Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peternakan adalah salah satu bidang pertanian yang menghasilkan komoditas daging, susu, telur dan hasil-
hasil olahannya serta hasil sisa produksi. Daging sebagai salah satu bahan makanan yang hampir
sempurna, karena mengandung gizi yang lengkap dan dibutuhkan oleh tubuh, yaitu protein hewani,
energi, air, mineral dan vitamin. Disamping itu, daging memiliki rasa dan aroma yang enak,
sehingga disukai oleh hampir semua orang. Ternak babi merupakan ternak penghasil daging yang
sangat efisien, sehingga ternak babi memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi sebagai ternak
potong. Selain pertumbuhan badannya yang cepat, ternak babi juga mampu memanfaatkan
segala jenis limbah pertanian, tidak membutuhkan lahan pemeliharaan yang luas, dapat meningkatkan
kesuburan tanah serta memiliki
litter size
yang tinggi. Namun hingga saat ini potensi tersebut masih belum dapat dimanfaatkan dengan baik karena
adanya keterbatasan konsumen dan sistem pemeliharaan yang belum memadai. Hasil pemotongan ternak
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian karkas dan bagian bukan karkas atau lazim disebut
bagian non karkas. Karkas merupakan hasil utama pemotongan ternak dan mempunyai nilai
ekonomi lebih tinggi daripada non karkas, sesuai dengan tujuan pemotongan ternak, yaitu untuk
mendapatkan daging.
Bagian non karkas atau yang lazim disebut offal terdiri dari bagian yang layak dimakan
(edible offal) dan bagian yang tidak layak dimakan (inedible offal).
Karkas/daging babi merupakan salah satu komoditas penting ditinjau dari aspek gizi, sosial
budaya, dan ekonomi. Industri karkas babi mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah, karena
usaha peternakan babi relatif mudah dikembangkan, daya reproduksi tinggi dan cepat menghasilkan. Untuk
memenuhi permintaan pasar, maka selain kuantitas, produsen diharapkan dapat menyediakan
karkas babi yang berkualitas. Pengklasifikasian dan penilaian kualitas karkas perlu dilakukan karena sangat
mempengaruhi penerimaan konsumen. Metode pengukuran sudah banyak dilakukan diberbagai negara untuk
memprediksi karkas yang beberapa telah ditemukan dan dapat dilakukan dengan praktis untuk
mengklasifikasikan karkas dengan metode
grading
. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) telah menetapkan sebuah sistem penentuan kualitas
karkas babi, tetapi standar pengklasifikasian karkas di Indonesia belum ada hingga saat ini.
penentuan kualitas karkas babi, tetapi standar pengklasifikasian karkas di Indonesia
belum ada hingga saat ini.
Komposisi karkas yang ideal adalah karkas yang memiliki proporsi daging
yang maksimal, proporsi tulang minimal, serta proporsi lemak yang optimal
sesuai dengan permintaan pasar. Kebanyakan orang mengkonsumsi daging
dipengaruhi oleh berbagai alasan antara lain tradisi, nilai gizinya tinggi, mudah
diperoleh, kesehatan, variasi ataupun bersifat mengenyangkan. Setiap jenis ternak
memiliki kualitas karkas yang berbeda-beda. Ternak babi memiliki persentase
karkas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ternak lain yaitu dapat
mencapai 70 %
PEMBAHASAN
Perlakuan atau penanganan hewan ternak sebelum dipotong akan
mempengaruhi nilai karkas atau daging yang dihasilkan. Untuk sampai ke tempat
pemotongan ternak-ternak tersebut mengalami perjalanan dari tempat asalnya, dan
selama dalam perjalanan, sering terjadi kerusakan atau cacat pada kulit dan mutu
karkas. Selain itu akibat perjalanan dapat menimbulkan cekaman (stres) pada
ternak yang akan menyebabkan terjadinya penyusutan pada bobot badan.
Penyusutan bobot badan ini berkisar 2 - 5 persen, besarnya persentase penurunan
bobot badan ini dipengaruhi oleh iklim, jarak antara asal ternak dengan rumah
potong hewan (RPH), cara transportasi, kondisi kesehatan dan daya tahan ternak
(Natasasmita, 1987).
Salah satu syarat yang harus diperhatikan dalam proses pemotongan ternak
untuk memperoleh mutu karkas atau daging yang baik, yaitu ternak yang akan
dipotong harus tidak dalam keadaan lelah atau habis dipekerjakan. Oleh karena
itu ternak yang akan dipotong harus diistirahatkan dalam tempat penampungan
khusus (Holding Ground). Dalam tempat penampungan harus dijaga agar
ternak tidak saling beradu, karena bila hal itu terjadi maka perlakuan istirahat
tidak akan bermanfaat, bahkan menurunkan kualitas pemotongan. Lamanya
pengistirahatan ternak yang akan dipotong bervariasi. Menurut Gerrard (1977)
ternak yang akan dipotong sebaiknya diistirahatkan selama 24 - 36 jam,
Williamson and Payne (1993) 16 - 24 jam, dan Soeparno (1994) 12 - 24 jam.
Kepala di pisahkan dengan cara memotong pada daerah tulang atlas dan
Occipito kemudian dilakukan pengulitan. Kepala dicuci dan periksa apakah
terdapat penyakit ataukah tidak. Selanjutnya daging pipih, lidah, otak, mata
diambil sebagai produk sampingan (komponen Non Karkas).
Waktu marcapai bobot potong ( hari) adalah waktu yang diperlukan sejak
babi dipelihara (starter) sampai dengan waktu babi itu dipotong (finisher). Bobot
potong (Kg) adalah berat babi saat akan dilakukan pemotongan selelah
dipuasakan selama 24 jam sebelum pemnotongan. Bobot karkas (kg) adalah bobor
babi setelah dilakukan pemnotongan dan darah, isi perut dikeluarkan, bulu
dikerok, kepala dipisahkan dari tubuh, dan kaki pada lutut dipotong. Karkas
ditimbang untuk memperoleh bobot karkas. persentase karkas dihitung dengan
mengalikan rasio antara bobot karkas dari bobot poiong dengan I 00% (Blakely&
David, 1982)

Setelah mencapai bobot potong (88,50-90,50 kg) penyembelihan dilalukan


untuk melihat kualitas karkas. Cara pemotongan masih sederhana demikian
peralatan yang digunakan. Temak digiring ke tempat pemotongan lalu
dipingsankan dengan cara pemukular pada dahi babi, kemudian segera dilalarkan
penusukan dengan pisau pada daerah leher mengarah kejantung untuk
memutuskam saluran pemafasan dan pembuluh darah. Tahap berikutnya
merendam ke dalam air hangat untuk mempermudah pengerokan bulu,
pengeluaran jeroan, pemisahan kepala dan kemudian karkas dibagi dua menjadi
bagian kiri dan kanan Persentase non karkas sedikit karena bagian-bagian non
karkas seperti bagian kepala yang berukuran kecil dan kaki-kakinya yang pendek.
Kemudian rendahnya persentase karkas babi hutan disebabkan besarnya
bobot bagian non karkas seperti kepala dan kaki yang berukuran besar. Menurut
Soeparno (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi karkas dari seekor ternak
adalah bangsa, jenis kelamin, umur, pakan dan kondisi hewan. Bangsa yang
berbeda akan memberikan bobot hidup dan bobot karkas yang berbeda pula.
Setiap bangsa ternak mempunyai karkas yang berbeda-beda karena masing-
masing bangsa ternak dapat menghasilkan karkas dengan karakteristiknya sendiri.
Dengan kata lain persentase karkas seekor ternak sangat dipengaruhi persentase. non karkas dan
kemampuan genetik dari ternak tersebut. Bobot karkas sangat
dipengaruhi oleh berat hidup dari ternak tersebut, akan tetapi dengan berat hidup
yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan berat dari kepala, darah, bulu, isi rongga perut
dan isi rongga dada.
Menurut Soeparno (2005) terdapat hubungan yang erat antara bobot
karkas dengan berat tubuh. Di mana selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara
kontiniu dengan kadar laju pertumbuhan otot relatif lebih cepat, sehingga rasio
pertumbuhan otot dan tulang meningkat selama pertumbuhan.
Lawrie (1995) menyatakan faktor utama yang mempengaruhi persentase karkas adalah
berat kepala, darah, total organ bagian dalam serta isi saluran pencernaan. Perbedaan
kualitas karkas ini menurut Soeparno (2005) disebabkan oleh perbedaan perlemakan dan
perdagingan yang dapat dilihat berdasarkan panjang karkas, bobot karkas dan ketebalan
lemak punggung. Persentase karkas sangat dipengaruhi oleh berat hidup dari ternak
tersebut, akan tetapi dengan berat hidup yang tinggi tidak selalu menghasilkan berat
karkas yang tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat dari kepala,
darah, bulu, isi rongga perut dan isi rongga dada

ternak saat dilakukan pemotongan. Bobot karkas juga sangat dipengaruhi oleh berat hidup
dari ternak tersebut, akan tetapi dengan berat hidup yang tinggi tidak selalu menghasilkan
bobot karkas yang tinggi pula hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan berat dari kepala,
darah, bulu, isi rongga perut dan isi rongga dada.
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu peternakan diterjemahkan oleh Bambang
Srigandono. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Devendra, C. & M. F. Fuller. 1979. Pig Production in The Tropics. Oxford
University Press, Oxford, London.
Gerrard, F. 1977. Meat technology. 5th Ed.Northwood Publication Ltd. : London.
Hovorka, F. & J. PavliL 1971. Biologycal aspects on determination of optimum
slaughther weight of pigs. J. Anim. Sci.42(9):442.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu daging. Terjemahan: A. Parakkasi. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Natasasmita, P.H. Siagian & P. Silalahi. Media peternakan, D.s.nbe.2005, hln 100 I03
tSsN 0l:6-0472 Teralredir.si SK Dr*li No 26/DIKTI/Kep/2005 Pengaruh Substitusi
Jagung dengan Corn Gluten Feed (CGF) dalam Ransum terhadap Kualitas Karkas
Babi dan Analisis Ekonomi
Soeparno. 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta

http://www.slideshare.net/NaminaAsepSaefullah/makalah-7829386

Anda mungkin juga menyukai