Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah penyakit yang penularannya

terutama melalui hubungan seksual. Cara hubungan kelamin tidak terbatas secara

genito-genital saja, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital, sehingga

kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak terbatas hanya pada daerah

genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra genital.(1,2)

Meskipun demikian tidak berarti bahwa semuanya harus melalui hubungan

kelamin, beberapa ada yang dapat juga ditularkan melalui kontak langsung dengan

alat-alat, seperti : handuk, termometer dan sebagainya. Selain itu, penyakit

kelamin ini juga dapat menularkan penyakitnya ini kepada bayi dalam kandungan.
(1,4)

Pada waktu dahulu, penyakit kelamin dikenal sebagai Veneral Diseases

(V.D.) yang berasal dari kata venus (dewi cinta) dan yang termasuk di dalamnya

adalah sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venereum dan granuloma

inguinale.(2,3)

Ternyata pada akhir-akhir ini ditemukan berbagai penyakit lain yang juga

dapat timbul akibat hubungan seksual dan penemuan ini diantara lain disebabkan

oleh :(3,5)

1. Perbaikan sarana dan teknik laboratorium


2. Penemuan beberapa jenis penyakit secara epidemiseperti herpes

genitalis dan hepatitis B


3. Penemuan penyakit yang ada akibatnya pada anak dan ibu, juga

bahkan dapat menimbulkan kemandulan.

1
Oleh karena itu istilah V.D. makin lama makin ditinggalkan dan

diperkenalkan istilah Sexually Transmitted Diseases (S.T.D.) yang berarti

penyakit-penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan kelamin dan yang

termasuk penyakit ini adalah kelima penyakit V.D. tersebut ditambah berbagai

penyakit lain yang tidak termasuk V.D. istilah S.T.D. ini telah diindonesiakan

menjadi I.M.S. (Infeksi Menular Seksual), adapula yang menyebutnya P.H.S.

(Penyakit Hubungan Seksual). Sehubungan I.M.S. ini sebagian besar disebabkan

oleh infeksi, maka kemudian istilah S.T.D. telah diganti menjadi S.T.I. (Sexually

Transmitted Infection) atau IMS (Infeksi Menular Seksual).(1,6)

I.M.S. ini mempunyai beberapa ciri, yaitu :(1,7)

1. Penularan infeksi tidak selalu harus melalui hubungan kelamin


2. Infeksi dapat terjadi pada orang-orang yang belum pernah melakukan

hubungan kelamin atau orang-orang yang tidak promiskus.


3. Sebagian penderita adalah akibat korban keadaan di luar kemampuan

mereka, dalam arti mereka sudah berusaha sepenuhnya untuk tidak

mendapat penyakit, tetapi kenyataan masih juga terjangkit.

Trikomoniasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh protozoa

flagellata yaitu Trichomonas vaginalis, umumnya akibat hubungan seksual dan

sering menyerang saluran urogenitalis bagian bawah wanita maupun laki-laki.

Kelainan ini biasanya terjadi pada permukaan, membran mukosa saluran

urogenitalis, meskipun dapat juga menyerang bagian-bagian tubuh lain yang

disebabkan oleh spesies Trichomonas yang berbeda, misalnya Trichomonas tenax

ditemukan di mulut dan nonpatogen sering dihubungkan dengan gingivitis atau

2
spesies Pentatrichomonas hominis ditemukan pada usus besar dan nonpatogen,

sering menimbulkan gangguan diare akut.

Trichomonas vaginalis sebagai suatu kuman komensal ditemukan pertama

kali oleh Donne pada tahun 1836. Kemudian pada tahun 1940 Gardner dan

Kaufman berhasil melakukan pembiakan parasit tersebut. Saat ini peranan

Trichomnas vaginalis sebagai patogen yang utama pada saluran urogenitalis

manusia tidak dapat dipungkiri dan menyerang 200 juta wanita dewasa di seluruh

dunia setiap tahun.(5,8)

Beberapa faktor resiko terjadinya infeksi Trichomnas adalah berganti-ganti

pasangan seksual, ras hitam, adanya infeksi dengan Neisseria gonorhoeae atau

vaginosis bakterial. Infeksi pada wanita sering memberikan gangguan terjadinya

sekresi vagina yang berlebihan, gatal pada daerah vulva dan vagina, disuria,

dispareunia, sedangkan pada pria sering tidak menunjukkan gejala.

Meskipun sejak tahun 1960 telah ditemukan suatu preparat antimikrbial

metronidazole serta derivatnya seperti 5-nitroimidazole, penyakit ini sering

menyebabkan kekambuhan karena terdapat Trichomonas yang resisten terhadap

preparat tersebut. (6,7)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi

Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada

wanita maupun pria, dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan seksual.(2,4)

2.2 Etiologi

Penyebab trikomoniasis ialah Trichomonas vaginalis yang pertama kali

ditemukan oleh Donne pada tahun 1836. Merupakan flagellat berbentuk

filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti

gelombang.(4,8)

Gambar 2.1. Trichomonas vaginalis

Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat

hidup dalam suasana pH 5-7,5. Pada suhu 500C akan mati dalam beberapa

menit, tetapi pada suhu 00C dapat bertahan sampai 5 hari. (1,3)

Ada dua spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu T.

tenax yang hidup di rongga mulut dan non patogen sering dihubungkan dengan

4
gingivitis atau spesies Pentatrichomonas hominis yang ditemukan dalam usus

besar dan nonpatogen, sering menimbulkan diare akut. (2,9)

2.3 Epidemiologi

Penularan umumnya melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga melalui

pakaian, handuk, atau karena berenang. Oleh karena itu trikomoniasis ini terutama

ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan

pada bayi dan penderita setelah menopause. Penderita wanita lebih banyak

dibanding pria.(3,4)

Prevalensi 200 juta kasus wanita dengan infeksi trikomoniasis yang tersebar

di seluruh dunia. Terdapat 3-4 juta penderita trikomoniasis di amerika per tahun

pada tahun 1974, pada wanita sebanyak 2,5-3 juta kasus. Kejadian trikomoniasis

memiliki hubungan dengan tingkat aktivitas seksual dilihat dari perbedaan angka

kejadian di mana ditemukan 5% wanita yang berkunjung di klinik keluarga, 13-

25% wanita datang ke klinik kandungan serta 50-75% pada prostitusi terserang

infeksi.Pada infeksi trikomoniasis dapat terjadi infeksi campuran antara Neisseria

gonorrhoeae dan Trichomonas vaginalis. Wanita dengan trikomoniasis

mempunyai kemungkinan 1,4-3 kali terkena gonore. Penggunaan alat kontrasepsi

dapat mempengaruhi angka kejadian, namun penggunaan kontrasepsi oral pada

wanita dilaporkan memiliki faktor risiko yang lebih rendah. Pada pria tidak

didapatkan angka kejadian yang pasti karena sebagian kasus bersifat asimtomatis.
(1,2)

2.4 Faktor Risiko

5
Untuk mengetahui faktor risiko yang dapat menyebabkan seseorang dapat

terkena Trikomoniasis, dapat ditanyakan apakah individu tersebut memiliki

perilaku berisiko atau tidak, antara lain:(2,3)

1. Suami atau mitra seksual menderita IMS


2. Suami atau mitra seksual memiliki pasangan lebih dari 1 dalam 1 bulan

terakhir
3. Mempunyai pasangan baru dalam 1 bulan terakhir
4. Mempunyai 1 atau lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir
5. Pekerjaan perempuan beresiko tinggi
2.5 Patogenesis

Dua teori yang ada mengenai patogenesis T. vaginalis, yaitu mekanisme

kontak-dependen dan kontak-independen. Keduanya menjelaskan skenario

patogenesis trikomoniasis yang sangat penting. Graves dan Gardner menunjukkan

bahwa kepatuhan, faktor kontak-independen, hemolisis, akuisisi makromolekul

tuan rumah oleh organisme dan respon host merupakan faktor-faktor penting

dalam patogenisitas parasit ini. (1,11)

Empat protein adhesin mulai dari 65 kDa ke 21kDa atau kurang,

berhubungan dengan cytoadherence. Adhesin ini tidak diidentifikasi pada

Thermoproteus Tenax, sebuah trichomonad patogenik. Pengobatan dengan

protease akan mengurangi kerja berkurang cytoadherence, menunjukkan bahwa

protein ini merupakan faktor yang unik dan penting dalam patogenisitas T.

vaginalis. Lebih lanjut, protease sistein juga diperlukan untuk perlekatan parasit

terhadap sel-sel epitel. Perlekatan itu akan terhambat ketika parasit diterapi

dengan inhibitor protease sistein trichomonad. Krieger dkk melaporkan bahwa

beta-hemolisin dapat menjadi faktor virulensi untuk T. vaginalis. Hemolisis yang

terjadi pada menstruasi mungkin penting dalam memberikan nutrisi bagi T.

6
vaginalis karena trikomoniasis sering diperburuk oleh keadaan menstruasi. Fiori

dkk dan Arroyo dkk mengamati protein permukaan pada 140 kDa sampai 33 kDa

terlibat dalam hemolisis.(3,6)

T. vaginalis mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran

urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan subepitel.

Masa tunas rata-rata 4 hari sampai 3 minggu. Pada kasus yang lanjut terdapat

bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di

lapisan subepitel yang menjalar sampai di permukaan epitel. Di dalam vagina dan

uretra parasit hidup dari sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda lain yang terdapat

dalam sekret.(4,11)

Gambar 2.2. Patofisiologi Trikomoniasis

2.6 Gejala Klinis


1. Trikomoniasis pada wanita

Pada wanita sering tidak menunjukan keluhan maupun gejala sama

sekali. Bila ada keluhan biasanya berupa duh tubuh vaginal yang banyak

dan berbau.Rata-rata hanya 50-75% yang mengeluhkan adanya duh

7
tubuh vagina.Wanita dengan trikomoniasis sering melaporkan adanya

duh tubuh vagina yang abnormal, dapat bersifat purulen, berbuih atau

berdarah.Duh tubuh yang berbuih merupakan tanda klasik trikomoniasis

yang dapat diamati hanya 12% dari pasien dengan infeksi ini. Duh tubuh

yang banyak sering menimbulkan keluhan rasa gatal dan perih pada

vulva dan kulit sekitarnya.(2,4)

Pada pemeriksaan fisik labium tampak eritema dan edema serta nyeri,

sedangkan pada vulva akan tampak gambaran eritematus dan edema.

Yang diserang terutama dinding vagina, dapat bersifat akut maupun

kronik. Pada kasus akut sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-

kuningan, kuning hijau, berbau tidak enak (malodorus), dan berbusa.

Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang-kadang

terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, yang tampak

sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry

appearance dan disertai gejala dispareuria, perdarahan pasca koitus, dan

perdarahan intermenstrual. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul

iritasi pada lipat paha atau di sekitar genitalia eksterna. Selain vaginitis

dapat juga terjadi uretritis. Pada kasus yang kronik gejala lebih ringan

dan sekret vagina biasanya tidak berbusa.(4,7)

Reaksi radang kadang sangat minimal sehingga duh tubuh juga sangat

minim atau tidak ada sama sekali. Polakisuria dan disuria biasanya

merupakan keluhan pertama pada infeksi traktus urinarius bagian bawah

yang simtomatik.25% penderita mengalami infeksi pada uretra, dan dapat

8
mengenai saluran kelenjar skene. Pada perabaan akan terasa mengeras

dan dapat mengeluarkan pus jika ditekan. Bartolinitis merupakan

komplikasi yang jarang terjadi.(8,15)

Tabel 2.1. Prevalensi gambaran klinis trikomoniasis pada wanita.(5)

Keluhan dan gejala klinis Presentase (%)


Keluhan : tanda-tanda
- Tidak ada 9-56
- Duh tubuh vagina 50-75
- Berbau 10-67
- Iritasi/gatal 23-82
- Dispareunia 10-50
- Disuria 30-50
- Nyeri perut bagian bawah 5-12
Gejala klinis
- Tidak ada 15
- Vulva eritema difus 10-37
- Duh tubuh vagina yang banyak 50-75
- Kuning kehijauan 5-42
- Berbusa 8-50
- Keradangan dinding vagina 20-75
- Strawberry cervix
- Pengamatan langsung 1-2
- Kolposkopi 45

2. Trikomoniasis pada laki-laki


Gejala pada laki-laki mulai dari tak bergejala hingga uretritis yang hebat

dengan komplikasi prostatitis. Masa inkubasi biasanya tidak melebihi 10

hari.(12,13)
Pada laki-laki yang diserang terutama uretra, kelenjar prostat, kadang-

kadang preputium, vesikula seminalis, dan epididimis. Pada umumnya

gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan wanita. Bentuk akut

gejalannya mirip uretritis nongonore, misalnya dysuria, polyuria, dan

secret uretra mukoid atau mukopurulen. Urin biasanya jernih, tetapi

9
kadang-kadang ada benang-benang halus. Pada bentuk kronik gejalanya

tidak khas; gatal pada uretra, dysuria, dan urin keruh pada pagi hari.(2,4)
Laki-laki dengan trikomoniasis dapat dibagi menjadi 3 kelompok

berdasarkan gejalanya (8,11):


Pembawa kuman asimtomatik
T. vaginalis dapat ditemukan pada uretra, urin dan cairan prostat pria

yang berkontak seksual dengan wanita yang menderita trikomoniasis,

namun hanya 10-50% penderita yang menunjukan adanya keluhan dan

gejala infeksi.
Gambaran klinis akut
Keadaan klinis akut jarang terjadi, uretritis, prostatitis dan epididimitis

dapat merupakan manifestasi trikomoniasis pada pria penyebabnya

belum dapat dipastikan disebabkan oleh T. vaginalis, Chlamydia

trachomatis atau Ureaplasma urealyticum.


Gambaran klinik ringan
Sebagian besar trikomoniasis menunjukan gejala uretritis ringan yang

gambaran klinisnya sulit dibedakan dari uretritis non gonore yang

disebabkan oleh sebab lain. Hanya pada 50-60% kasus duh tubuh

uretra, sepertiga kasus menunjukan duh tubuh purulen, sepertiga

lainnya masing-masing mukopurulen dan mukoid.


Duh tubuh biasanya keluar secara intermiten, sedangkan disuria dan

perasaan gatal pada uretra masing-masing hanya dikeluhkan kurang

dari seperempat kasus. Uretritis karena T. vaginalis pada umumnya

bersifat self limited.(15)


3. Trikomoniasis pada neonatus
Pada neonatus dapat timbul duh tubuh vagina dalam minggu pertama

kehidupan tetapi biasanya asimtomatis. Epitel vagina neonates

menyerupai epitel vagina wanita dewasa akibat pengaruh estrogen dari

10
ibu, tetapi pada usia 3-4 minggu terjadi metabolisme estrogen dari ibu

yang membuat epitel vagina sama dengan epitel vagina wanita

prepubertas, pada saat ini epitel menjadi resisten terhadap Trichomonas

vaginalis dan duh tubuh mengalami resolusi.(1,2)


2.7 Diagnosis

Diagnosis trikomoniasis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis

serta pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukannya T.

vaginalis pada sediaan langsung (sediaan basah) atau pada biakan duh tubuh

penderita.(9,10)

Berdasarkan klinis pada pria sulit membedakan Uretritis Non Gonorea

(UNG) yang disebabkan T. vaginalis dengan UNG oleh penyebab lain. UNG yang

gagal dengan pemberian pengobatan standar terhadap Chlamydia dan Ureaplasma

urealyticum namun responsif terhadap pengobatan dengan metronidazol dapat

menunjang diagnosis trikomoniasis.(12,13)

Pemeriksaan mikroskopis

Pada wanita spesimen diambil dari vagina berupa apusan forniks

anterior dan posterior yang diambil menggunakan lidi kapas atau

sengkelit steril, kemudian diletakkan pada kaca benda yang telah diberi

beberapa tetes larutan garam fisiologis. Dapat juga dilakukan dengan

cara menutup sediaan dengan menggunakan cover slip kemudian

dengan hati-hati dihangatkan untuk meningkatkan aktivitas T. vaginalis

sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop fase kontras dan mikroskop lapang gelap.(2,4)

11
Pada pria spesimen diambil dengan cara mengerok mukosa uretra

dengan menggunakan sengkelit steril kemudian diletakkan pada kaca

benda dan dilakukan pemeriksaan sediaan basah. Trichomonas

vaginalis dapat dideteksi di dalam sedimen urin. Pemeriksaan urin

pertama pagi hari, terbaik dilakukan bila pemijatan prostat terlebih

dahulu, dan pada 15% kasus memberikan hasil positif pada kasus-kasus

yang tidak terdiagnosis dengan pemeriksaan sediaan basah.(1,2)

Gambar 2.3. Mikroskopis Trichomonas vaginalis

Pewarnaan

Spesimen dapat diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, Papanicolau,

Leishman, Gram atau acridine orange. Trichomonas vaginalis tidak

hidup dalam media transport biasa sehingga dilakukan pewarnaan

acridine orange untuk melihat DNA organisme yang sudah mati.

12
Pewarnaan gram tidak dianjurkan karena gambaran sel PMN dan

parasit Trichomonas vaginalis tampak sama.(2,5)

Pembiakan
Terdapat bermacam media pembiakan untuk diagnosis trikomoniasis

diantaranya medium Trichosel broth, Diamonds medium, Hollander,

Kupferbergs atau Feinberg medium. Kultur menjadi standar baku

terkini untuk menegakkan diagnosis. Prosedurnya sukar dan mahal serta

membutuhkan waktu 3-5 hari. Hal ini menyebabkan pemeriksaan kultur

tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. Beberapa peneliti

menyatakan bahwa 95% kasus dapat ditegakkan diagnosisnya dengan

pembiakan.(2,9)
Tes serologi

Identifikasi dengan menggunakan teknik ELISA, immunofluorenscent

antibody, agultinasi lateks, merupakan teknik pemeriksaan yang cukup

peka namun masih dalam tahap penelitian.

Uji serologis diperoleh antibodi IgG, IgM atau IgA terhadap

Trichomonas vaginalis yang dapat dideteksi melalui beberapa prosedur,

namun diperoleh hasil titer yang rendah sehingga dikatakan kurang

berperan dalam diagnosis infeksi Trichomonas vaginalis.(2.11)

Polymerase chain reaction (PCR)

Deteksi trikomoniasis vaginalis berbasis PCR masih memerlukan

penelitian lebih lanjut. Tes ini berdasarkan amplifikasi antigen (DNA)

sel, dapat mendeteksi mikroorganisme meskipun julahnya

13
sedikit.Dengan demikian infeksi asimtomatis yang hanya mempunyai

sejumlah kecil organisme dan tidak dapat dikultur dapat dideteksi

dengan pemerikasaan ini.Uji dengan PCR sangat sensitif dan spesifik,

lebih mudah dikerjakan dan relative cepat. Ligase chain reaction

(LCR), prosedur pemeriksaan, sensitivitas dan spesifisitas hampir sama

dengan PCR.(2,10)

Pendekatan Sindrom
Penanganan kasus IMS berdasarkan pendekatan sindrom

dilaksanakan melalui identifikasi sekelompok keluhan dan

gejala sebagai sindrom yang mudah dikenali, dan selanjutnya

ditetapkan pengobatannya terhadap sebagian besar atau hampir

semua mikro-organisme yang diyakini sebagai penyebab

sindrom tersebut. World Health Organization (WHO) telah

mengembangkan satu perangkat yang sudah disederhanakan dan

mudah dimengerti (dalam bentuk bagan alur atau algoritme)

untuk memandu para petugas kesehatan dalam melakukan

penatalaksanaan kasus IMS dengan pendekatan sindrom.


Keluhan duh tubuh vagina abnormal biasanya disebabkan oleh

radang vagina, tetapi dapat pula akibat radang serviks yang

muko-purulen. Trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis

bakterial merupakan keadaan yang paling sering menimbulkan

infeksi vagina sedangkan N.gonorrhoeae dan C.trachomatis

sering menyebabkan radang serviks. Deteksi infeksi serviks

berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar

14
wanita dengan gonore atau klamidiosis tidak merasakan keluhan

atau gejala (asimtomatis). Gejala duh tubuh vagina abnormal

merupakan petunjuk kuat untuk infeksi vagina, namun

merupakan petanda lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua

wanita yang menunjukkan tanda-tanda duh tubuh vagina agar

diobati juga untuk trikomoniasis dan vaginosis bakterial.(12,15)

Gambar 2.4 Pendekatan Sindrom Duh Tubuh Vagina

2.8 Diagnosis banding


Bakterial vaginosis

Keluhan penderita berupa sekret vagina yang tidak terlalu banyak, cair

(encer), putih keabu-abuan serta berbau khas seperti ikan (amis)

merupakan keluhan yang sering didapatkan. Sekret yang berwarna

hijau purulen berhubungan dengan trikomoniasis.Pada pemeriksaan

inspekulo tidak ditemukan tanda-tanda radang pada vagina dan

15
vulva.Pemeriksaan mikroskop dengan pewarnaan gram dan sediaan

basah ditemukan adanya clue cell.(2,5)

Kandidiasis vulvovaginitis

Duh tubuh vagina berupa cairan berwarna putih seperti susu dan

disertai gumpalan-gumpalan putih seperti gambaran susu pecah, tidak

berbau. Pada vulva atau vagina tampak gambaran tanda-tanda radang

dan disertai rasa gatal. Diagnosis ditegakkan dengan adanya bentukan

yeast atau pseudohifa dan blastospora pada pemeriksaan basah dan

pewarnaan gram.(2,8,11)

Cervicitis gonore

Duh tubuh vagina atau uretra berwarna kuning kehijauan (sekret

mukopurulen) dan jumlahnya akan tampak lebih banyak bila terdapat

infeksi dengan trikomoniasis. Eritema dan edema pada dinding serviks

dan orifisium uretra eksterna serta dapat timbul rasa nyeri pada

panggul bawah. Pada pemeriksaan sediaan gram tampak kuman

diplokokus gram negatif berbentuk biji kopi. (2,15)

Infeksi generalisata nonspesifik

Duh tubuh vagina atau uretra kuning keabu-abuan, dan sering

meninggalkan bercak di celana dalam disertai dengan keluhan nyeri

waktu kencing, gatal-gatal di sekitar vagina/vulva, dan tampak

eritema serta edema pada muara uretra. Pada pemeriksaan mikroskop

didapatkan jumlah leukosit 10 plp pada sediaan basah dan 5 plp

dengan pewarnaan gram. (2,4)

16
2.8 Penatalaksanaan(10)
Pengobatan dapat diberikan secara topical atau sistemik.
Secara topikal:
o Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hydrogen peroksida 1-2%

dan larutan asam laktat 4%.


o Bahan berupa supsitoria bubuk yang bersifat tikomoniasidal.
o Jel dan krim, yang berisi zat trikomoniasidal.
Secara sistemik (oral):
o Obat yang sering digunakan tergolong derivate nitromidazol

seperti:
Metronidazole : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg per hari

selama 7 hari
Nimorazol : dosis tunggal 2 gram
Tinidazol : dosis tunggal 2 gram
Omidazol : dosis tunggal 1.5 gram

Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita:(1,10)

1. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk

mencegah jangan terjadi infeksi pingpong.


2. Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum

dinyatakan sembuh.
3. Hindari pemakaian barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi.

WHO telah menetapkan suatu penatalaksanaan berdasarkan pendekatan

sindrom duh tubuh vagina untuk membantu petugas kesehatan dalam mengobati

Trichomonas Vaginalis. Penatalaksanaan tersebut sebagai berikut :

17
Gambar 2.5 Penatalaksanaan berdasarkan Pendekatan Sindrom Duh Tubuh

Vagina

2.9 Pencegahan

Pencegahan trikomoniasis dapat dilakukan melalui penyuluhan dan

pendidikan terhadap pasien dan masyarakat umum tentang infeksi

ini.Penggunaan kondom dapat mencegah penularan.Namun kondom tidak

menutup semua daerah sehingga masih mungkin untuk terkena infeksi ini.Cara

terbaik untuk menghindari penularan adalah dengan menghindari hubungan

seksual dengan pasangan yang beresiko. Terutama dengan pasangan yang

mengeluhkan gejala-gejala trikomoniasis. (3,5)

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita wanita adalah sistisis, skenitis

dan abses bartholin dan dapat menyebabkan kelahiran prematur, bayi lahir dengan

berat badan kurang serta dapat terjadi limfadenopati, endometritis dan salpingitis

serta infertilitas. Infertilitasini biasanya didahului oleh radang panggul pada

wanita.(4,15)
Infertilitas pada wanita terjadi bila T. Vaginalis yang ditularkan melalui

hubungan seksual pada vagina atau serviks menginfeksi secara asenden

18
endometrium, tuba falopii dan struktur yang berdekatan menyebabkan penyakit

radang panggul dan hampir selalu meninggalkan sekuele berupa skar atau

perlekatan dan infertilitas sebagai akibatnya.(2,6)


Pada pria dapat terjadi prostatitis, yaitu infeksi atau inflamasi pada kelenjar

prostat yang tampak seperti sindrom berat dengan gambaran klinis yang

bervariasi, sering disebabkan melalui transmisi seksual dengan akibat terjadi

inflamasi akut sel pada epitelium glandularis dan lumen dari prostat.(5,15)
Komplikasi lain adalah striktur uretra, epididimitis, balantis dan

mempengaruhi kesuburan dan pada penderita yang tidak disirkumsisi dapat terjadi

balanitis dan phimosis. Penyebab tersering infertilitas pada pria adalah komplikasi

epididimitis bilateral dan oklusi vas deferens serta T. Vaginalis dapat menghambat

motilitas spermatozoa atau terjadi abnormalitas semen. Hal ini disebabkan karena

dalam perjalanannya, sperma transit pada epididimitis untuk perkembangan dan

pematangan fungsi sperma-sperma normal, adanya inflamasi dan kerusakan

epididimitis dapat mempengaruhi fertilitas pada pria-pria meskipun tanpa disertai

oklusi tubulus epididimitis.(1,4)

19
BAB 3

KESIMPULAN

1. Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah pada

wanita maupun pria, dapat bersifat akut mau pun kronik, disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis dan penularannya biasanya melalui hubungan

seksual

2. Penyebab Trikomoniasis adalah Trichomonas vaginalis.

3. Gejala klinis trikomoniasis umumnya dinding vagina tampak kemerahan

dan sembab. Kadang-kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina

dan serviks, yang tampak sebagai granulasi berwarna merah dan dikenal

sebagai strawberry appearance dan disertai gejala dispareuria, perdarahan

pasca koitus, dan perdarahan intermenstrual. Sedangkan pada laki-laki

dapat ditemukan gambaran klinis lebih ringan dibandingkan dengan

wanita.

4. Penatalaksanaan Trikomoniasis terdiri dari pengobatan secara topikal dan

sistemik.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF. Tinjauan Infeksi Menular Seksual. In: Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Keenam. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2011.

2. Murtiastutik D. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Pertama. Murdiastutik


D, Barakbah J, Lumintang H MS, editor. Surabaya: Airlangga University
Press; 2008.

3. Trichomoniasis - CDC Fact Sheet. Available from:


http://www.cdc.gov/std/trichomonas/stdfact-trichomoniasis.htm

4. Daili SF. Trichomoniasis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu


Penyakit Kulit dan Kelamin. Keenam. Jakarta: FKUI; 2011.

5. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. In: Daili S, Makes W IB, Zubier F,


editors. Infeksi Menular Seksual. Keempat. Jakarta: FKUI; 2011.

6. Chris Tanto (et all). 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Keempat.
MediaAesculapius. Jakarta.

7. Djajakusumah TS. Trikomoniasis. Dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F,


penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi Ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2011.

8. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan


kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2014.

21
9. Sugito TL, Hakim L, Suseno LSU, Suriadiredja ASD, Toruan TL, Alam
TNA, penyunting. Panduan pelayanan medis dokter spesialis kulit dan
kelamin. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI).
Jakarta; 2011

10. Wibisino B, Daili SF, Makes WIB. Pedoman penatalaksanan infeksi


menular seksual. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P3L) Departemen Kesehatan RI. Jakarta; 2010.

11. Darvin Scott Smith, Natalia Ramos, Michael Stuart Bronze. Trikomoniasis.
http://emedicine.medscape.com/article/230617-overview#aw2aab6b2b3

12. Cook, G. 2009. Trichomonal Infection. Saunders Elsevier, Amsterdam.

13. NHS. 2010. Trichomoniasis. http://cks.nhs.uk/clinical_knowledge/


clinical_topics/ previous_version/trichomoniasis.pdf.

14. Life Cycle, Incubation Period, Morphology, Trichomonas vaginalis


http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2005/Trichomoniasis/li
fecycle.htm

15. Widoyono, 2008. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.

22

Anda mungkin juga menyukai