Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI GINJAL


Ginjal yang berbentuk seperti biji kacang terletak retroperitoneal di regio
abdominalis posterior. Ginjal terletak dalam jaringan ikat extraperitoneal tepat di
lateral columna vertebralis. Pada posisi supinasi ginjal terletak kira-kira setinggi
vertebra T12 di superior dan vertebra L3 di inferior, dengan ginjal dextra terletak
lebih rendah dibandingkan sinsitra karena posisinya terhadap hepar. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal
dibungkus oleh dua lapisan lemak (corpus adiposum perirenal dan corpus
adiposum pararenal) yang membantu meredam guncangan.1

Gambar 1. Lemak dan fascia yang menyelubungi ginjal.1

Setiap ginjal memiliki fascia anterior dan posterior yang halus dan tertutup
oleh suatu capsula fibrosa, yang dengan mudah dapat dilepaskan kecuali bila
terdapat suatu kelainan. Pada margo medialis renal terdapat hilum renale yang
merupakan pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.1
Masing-masing ginjal terdiri dari cortex renalis di bagian luar dan medulla
renalis di bagian dalam. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil disebut papilla renalis. 1
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi
menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut
dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan
duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus
papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus
pengumpul. 1

Gambar 2. Struktur ginjal.1

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta
buah pada tiap ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus
distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul.1
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus tersebut dan disaring
sehingga terbentuk filtrat yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian
dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke
saluran Ureter, kandung kencing kemudian ke luar melalui Uretra.1
Gambar 3. Vaskularisasi ginjal.1
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior
yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam
hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara
piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini
kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.1

2.2. FISIOLOGI GINJAL


Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak
(sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring darah.
Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut
disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus.
Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal
menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Fungsi ginjal adalah;2
1. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun.
2. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh
3. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
4. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak
5. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
6. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
7. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah

2.3. EPIDEMIOLOGI TRAUMA GINJAL


Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau trauma
abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi dengan trauma
organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa
perubahan organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat
trauma tumpul yang biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2.4. ETIOLOGI TRAUMA GINJAL


Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal terjadi akibat trauma tumpul. Secara
umum, trauma ginjal dibagi dalam tiga kelas: laserasi ginjal, kostusio ginjal, dan
trauma pembuluh darah ginjal. Semua kelas tersebut memerlukan indeks
pengetahuan klinik yang tinggi dan evaluasi serta penanganan yang cepat.
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman merupakan 10 20 %
penyebab trauma pada ginjal di Indonesia. Baik luka tikam atau tusuk pada
abdomen bagian atas atau pinggang maupun luka tembak pada abdomen yang
disertai hematuria merupakan tanda pasti cedera pada ginjal.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik-teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan
lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian
trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja
atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga
mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian
yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima
arteri renalis yang menimbulkan trombosis.

2.5. PATOFISIOLOGI TRAUMA GINJAL


Trauma ginjal tumpul diklasifikasikan sesuai keparahan luka dan yang
paling sering ditemukan adalah kontusio ginjal. Trauma tumpul pada regio costa
ke 12 menekan ginjal ke lumbar spine dan akan mengakibatkan cedera pada
pinggang atau bagian bawah ginjal.
Ginjal juga dapat rusak akibat dari tekanan dari bagian anterior abdomen
sering kali dalam kecederaan dalam kecelakaan lalu lintas. Trauma penetrasi yang
sering kali disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak sering ditemukan juga.
Walaupun sering ditemukan hematoma peri-renal, pasien mungkin tidak
menunjukkan hematuria kecuali luka mencapai calyx atau pelvis.
Trauma ginjal dapat terjadi oleh karena beragam mekanisme. Kecelakaan
motor merupakan penyebab terbanyak dari trauma tumpul abdominal yang
menyebabkan trauma ginjal. Selain itu, jatuh dari ketinggian, luka tembak,
merupakan penyebab lainnnya. Pada kasus jarang, trauma ginjal terjadi oleh
karena penyebab iatrogenic yang dapat bermanifestasi dengan perdarahan setelah
trauma minor.
Sebagian besar trauma (ruptur) ginjal muncul dengan gejala hematuria
(95%), yang dapat menjadi besar pada beberapa trauma ginjal yang berat. Akan
tetapi, trauma vaskuler ureteropelvic (UPJ), hematuria kemungkinan tidak
tampak. Oleh karena, sebagian besar penanganan trauma, termasuk trauma ginjal,
membutuhkan sedikit prosedur invasif, maka pemeriksaan radiologi sangatlah
penting. Dengan pemeriksaan yang akurat dari radiologi pasien dapat ditangani
dengan optimal secara konservatif dari penanganan pembedahan.

2.6. KLASIFIKASI TRAUMA GINJAL


Berdasarkan American Association for the surgery of Trauma (AAST),
trauma ginjal terbagi dalam beberapa derajat:
1. Grade 1
Ditandai dengan:
Hematuria dengan pemeriksaan radiologi yang normal
Kontusio
Hematoma subkapsular non-ekspandin.
2. Grade 2
Ditandai dengan:
Hematoma perinefrik non-ekspanding yang terbatas pada
retroperitoneum
Laserasi kortikal superficial dengan kedalaman kurang dari 1 cm tanpa
adanya trauma pada sistem lain
3. Grade 3
Ditandai dengan: Laserasi ginjal yang kedalamannya lebih dari 1 cm tidak
melibatkan sistem lainnya.
4. Grade 4
Ditandai dengan:
Laserasi ginjal yang memanjang mencapai ginjal dan sistem lainnya
Melibatkan arteri renalis utama atau vena dengan adanya hemoragik
Infark segmental tanpa disertai laserasi
Hematoma pada subkapsuler yang menekan ginjal
5. Grade 5
Ditandai dengan:
Devaskularisasi ginjal
Avulse ureteropelvis
Laserasi lengkap atau thrombus pada arteri atau vena utama
Gambar 4. Klasifikasi Trauma Ginjal.5

2.7. MANIFESTASI TRAUMA GINJAL


Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan
pada trauma tajam tampak luka. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan daerah
lumbal, ketegangan otot pinggang, sedangkan massa jarang teraba.
Nyeri abdomen umumya ditemukan di daerah pinggang atau perut bagian
atas, dengan intenitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera hepar atau limpa
ditemukan adanya tanda perdarahan dalam perut. Bila terjai cedera traktus.
digestivus ditemukan adanya tanda rangsang peritoneum.
Fraktur costae bagian bawah sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini
ditemukan sebaiknya diperhatikan keadaan paru apakah terdapat hematothoraks
atau pneumothoraks
Hematuria makroskopik merupakan tanda utama cedera saluran kemih.
Derajat hematuria tidak berbanding dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu
diperhatikan bila tidak ada hematutia, kemungkinan cedera berat seperti putusnya
pedikel dari ginjal atau ureter dari pelvis ginjal. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan tanda shock.
Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat bersifat
massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur dengan volume
hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah adanya nyeri pada abdomen
dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri
lokal. Jika pasien datang dengan kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat
mencurigai dengan hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi
retroperitoneal, trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik,
yang bisa menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan
trauma intraperitoneal.
Selain itu, fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma vertebra yang dapat
berkembang menjadi trauma ginjal juga harus diperhatikan. Nausea dan vomiting
dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan
pada perdarahan retroperitoneal.

2.8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


2.8.1 Laboratorium
Pemeriksan urinalisis diperhatikan kekeruhan, warna, pH urin, protein,
glukosa dan sel-sel. Pemeriksaan ini juga menyediakan secara langsung informasi
mengenai pasien yang mengalami laserasi, meskipun data yang didapatkan harus
dipandang secara rasional. Jika hematuria tidak ada, maka dapat disarankan
pemeriksaan mikroskopik.
Meskipun secara umum terdapat derajat hematuria yang dihubungkan
dengan trauma traktus urinarius, tetapi telah dilaporkan juga kalau pada trauma
ginjal dapat juga tidak disertai hematuria. Akan tetapi harus diingat kalau
kepercayaan dari pemeriksaan urinalisis sebagai modalitas untuk mendiagnosis
trauma ginjal masih didapatkan kesulitan.
2.8.2 Radiologi
Cara-cara pemeriksaan traktus urinarius dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu: foto polos abdomen, pielografi intravena, urografi retrograde,
arteriografi translumbal, angiografi renal, tomografi, sistografi, computed
tomography (CT-Scan), dan nuclear Magnetic resonance (NMR).
Ada beberapa tujuan pemeriksaan radiologis pada pasien yang dicurigai
menderita trauma ginjal, yaitu:
1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang
tepat dan menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
2.8.3 Intravenous Pyelography (IVP)
Tujuan pemeriksaan IVP adalah untuk melihat fungsi dan anatomi kedua
ginjal dan ureter. Sedangkan kerugian dari pemeriksaan ini adalah pemeriksaan ini
memerlukan gambar multiple untuk mendapatkan informasi maksimal, meskipun
tekhnik satu kali foto dapat digunakan; dosis radiasi relative tinggi (0,007-0,0548
Gy); dan gambar yang dihasilkan tidak begitu memuaskan.
2.8.4 Ultrasonografi (USG)
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
1. non-invasif,
2. dapat dilakukan bersamaan dengan resusitasi, dan
3. dapat membantu mengetahui keadaan anatomi setelah trauma.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah


1. memerlukan pengalaman sonografer yang terlatih,
2. pada pemeriksaan yang cepat sulit untuk melihat mendeskripsikan anatomi
ginjal, dimana kenyataannya yang terlihat hanyalah cairan bebas,
3. trauma bladder kemungkinan akan tidak dapat digambarkan.
2.8.5 Computed Tomography (CT)
Computed Tomography (CT) merupakan salah satu jenis pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk menilai traktus urinarius. Pemeriksaan ini dapat
menampakan keadaan anatomi traktus urinarius secara detail. Pemeriksaan ini
menggunakan scanning dinamik kontras.
Keuntungan dari pemeriksaan ini:
1. memeriksa keadaan anatomi dan fungsional ginjal dan traktus urinarius,
2. membantu menentukan ada atau tidaknya gangguan fungsi ginjal dan
3. membantu diagnosis trauma yang menyertai
Kerugian dari pemeriksaan ini:
1. pemeriksaan ini memerlukan kontras untuk mendapatkan informasi yang
maksimal mengenai fungsi, hematoma dan perdarahan;
2. pasien harus dalam keadaan stabil untuk melakukan pemeriksaan scanner;
dan
3. memerlukan waktu yang tepat untuk melakukan scanning untuk melihat
bladder dan ureter.
2.8.6. Angiography
Keuntungan pemeriksaan ini adalah
1. memiliki kapasitas untuk menolong dalam diagnosis dan penanganan
trauma ginjal
2. lebih jauh dapat memberikan gambaran trauma dengan abnormalitas IV
atau dengan trauma vaskuler.

Kerugian dari pemeriksaan ini adalah


1. pemeriksaan ini invasif
2. pemeriksaan ini memerlukan sumber-sumber mobilisasi untuk melakukan
pemeriksaan, seperti waktu
3. pasien harus melakukan perjalanan menuju ke ruang pemeriksaan.

2.8.7. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI digunakan untuk membantu penanganan trauma ginjal ketika terdapat
kontraindikasi untuk penggunaan kontras iodinated atau ketika pemeriksaan CT-
Scan tidak tersedia. Seperti pada pemeriksaan CT, MRI menggunakan kontas
Gadolinium intravena yang dapat membantu penanganan ekstravasasi sistem
urinarius. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksan terbaik dengan sistem lapangan
pandang yang luas.
2.9. MANAJEMEN TRAUMA GINJAL
Penanganan segera dari syok, perdarahan, resusitasi lengkap dan evaluasi
cedera lainnya. Jika kondisi pasien tidak stabil oleh karena trauma / cedera intra
abdomen maka diperlukan tindakan bedah laparotomi eksplorasi untuk resusitasi
bedah. Jika didapatkan hematoma retroperitoneal yang meluas dan pulsatil
diindikasikan untuk melakukan eksplorasi renal.6
Urutan eksplorasi laparotomy yaitu mencari cedera/kelainan pembuluh
darah besar intra abdomen, eksplorasi organ Visceral dan intra abdomen lainnya
harus dikerjakan dahulu sebelum eksplorasi renal, kecuali terjadi perdarahan
ginjal yang masif dan persisten maka harus dilakukan eksplorasi renal dahulu.6
Eksplorasi renal dimulai dengan kontrol pembuluh darah renalis, dengan
cara insisi peritoneum posterior (white line) di atas aorta, sebelah medial ke arah
interior vena mesenterika. Vena renalis kiri mudah dikenali, terletak anterior aorta;
merupakan landmark untuk identifikasi pembuluh darah renal yang lain. Setelah
pembuluh renal teridentifikasi maka lakukan kontrol-kendali pembuluh darah,
guna mengurangi blood loss (pada kasus perdarahan). Hal ini menurunkan angka
nefrektomi, dari sekitar 56% menjadi 18%. Kadang oklusi pembuluh darah ini
diperlukan (20%) pada staging bedah cedera ginjal atau pada repair ginjal.6
2.9.1 Trauma tumpul
Cedera ginjal minor (85%) biasanya tidak memerlukan tindakan operasi.
Perdarahan berhenti spontan dengan tirah baring dan hidrasi. Operasi dilakukan
pada kasus perdarahan retroperitoneal persisten, ekstravasasi urin (drainase),
kematian parenkim ginjal dan cedera pedikel ginjal (<5% dari cedera ginjal).
Penilaian staging cedera pra bedah harus dilakukan secara lengkap sebelum
operasi.6
Gambar 5. Evaluasi trauma tumpul ginjal.6

2.9.2 Luka tusuk/tembus


Luka tusuk harus dilakukan eksplorasi, kecuali dari pemeriksaan yang
lengkap hanya didapat cedera parenkim minor tanpa ekstravasasi urin. Delapan
puluh persen luka tembus disertai cedera organ lain yang memerlukan operasi
segera.6
Indikasi eksplorasi renal dibagi menjadi indikasi absolut dan relatif.
Perdarahan ginjal yang terus menerus, ditandai dengan hematoma yang meluas di
daerah atas retroperitoneal atau hematoma yang paliatif dan konsisten, serta
berhubungan dengan laserasi parenkim renal mayor atau pembuluh darah ginjal
merupakan indikasi absolut eksplorasi renal.6
Adanya ekstravasasi urin oleh karena laserasi pelvis renal avibat ekstensi
laserasi parenkim hingga sistem pengumpul adalah indikasi relatif. Indikasi
relatif lainnya adalah ditemukannya nonviable tissue, incomplete staging dan
adanya trombosis arteri yang biasanya menyertai perdarahan dan kombinasi dari
kombinasi hal-hal di atas.6
Salah satu prinsip yang menyebabkan dilakukannya nefrektomi setelah
trauma adalah perdarahan ginjal, kerusakan masif. Sedangkan kerusakan ginjal
lainnya dapat dilakukan repair atau rekonstruksi.6

Gambar 6. Evaluasi trauma tajam ginjal.6

2.10 KOMPLIKASI
Perdarahan merupakan komplikasi segera yang paling penting pada cedera
ginjal. Pasien harus diawasi dengan ketat, monitoring tekanan darah dan
hematokrit, ukuran dan ekspansi massa yang dapat dipalpasi. Perdarahan berhenti
pada 80-85% kasus. Perdarahan retroperitoneal yang terus menerus atau gross
hematuri hebat mungkin perlu tindakan operasi segera. 6
Ekstravasasi urin dari ginjal dapat berupa massa (urinoma) di retro
peritoneal yang mana rentan untuk terbentuknya abses dan sepsis. Febris ringan
dapat terjadi pada hematom retroperitoneal yang diresorbsi, bila suhu lebih tinggi
menunjukkan adanya inflamasi. Abses perinefrik dapat terbentuk, yang
mengakibatkan nyeri tekan perut dan nyeri flank, merupakan indikasi untuk
operasi segera.6
Komplikasi lanjut dapat berupa hipertensi, hidronefrosis, fistel arteriovena,
batu dan pielonefritis. Pengawasan tekanan darah selama beberapa bulan
diperlukan untuk menilai adanya hipertensi. Sesudah 3-6 bulan, dilakukan
pemeriksaan ekskresi urografi untuk memastikan jaringan parut perinefrik yang
ada tidak menyebabkan hidronefrosis atau gangguan vaskuler. Gangguan
vaskuler lengkap dapat menyebabkan atrofi ginjal. Perdarahan lambat yang hebat
dapat terjadi 1 - 4 minggu pasca trauma.6

2.11 PROGNOSIS
Hasil yang didapatkan dari pengobatan bervariasi tergantung pada
penyebab dan luasnya trauma (ruptur). Kerusakan kemungkinan ringan dan
reversible, kemungkinan membutuhkan penanganan yang sesegera mungkin dan
munkin juga menghasilkan komplikasi.6
Dengan pengawasan yang baik biasanya cedera ginjal memiliki prognosis
baik. Pengawasan ketat tekanan darah, follow up ekskresi urografi dapat
mendeteksi adanya hidronefrosis atau hipertensi.6
DAFTAR PUSTAKA
1. Richard LD, AW Vogl, Adam WM. Gray: dasar-dasar anatomi. Singapore;
Elsevier; 2012.
2. Guyton, Hill. Ginjal dan Cairan tubuh in Buku Ajar. Fisiologi kedokteran.
9th ed. EGC. Jakarta. 2007. p 375-524
3. Ruchelle J. L, Belldgrun A, Brunicardi F.C. Urology in Brunicardi F.C et
al, Editor. Schwartzs Principles of Surgery. 9th ed. McGraw-Hill. New
York. 2010. p 1459-1475.
4. McAninch J.K, Tanagho A. Injuries to The Genitourinary Tract in Smiths,
General Urology. 16th ed. Lange. New York. 2004. P 291-311
5. Santucci R.A, Doumanian L.R, Upper Urinary Tract Trauma in Cambell-
Wash. 10th ed. Elsevier. New York. 2012. P1172-1191
6. Summertom D.J et all. Renal Trauma in Guidelines on Urological Trauma.
European Association of Urology. 2013. p 9-23.

Anda mungkin juga menyukai