Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Nama: Eva Yulianti

1406649731

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Pneumonia

A. Anatomi dan Fisiologi Pernapasan

Sistem pernapasan terdiri dari saluran napas atas dan saluran napas bawah. Saluran
napas atas terdiri dari rongga hidung, faring dan laring, sedangkan saluran napas
bawah terdiri dari trakea, bronkus dan bronkiolus (Black & Hawks, 2014).
a. Hidung / Nasal
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian eksternal menonjol dari
wajah dan disanggah oleh tulang dan kartilago. Nares anterior (lubang hidung)
merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi
vertikal yang sempit yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut
mukosa hidung. Lendir disekresi secara terus menerus oleh sel-sel goblet yang
melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke nasofaring oleh gerakan
silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-
paru. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring oleh bulu-
bulu hidung dan dilembabkan oleh selaput mukosa lendir. Hidung bertanggung
jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam
mukosa hidung.
b. Faring
Faring/tenggorokan adalah suatu struktur tuba yang menghubungkan hidung dan
rongga mulut ke laring. Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak di belakang rongga
hidung. Faring berhubungan ke atas dengan rongga hidung dan ke depan dengan
rongga mulut. Faring terdiri dari nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Nasofaring terletak di posterior hidung dan di atas palatum mole.
c. Laring
Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea.
Fungsi utama laring adalah memungkinkan terjadinya vokalisasi dan melindungi
jalan napas bagian bawah dari obstruksi benda asing. Laring sering disebut
sebagai kotak suara dan terletak di anterior esofagus atas (Black & Hawks,
2014).
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorok adalah suatu jalan napas muskular dan fleksibel
dengan panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C (Black &
Hawks, 2014). Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitelium
bersilia, dengan gerakan silia maka debu yang masuk ke saluran pernapasan
dapat dikeluarkan. Trakea memanjang dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebra torakalis ke-7 dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Tempat
dimana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan disebut karina.
e. Bronkus dan bronkiolus
Bronkus terbentuk dari belahan trakea. Bronkus kanan lebih pendek dari bronkus
kiri dan lebih besar daripada yang kiri. Pada bronkiolus (bronkus yang bercabang
lebih kecil) tidak terdapat cincin dan pada ujung bronkiolus terdapat gelembung
paru atau alveoli. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronkus yang ukurannya semakin kecil, yang menjadi bronkiolus terminalis yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara).
Bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru-paru.
f. Paru dan alveoli
Paru terletak di dalam rongga toraks pada kedua sisi jantung, berbentuk kerucut
dengan apeks terletak di atas rusuk pertama dan basal paru terletak pada
diafragma (Black & Hawks, 2014). Paru-paru mempunyai permukaan luar yang
menyentuh iga (pleura viseral) dan permukaan yang menyentuh paru-paru (pleura
parietal) antara kedua pleura terdapat ruangan yang mengandung cairan berfungsi
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks
menjadi dua bagian. Paru kanan dibagi menjadi 3 lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior, dan paru kiri menjadi 2 lobus yaitu superior dan inferior.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli dan berfungsi sebagai tempat
pertukaran O 2 dan CO 2. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar:
Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar.
Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi
surfaktan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps.
Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit osis yang
besar yang memakan benda asing (misalnya: lendir, bakteri) dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan yang penting.

Anatomi paru-paru
al veloli
sel alveoli

Paru-paru mempunyai dua sumber suplai darah yaitu arteri bronkialis yang
berasal dari aorta thorakalis berjalan sepanjang dinding posterior bronkiolus dan
arteri pulmonalis dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Tiga proses yang berhubungan dengan pernapasan:
Ventilasi: adalah udara bergerak masuk dan keluar paru-paru. Karena ada
selisih antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot.
Difusi: adalah proses dimana terjadi pertukaran O 2 dan CO 2 pada tempat
pertemuan udara dan darah. Membran alveolar kapiler merupakan tempat
yang ideal untuk difusi karena membran ini mempunyai permukaan yang
luas dan tipis.
Perfusi: pengisian kapiler pulmonal dengan darah, perfusi pulmonal
adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal. Darah dipompakan
ke paru-paru oleh ventrikel kanan melalui arteri pulmonal. Arteri
pulmonal terbagi menjadi cabang kanan dan kiri untuk mensuplai kedua
paru normalnya sekitar 2%.

B. Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme-
bakteri, virus, jamur, dan parasit (Djojodibroto, 2007). Menurut Corwin (2008)
pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme. Secara klinis
pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Menurut Burns (2014) Pneumonia
adalah infeksi akut yang menyebabkan peradangan alveolar dan jaringan paru-paru.
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk.
Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia,
radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDDI,
2003).
Beberapa klasifikasi Pneumonia (Bursn, 2014) :
CAP (community-acquired pneumonia), pneumonia yang didapat di masyarakat.
HAP (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia), pneumonia yang
didapat di rumah sakit.
VAP (ventilator-associated pneumonia), VAP mengacu pada seorang pasien yang
telah mengakuisisi pneumonia lebih dari 48 jam setelah intubasi endotrakeal dan
ventilasi mekanik.

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. CAP yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak
disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob (PDPI, 2003). Secara umum bakteri yang berperan dalam
pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, H. Influenzae,
Steptococcus Group B kuman atipik klamidia dan mikoplasma. Data PDPI (2003),
akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri
yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita CAP adalah bakteri Gram negatif.
Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,
Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode
pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum
sebagai berikut :

o Klebsiella pneumoniae 45,18%

o Streptococcus pneumoniae 14,04%

o Streptococcus viridans 9,21%

o Staphylococcus aureus 9%

o Pseudomonas aeruginosa 8,56%

o Steptococcus hemolyticus 7,89%

o Enterobacter 5,26%

o Pseudomonas spp 0,9%


(Burns, 2014)

Beberapa keadaan seperti malnutrisi, usia muda, kelengkapan imunisasi, kepadatan


hunian, defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara pasif dan faktor
lingkungan (polusi udara) merupakan faktor resiko terjadinya pneumonia.

3. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk ke saluran nafas atas menyebabkan reaksi imun dan
mekanisme pertahanan terganggu kemudian membentuk kolonisasi mikroorganisme
sehingga terjadi inflamasi. Selain itu toksin yang dikeluarkan bakteri dapat secara
langsung merusak sel-sel sistem pernafasan bawah, termasuk produksi surfaktan
alveolar II. Pneumonia bakteri mengakibatkan respon imun dan inflamasi yang paling
mencolok yang perjalanannya tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus
(Corwin, 2008).

Pathogenesis Pneumonia (Burn, 2014)


4. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuan penyebab, usia, status
imunologis dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis beratt yaitu sesak dan sianosis.
Gejala dan tanda pneumonia dibedakan gejala non spesifik, pulmonal, pleural dan
ekstrapulmonal.
1) Gejala spesifik
a. Demam
b. Menggigil
c. Sfalgia
d. Gelisah
e. Gangguan Gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut
2) Gejala pulmonal
a. Nafas cuping hidung
b. Takipnea, dispnea dan apnea
c. Menggunakan otot interkostal dan abdominal
d. Batuk
e. Wheezing

3) Gejala pleura
Nyeri dada yang disebabkan oleh Streptococus pneumoniae dan Staphylococus
aureus
4) Gejala ekstrapulmonal
a. Abses kulit atau jaringan lunak pada kasus pneumonia karena Staphylococus
aureus
b. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena
Streptococus pneumoniae atau H. Influenza
5. Komplikasi
Efusi pleura
Empiema
Pneumotoraks
Piopneumotoraks
Pneumatosel
Abses Paru
Sepsis
Gagal nafas
Ileus paralitik fungsional

6. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila
keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga
diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan
risiko infeksi dengan mikroorganisme patogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae
yang resisten penisilin. Menurut ATS (2001), yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

Umur lebih dari 65 tahun

Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

Pecandu alkohol

Penyakit gangguan kekebalan

Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

Penghuni rumah jompo

Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

Bronkiektasis

Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumonia dibagi menjadi:


a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
- Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik Pengobatan
antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen.
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
- Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam.
- Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.

7. Pemeriksaan Penunjang
1) Gambaran Radiologis
Foto thorax (PA/Lateral) yang merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis
2) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang sampai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk pemeriksaan
diagnosis etiologi dibutuhkan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20-25 persen penderita yang tidak diobati. Analisa
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik (PDPI, 2003).

8. Pengkajian primer
Pengkajian Primer ARDS
a. Airway: peningkatan sekresi pernapasan, bunyi napas crackles/ronchi/mengi
b. Breathing: dispnea, takipnea, penggunaan otot aksesori, retraksi dinding dada
c. Circulation: sianosis, takikardi, demam atau hipotermia, ansietas, restlessness,
agitasi
d. Dissability: kesadaran/GCS, adanya trauma
9. Pengkajian sekunder
Pengkajian Sekunder ARDS
a. Radiografi toraks: menunjukkan adanya infiltrasi pulmonal bilateral
b. AGD: indikasi hipoksemia berat
c. Perhitungan darah lengkap dapat mengindikasikan leukositosis atau leukopenia
d. Bronchoscopy with bronchoalveolar valage

10. Masalah/Diagnosis Keperawatan


e. Gangguan pertukaran gas b.d. edema pulmonal, sekresi, cairan dalam kapiler
interstitial atau perubahan fibrotik.
f. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. peningkatan atau tenacious secretions,
terdapat jalan napas buatan.
g. Pola napas tidak efektif b.d. hiperventilasi, nyeri, deformitas dinding dada,
disfungsi neuromuskuler, cedera tulang belakang
h. Gangguan ventilasi spontan b.d. faktor metabolik, kelelahan otot pernafasan
i. Ketidakseimbangan nutrisi < dari kebutuhan tubuh b.d. peningkatan kebutuhan
metabolisme

11. Penanganan kegawatdaruratan


a. Ventilasi mekanik
b. Manajemen cairan
c. Farmakologi
(Burns, 2014)

Algoritma Pneumonia
Referensi:
Asih, Retno. (2006). Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak Kuliah Pneumonia.

Burns, M. S. (2014). AACN: Essentials of critical care nursing. Third Edition. USA: Mc
Graw Hill.

Corwin, J. (2008). Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Djojodibroto, D. (2007). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan keperawatan:
Pedoman untuk perencanaak dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Pneumonia Algorithm di unduh tanggal 05 April jam 08.00 WIB melalui website:
www2.sunysuffolk.edu/mccabes/pneumonia%20algorithm.pdf

PPDI. (2003). Pneumonia Komuniti Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai