PENDAHULUAN
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk
perilaku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah
laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Sedangkan penyimpangan seksual
adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan
seksual dengan tidak sewajarnya (1). Biasanya, cara yang digunakan oleh orang
tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya
kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil,
dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Penyimpangan seksual umumnya
dikaitkan dengan konteks sosial dan standar moral setempat. Namun ada yang
secara konsisten ( secara sosiologis dan psikologis)dianggap menyimpang.
Hasil penelitian di sejumlah kota besar di Indonesia menunjukkan sekitar
20% sampai 30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks (DUTA,
Edisi No. 230/ Th.XVIII/ September 2006). Maka jangan heran kehamilan
pranikah semakin sering terjadi. Disinyalir jumlah angka (persentase) yang
sesungguhnya jauh lebih besar daripada data yang tercatat (Pasti, 2008).
Berdasarkan sumber dari Hanifah (2000), bahwa beberapa hasil penelitian di
Indonesia menunjukan adanya penurunan batas usia hubungan seks pertama kali.
Menurut Iskandar (1998) sebanyak 18% responden di Jakarta berhubungan seks
pertama di bawah usia 18 tahun dan usia termuda 13 tahun. Sedangkan menurut
Utomo (1998), menyatakan bahwa remaja Manado yang sudah aktif secara
seksual, melakukan hubungan seks pertama pada usia di bawah 16 tahun sebanyak
56,8% pada remaja pria dan 33,3% pada remaja putri (1). Disalah satu harian
ibukota tertanggal 22 Desember 2006 ketua Perhimpunan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) dalam salah satu kesempatan mengatakan bahwa 15% remaja
Indonesia yang berusia 10-24 tahun telah melakukan hubungan sexual diluar
nikah. Sementara itu United Nation Population Fund (UNPF) dan Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mensinyalir jumlah kasus
1
aborsi di Indonesia mencapai 2,3 juta pertahunnya, dengan 20% diantaranya
dilakukan oleh para remaja. Catatan akhir tahun 2002 Polda Metro Jaya
melaporkan terjadinya peningkatan kasus perkosaan di DKI jaya dari 89 kasus
pada tahun 2001 menjadi 107 kasus (kenaikan 20%) pada tahun 2002 (2).
Perilaku seksual bermacam-macam dan ditentukan oleh suatu interaksi
faktor-faktor yang kompleks. Seksualitas ditentukan oleh anatomi, fisiologi,
psikologi, kultur dimana orang tinggal, hubungan seseorang dengan orang lain,
dan mencerminkan perkembangan pengalaman seks selama siklus kehidupannya.
Ini termasuk persepsi sebagai laki-laki atau wanita dan semua pikiran, perasaan,
dan perilaku yang berhubungan dengan kepuasan dan reproduksi, termasuk
ketertarikan dari seseorang terhadap orang lain.(1) Seksualitas normal termasuk
hasrat, perilaku yang menimbulkan kenikmatan pada dirinya dan pasangannya,
dan stimulasi organ seks primer termasuk koitus tanpa disertai rasa bersalah, atau
kecemasan, dan tidak kompulsif. Pada beberapa konteks seks diluar pernikahan,
masturbasi, dan bebagai bentuk stimulasi seksual terhadap organ selain seksual
primer mungkin masih dalam batas normal.(1)
Seksualitas seseorang dan kepribadian keseluruhan adalah sangat terjalin
sehingga tidak mungkin untuk membicarakan seksualitas sebagai bagian yang
terpisah. Dengan demikian istilah psikoseksual digunakan untuk mengesankan
perkembangan dan fungsi kepribadian sebagai sesuatu yang dipengaruhi oleh
seksualitas seseorang. Psikoseksual jelas bukan terbatas pada perasaan dan
perilaku seksual, demikian juga tidak sama dengan libido dalam pandangan Freud.
(1)
Seksualitas seseorang tergantung pada empat faktor-faktor yang saling
berhubungan: identitas seksual, identitas jenis kelamin, orientasi seksual, dan
perilaku seksual. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi kepribadian dan keseluhannya dinamakan faktor
psikoseksual. Seksualitas adalah sesuatu yang lebih dari jenis kelamin fisik,
koitus atau nonkoitus, dan sesuatu yang kurang dari tiap aspek perilaku diarahkan
untuk mendapatkan kesenangan.
2
Fungsi utama perilaku seksual bagi manusia adalah membentuk ikatan,
untuk mengekspresikan dan meningkatkan cinta antara dua orang, dan untuk
mendapatkan keturunan. Dalam dunia psikologi abnormal, gangguan abnormalitas
seksual merupakan ruang lingkup di dalamnya. Berdasar DSM IV TR (Asosiasi
Psikiatrik Amerika) diklasifikasi menjadi tiga garis besar yaitu Disfungsi seksual,
Parafilia dan Gangguan Identitas Gender.
1.) Disfungsi psikoseksual inhibisi dalam keinginan seksual atau penampilan
psikofisiologik
2.) Parafilia perangsangan seksual terhadap stimulus yang menyimpang
3.) Gangguan identitas gender pasien merasa sebagai jenis kelamin yang
berlawanan (1).
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
4
B. Klasifikasi Gangguan Psikoseksual
b. Parafilia.
Ditandai oleh adanya kegairahan seksual terhadap benda (objek) atau
situasi seksual yg tidak merupakan bagian dari pola aktifitas rangsang seksual yg
lazim dan yg dlm pelbagai taraf dapat menghambat kemampuan untuk aktivitas
seksual mesra secara terbalik.
Contoh :
Zoofilia (bestialitas 302.10)
Pedophilia (302.20)
Transvestisme (302.30)
Exhibitionism (302.40)
Fetishism (302.81)
Voyeurism (302.82)
Masochism seksual (302.83)
Sadism seksual (302.84)
Parafilia tidak khas (302. 90)
c. Disfungsi Psikoseksual
Ditandai oleh hambatan dlm selera seksual atau perubahan psikofisiologik yg khas
dari siklus respons seksual.
Contoh :
I. Hambatan selera seksual (302.71)
5
II. Hambatan gairah seksual (302.72)
III. Hambatan orgasme wanita (302.73)
IV. Hambatan orgasme pria (302.74)
V. Ejakulasi prematur (302.75)
VI. Dispareunia fungsional (302.76)
VII. Vaginismus fungsional (306.51)
VIII. Disfungsi psikoseksual tidak khas (302.70)
IV. Gangguan Psikoseksual Lainnya
Homoseksualitas yang ego distonik (302.00)
Gangguan psikoseksual yang tidak di klasifikasikan di tempat lain (302.89)
e. Transeksualisme (302.5X)
Terdiri dari 4 subtipe, sesuai dgn yg paling dominan dalam riwayat seksual
sebelumnya, dan diberi kode pada angka ke lima yaitu :
1. Aseksual
Individu mengatakan tidak pernah berhasrat dan bergairah seksual yg kuat.
Kadang-kadang ada sedikit atau tidak ada sama sekali aktivitas seksual, atau
perasaan menyenangkan yg didapat dari alat kelaminnya
6
2. Homoseksual
Didapat kecenderungan homoseksual yg predominan sebelum timbul keadaan
transeksualisme meskipun seringkali individu itu menyangkal bahwa perilaku
seks bersifat homoseksual karena ia yakin bahwa dirinya sebenarnya adalah
lawan jenisnya.
3. Heteroseksual
Individu itu menyatakan pernah mempunyai kehidupan heteroseksual yg aktif
sebelumnya
4. Yang tidak ditentukan
Onset
Dalam masa anak-anak sudah mempunyai masalah identitas jenis, meskipun
demikian, beberapa diantaranya mengatakan bahwa hal itu hanya dikeahui oleh
mereka sendiri dan tidak nyata di mata keluarga ata kawan-kawan mereka. Untuk
subtipe aseksual atau homoseksual, biasanya sindrom lengkap timbul pada akhir
masa remaja atau usia dewasa muda. Untuk subtipe heteroseksual gangguan ini
dapat timbul dalam usia lebih tua.
Diagnosis Differensial
Laki-laki homoseksual yg bersifat kewanitaan
Keadaan interseks biologik
Schizophrenia
Transvestisme
Kriteria Diagnostik
A. Terdapat perasaan tidak senang dan tidak sesuai terhadap alat kelamin
B. Keinginan untuk menghilangkan alat kelaminnya dan hidup sebagai lawan
jenisnya
C. Gangguan ini terjadi terus menerus (tidak terbatas dalam periode stress),
selama paling sedikit 2 tahun
D. Tidak ada keadaan interseks biologik (fisik) atau abnormalitas genetik
7
E. Tidak di sebabkan oleh gangguan mental lain seperti Schizophrenia
8
dalam permainan anak wanita. Usia timbul gangguan ini sebelum masa
pubertas.
Gambaran utama
Perlu khayalan/perbuatan tak lazim/aneh untuk mendapatkan gairah seksual.
Khayalan perbuatan itu cenderung berulang secara involunter (tidak bisa
dikuasai lagi) dan bersifat mendesak dan meliputi hal hal :
Lebih menyukai/memilih benda (bukan manusia untuk menimbulkan
kegairahan seksual Aktivitas seksual dengan manusia secara berulang yg
mencakup penderitaan/penghinaan, baik yg dibuat-buat (simulasi) maupun
yg sungguh.
Aktivitas seksual berulang dengan pasangan yang tidak menghendaki atau
menginginkannya. Khayalan parafilia dapat membahayakan diri
pasangannya (misalnya dalam keadaan sadisme seksual berat) atau dirinya
sendiri (masokisme seksual berat)
Karena dari beberapa ggn in berkaitan dg pasangannya yg tidak
menghendaki/menginginkan hal itu, maka keadaan itu sering berkaitan dengan
aspek hukum dan masyarakat
Parafilia dapat terjadi secara berganda atau bersamaan dengan gangguan jiwa
lainnya, seperti schizophrenia atau pelbagai jenis gangguan keperibadian
perlu dibuat diagnose ganda Zoofilia (Bestialitas 302.10)
Zoofilia ini tidak untuk orang yg di padang gurun/medan perang, terpaksa
melakukan zoofilia karena tidak memungkinkan adanya wanita misalnya.
Aktivitas dapat berupa persetubuhan atau binatang itu diajar untuk
menjilat/menggosok alat kelamin parafiliak. Seringkali binatang itu sudah lama
tinggal bersama penderita
Diagnosis differensial
9
Aktivitas seksual patologik dengan binatang
Kriteria diagnosis
terdapat perbuatan/fantasi mengadakan aktivitas seksual dengan hewan yg
berulang kali, lebih disukai sebagai satu-satunya cara untuk menimbulkan gairah
seksual
Pedofilia
(Child Abuse 302.20)
Paling banyak adalah seksual abuse, disamping fisical abuse.
Umumnya terjadi pada orang-orang lemah, impoten, imatur dan sering pada orang
dengan retardasi mental atau orang tua yang terisolasi.
Diagnosis differensial
Retardasi mental
Sindrom kepribadian organik
Intoksikasi alkohol
Schizophrenia
Ekshibisionisme
Sadisme seksual
Kriteria diagnosis
Perbuatan/fantasi untuk melakukan aktivitas seksual dengan anak prapubertas yg
berulang kali, lebih disukai sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan gairah
seksual.
Pada individu dewasa dimana beda usia dengan anak paling sedikit 10 tahun.
Pada individu akhir masa remaja tidak diperlukan dengan tepat beda usia tetapi
maturitas seksual anak itu dan beda usia ditentukan berdasarkan pertimbangan
klinis.
10
Transvestisme (302.20)
Lebih sering terjadi pada pria, dan ibu penderita sebetulnya menginginkan
seorang anak wanita sehingga merawat/membesarkan penderita sebagai seorang
wanita
Transvestisme tidak boleh disamakan dengan homoseksual oleh karena
orientasinya tetap hubungan heteroseksual dan pergaulan sosialnya juga dengan
jenis kelamin berlawanan. Mereka seringkali dapat menikah Biasa mulai pd usia
5-14 thn bersamaan dengan pemakaian pakaian wanita dan pemuasan seksual
melalui masturbasi. Perilaku ini diperkuat bila perkembangan heteroseksual
dihalangi oleh sikap keluarga yang pasif menentang atau norma-norma sosial yg
tak dapat diatasinya.
Kriteria diagnosis:
Transseksualisme
Pemakaian pakaian lawan jenis untuk menghilangkan ketegangan/perasaan tak
senang tentang identitas jenis
Female impersonators
Pria homoseksual Fetihisme
Diagnosis Differensial
A. Pemakaian pakaian wanita secara berulang dan menetap oleh pria
heteroseksual
B. Tujuan pemakaian wanita yaitu untuk mendapatkan kegairahan seksual,
setidak-tidaknya pada awal gangguan ini
C. Timbul frustasi yg mendalam apabila terjadi halangan dalam upayanya
memakai pakaian wanita
D. Tidak memenuhi kriteria untuk transeksualisme (5).
11
C. Terapi
12
re-edukasi, yang mencakup focus sensasi, tempat pasngan
bercumbu satu sama lain, tetapi tidak sampai koitus; penekanan
pada pengalaman dan pemberian kesenangan serta
menghilangkan ansietas untuk melakukannya. Secara bertahap
ada kemajuan untuk mendapatkan orgasme dan terapi ini serupa
dengan desensitisasi sistematik. Pada ejakulasi premature, ia
digabung dengan teknik memijat, pasngan wanita memijat
dengan kuat glans penis untuk mencegah ejakulasi.
13
bertingkat. Teknik focus sensasi dan penggunaan vibrator listrik
berhasil dalam anogarismia. Adalah penting bagi pasangan
tersebut untuk mempunyai motivasi yang kuat, walaupun pada
mulanya sering sulit ditentukan. Beberapa kasus memerlukan
psikoterapi (6).
BAB 3
PENUTUP
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk
perilaku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah
laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Sedangkan penyimpangan seksual
adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan
seksual dengan tidak sewajarnya
Disfungsi psikoseksual adalah ketidakmampuan untuk menjadi terangsang
secara seksual atau mencapai kepuasan seksual dalam situasi yang tepat karena
mental atau emosional (juga dikenal sebagai alasan psikologis).
Terapi kelainan seks dengan menggunakan teknik perilaku
semakin maju. Pasangan diobati bersama-sama. Disamping
14
relaksasi dan re-edukasi, yang mencakup fokus sensasi, tempat
pasngan bercumbu satu sama lain, tetapi tidak sampai koitus;
penekanan pada pengalaman dan pemberian kesenangan serta
menghilangkan ansietas untuk melakukannya. Secara bertahap
ada kemajuan untuk mendapatkan orgasme dan terapi ini serupa
dengan desensitisasi sistematik.
DAFTAR PUSTAKA
6. I.M.; Ingram, G.C. Timbury, R.M. Mowbray. Catatan Kuliah Psikiatri edisi 6.
Jakarta: EGC. 1995.
15
16