyebabkan kuman
ini memiliki kemampuan menembus sel epitel hal ini diikuti oelh
proliferasi intrasel , lisis sel, da penebaran dari sel ke sel , organisme
lain , seperti salmonella thypi dan yersinia enterocolitica , bergerak
melewati sel epitel mukosa untuk masuk ke linfe dan aliran darah .
I) Nyeri pada alat kelamin
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan respon
terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri melibatkan empat
proses, yaitu: tranduksi/ transduction, transmisi/transmission,
modulasi/modulation, dan persepsi/ perception(McGuire & Sheilder, 1993;
Turk & Flor, 1999). Keempat proses tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
-Transduksi/TransductionTransduksi adalah adalah proses dari stimulasi
nyeri dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh otak (Turk & Flor, 1999).
Proses transduksi dimulai ketika nociceptoryaitu reseptor yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini
(nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan.
-Transmisi/TransmissionTransmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian
neuralyang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak.
Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari serat saraf
berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter besar (Davis, 2003).
Saraf aferen akan ber-axonpada dorsal horndi spinalis. Selanjutnya
transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral spinalthalamicmelalui
ventral lateral dari thalamusmenuju cortexserebral.
-Modulasi/Modulation Proses modulasi mengacu kepada aktivitas
neuraldalam upaya mengontrol jalur transmisi nociceptortersebut (Turk &
Flor, 1999). Proses modulasi melibatkan system neuralyang komplek.
Ketika impuls nyeri sampai di pusat saraf, transmisi
impuls nyeri ini akan dikontrol oleh system saraf pusat dan
mentransmisikan impuls nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti
bagian cortex. Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui
sarafsaraf descendke tulang belakang untuk memodulasi efektor.
-Persepsi/PerceptionPersepsi adalah proses yang subjective(Turk & Flor,
1999). Proses persepsi ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis
atau proses anatomis saja (McGuire & Sheildler, 1993), akan tetapi juga
meliputi cognition(pengenalan) dan memory(mengingat) (Davis, 2003).
Oleh karena itu, faktor psikologis, emosional, dan berhavioral (perilaku)
juga muncul sebagai respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri
tersebut. Proses persepsi ini jugalah yang menjadikan nyeri tersebut suatu
fenomena yang melibatkan multidimensional.
J) Bentul berair
5.1. KANDIDIASIS
5.1.1 Epidemiologi Kandidiasis oral
Kandidiasis oral atau dikenal juga dengan thrush adalah infeksi
oportunistik umum pada rongga mulut yang disebabkan oleh
pertumbuhan yang berlebihan dari spesies Candida. Penyakit ini
kerap terjadi pada pasien HIV/AIDS yang jumlah CD4+ dibawah
200sel/mm3
(Akpan A, 2008; Gabler IG et al, 2008).
f. Kheilosis kandida
Sinonim perleche, angular cheilitis, angular stomatitis. Khas
ditandai eritema, fisura, maserasi dan pedih pada sudut mulut.
Biasanya pada mereka yang mempunyai kebiasaan menjilat bibir
atau pada pasien usia lanjut dengan kulit yang kendur pada komisura
mulut. Juga karena hilangnya dimensi vertical pada 1/3 bawah muka
karena hilangnya susunan gigi atau pemasangan gigi palsu yang
jelek dan oklusi yang salah. Biasanya dihubungkan dengan
kandidiasis atrofi kronis karena pemakaian protese (Akpan A, 2008;
Midgley G, 1999; Ross PW, 1989; Suhonen RE,1999; Unandar BK et
al, 2004).
5.1.5. Patogenesis
Secara alamiah Candida ditemukan di permukaan tubuh
manusia (mukokutan), bila terjadi suatu perubahan pada inang,
jamur penyebab atau keduanya maka terjadi infeksi. Beberapa factor
virulensi Candida albicans antara lain: kemampuan adhesi,
kemampuan mengubah diri secara cepat dari ragi kehifa,
memproduksi enzim hidrolitik (proteinase asam dan fosfolipase)
perubahan fenotip dan ketidakstabilan kromosom, variasi antigenik,
mimikri, dan produksi toksin.
Faktor inang yang menyebabkan infeksi baik lokal maupun invasive
oleh Candida. Pemakaian antibiotika menyebabkan proporsi jamur
meningkat, kapasitas imun inang menurun akibat lekopenia dan
pemberian kortikosteroid, pada AIDS fungsi sel T yang terganggu
karena intervensi virus HIV melalui kulit dan mukosa yang
dimungkinkan karena peran lektin yang spesifik pada sel dendrite,
DC-SIGN sehingga mampu berikatan dengan virus HIV meskipun
tidak mampu mengantarkan masuk kedalam sel, tetapi memudahkan
transport HIV oleh dendrite ke organ limfoid dan menambah jumlah
limfosit T yang
terinfeksi. Munculnya lesi pada mukosa akibat intervensi HIV yang
diperantarai peran lektin dan DC-SIGN yang mengakibatkan infeksi
jamur pada mukosa mulut dan mukosa lain ditubuh, mengawali
munculnya infeksi sekunder pada mulut penderita. Hifa Candida
albicans memiliki kemampuan untuk menempel erat pada epitel
manusia dengan perantara protein dinding hifa, hal ini dimungkinkan
karena protein ini memiliki susunan asam amino mirip dengan
substrat transaminase keratinosit mamalia sehingga diikat dan
menempel pada sel epithelial. Selain itu pada jamur ini terdapat
mannoprotein yang mirip integrin vertebrata sehingga jamur ini
mampu menempel ke matriks ekstraseluler seperti fibronektin
kolagen, dan laminin. Selain itu hifa juga mengeluarkan proteinase
dan fosfolipase yang mencerna sel epitel inang sehingga invasi lebih
mudah terjadi (Kenneth M et al, 2008; Nasronudin, 2007; Sudjana P,
2008).
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Bahan:
Terdiri atas usapan / swab dari permukaan Les
2. Pemeriksaan Langsung / Mikroskopis :
Usapan mukokutan diperiksa dengan sediaan apus yang
diwarnai dengan Gram, untuk mencari pseudohifa dan sel-sel
bertunas (Arayu S et al, 2008; Winn Jr, et al, 2006 ; Jawetz, 2005).
3. Pemeriksaan Biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabaroud s Dextrosa
Agar (SDA) pada suhu 37Oc dalam Inkubator selama 24 48 jam.
Koloni tumbuh berupa Yeast Like Form (Jawetz, 2005)
4. Serologi
Ekstrak karbohidrat Candida kelompok A memberikan reaksi
presipitin yang positif dengan serum pada 50% orang normal dan
pada 70% orang dengan kandidiasis mukokutan ( Jagdish C, 2002).
5. Tes kulit (Skin Test)
Tes Candida pada orang dewasa normal hampir selalu positif.
Tes tersebut digunakan sebagai indikator kompetensi imunitas seluler
( Jagdish C, 2002).
Sediaan: Gel oral 25mg/ml, krem 2%, tablet 250 mg. Pengobatan
diteruskan sampai 2 hari sesudah gejala tidak tampak.
4. Solusio gentian violet 1 2% :
Masih sangat berguna, tetapi memberi warna biru yang tidak
menarik. Dapat dipertimbangkan untuk kasus sulit dan
kekambuhan. Dioleskan 2 x / hari selama 3 hari ( Akpan A, 2008;
Michael A O Lewis, 1998; Unandar BK, et al. 2004 ).
c. Sistemik
1. Ketokonazol 200mg 400 mg / hari selama 2 4 minggu, untuk
infeksi kronis perlu 3
5 minggu
2. Itrakonazol 100 200 mg / hari selama 4 minggu
3. Flukonazol 50 200 mg / hari selama 1- 2 minggu
4. Vorikonazol Adalah triazole yang memiliki struktur kimia seperti
flukonazol, menjadi salah satu pilihan bila kurang sensitive
terhadap flukonazol
(Kwon Chung KJ,1992; Unandar BK, et al. 2004; Depkes RI Dirjen
Pengendalian
PPPL, 2009; Dismukes WE et al, 2003).
d. Flukonazol
Adalah antifungal bis-triazole fluorinated bistriazole yang
sering dipakai dalam pengobatan kandidiasis Bekerja sebagai
penghambat enzim sitokrom P450(CYP3A4 dan CYP2C9) C-14 alfa
demetilase yang berperan dalam sintesis ergosterol yang
merupakan bagian penting membrane sel jamur. Flukonazol
diserap secara sempurna melalui saluran cerna tanpa dipengaruhi
adanya makanan atau keasaman lambung. Sembilan puluh persen
obat dieliminasi lewat ginjal dan waktu paruhnya antara 25-30
jam. Efek samping yang terjadi seperti : mual, muntah, sakit
kepala, ruam kulit, nyeri perut, diare, sedikit peningkatan
transaminase serum dan hipokalemi. Flukonazol efektif terhadap
banyak spesies Candida, terutama Candida albicans, Candida
tropicalis, Candida parapsilosis dan beberapa spesies yang bukan
albicans, tetapi kurang efektif terhadap Candida glabrata dan
Candida krusei.
Penelitian artemisk disk menunjukkan bahwa flukonazol
masih efektif pada Candida albicans sekitar (97,9%), Candida
tropicalis (90,4%), Candida parapsilosis 93,3%, namun hanya
(9,2%) pada Candida krusei. Penelitian di India melaporkan
(87,8%) Flukonazol efektif pada Candida albicans, dan sekitar
(68,9%) pada Candida yang bukan albicans efektif terhadap
flukonazol. Kandidiasis oro-faringeal pada penderita HIV yang
disebabkan oleh
Candida albicans (84,5%), Candida glabrata (6,8%), Candida
krusei(3,4%), dimana (84,7%) dari isolasi efektif terhadap
flukonazol serta ada (9,7%) yang susceptible dose dependen
(SDD). Ketiga penelitian tersebut memberi bahwa flukonazol
masih menjadi pilihan utama dalam upaya mengobati kandidiasis.
Dosis yang dianjurkan: 100-200mg p.o , 200mg ( 1x / hari )
dilanjutkan dengan 100mg selama 5-10 hari. Hasil suatu penelitian
cara pemberian flukonazol 750mg (dosis tunggal) sama efektifnya
dengan pemberian 150mg/hari selama 2 minggu pada penderita
kandidiasis oro-faringeal, flukonazol adalah pilihan utama pada
penderita HIV dengan kandidiasis oral (Akpan A, 2008; Blignaut E,
2007; Sudjana P, 2009; Barchiesi F et al, 2008; Dismukes WE et al,
2003).
TUBERKOLOSIS
Tuberkulosis
a. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis (Alsagaf dan
Mukti, 2008). Sebagian besar kuman TB menyerang paru (TB paru),
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB ekstra
paru) seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll (Aditama dkk,
2008). Mycobacterium tuberculosis menyebabkan TB dan
merupakan patogen manusia yang sangat penting (Jawets et al.,
2008). Kuman ini non motil, non spora, dan tidak berkapsul
(Palomina et al., 2007). Berbentuk batang, bersifat aerob,
mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 o C, dan
20 menit pada suhu 60 o C), dan mudah mati apabila terkena
sinar ultraviolet (Alsagaf dan Mukti, 2008). Sebagian besar
dinding kuman terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan dan
arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan
terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis (Sudoyo dkk, 2006). Dapat tahan hidup di udara
kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup
bertahun-tahun dalam lemari es. lni dapat terjadi apabila
kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini
kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan memungkinkan
untuk berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali (Hiswani,
2004).
b. Etiologi
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah mycobacterium
tuberculosisdan mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai
ukuran 0.5-4 mikron x 0.3-0.6 mikron dengan bentuk batang tipis,
lurus atau agak bengkok, bergranuler atau tidak mempunyai
selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri TBC mempunyai sifat
istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan
asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), serta
tahan terhadap zat kimia dan fisik.Kuman tuberkulosis juga tahan
dalam keadaan kering dan dingin,bersifat dorman dan anaerob.
Bakteri TBC mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau
pemanasan 600C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95%
selama 15-24 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam diudara
terutama ditempat yang gelap dan lembab (dapat berbulan-
bulan),tetapi tidak tahan tahan terhadap sinar dan aliran udara
(Widoyono,2008).
c. Cara Penularan
TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB).
Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah,
mereka memercikkan kuman TB atau bacilli ke udara (DepKes,
2008). Percikan dahak (droplet) yang mengandung kuman
dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa
jam. Hanya droplet nukleus ukuran 1-5 (mikron) yang dapat
melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas
sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan
alveolus (Widodo, 2004). Setelah kuman TB masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau
penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (DepKes,
2000).Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan
menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status
TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-
kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya
(DepKes,2008).
d. Gejala-gejala Tuberkulosis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan
yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (DepKes, 2006).
e. Diagnosis Tuberkulosis
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2
hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru
pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA) (DepKes, 2007). Kuman ini baru kelihatan dibawah
mikroskopis bila jumlah kuman paling sedikit sekitar 5000 batang
dalam 1 ml dahak. Dalam pemeriksaan dahak yang baik adalah
dahak yang mukopurulen berwarna hijau kekuningan dan
jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan (Hiswani, 2004). Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapatdigunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
denganindikasinya (DepKes, 2006).Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit (DepKes, 2007).
f. Pengobatan Tuberkulosis
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan
rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) (DepKes, 2007). Pengobatan
pada penderita tuberkulosis dewasa dibagi menjadi beberapa
kategori:
1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan
setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan
tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R),
diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).Obat
ini diberikan untuk :
a) Penderita baru TB Paru BTA positif
b) Penderita TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit
berat dan
c) Penderita TB Ekstra Paru Berat
2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan. Dua bulan
pertama dengan Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di Unit
Pelayanan Kesehatan. Dilanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Ethambutol (E) setiap hari.
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan
dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu
diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah
penderita selesai minum obat.Obat ini diberikan untuk :
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan, diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu.Obat ini diberikan
untuk :
a) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
b) Penderita ekstra paru ringan
4) OAT Sisipan
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama
1 bulan.(DepKes, 2002).
g. komplikasi
bila tidak ditangani akan menimbulkan komplikasi dibagi atas
kmplikasi dinidan lanjut;
- Komplikasi dini; pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus
poncets arthropathy.
- Komplikasi lanjut ; obstruksi jalan nafas ( sindrom obstruksi pasca
tuberkulosis ),kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor
pulomnal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas
dewasa (ARDS) sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
-
DEFISIENSI INHIBITOR ESETRASE C1
2. Etiologi AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus
yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama
kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun
1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi
(HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986
nama firus dirubah menjadi HIV.
Secara morfologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris
tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce
transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas
lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan
dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus
sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar
matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti
eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif
resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam
darah, savila, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV
dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak.
Namun kenyataan bahwa tidak semua orang yang terinfeksi virus
HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-faktor
lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang
gizi, tingkat stress yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama
penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin merupakan faktor-faktor
yang mungkin berperan.
4. Penatalaksanaan AIDS
Penatalaksanaan Pada Orang Dewasa
a. Konseling dan Edukasi
Konseling dan edukasi perlu diberikan segera sesudah diagnosis
HIV/AIDS ditegakkan dan dilakukan secara berkesinambungan.
Bahkan, konseling dan edukasi merupakan pilar pertama dan utama
dalam penatalaksanaan HIV/AIDS; karena keberhasilan pencegahan
penularan horizontal maupun vertikal, pengendalian kepadatan virus
dengan ARV, peningkatan CD4, pencegahan dan pengobatan IO serta
komplikasi lainnya akan berhasil jika konseling dan edukasi berhasil
dilakukan dengan baik. Pada konseling dan edukasi perlu diberikan
dukungan psikososial supaya ODHA mampu memahami, percaya diri
dan tidak takut tentang status dan perjalanan alami HIV/AIDS, cara
penularan, pencegahan serta pengobatan HIV/AIDS dan IO; semuanya
ini akan memberi keuntungan bagi ODHA dan lingkungannya.
b. Antiretrovirus (ARV)
Indikasi pemberian ARV yaitu pada infeksi HIV akut, ODHA yang
menunjukkan gejala klinis atau ODHA tanpa gejala klinis yang
memiliki CD4 < 500/mm dan atau RNA HIV > 20.000/ml serta pada
PPE HIV.
Kombinasi ARV merupakan dasar penatalaksanaan pemberian
antivirus terhadap ODHA; karena dapat mengurangi resistensi,
menekan replikasi HIV secara efektif sehingga kejadian
penularan/IO/komplikasi lainnya dapat dihindari, dan meningkatkan
kualitas serta harapan hidup ODHA. Dua golongan ARV yang diakui
Food and Drug Administration (FDA) dan World Health Organization
(WHO) adalah penghambat reverse transcriptase (PRT), yang terdiri
dari analog nukleosida dan non-analog nukleosida, serta peng-hambat
protease (PP) HIV. Ketiga jenis ini dipakai secara kombinasi dan tidak
dianjurkan pada pemakaian tunggal. Penggunaan kombinasi ARV
merupakan farmakoterapi yang rasional; sebab masing-masing
preparat bekerja pada tempat yang berlainan atau memberikan efek
sinergis terhadap yang lain. Preparat golongan PRT analog nukleosida
menghambat beberapa proses polimerisasi deoxyribo nucleic adid
(DNA) sel termasuk sintesis DNA yang tergantung pada ribonucleic
acid (RNA) pada saat terjadi reverse transkripsi; sedangkan PRT
analog non-nukleosida secara selektif menghambat proses
reverstranskripsi HIV-1. Penghambat protease bekerja dengan cara
menghambat sintesis protein inti HIV.
United States Public Health Service (USPHS) dan WHO menganjurkan
kombinasi ARV yang dipakai sebagai peng-obatan pertama kali adalah
2 preparat PRT analog nukleosida dengan PP, atau 2 preparat PRT
analog nukleosida dikom-binasikan dengan analog non-nukleosida.
Sedangkan kom-binasi antara PRT nukleosida, non-nukleosida dengan
PP dipertimbangkan sebagai kombinasi pada pengobatan kasus
lanjut.
Perlu diperhatikan kombinasi saquinavir dengan ritonavir akan
meningkatkan kadar saquinavir dalam plasma, karena ritonavir
menghambat kerja enzim sitokrom P450. Sedangkan zidovudin (ZDV)
dengan stavudin dan efavirenz dengan saquinavir merupakan
kombinasi antagonis satu dengan yang lain. Nevirapin akan
menurunkan berturut-turut kadar dalam plasma saquinavir, ritonavir,
indinavir dan lopinavir jika dikombinasikan, sehingga kombinasi ARV
ini jangan dilakukan.
Kombinasi ARV pada pengobatan pertama perlu diubah jika
ditemukan hal-hal sebagai berikut :
1. Penurunan RNA HIV plasma < 0,5-0,75 log 10 dalam 4
minggu atau < 1 log10 dalam 8 minggu setelah pengobatan
pertama diberikan.
2. Kegagalan penekanan RNA HIV sampai batas tak ter-deteksi,
dalam 4-6 bulan setelah pengobatan pertarna diberikan.
3. Deteksi ulang RNA HIV plasma setelah kepadatan virus tak
terdeteksi, berkembang mengalami peningkatan walaupun ARV
masih terus diberikan.
4. Jumlah CD4 tetap mengalami penurunan.
5. Keadaan klinis yang memburuk.
6. Terdapatnya efek:samping ARV.
Gambar 1. Potongan
melintang Treponema
pallidum, tampak PF=
Periplasmic flagella dan
OS= Outer sheth.7
Treponema palidum masuk melalui selaput lendir yang utuh,
atau kulit yang mengalami abrasi, menuju kelenjar limfe, kemudian
masuk ke dalam pembuluh darah, dan diedarkan ke seluruh
tubuh. Setelah beredar beberapa jam, infeksi menjadi sistemik
walaupun tanda-tanda klinis dan serolois belum jelas. Kisaran satu
minggu setelah terinfeksi Treponema palidum, ditempat masuk
timbul lesi primer berupa ulkus. Ulkus akan muncul selama satu
hingga lima minggu, kemudian menghilang.8,9,10
Uji serologis masih akan negatif ketika ulkus pertama kali
muncul dan baru akan
reaktif setelah satu sampai empat minggu berikutnya. Enam minggu
kemudian, timbul erupsi seluruh tubuh pada sebagian kasus sifilis
sekunder. Ruam ini akan hilang kisaran dua sampai enam
minggu, karena terjadi penyembuhan spontan. Perjalanan penyakit
menuju ke tingkat laten, dimana tidak ditemukan tanda-tanda
klinis, kecuali hasil pemeriksaan serologis yang reaktif. Masa laten
dapat berlangsung bertahun- tahun atau seumur hidup.
Stadium sifilis
Sifilis dalam perjalanannya dibagi menjadi tiga stadium yaitu sifilis
stadium primer, sekunder dan tersier yang terpisah oleh fase laten
dimana waktu bervariasi, tanpa tanda klinis infeksi. Interval antara
stadium primer dan sekunder berkisar dari beberapa minggu sampai
beberapa bulan. Interval antara stadium sekunder dan tersier
biasanya lebih dari satu tahun.
Tatalaksana Sifilis
Tatalaksanaan sifilis dibagi berdasarkan stadiumnya
yaitu tertera pada tabel 4.