Presentasi Kasus Skabies
Presentasi Kasus Skabies
Pembimbing:
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp. KK
oleh :
M. Helrino Fajar
G4A015110
2017
2
LEMBAR PENGESAHAN
oleh :
M.Helrino Fajar
G4A015110
Pembimbing
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I LAPORAN KASUS............................................................................... 4
A. Identitas Pasien................................................................................... 4
B. Anamnesis.......................................................................................... 4
C. Pemeriksaan fisik................................................................................ 5
D. Pemeriksaan Penunjang..................................................................... 7
E. Resume................................................................................................ 7
F. Diagnosis Kerja.................................................................................. 7
G. Diagnosis Banding.............................................................................. 7
H. Pemeriksaan anjuran........................................................................... 8
I. Penatalaksanaan.................................................................................. 8
J. Prognosis............................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 10
A. Definisi............................................................................................... 10
B. Epidemiologi...................................................................................... 10
C. Etiologi............................................................................................... 10
D. Patogenesis......................................................................................... 14
D. Gejala Klinis....................................................................................... 14
F. Penegakan Diagnosis.......................................................................... 17
G. Diagnosis Banding.............................................................................. 20
H. Penatalaksanaan.................................................................................. 21
I. Prognosis............................................................................................ 23
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................
24
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 27
4
I. LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 44 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kedungbanteng RT 1 RW 3
No. CM : 00293742
B. Anamnesis
1. Keluhan utama: Gatal di seluruh tubuh
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke Poli Kulit RSMS dengan keluhan gatal diseluruh tubuh
sejak dua minggu yang lalu. Awalnya bintil berwarna merah, terdapat sedikit
pada sela-sela jari tangan, namun semakin lama, semakin banyak hingga ke
ketiak, area perut, selangkangan, pantat hingga kaki. Keluhan gatal
dirasakan terus menerus, namun dirasa paling berat saat malam hari
sehingga mengganggu tidur pasien. Pasien seringkali menggaruk daerah
yang gatal di tangan, kaki, perut, punggung bawah, paha maupun pantatnya,
kemudian bintil merah menjadi keabuan cenderung kehitaman. Riwayat
digigit serangga disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
b. Riwayat kontak dengan penderita keluhan yang serupa diakui yaitu
anaknya
c. Riwayat alergi obat, debu, dan cuaca dingin disangkal
d. Riwayat demam sebelumnya disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
a. Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain diakui yaitu
anak pasien
b. Riwayat alergi obat, makanan, debu, dan cuaca dingin pada anggota
keluarga lain disangkal
c. Riwayat demam pada anggota keluarga disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi:
5
Pasien tinggal di rumah dengan suami dan tiga orang anaknya. Pasien tidur
bersama anaknya yang paling kecil dalam satu kamar. Pasien sering
menggunakan handuk yang sama dengan anaknya.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis/ E4M6V5
3. Tanda vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit, lemah
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.9 C
4. Antropometri
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 72 kg
5. Status Generalis :
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), discharge (-/-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, pucat (-), sianosis (-)
Tenggorokan : T1 T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Paru : SD vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal, hepar/lien ttb
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), sianosis (-)
6. Status Dermatologis
Lokasi : tangan, ketiak, perut, punggung, pantat, kaki
Efloresensi : papul miliar, lentikular, kanalikuli ekskoriasi dan krusta
dengan daerah hiperpigmentasi di sekitarnya, multipel, generalisata
6
A
C
Gambar 1.1. Ujud kelainan kulit berupa papul miliar, lentikular, kanalikuli
ekskoriasi dan krusta dengan daerah hiperpigmentasi di sekitarnya, multipel,
generalisata (Sumber: Dokumentasi pribadi).
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien tersebut.
E. Resume
Pasien datang ke Poli Kulit RSMS dengan keluhan gatal diseluruh tubuh
sejak dua minggu yang lalu. Awalnya bintil berwarna merah, terdapat sedikit
pada sela-sela jari tangan, namun semakin lama, semakin banyak hingga ke
ketiak, area perut, selangkangan, pantat hingga kaki. Keluhan gatal dirasakan
terus menerus, namun dirasa paling berat saat malam hari sehingga
mengganggu tidur pasien. Pasien seringkali menggaruk daerah yang gatal di
tangan, kaki, perut, punggung bawah, paha maupun pantatnya, kemudian
bintil merah menjadi keabuan cenderung kehitaman. Riwayat digigit serangga
disangkal.
Pasien mangaku bahwa anaknya memiliki keluhan serupa. Pasien tinggal
di rumah dengan suami dan tiga orang anaknya. Pasien tidur bersama anaknya
yang paling kecil dalam satu kamar. Pasien sering menggunakan handuk yang
sama dengan anaknya.
Pada pemeriksaan status dermatologi didapatkan lesi berupa papul miliar,
lentikular ekskoriasi dan krusta dengan daerah hiperpigmentasi di sekitarnya,
multipel, generalisata. Lesi didapatkan di tangan, ketiak, perut, punggung
bawah, pantat dan kaki.
7
F. Diagnosis Kerja
Skabies
G. Diagnosis Banding
1. Prurigo hebra
2. Gigitan serangga
3. Pedikulosis corporis
H. Pemeriksaan Anjuran
1 Kerokan kulit: papul atau terowongan yang utuh ditetesi dengan minyak
mineral atau KOH 10%, lalu dilakukan kerokan kulit dengan mengangkat
papul atau atap terowongan menggunakan scalpel steril nomor 15. Kerokan
diletakkan pada kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak emersi,
diberi kaca penutup, lalu diperiksa di bawah mikroskop pembesaran 20x
atau 100x dapat dilihat tungau, telur, atau fecal pellet.
2 Mengambil tungau dengan jarum: Bila menemukan terowongan, jarum
suntik yang runcing ditusukkan ke dalam terowongan yang utuh (pada titik
yang gelap, kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih),
digerakkan secara tangensial ke ujung lainnya, kemudian dikeluarkan.
Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat diangkat keluar. Tungau
terlihat pada ujung jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan.
3 Tes tinta Burowi (Burrow ink test): Papul skabies dilapisi dengan tinta cina,
dibiarkan 20-30 menit, kemudian dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak
terowongan akan terlihat sebagai garis gelap yang karakteristik, berbelok-
belok, karena akumulasi tinta di dalam terowongan. Tes ini tidak sakit dan
dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-kooperatif.
I. Penatalaksanaan
1. Edukasi
a. Penjelasan mengenai penyakit, meliputi penyebab, cara penularan,
pengobatan, pencegahan, dan komplikasi.
b. Menghindari kontak langsung dengan penderita (berjabat tangan,
berpelukan, tidur bersama) dan mencegah penggunaan barang-barang
secara bersama-sama.
c. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
8
J. Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad fungtionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Ad bonam
Quo ad kosmetikum : Ad bonam
9
A. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan
sensitisasi terhadap ektoparasit Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.
Nama lain skabies adalah the itch, kudis, budukan dan gatal agogo. Transmisi
skabies terjadi akibat transfer tungau betina fertil melalui kontak kulit secara
langsung yang bersifat prolong (sekitar 5 menit) dengan orang yang telah
terinfeksi skabies (English et al,, 2009; Oakley, 2012; Handoko, 2013).
B. Epidemiologi
Skabies ditemukan hampir di semua negara dengan prevalensi
bervariasi. Prevalensi skabies di negara berkembang sekitar 6-27% populasi
umum dan cenderung tinggi pada anak-anak dan remaja. Daerah endemik
skabies adalah di daerah tropis dan subtropis seperti Afrika, Mesir, Amerika
Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India,
dan Asia Tenggara. Diperkirakan bahwa terdapat lebih dari 300 juta orang di
seluruh dunia terjangkit tungau scabies (Harahap, 2000; Binic et al., 2010).
Studi epidemiologi memperlihatkan bahwa prevalensi skabies cenderung
tinggi pada anak-anak serta remaja dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin,
ras, umur, ataupun kondisi sosial ekonomi. Faktor primer yang berkontribusi
adalah kemiskinan dan kondisi hidup di daerah yang padat, sehingga penyakit
ini lebih sering di daerah perkotaan. Terdapat bukti menunjukkan insiden
kejadian berpengaruh terhadap musim di mana kasus skabies lebih banyak
didiagnosis pada musim dingin dibandingkan musim panas (Binic et al., 2010).
C. Etiologi
Penyakit scabies merupakan infestasi tungau yang dinamakan Acarus
scabiei dan Sarcoptes scabiei varian hominis. Pada manusia disebut Sarcoptes
scabiei varian hominis. Tungau ini khusus menyerang dan menjalani siklus
hidupnya dalam lapisan tanduk kulit manusia. Selain itu terdapat S. scabiei
yang lain, yakni varian animalis. Sarcoptes scabiei varian animalis menyerang
hewan seperti anjing, kucing, lembu, kelinci, ayam, itik, kambing, macan,
beruang dan monyet. Sarcoptes scabiei varian hewan ini dapat menyerang
10
janta
n
betin
a
Gambar 2.1. Tungau skabies jantan dan betina (English et al., 2009)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Arachnida
Ordo : Ackarima
Family : Sarcoptes
Genus : Sarcoptes scabiei varian hominis
Secara morfologik tungau ini berukuran kecil, berbentuk oval,
punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara 330-450
mikron x 250-350 mikron, sedangkan jantan lebih kecil, yakni 200-240 mikron
x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan yang berakhir dengan penghisap kecil di bagian ujungnya sebagai alat
untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut
(satae), sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat (Burns, 2004; Djuanda et
al., 2009).
Tungau skabies tidak dapat terbang namun dapat berpindah secara cepat
saat kontak kulit dengan penderita. Tungau ini dapat merayap dengan
kecepatan 2,5 cm sampai 1 inch per menit pada permukaan kulit. Belum ada
studi mengenai waktu kontak minimal untuk dapat terjangkit penyakit skabies
namun dikatakan jika ada riwayat kontak dengan penderita, maka terjadi
peningkatan resiko tertular penyakit skabies. Skabies dapat ditularkan melalui
kontak langsung maupun kontak tidak langsung. Penularan melalui kontak
11
baik telur maupun kotoran pada terowongan dan analog dengan tungau debu,
enzim pencernaan pada kotoran adalah antigen yang penting untuk
menimbulkan respons imun terhadap tungau skabies (Murtiastutik, 2005).
D. Patogenesis
E. Gejala Klinis
14
2. Skabies atipikal
Apabila diagnosis dan pengobatan ditunda, skabies dapat memiliki
penampakan tidak umum atau atipikal, dengan infestasi ratusan hingga
ribuan tungau. Penampakan klinis skabies atipikal sering didapatkan pada
orang-orang di suatu institusi atau pasien dengan kondisi supresi imun
akibat penyakit lain atau terapi obat tertentu. Lesi kulit berupa
hiperkeratotik luas dengan pembentukan krusta atau skuama dan sering
15
disebut skabies krustosa atau skabies Norwegia. Skabies jenis ini sangat
infeksius karena ribuan tungau terdapat pada krusta tebal yang mudah lepas
dari kulit. Rasa gatal yang dialami biasanya bersifat minimal (English et al.,
2009; Shimose dan Silvia, 2013).
Infant scabies pada anak menunjukkan adanya keterlibatan telapak
tangan dan kaki, leher, wajah serta kulit kepala. Skabies pada lansia, lesi
lebih banyak di batang tubuh. Skabies incognito terjadi pada pemakaian
steroid yang tidak tepat. Scabies in very clean menunjukkan jumlah lesi
yang sedikit, terjadi pada mereka yang mandi setiap hari, rasa gatal bersifat
minimal. Animal scabies, skabies yang ditularkan oleh binatang. Nodular
scabies, tungau masuk lapisan kulit lebih dalam pada beberapa daerah
tubuh, terutama pada genitalia pria, lipatan inguinal membentuk brownish
itchy deep seated nodules. Sexually transmitted scabies, muncul akibat
kontak seksual. Scabies bullosa, erupsi vesicular dan bulosa muncul pada
anak dengan skabies. Scabies ide and pompholyx, bentuk parah dari skabies,
kulit menunjukkan respon alergi terhadap tungau dan produk eksretnya
bermanifestasi sebagai erupsi vesikular sepanjang jari tangan dan kaki
(English et al., 2009; Shimose dan Silvia, 2013).
F. Penegakan Diagnosis
16
Gambar 2.7 Sarcoptes scabiei dewasa dilihat dengan mikroskop (English et al.,
2009).
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari dan
jari telunjuk, dengan menjepit lesi menggunakan ibu jari dan telunjuk,
puncak lesi diiris dengan scalpel steril nomor 15 dilakukan sejajar dengan
permukaan kulit. Biopsi dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi
perdarahan dan tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek
lalu ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop. Dapat pula
diperiksa dilakukan pewarnaan HE pada sediaan.
d. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop, setelah
diletakkan di gelas objek dan ditetesi minyak mineral.
e. Tes tinta Burowi (Burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan 20-30 menit,
kemudian dihapus dengan kapas alkohol, maka jejak terowongan akan
terlihat sebagai garis gelap yang karakteristik, berbelok-belok, karena
akumulasi tinta di dalam terowongan. Tes ini tidak sakit dan dapat
dikerjakan pada anak dan pada penderita yang non-kooperatif.
Dari berbagai cara pemeriksaan di atas, kerokan kulit merupakan cara
yang paling mudah dilakukan dan memberikan hasil yang paling memuaskan.
Mengambil tungau dengan jarum memerlukan keterampilan khusus dan jarang
berhasil karena biasanya terowongan sulit diidentifikasi dan letak tungau sulit
diketahui. Tes tinta Burowi dan uji tetrasiklin jarang memberikan hasil positif
19
karena biasanya penderita datang pada keadaan lanjut dan sudah terjadi infeksi
sekunder sehingga terowongan tertutup oleh krusta dan tidak dapat dimasuki
tinta atau salep (Amiruddin, 2003).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar berhasil melakukan
pemeriksaan kerokan kulit, antara lain sebagai berikut (Amiruddin, 2003).
1 Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (papul, terowongan) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
2 Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
3 Kerokan dilakukan pada lesi di daerah predileksi.
4 Kerokan harus dilakukan di superfisial karena tungau terdapat dalam
stratum korneum dan menghindari terjadinya perdarahan.
G. Diagnosis Banding
Skabies sering disebut sebagai the great imitator karena dapat
menyerupai banyak penyakit kulit lain dengan keluhan gatal. Beberapa
diagnosis banding diantaranya prurigo, pedkulosis korporis, gigitan serangga,
creeping eruption, dan apabila telah terjadi infeksi sekunder dapat didiagnosis
banding dengan pioderma seperti impetigo.
a. Prurigo Hebra
Prurigo hebra didahului dengan gigitan serangga, selanjutnya timbul
urtikaria papular. Kemudia timbul rasa gatal dan bersifat kronik, akibatnya
kulit menjadi hitam dan menebal. Lokasi di ekstensor ekstremitas, dahi dan
abdomen (Siregar, 2005).
20
b. Gigitan serangga
Kelainan kulit akibat gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan
reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda penyerang.
Setelah digigit serangga timbul edema pada kulit, disusul jaringan nekrosis
setempat. Penderita mengeluh gatal dan nyeri pada tempat gigitan. Gejala
sistemik dapat berupa demam, rasa tak enak, muntah-muntah, pusing sampi
syok. Lokalisasi dapat di mana saja di seluruh tubuh (Siregar, 2005).
c. Pedikulosis korporis
Penyakit kulit yang disebabkan oleh pediculus humanus var. Corporis.
Akibat gigitan tuma, timbul papula-papula dan karena digrauk akan tampak
bekas-bekas garukan. Lokalisasi di daerah pinggang, ketiak dan inguinal.
Lesi yang muncul berupa papula-papula miliar disertai bekas garukan yang
menyeluruh (Siregar, 2005).
H. Penatalaksanaan
1. Konseling dan edukasi
Edukasi yang dapat diberikan bertujuan untuk memberi pemahaman
bersama agar upaya eradikasi skabies dapat tercapai. Salah satu bentuk
edukasi yang diberikan adalah mengenai perbaikan higienitas diri dan
lingkungan seperti (Handoko, 2013):
a. Tidak menggunakan peralatan pribadi secara bersama-sama dan alas tidur
diganti bila ternyata pernah digunakan oleh penderita skabies.
b. Menghindari kontak langsung dengan penderita skabies.
c. Membersihkan semua benda yang berpotensi menjadi tempat penyebaran
penyakit.
Edukasi lain adalah mengenai pengobatan skabies yang memiliki
prinsip mengobati seluruh anggota keluarga, termasuk penderita yang
hiposensitisasi serta penggunaan masing-masing obat (Handoko, 2013).
2. Obat topikal
Obat topikal yang umum diberikan kepada pasien skabies antara lain
(Leone, 2007; Handoko, 2013):
a. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, maka
penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangan lain adalah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang menimbulkan iritasi. Sediaan
21
ini dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Bila kontak
dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentuk hidrogen sulfida
dan asam pentationida (CH2S5O6) yang bersifat germisida dan fungisida.
b. Emulsi benzil-benzoat 20-25% efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering menyebabkan
iritasi, dan kadang makin gatal setelah dipakai. Benzil benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies, efektif untuk semua stadium.
Kontraindikasi obat ini yaitu wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun.
c. Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim atau
losion, efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
menimbulkan iritasi. Obat ini tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak
di bawah 6 tahun karena toksis terhadap susunan saraf pusat. Pemberian
cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala pemberian diulang seminggu
kemudian. Obat ini diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lendir, kemudian ke seluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau.
d. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, mempunyai dua efek sebagai
antiskabies dan antipruritus. Krotamiton 10% dalam krim atau losion,
tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil,
bayi, dan anak kecil
e. Permetrin 5% dalam sediaan krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektivitas sama dengan gameksan, aplikasi hanya satu kali
dan dihapus dalam waktu 10 jam. Bila belum sembuh dapat diulang
setelah seminggu. Tidak dianjurkan untuk bayi di bawah 2 bulan.
Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding sel
melalui ikatan dengan natrium sehingga menghambat repolarisasi
dinding sel dan akhirnya terjadi paralisis parasite. Obat ini ditoleransi
dengan baik, diserap minimal oleh kulit, tidak diabsorbsi sistemik,
dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan kembali melalui keringat
dan sebum. Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi pilihan lini
pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh. Penggunaan obat
22
ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1% untuk terapi tungau
pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau tubuh.
2. Prognosis
Prognosis skabies baik apabila memperhatikan pemilihan dan cara
pemakaian obat, syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi
(higiene). Penyakit skabies dapat diberantas dengan melakukan
penatalaksanaan terhadap lingkungan (Handoko, 2013).
III. PEMBAHASAN
Pasien Ny S, mengeluhkan gatal diseluruh tubuh sejak dua minggu yang lalu.
Awalnya bintil berwarna merah, terdapat sedikit pada sela-sela jari tangan, namun
semakin lama, semakin banyak hingga ke ketiak, area perut, selangkangan, pantat
hingga kaki. Keluhan gatal dirasakan terus menerus, namun dirasa paling berat
saat malam hari sehingga mengganggu tidur pasien. Pasien seringkali menggaruk
daerah yang gatal di tangan, kaki, perut, punggung bawah, paha maupun
pantatnya, kemudian bintil merah menjadi keabuan cenderung kehitaman.
Riwayat digigit serangga disangkal. Berdasarkan keluhan tersebut, diagnosis yang
mungkin adalah skabies, yakni memenuhi tanda kardinal pruritus nokturna. Tidak
adanya riwayat digigit serangga, menyingkirkan diagnosis prurigo hebra dan
gigitan serangga.
Pasien tinggal di rumah dengan suami dan tiga orang anaknya. Pasien tidur
bersama anaknya yang paling kecil dalam satu kamar. Pasien seringkali
menggunakan handuk secara bergantian dengan anaknya. Anaknya juga mengeluh
hal serupa. Hal ini menunjukkan tanda kardinal kedua yakni community infection.
23
IV. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti, Achmad Tjarta, Santoso Comain, Unandar Budimulja, Adhi Djuanda,
Endang.S. Roostini, Meny Hartati. 2001. The immunohistopathological
features of prurigo Hebra. Vol 10 (1).
Amiruddin MD. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Burns DA. 2004. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals. In:
Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology.
USA: Blackwell publishing.
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, dll. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
26
Murtiastutik D. 2005. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual Edisi ke-1. Surabaya:
Airlangga University Press.
Siregar, R.S. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC.