Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

STROKE

DISUSUN OLEH :
dr. ALWI MUARIF KURNIAWAN

PENDAMPING :
dr. WAHYU HAPSARI, MARS
dr. LALENA FARAH NASITA

PROGRAM INTERNSIP
WAHANA RUMAH SAKIT KURNIA CILEGON
PERIODE NOVEMBER 2018 – NOVEMBER 2019
CILEGON
PENDAHULUAN

Morbiditas dan mortalitas perinatal dalam empat dekade terakhir telah


terjadi penurunan angka kejadiannya, namun asfiksia perinatal yang dapat
menyebabkan gangguan kognitif dan motorik terus menjadi masalah
kesehatan yang sangat perlu diperhatikan di seluruh dunia. Selain itu sekitar
23% dari seluruh angka kematian neonatus disebabkan oleh asfiksia
neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar.
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2012 satu
perempat dari seluruh kematian neonatus disebabkan oleh asfiksia saat lahir
yaitu sebesar 9%. Menurut hasil riset kesehatan dasar di Indonesia tahun 2007,
tiga penyebab utama kematian perinatal adalah gangguan
pernapasan/respiratory distress (35,9%), prematuritas (32,4%) dan sepsis
neonatorum (12,0%).
Saat ini dengan semakin membaiknya pemantauan janin, tindakan
resusitasi yang cepat, dan diagnosis yang tepat maka kejadian mortalitas
karena hipoksia intrauterin dan asfiksia saat lahir berkurang sebanyak 70%.
Namun angka mortalitas yang berkurang tidak mengurangi angka kejadian
morbiditas jangka panjang yaitu seperti cerebral palsy, gangguan penglihatan
dan pendengaran, retardasi mental dan gangguan belajar.
Asfiksia dapat disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia
ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Faktor tersebut diantaranya adalah
adanya (1) penyakit pada ibu sewaktu hamil (2) pada ibu yang kehamilannya
berisiko, (3) faktor plasenta, seperti janin dengan solusio plasenta, (4) faktor
janin itu sendiri, dan (5) faktor persalinan. Asfiksia neonatorum adalah
kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut
sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia
memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas
dan morbiditas. Sekitar 10% bayi baru lahir memerlukan beberapa bantuan
untuk mulai bernapas, kurang dari 1% yang memerlukan tindakan resusitasi
yang ekstensif seperti kompresi jantung dan pemberian obat-obatan.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI OTAK


Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang
dikenal sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang
memiliki jumlah neuron yang sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara
berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang dewasa, otak membentuk hanya sekitar
2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi mengkonsumsi sekitar 20%
oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial. Otak diselimuti oleh
selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meningens terdiri dari 3
lapisan, duramater, arachnoid dan piamater.

Gambar 2.1 Lapisan selaput meningens

2.2. SIRKULASI OTAK


Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah
50.9cc/100gram otak/menit. Jumlah aliran darah otak atau cerebral blood flow
(CBF) dinyatakan dalam cc/menit/100 gram otak. Nilai CBF tergantung pada
tekanan perfusi otak atau cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi
serebrovaskuler atau cerebrovascular resistance (CVR). Sedangkan CPP
ditentukan olek tekanan darah sistemik atau mean arterial blood pressure
(MABP) dikurangi tekanan intrakranial atau intracranial pressure (ICP).
Komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
1.Tonus pembuluh darah otak
2.Struktur dinding pembuluh darah
3.Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
Adapun pembuluh darah yang memperdarahi otak diantaranya adalah :
1. Arteri Karotis;
Arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri
langsung bercabang dari arkus aorta, tetapi arteri karotis komunis kanan
berasal dari arteri brakiosefalika. Arteri karotis eksterna memperdarahi
wajah, tiroid, lidah dan taring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu
arteri meningea media, memperdarahi struktur-struktur di daerah wajah
dan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah duramater. Arteri
karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya yang
dinamakan sinus karotikus. Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung
saraf khususnya berespon terhadap perubahan tekanan darah arteri, yang
secara reflex mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Setelah masuk
ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang arteri karotis
interna mempercabangkan arteri ophtalmica yang memperdarahi orbita.
Arteri serebri anterior menyuplai darah pada nucleus kaudatus, putamen,
bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan bagian-bagian
lobus frontalis dan parietalis.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis dan frontalis. Arteri ini sumber darah utama girus presentralis
dan postsentralis.
2. Arteri Vertebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subclavia sisi yang
sama. Arteri subclavia kanan merupakan cabang dari arteri inomata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut
bersatu membentuk arteri basilaris. Tugasnya mendarahi sebagian
diensfalon, sebaian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatus koklearis
dan organ-organ vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris disatukan oleh
pembuluh-pembuluh darah anastomosis yaitu sirkulus arteriosus willisi.

2.2.Pembuluh darah di otak

2.3. STROKE
2.3.1. DEFINISI
Menurut WHO, definisi stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian
atau seluruh fungsi neurologis (deficit neurologic fokal atau global) yang terjadi
secara mendadak > 24 jam, disertai gangguan kesadaran atau tidak yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke
hemoragik).
2.3.2. EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama
kecacatan. Sekitar 0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang
sepertiganya akan meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan
hidup dengan kekacauan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh kembali seperti
semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab
kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
dimana 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke
iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali
kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-80% akhirnya meninggal
pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam
pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan
53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.
2.3.3. KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut.
I.Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya
1. Stroke hemoragik Berdasarkan anatomi
a. Perdarahan intraserebral (primer / sekunder).
b. .Perdarahan subarachnoid
2. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA).
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
II. Berdasarkan stadium
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b.Stroke in evolution
c. Completed Stroke
III. Berdasarkan sistem pembuluh darah.
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebrobasiler
Stroke Hemoragik Stroke non-hemogarik

Onset Sedang atau setelah beraktivitas Istirahat

Tekanan Darah Hampir selalu tinggi Normal atau tinggi

Kesadaran Menurun Baik

Nyeri Kepala +++ +

Muntah + -

Kejang + -

Kaku Kuduk + -

Babinski + -

2.4.4. FAKTOR RISIKO


Faktor-faktor yang menjadi risiko terjadinya stroke dapat dibedakan
mejadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Faktor risiko yang dapat dirubah: Hipertensi, DM, Kebiasaan
merokok, Penyalahgunaan alkohol
dan obat, Penggunaan kontrasepsi
oral, Hiperurisemia., Dislipidemia.

2. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah: Usia yang meningkat, jenis
kelami, Ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit
jantung coroner, dan
Homositeinuria homozigot atau
heterozigot.
2.4.5. PATOFISIOLOGI
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid. Pada perdarahan
intraserebral pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau pada massa otak,
sedangkan pada perdarahan subarachnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang
subarachnoid, disekitar sirkulus arteriosus Willisi.

Gambar 2.3. Arteri yang memperdarahi struktur dalam otak

Gambar 2.4. Sirkulus Willisi


Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi: arteri karotis interna dan
serebrovaskular atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit, akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di
daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut.
Proses patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses
yang terjadi di pembuluh darah yang memperdarahi otak.
Patologiknya dapat berupa:
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti arterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh darah, atau peradangan.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau
hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh ekstrakranium.
4. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subarachnoid.
Pada stroke hemoragik, akumulasi darah akibat ekstravasasi darah di dalam
parenkim otak pada awalnya menimbulkan efek massa. Selanjutnya, akumulasi
darah menimbulkan kerusakan otak sekunder melalui berbagai mekanisme yaitu
kerusakan sel neuron akibat zat-zat proteolitik di dalam darah, hipermetabolisme,
stres oksidatif dan inflamasi. Jika perdarahan minimal, massa darah hanya dapat
merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting”
tanpa merusaknya. Absorpsi darah akan terjadi dengan sendirinya dan fungsi-
fungsi neuron dapat kembali pulih. Pada perdarahan masif, akumulasi darah yang
mengandung zat-zat proteolitik menimbulkan kerusakan sel parenkim otak. Selain
itu karena volume intrakranial bersifat konstan (hukum Monro-Kellie), akumulasi
darah akan meningkatkan tekanan intrakranial bahkan hingga herniasi. Tekanan
intrakranial yang meningkat akan memicu penurunan perfusi ke otak.
Disrupsi suplai vaskular serta penurunan perfusi otak menginduksi kaskade
iskemik. Pada tingkat selular, deplesi oksigen atau glukosa mengakibatkan
kegagalan produksi ATP. Deplesi ATP mengakibatkan kagagalan fungsi pompa
ion dan memicu apopotosis. Kegagalan pompa ion mengakibatkan hilangnya
gradient konsentrasi pertukaran sodium potasium, chloride dan ion kalsium.
Menginduksi influs cairan di interstisial ke intraseluler. Maka timbul edema
sitotoksik.
Kerusakan akibat iskemik meicu ekspresi gen Bcl-2 dan p53 diikuti pelepasan
molekul proapoptotis seperti cytochrome c. Hal ini mengaktivasi caspase dan gen
lainnya yang berperan dalam menimbulkan kematian sel.

Gambar 2.5. Patofisiologi Perdarahan Intraparenkim

2.4.6. Patofisiologi Stroke Iskemik


Pengurangan aliran darah ke otak akan menyebabkan iskemi di suatu
daerah otak, tetapi terdapat kolateral dan mekanisme kompensasi lokal seperti
vasodilatasi. Hal tersebut memungkinkan terjadinya:
a. Pada sumbatan kecil akan terjadi iskemi, tetapi dalam waktu singkat dapat
dikompensasi oleh kolateral dan vasodilatasi lokal → TIA → hemiparesis
sepintas <24 jam.
b. Pada sumbatan agak besar akan terjadi iskemi lebih luas sehingga
mekanisme kompensasi memerlukan waktu yang lebih lama, yaitu beberapa
hari sampai 2 minggu →reversible ischemic neurologic deficit (RIND).
c. Pada sumbatan yang lebih besar lagi akan terjadi iskemi luas dan tidak dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi →complete stroke
Pada daerah iskemik luas tampak daerah yang tidak homogen akibat
perbedaan tingkat iskemik:
a. Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) akan terlihat sangat pucat
dan menjadi nekrosis. Pada daerah tersebut ditemukan degenerasi neuron
dan pelebaran pembuluh darah tanpa adanya aliran darah.
b. Daerah sekitar ischemic core atau disebut iskemik penumbra. Pada daerah
tersebut sel-sel neuron tidak sampai mati, tetapi fungsi neuron terhenti
sehingga menimbulkan paralisis fungsional. Namun, dengan reperfusi yang
cepat, cermat, dan akurat maka kematian neuron dapat dicegah. Pada daerah
iskemik penumbra juga terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat
dan edema jaringan akibat dilatasi pembuluh darah.
c. Daerah di sekeliling penumbra (luxury perfusion). Pada daerah ini akan
tampak kemerahan, edema, dilatasi maksimal pembuluh darah, serta
kolateral maksimal.
Pembuluh-pembuluh darah yang terlibat dalam stroke dapat dibagi menjadi:
1. Pembuluh darah besar sirkulasi anterior
2. Pembuluh darah besar sirkulasi posterior
3. Pembuluh darah kecil jalinan vaskuler
Pembuluh darah besar sirkulasi anterior yang terganggu dapat disebabkan oleh
kelainan pembuluh darah (aterosklerosis) atau emboli.
Pembuluh darah besar anterior yang terkena terdiri dari:
1. Arteri karotis interna ekstrakranial
Kelainan yang muncul sebagai etiologi dapat berupa aterosklerosis pada 2
cm pertama dan terutama pada dinding posterior, fibromuskular displasia,
emboli dari vena pulmonalis, dan trombus dari atrium serta miokard.
2. Arteri karotis interna intrakranial
Aterom pada petrous inlet, siphon, atau proksimal dari arteri serebri
anterior dan media dapat menyebabkan emboli. Keadaan iskemi dapat
dihasilkan dari rusaknya kolateral lentikulostriata atau sklerosis dari
pembuluh darah kortikal.
3. Arteri serebri media
Sumbatan pada arteri serebri media terutama disebabkan oleh emboli
daripada oleh aterotrombosis.
4. Arteri serebri anterior
Aterom jarang menimbulkan stroke pada arteri serebri anterior karena
adanya kolateral melalui arteri komunikans anterior. Stroke dapat muncul
apabila arteri serebri anterior mengalami atresia kongenital atau sumbatan
yang dialami pada segmen distal.
Pembuluh darah besar sirkulasi posterior terdiri dari dua arteri vertebralis
kiri dan kanan yang bergabung menjadi satu pada bagian pontomeduler menjadi
arteri basilaris. Arteri basilaris bercabang menjadi arteri serebri posterior yang
selanjutnya memberikan cabang sirkumferensial panjang dan cabang kecil yang
dalam yang memperdarahi serebelum, medula, pons, midbrain, talamus,
subtalamus, hipokampus, temporal medial dan lobus oksipital. Pembuluh darah
besar posterior terdiri dari :
1. Arteri serebri posterior
Segmen prekomunal atau P1, segmen dari arteri serebri posterior dapat
atresia. Aterom dan emboli pada bagian atas arteri basilar atau pada
segmen P1 dapat menimbulkan gejala-gejala sesuai area yang
diperdarahinya.
2. Arteri vertebralis dan arteri serebellar posterior inferior
Arteri vertebralis terdiri dari 4 segmen; V1 memasuki C6C5, V2
memasuki C6-2, V3 meliputi atlas dan dura di foramen magnum, dan V4
bergabung dengan arteri vertebralis lainnya membentuk arteri basilar. Lesi
aterotrombotik terutama memiliki predileksi pada V1 dan V4, tetapi jarang
pada V2 dan V3 dimana lebih seing mengalami fibromuskular displasia
dan diseksi
3. Arteri basilar
Cabang-cabang dari arteri basilar memperdarahi basis pons dan serebelum
superior dimana dibagi 3, yaitu (1) paramedian, (2) short circumferential,
(3) bilateral long circumferential. Lesi ateromatosa sering kali pada
proksimal arteri basilar atau distal segmen arteri vertebralis.
Pembuluh darah kecil apabila terkena sumbatan dapat menyebabkan stroke
lakunar, yang berarti infark akibat aterotrombotik atau lipohialinosis pada cabang
kecil dari sirkulus Willisi, arteri serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris.
Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke yang paling sering. Biasanya ada
kaitan dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis.

• Stary I lesion: permukaan endotel mengekspresikan suatu molekul adhesi


yaitu molekul selektin E dan selektin P, menarik lebih banyak lagi sel
polimorfonuklear dan monosit pada ruang subendotel.

• Stary II lesion: makrofag mulai memfagosit sejumlah besar LDL (fatty


streak)
• Stary III lesion: karena proses terus berlanjut makrofag pada akhirnya
berybah menjadi sel foam (foam cell).
• Stary IV lesion: akumulasi lipid di ruang ekstrasel dan mulai bersatu untuk
membentuk suatu inti lipid.
• Stary V lesion: sel otot polos dan fibroblas berpindah membentuk
fibroateroma dengan di dalamnya terdapat inti lipid dan lapisan luarnya
tertutupi suatu fibrosa (fibrous cap)
• Stary VI lesion: ruptur fibrous cap menyebabkan timbulnya trombosis.
• Stary VII and VIII lesions: lesi stabil, berubah menjadi fibrokalsifikasi
(Stary VII lesion) dan akhir terjadi lesi fibrosis dengan banyak kolagen
didalamnya (Stary VIII lesion).
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima arteria
besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-
sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumpai, sehingga
lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.
Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-tempat yang
melengkung. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh
darah menjadi kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan
membentuk emboli atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria
itu akan tersumbat dengan sempurna.
2.4.7. DIAGNOSIS
a. Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
b. CT Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
perdarahan di otak. Bila tidak memungkinkan, dapat dilakukan CT Scan
maka dapat digunakan :
• Algoritme Stroke Gajah Mada
Gambar 2.6. Algoritme Stroke Gajah Mada

• Siriraj Stroke Score


(2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan
darah diastolik) – (3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.
c. Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus
d. MRI dilakukan untuk menentukan lesi patologik stroke lebih
tajam.
e. Neurosonografi untuk mendeteksi stenosis pebuluh darah
ekstrakranial dan intrakranial dalam membantu evaluasi
diagnostik, etiologik, terapeutik, dan prognostik.
2.4.8. TATALAKSANA
Penanganan fase akut dilakukan dengan menurunkan tekanan darah
sistemik yang tinggi dengan obat-obat antihipertensi, diturunkan sekitar 20% dari
tekanan awal masuk rumah sakit. Penanganan awal:
- Stabilisasi hemodinamik dan pernapasan
- Memperbaiki perfusi serebral dengan mengendalikan tekanan darah
arterial secara hati-hati serta pemberian neuroproteksi (citicholin,
pirasetam, nimodipin)
- Faktor-faktor penentu prognosis :
• Derajat kesadaran menurun, usia, volume darah
• Pada perdarahan infratentorial, hilangnya reflex-refleks batang otak
disertai respon motorik yang hilang
• CT Scan ulang perlu dilakukan jika klinis memburuk
- Pemberian manitol 20-25% dipakai 0.75-1mg/kgBB bolus diikuti 0.25-0.5
mg/kgBB tiap 3 – 5 jam tergantung pada respon klinis.
2.4.9. PROGNOSIS
Prognosis dipengaruhi oleh jumlah perdarahan dan letak akumulasi darah.
Perdarahan dengan volume darah > 60 cc berisiko mengakibatkan kematian
sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Akan tetapi
perdarahan hanya 5 cc pun dapat berakibat fatal jika terdapat di pons.
Daftar Pustaka

1. PERDOSSI. Buku Acuan Modul Neurovaskular. Jakarta: Kolegium Neurologi


Indonesia. 2009.
2. PERDOSSI. Guideline Stroke. Jakarta: PERDOSSI. 2011.
3. KEMENKES. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Balai penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. 2013.
4. Misbach, Jusuf. STROKE. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Baehr, M and Frotscher,M. DUUS Topical Diagnosisin Neurology. 4th
edition.USA :Thieme;2005.
6. Richard S.S. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. EGC:
Jakarta, 2007.

Anda mungkin juga menyukai