Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul Plasenta Previa

Penulisan referat ini adalah merupakan salah satu tugas KKS di SMF obstetri dan
ginekologi di RSUD Embung Fatimah Kota Batam.

Dalam Penulisan referat ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan referat
ini, khususnya kepada dr. Yanuarman. Sp.OG sebagai pembimbing

Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini
sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Batam, Mei 2012

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik buruknya
keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat kesejahteraan ibu. Angka
kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia Tenggara. Menurut SKRT (Survei
Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu 421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT
tahun 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998
tercatat kematian maternal yaitu 295 per 100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II
(Pembangunan Jangka Panjang ke II) (2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran
hidup. Penyebab terpenting kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40-
60%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5%
disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.
Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta
previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas. Plasenta previa adalah
plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi seluruh atau sebagian
ostium internum; kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara berkembang
termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari,
prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal dan
perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan
prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa
0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta.
Meskipun kemajuan medis telah mengurangi bahaya kelahiran, telah mengurangi
bahaya pada saat melahirkan, kematian akibat perdahan masih tetap merupakan
penyebab utama kematian ibu, perdarahan merupakan penyebab langsung 17% dari
4200 kelahiran yang berhubungan dengan kematian ibu di Amerika Serikat (garberding,
2003). Perdarahan merupakan faktor utama kematian ibu di UK yang dilaporkan oleh
badan penyelidik rahasia kesehatan ibu dan anak (2008). Kemudian Clark et al (2008)
melaporkan bahwa kematian ibu disebabkan oleh perdarahan obstetrik.
Perdarahan merupakan penyebab utama kematian ibu diseluruh dunia dan hampir
setengahnya terjadi di negara berkembang. (lalonde et al, 2006.)
1.2 Rumusan masalah
Apa pengertian dari plasenta previa?
Apa saja penyebab plasenta previa?
Apa gejala-gejala dari plasenta previa?
Bagaimana penatalaksanaan plasenta previa?
Apa saja diagnosis banding dari plasenta previa?

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam hal ini perdarahan antepartum yang disebabkan oleh
plasenta previa.

1.4 Tujuan Penulisan


Menjelaskan definisi plasenta previa.
Menjelaskan klasifikasi plasenta previa.
Menjelaskan etiologi plasenta previa.
Menjelaskan tanda dan gejala plasenta previa.
Menjelaskan komplikasi plasenta previa.
Menjelaskan penatalaksaan plasenta previa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI,
2000).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias =
jalan). Jadi yang dimaksud A ( Menurut Prawiroharjo 1992)
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi
ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen
bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006)

Plasenta previa adalah lokasi


implantasi plasenta dekat dengan
atau di atas dari ostium serviks
internal. Di mana plasenta benar-benar meliputi ostium internal, atau parsial di mana
bagian plasenta menutupi tetapi tidak semua dari ostium internal. Sebuah plasenta
yang membentang ke segmen bawah uterus tetapi tidak mencapai ostium internal
disebut plasenta letak rendah. Plasenta previa klasik menyajikan dengan perdarahan
tanpa rasa sakit pada trimester ketiga.(3)
Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat
abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal.
Pada plasenta pervia, jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari
ostium internum servisis, tetapi terletak sangat dekat atau pada ostium internum
tersebut.
Dalam banyak kasus mungkin ada sejumlah kecil perdarahan sebelum episode lebih
signifikan pendarahan. Sekitar 75% wanita dengan plasenta previa akan memiliki
minimal satu episode perdarahan. Rata-rata episode ini terjadi di usia kehamilan 29-
30 minggu. Secara umum plasenta previa terjadi pada sekitar 1 dari 200
kehamilan. Kejadian plasenta previa pada awal kehamilan (sekitar 24 minggu)
adalah 4% -5% dan menurun dengan usia kehamilan meningkat.(3)
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui
pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu : (1)
1. Plasenta previa totalis : bila ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir
tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : ostium internum servisis bila hanya sebagian pembukaan
jalan lahir tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan
jalan lahir.

Klasifikasi plasenta previa: (2,3)


1. Plasenta previa totalis: internal ostium ditutupi sepenuhnya oleh plasenta.
2. Plasenta previa parsialis: internal ostium yang sebagian tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : plasenta terletak dekat dengan ostium internal tetapi
tidak menutupinya.
4. Plasenta previa letak rendah: tepi plasenta terletak dalam 2 cm dari ostium internal.

Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat
dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba

memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum
ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat.

Gambar 1. Plasenta Previa


Gambar 2. Lokasi Plasenta Previa

2.3 Epidemiologi
Di Indonesia tercatat dari laporan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, antara
tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa diantara 4781 persalinan terdaftar,
atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar.(1)
Di Amerika Serikat, plasenta previa terjadi sekitar 0,3 0,5 % dari semua
persalinan. Sedangkan jumlah kematian perinatal yang diakibatkan oleh plasenta
previa sekitar 0,03% (Joy,2005). Di negara yang sedang berkembang, perdarahan
yang salah satunya disebabkan oleh plasenta previa, hampir selalu merupakan
malapetaka besar bagi penderita maupun penolongnya karena dapat menyebabkan
kesakitan atau kematian baik pada ibu maupun pada janinnya.
Pada umumnya insiden plasenta previa 1 dari 250 kehamilan. Frekuensinya
bervariasi, namun pada nulipara kejadiannya hanya 1 dari 1000 sampai 1500
kehamilan, dimana kejadiannya pada multipara sebesar 1 kejadian dari 29
kehamilan. Faktor resiko yang juga penting dalam terjadinya plasenta previa adalah
kehamilan setelah menjalani seksio sebelumnya ,kejadian plasenta previa meningkat
1% pada kehamilan dengan riwayat seksio.
Kematian ibu disebabkan karena perdarahan uterus atau karena DIC (Disseminated
Intravascular Coagulopathy). Sedangkan morbiditas/ kesakitan ibu dapat disebabkan
karena komplikasi tindakan seksio sesarea seperti infeksi saluran kencing,
pneumonia post operatif dan meskipun jarang dapat terjadi embolisasi cairan
amnion.
Terhadap janin, plasenta previa meningkatkan insiden kelainan kongenital dan
pertumbuhan janin terganggu sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat yang
kurang dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak menderita plasenta
previa. Risiko kematian neonatal juga meningkat pada bayi dengan plasenta previa.
Oleh karena itu, meskipun perdarahan yang pertama jarang, bahkan bisa dibilang
tidak berbahaya, namun bila tidak dilakukan penanganan yang tepat dan segera,
maka akan dapat terjadi perdarahan berulang yang akan mengancam keselamatan
ibu dan janinnya.

Di banyak daerah di Indonesia, karena keadaan yang serba kurang akan memaksa
penolong menangani setiap kasus secara individual, tergantung pada keadaan ibu,
keadaan janin, dan keadaan fasilitas pertolongan dan penolong pada waktu itu.
Darah sebagai obat utama untuk mengatasi perdarahan belum salalu ada atau cukup
tersedia di rumah sakit. Kurangnya kesadaran akan bahaya perdarahan baik oleh
penderita maupun penolong, atau sukarnya pengangkutan cepat ke rumah sakit
mengakibatkan terlambatnya penderita mendapatkan pertolongan yang layak.
Semua keadaan tersebut diatas, ditambah dengan fasilitas pertolongan dan tenaga
penolong yang kurang, akan sangat melipatgandakan beban pekerjaan para
penolongnya, sehingga penanggulangannya sering tidak berhasil dengan baik.

2.1 Etiologi

Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan.
Vaskularisasi yang berkurang, atau perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan
yang lampau dapat menyebabkan plasenta previa, tidaklah selalu benar, karena tidak
nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita
dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta
tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar, plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya, sehingga mendekati
atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.(1)
Menurut Kloosterman (1973), frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan
primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada grande multipara yang berumur
lebih dari 35 tahun kira-kira 4 kali lebih sering dibandingkan dengan grande multipara
yang berumur kurang dari 25 tahun.
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah
mencakup :
a. Perdarahan (hemorrhaging).
b. Usia lebih dari 35 tahun.
c. Multiparitas.
d. Pengobatan infertilitas.
e. Multiple gestation.
f. Erythroblastosis.
g. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya.
h. Keguguran berulang.
i. Status sosial ekonomi yang rendah.
j. Jarak antar kehamilan yang pendek.
k. Merokok.

Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang
meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas
sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan
ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.

2.4 Predisposisi
Menurut Mochtar (1998), faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat mengakibatkan
terjadinya plasenta previa adalah :
1. Melebarnya pertumbuhan plasenta :
- Kehamilan kembar (gamelli).
- Tumbuh kembang plasenta tipis.
2. Kurang suburnya endometrium :
- Malnutrisi ibu hamil.
- Melebarnya plasenta karena gamelli.
- Bekas seksio sesarea.
- Sering dijumpai pada grandemultipara.

3. Terlambat implantasi :
- Endometrium fundus kurang subur.
- Terlambatnya tumbuh kembang hasil konsepsi dalam bentuk blastula
yang siap untuk nidasi.
2.5 Patofisiologi
Seluruh plasenta biasanya terletak pada segmen atau uterus. Kadang-kadang
bagian atau seluruh organ dapat melekat pada segmen bawah uterus, dimana hal
ini dapat diketahui sebagai plasenta previa. Karena segmen bawah agak
merentang selama kehamilan lanjut dan persalinan, dalam usaha mencapai
dilatasi serviks dan kelahiran anak, pemisahan plasenta dari dinding uterus
sampai tingkat tertentu tidak dapat dihindarkan sehingga terjadi pendarahan.(1)

2.6 Tanda dan Gejala


Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakan gejala utama dan
pertama dari plasenta previa. Perdarahan dapat terjadi selagi penderita tidur atau
bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak, sehingga tidak akan
berakibat fatal. Akan tetapi, perdarahan berikutnya hampir selalu lebih banyak
daripada sebelumnya, apalagi kalu sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan
dalam. Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada triwulan ketiga,
akan tetapi tidak jarang pula dimulai sejak kehamilan 20 minggu karena sejak
itu segmen bawah uterus telah terbentuk dan mulai melebar serta menipis.
Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar
lagi, dan servik mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada segmen bawah
uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat disitu tanpa terlepasnya sebagian plasenta
dari dinding uterus. Pada saat itulah terjadi perdarahan. Darahnya berwarna
merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh solusio plasenta
yang berwarna kehitam-hitaman. Sumber perdarahan ialah sinus uterus yang
terobek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan
sinus marginalis dari plasenta. Perdarahannya tak dapat dihindarkan karena
ketidakmampuan serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahan itu, tidak sebagaimana serabut otot uterus
menghentikan perdarahan pada kala III dengan plasenta letaknya normal. Makin
rendah letak plasenta, makin dini perdarahan terjadi. Oleh karena itu,
perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta
letak rendah, yang mungkin baru berderah setelah persalinan mulai.
Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang
karena adanya plasenta dibagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi
kepala, kepalanya akan didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul
yang mungkin karena plasenta previa sentralis; mengolak kesamping karena
plasenta previa parsialis; menonjol diatas simfisis karena plasenta previa
posterior, atau bagiam terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa
anterior. Tidak jarang terjadi kelainan letak, seperti letak sungsang dan letak
lintang.
Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan, dan tuanya kehamilan pada
waktu persalinan. Perdarahan masih mungkin dapat diatasi dengan tranfusi
darah, akan tetapi persalinan yang terpaksa diselesaikan dengan janin yang
masih prematur tidak selalu dapat dihindarkan.
Apabila janin telah lahir, plasenta tidak selalu mudah dilahirkan karena sering
mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus. Apabila plasenta telah
lahir, perdarahan post partun sering kali terjadi karena kurang mampunya
serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikanm
perdarahan dari bekas insersio plasenta atau karena perlukaan serviks dan
segmen bawah uterus yang rapuh dan mengandung banyak pembuluh darah
besar, yang dapat terjadi bila persalinan berlangsung pervaginam.(1)
Gejala-gejala plasenta previa:
a. Perdarahan tanpa nyeri.
b. Perdarahan berulang.
c. Warna perdarahan merah segar.
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
e. Timbulnya perlahan-lahan.
f. Waktu terjadinya saat hamil.
g. His biasanya tidak ada.
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
i. Denyut jantung janin ada.
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
l. Presentasi mungkin abnormal.
Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri
biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun demikian,
banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal plasenta yang
sedngan tumbuh. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali. Kalau plasenta
terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi ostium
internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan robekan pada tempat pelekantan
plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus.
Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot
miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar bias
menekan bembuluh darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi
pelepasan plasenta dari dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat daerah
pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan
kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan
dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah
plasentah dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus lebih cendrung memiliki
kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya,
pembuluh darah memintas segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan
dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks yang rapuh,
khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Kehilangan darah yg massive merupakan hal yang paling penting terjadi pada
plasenta previa. Kadar eritrosit dan Hb adalah komponen penting untuk
mencegah pasien masuk ke dalam fase shock hemoragik, selain dari inspeksi
keadaan umum pasien. Selain itu juga untuk mengetahui adanya penyakit
kelainan darah yang menyertai perdarahan.

Ultrasonografi

Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan
bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak menimbulkan rasa nyeri.

USG transvaginal(4)
Lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa daripda USG per abdominal
yang memberikan banyak hasil positif palsu, terutama ketika plasenta terletak
posterior. Etiologi plasenta previa tidak diketahui. Namun mungkin
berhubungan dengan vaskularisasi abnormal. Faktor risiko untuk plasenta previa
termasuk plasenta previa pada kehamilan sebelumnya (4% sampai 8% kambuh),
operasi caesar sebelumnya atau operasi rahim lainnya, multiparitas, ibu lanjut
usia, penggunaan coccaine, dan ibu yg merokok.
Perdarahan biasa berhenti dalam 1-2 jam. Deteksi awal, pemberian cairan,
istirahat, dan pemberian steroid untuk kematangan paru janin mungkin tepat jika
janin prematur dan perdarahan tidak berat, cukup untuk menjamin pengiriman
segera.
Plasenta previa berhubungan dengan peningkatan kelahiran prematur dan
kematian perinatal dan morbiditas. tindakan ini paling sering melalui kelahiran
caesar. Pada pasien yang kondisinya stabil. Pengiriman caesar dapat dilakukan
pada 36-37 minggu kehamilan. Setelah amniosentesis untuk mengkonfirmasi
kematangan paru janin. Jika kematangan paru tidak menunjukkan pasien harus
disampaikan pada 37-38 minggu kehamilan. Secsio caesaria mungkin
diperlukan jika terjadi pendarahan sangat banyak dan pasien masuk kedalam
kondisi syok. Jumlah episode perdarahan tidak berhubungan dengan derajat
plasenta previa atau janin.
Komplikasi plasenta previa juga termasuk perdarahan meningkat dari segmen
bawah uterus di mana plasenta itu ditempelkan pada saat kelahiran
sesar. Plasenta mungkin juga abnormaly melekat pada dinding rahim. Ini disebut
plasenta akreta jika jaringan plasenta memperpanjang ke dalam lapisan dangkal
miometrium. Plasenta perkreta jika ia meluas sepenuhnya melalui miometrium
ke serosa, dan kadang-kadang ke organ-organ yang berdekatan seperti kandung
kemih. Para pasien dengan riwayat kelahiran.Risiko membutuhkan hysterectomi
menyusul pengiriman caesar untuk pasien dengan plasenta previa
meningkat. Yang pada gilirannya meningkatkan risiko morbiditas maternal dan
perinatal.
2.7 Pendekatan Diagnosis

a. Anamnesis

- Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 22


minggu/trimester III
- Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang

- Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;


terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi intravaginal/rectal.

- Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan


pembuluh darah dan placenta.

b. Inspeksi

- Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.

- Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia.

c. Palpasi abdomen

- Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.

- Sering dijumpai kesalahan letak

- Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala


biasanya kepala masih goyang/floating.

d. Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium
uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina, seperti erosio porsionis uteri,
karsinoma porsionis uteri, polipus servisis uteri, varises vulva, dan trauma. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus di
curigai.
2.8 Penanganan
Perdarahan merupakan malapetaka bagi penderita maupun penolongnya.
Keadaan yang serba kurang akan memaksa penolong menangani setiap kasus
secara individual, tergantung pada keadaan ibu, keadaan janin, dan keadaan
fasilitas pertolongan dan penolongan pada waktu itu.
Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap perdarahan,
walaupun perdarahannya tidak terlampau banyak. Transfusi darah merupakan
cara untuk mengatasi perdarahan, belum tentu ada atau cukup tersedia di rumah
sakit. Kurangnya kesadaran akan bahaya perdarahan, atau sukarnya
pengangkutan cepat ke rumah sakit mengakibatkan terlambatnya penderita
mendapatkan pertolongan yang layak. Semua keadaan diatas, ditambah dengan
fasilitas pertolongan dan tenaga penolong yang kurang, akan sangat
melipatgandakan beban pekerjaan para penolongnya. Dengan demikian
penanggulangannya pun tidak selalu berhasil dengan baik.
Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke rumah sakit
yang memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi. Perdarahan yang terjadi
pertama kali jarang sekali, atau tidak pernah menyebabkan kematian. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit,
sebelum terjadi perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak
daripada sebelumnya. Jangan sekali-sekali melakukan pemeriksaan dalam
kecuali dalam keadaan siap operasi.

Penatalaksanaan
a. Konservatif bila :
- Kehamilan kurang 37 minggu.
- Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas
normal).
- Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).

Perawatan konservatif berupa :


- Istirahat.
- Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif
maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada
perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh
melakukan senggama.
b. Penanganan aktif bila :
- Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
- Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
- Anak mati
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.

Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up)
yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
- Plasenta previa marginalis
- Plasenta previa letak rendah
- Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks
sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada
perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi
yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila
gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi
perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.

c. Penanganan (pasif)

- Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera
dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.

- Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus,


kehamilan belum cukup 37 minggu/berat badan janin kurang
dari 2.500 gram persalinan dapat ditunda dengan istirahat, obat-
obatan; spasmolitik, progestin/progesterone, observasi teliti.
- Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan dipertahankan
setua mungkin supaya tidak premature

- Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah.

Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin


prematur tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan
menciptakan suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnyabagi ibu maupun
janin. Perawatan di rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat,
pengurangan aktivitas fisik, penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan
tersedianya segera terapi yang tepat, merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang
diberikan mencangkup infus larutan elektrolit, tranfusi darah, persalinan sesarea dan
perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh
meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang
cukup jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahn
utama. Arias (1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage serviks
yang dilakukan antara usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan
yang disebabkan oleh plasenta previa.
Prosedur yang dapat dilakukan untuk melahirkan janin bisa digolongkan ke dalam
dua kategori, yaitu persalinan sesarea atau per vaginam. Logika untuk melahirkan
lewat bedah sesarea ada dua :
1. Persalinan segera janin serta plasenta yang memungkinakan uterus untuk
berkontraksi sehingga perdarahan berhenti
2. Persalinan searea akan meniadakan kemungkinan terjadinya laserasi serviks yang
merupakan komplikasi serius persalinan per vaginam pada plasenta previa totalis
serta parsial.

2.9 Cara persalinan


Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari derajat
plasenta preevia, paritas, dan banyaknya perdarahan. Bebarapa hal lain yang
harus diperhatikan ialah apakah penderita pernah diperiksa dalam, atau
penderita sudah mengalami infeksi seperti seringkali terjadi pada kasus-kasus
kebidanan yang terbengkalai.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yakni persalinan pervaginam, dan persalinan
per abdominam (seksio sesarea). Persalinan per vaginam bertujuan agar bagian
terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama
persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian
memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahannya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah
uterus yang rapuh.
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea, tanpa
menghiraukan faktor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida
sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi berulang
merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya
disebabkan oleh plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya daripada apa yang
ditemukan pada pemeriksaan dalam, atau vaskularisasi yang hebat pada serviks
dan segmen bawah uterus.
Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau
plasenta previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi
dengan pemecahan selaput ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata pemecahan
selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul kemudian, maka
seksio sesarea harus dilakukan.
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan atau
infeksi intrauterin, baim, seksio sesarea maupun persalinan pervaginam sama-
sama mengamankan ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan
transfusi darah dan antibiotika secukupnya, seksio sesarea masih lebih aman
daripada persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan
kebanyakan kasus plasenta previa partialis. Seksio sesarea pada multigravida
yang mempunyai anak hisup dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan
histerektoma untuk mrnghindarkan perdarahan postpartum yang sangat
mungkin akan terjadi, atau sekurang kurangnya dipertimbangkan untuk
dilanjutkan deengan sterilisasi untuk menghindarkan kehanmilan berikutnya.
2.10 Diagnosis Banding
Penyebab perdarahan pada trimester kedua kehamilan: (3,4)
o Vulva o
o Varises vena o Cervic
o Laserasi atau robeknya
o Polip
jaringan vulva o Cervicitis
o o Carcinoma
o Vagina o
o Intrauterine
o Laserasi atau robeknya
jaringan vagina o Ruptura uteri
o o Placenta previa
o Solusio placenta
o o Vasa previa
o
Solusio plasenta
o Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta
dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir (7,8).
o
o Klasifikasi:
o a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat
pelepasan plasenta (6):
o 1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
o 2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
o 3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
o
o b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (5):
o 1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
o 2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang
membentuk hematoma retroplacenter
o 3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
o
o c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya
(2,7)
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu :
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat
janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
o
o Etiologi
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor trauma
3. Faktor paritas ibu
4. Faktor usia ibu
5. Faktor pengunaan kokain
6. Faktor kebiasaan merokok
7. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
8. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan
lain-lain (9).
o
oPatogenesis.
oSolusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan
terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah
miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi
penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus (2,5,10).
o

o
o

o Gambar 2.
2 Plasenta normal dan solusio
plasenta dengan hematom
subkhorionik (11).
o

oGambaran klinis
oGambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas
(2,6,7)
pengelompokannya menurut gejala klinis :
o1. Solusio plasenta ringan
oSolusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi
perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut
terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun
demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus
selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta
(2,6,7)
ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman .
o2. Solusio plasenta sedang
oDalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan
seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit
perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan
sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok,
demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan
gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-
bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar
didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,
(2,6,7)
walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat .
o3. Solusio plasenta berat
oPlasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal.
Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam
tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam
mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan
telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,6,7).
o
o Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu:
o 1. Syok perdarahan
o 2. Gagal ginjal
o 3. Kelainan pembekuan darah
o 4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
o
o Komplikasi yang dapat terjadi pada janin (8,12) :
o 1. Fetal distress
o 2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
o 3. Hipoksia dan anemia
o 4. Kematian
o
o Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

o o Fre
No o Tanda atau Gejala kuensi
. (%)
o
o Perdarahan pervaginam o 78
1.
o o Nyeri tekan uterus atau nyeri
o 66
2. pinggang
o
o Gawat janin o 60
3.
o
o Persalinan prematur idiopatik o 22
4.
o
o Kontraksi berfrekuensi tinggi o 17
5.
o
o Uterus hipertonik o 17
6.
o
o Kematian janin o 15
7.
o
o
o
Kelainan insersi tali pusat
o Pada umumnya tali pusat berinsersi dibagian sentral atau parasentral
plasenta. Tidak jarang terjadi kelainan di mana tali pusat berinsersi dibagian
marginal disebut plasenta battledore. Kelainan ini dapat menyebabkan
perdarahan antepartum yang menyerupai plasenta previa. Disamping itu juga
sering menyebabkan prematuritas. Adakalanya tali pusat tidak berinsersi pada
jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah umbilikus
berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta. Kelainan ini disebut
inversi velamentosa. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan melalui
pembukaan serviks disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin
karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah dapat
ikut robek sehingga terjadi perdarahan intrapartum. Keadaan bayi bisa menjadi
buruk karena kehilangan darah atau asfiksia yang terjadi karena penekanan
pembulug darah velamentosa oleh bagian anak.
o
2.11 Komplikasi
oMenurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
oadanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu dapat terjadi :
- Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
- Anemia karena perdarahan
- Plasentitis
- Endometritis pasca persalinan
o
a. Pada janin dapat terjadi :
- Persalinan premature
- Asfiksia berat
o
2.12 Prognosis
o Dengan penanggulangan dan penanganan yang baik seharusnya kematian
ibu karena plasenta previa rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Sejak
diperkenalkannya penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal
berangsur-angsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian
perinatal yang disebabkan prematuritas akibat plasenta previa memegang
peranan utama.
o Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum
dicukupi banyak rumah sakit, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama
ditinggalkan oleh dunia kebidanan mutakhir masih terpaksa harus dipakai
seperti pemasangan cunam Willet, dan versi Braxton-hicks. Tindakan ini
sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk menghentikan perdarahan
dimana fasilitas seksio sesaria belum ada. Dengan demikian tindakan-tindakan
itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada janinnya.
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o BAB III
o PLASENTA
o
o3.1 Definisi
oPlasenta merupakan organ yang luar biasa. Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada
ovum yang dibuahi, lalu terhubung dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi
yang belum dapat dilakukan oleh janin itu sendiri selama kehidupan intrauterin.
Keberhasilan janin untu hidup tergantung atas keutuhan dan efisiensi plasenta.
oPlasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran
zat antara ibu dan anak atau sebaliknya. Jiwa anak tergantung pada plasenta. Baik
tidaknya anak tergantung pada baik burunya faal plasenta.
o
o3.1 Pembentukan plasenta
Pada minggu-minggu pertama perkembangan, jonjot-jonjot meliputi seluruh
permukaan korion.
Dengan berlanjutnya kehamilan, jonjot pada kutub embrional terus tumbuh dan
meluas membentuk korion frondosum (korion berjonjot lebat seperti semak-semak).
Jonjot pada kutub abembrional mengalami degenerasi dan menjelang bulan ketiga
sisi korion ini menjadi halus dan disebut korion leave.
Perbedaan pada kutub embrional dan abembrional korion juga dicerminkan pada
susunan desidua. Desidua di atas korion frondosum, desidua basalis, sedangkan
desidua diatas yang meliputi kutub abembrional disebut desidua kapsularis. Dengan
bertambahnya besar gelembung korion, lapisan ini menjadi regang dan
berdegenerasi.
Selanjutnya, korion leave bersentuhan dengan dinding rahim pada sisi rahim yang
lain dan keduanya bersatu.
Rongga rahim kemudian tertutup.
Oleh karena itu, satu-satunya bagian korion yang ikut serta dalam proses pertukaran
adalah korion frondosum yang bersama dengan desidua basalis membentuk plasenta.
o 3.2 Susunan plasenta
o Menjelang permulaan bulan keempat, plasenta mempunyai dua komponen :
Bagian janin dibentuk oleh korion frondosum dan vili.
Bagian ibu dibentuk oleh desidua basalis.
o BAGIAN JANIN / PERMUKAAN FETAL (FETAL PORTION)
Pada sisi janin plasenta dibatasi oleh lempeng korion.
Pada daerah penyatuan, sel-sel trofoblas dan desidua saling bercampur baur. Daerah
ini ditandai dengan adanya sel raksasa desidua dan sinsitium serta kaya akan zat
mukopolisakarida amorf.
Sebagian besra sel sitotrofoblas berdegenerasi.
Antara lempeng korion dan lempeng desidua terdapat ruang antar jonjot yang berisi
darah ibu.
Ruang-ruang ini berasal dari lakuna dalam sinsitotrofoblas dan dibatasi oleh
sinsitium yang berasal dari janin.
Cabang-cabang jonjot tumbuh ke dalam danau-danau darah antar jonjot.
o
oBAGIAN IBU / PERMUKAN MATERNAL (MATERNAL PORTION)
oSelama bulan keempat dan kelima, desidua membentuk sejumlah sekat yaitu sekat
desidua yang menonjol ke dalam ruang antar jonjot tetapi tidak mencapai lempeng
korion. Sekat-sekat ini mempunyai inti jaringan ibu, tetapi permukaannya diliputi oleh
selapis sel sinsitium sehingga selamanya selapis sel sinsitium memisahkan darah ibu di
dalam danau antar jonjot dari jaringan janin pada jonjot.
o Sebagai akibat pembentukan sekat ini, plasenta terbagi dalam sejumlah
ruangan atau kotiledon. Oleh karena sekat desidua tidak mencapai lempeng korion,
hubungan antara ruang antar jonjot dalam berbagai kotiledon tetap terpelihara.
o Sebagai akibat berlanjutnya pertumbuhan janin dan pembesaran rahim,
plasenta juga membesar. Peningkatan luas permukaan secara kasar sebanding dengan
pembesaran rahim dan selama kehamilan, plasenta menutupi kira-kira 25 30 %
permukaan dalam rahim. Peningkatan tebal plasenta diakibatkan oleh terbentuknya
kaki-kaki dari jonjot-jonjot yang sudah ada dan tidak disebabkan oleh penembusan
lebih lanjut ke dalam jaringan ibu.
o Ciri-ciri permukaan fetal :
Tediri dari vili.
Mengahadap ke janin.
Warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh amnion. Di bawah amnion
nampak pembuluh-pembuluh darah.
o
o Ciri-ciri permukaan maternal :
Terdiri dari desidua compacta dan sebagian desidua spongiosa yang kelak ikut lepas
dengan plasenta.
Mengahadap ke dinding rahim.
Warnanya merah dan terbagi oleh celah-celah. Plasenta terdiri dari 16-20 kotiledon.
Permukaannya kasar beralur-alur.
o
o3.3 Letak plasenta
oLetak plasenta pada umumnya pada korpus uteri bagian depan atau belakang agak ke
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi.
o BENTUK DAN UKURAN PLASENTA
oPlasenta berbentuk bundar atau oval. Ukuran diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm dan
beratnya 500-600 gram.
oBiasanya plasenta akan terbentuk lengkap pada usia kehamilan kira-kira 16 minggu,
dimana ruang amnion telah mengisi seluruh rongga rahim. Meskipun ruang manion
membesar sehingga amnion tertekan ke arah korion, namun amnion hanya menempel
saja tidak sampai melekat pada korion.
o
o3.4 Tipe-tipe plasenta
o Menurut bentuknya :
1. plasenta normal
2. plasenta membranasea
3. plasenta suksenturiata
4. plasenta spuria
5. plasenta bilobus
6. plasenta trilobus
o Menurut perlekatan pada dinding rahim :
1. plasenta adhesiva
2. plasenta akreta
3. plasenta inkreta
4. plasenta perkreta
oPlasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung
dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh
janin itu sendiri selama kehidupan intrauterin. Keberhasilan janin untu hidup tergantung
atas keutuhan dan efisiensi plasenta.
oPlasenta adalah alat yang sangat penting bagi janin karena merupakan alat pertukaran
zat antara ibu dan anak atau sebaliknya. Jiwa anak tergantung pada plasenta. Baik
tidaknya anak tergantung pada baik burunya faal plasenta.
o
o3.5 Fungsi plasenta

oFungsi plasenta bagi janin :


1. Organ respirasi
2. Organ transfer nutrisi dan ekskresi
3. Organ untuk sintesa hormon

oDiperkirakan pula memiliki peranan sebagai barier imunologis yang melindungi janin
dari reaksi penolakan oleh sistem imunologi maternal.

oTransportasi bahan melalui plasenta berlangsung melalui

oTransportasi pasif :

o Difusi sederhana [simple diffusion]

o Difusi dengan fasilitas [facilitated diffusion]

oTransportasi aktif:

o Reaksi enzymatic

o Pinocytosis

oMekanisme diatas memerlukan energi dan kecepatan metabolisme plasenta sebanding


dengan yang terjadi pada hepar atau ginjal.

oFungsi respirasi

oVaskularisasi yang luas didalam villi dan perjalanan darah ibu dalam ruang intervilus
yang relatif pelan memungkinkan pertukaran oksigen dan CO 2 antara darah ibu dan
janin melalui difusi pasif.
oPertukaran diperkuat dengan saturasi dalam ruang intervilus sebesar 90 100% dan
PO2 sebesar 90 100 mmHg.

oSetelah kebutuhan plasenta terpenuhi, eritrosit janin mengambil oksigen dengan


saturasi 70% dan PO2 30 40 mmHg, sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan
janin. CO2 melewati plasenta dengan difusi pasif.

oIon Hidrogen, bicarbonate dan asam laktat dapat menembus plasenta melaluidifusi
sederhana sehingga status keseimbangan asam-basa antara ibu dan anak sangat
berkaitan erat.

oOleh karena transfer berlangsung perlahan, janin dapat melakukan buffer pada
kejadian penurunan pH, kecuali bila asidosis maternal diperberat dengan dehidrasi atau
ketoasidosis sebagaimana yang terjadi pada partus lanjut dimana janin dapat mengalami
asidosis.

oEfisiensi pertukaran ini tergantung pada pasokan darah ibu melalui arteri spiralisdan
fungsi plasenta.

oBila pasokan darah ibu terbatas seperti yang terjadi pada penyakit hipertensi dalam
kehamilan, penuaan plasenta sebelum saatnya , kehamilan postmatur, hiperaktivitas
uterus atau tekanan talipusat, maka ketoasidosis pada janin dapat terjadi secara terpisah
dari asidosis maternal.
o

oTransfer nutrien

oSebagian besar nutrien mengalami transfer dari ibu ke janin melalui metodetransfer
aktif yang melibatkan proses enzymatik.

oNutrien yang komplek akan dipecah menjadi komponen sederhana sebelum di transfer
dan mengalami rekonstruksi ulang pada villi chorialis janin.

oGlukosa sebagai sumber energi utama bagi pertumbuhan janin (90%), 10% sisanya
diperoleh dari asam amino.

oJumlah glukosa yang mengalami transfer meningkat setelah minggu ke 30. Sampai
akhir kehamilan, kebutuhan glukosa kira-kira 10 gram per kilogram berat janin,
kelebihan glukosa dikonversi menjadi glikogen dan lemak.

oGlikogen disimpan di hepar dan lemak ditimbun disekitar jantung, belakang skapula.
Pada trimester akhir, terjadi sintesa lemak 2 gram perhari sehingga pada kehamilan 40
minggu 15% dari berat janin berupa lemak. Hal ini menyebabkan adanya cadangan
energi sebesar 21.000 KJ dan diperlukan untuk fungsi metabolisme dalam regulasi suhu
tubuh janin pada hari-hari pertama setelah lahir.

oPada bayi preterm atau dismatur, cadangan energi lebih rendah sehingga akan
menimbulkan permasalahan.

oLemak dalam bentuk asam lemak bebas sulit untuk di transfer. Lemak yang
mengalami proses transfer di resintesa kedalam bentuk fosfat dan lemak lain dan
disimpan dalam jaringan lemak sampai minggu ke 30. Setelah itu, hepar janin memiliki
kemampuan untuk sintesa lemak dan mengambil alih fungsi metabolisme.

oTransfer obat

oTransfer obat melalui plasenta tidak berbeda dengan nutrien lain pada umumnya.

oKecepatan transfer dipengaruhi oleh kelarutan dari molekul ion didalam lemak dan
ketebalan trofoblas. Pada paruh kedua kehamilan, trofoblas menjadi tipis dan area
plasenta bertambah luas sehingga transfer obat dapat berlangsung lebih mudah.

oObat ilegal (narkotika, cocain dan marihuana) yang dikonsumsi oleh ibu hamil dapat
melewati plasenta dan dapat mengganggu perkembangan janin.

oDampak dari hal ini sulit ditentukan oleh karena selain obat ilegal, pasien biasanya
juga adalah perokok atau peminum alkohol.

oPertumbuhan janin cenderung terhambat dan mengalami kelainan kongenital tertentu,


Seringkali mengakibatkan terjadinya persalinan preterm dan anak yang dilahirkan dapat
menunjukkan sindroma withdrawal.

oFungsi endokrin

oSejumlah besar hormon dihasilkan oleh plasenta. Termasuk diantaranya hormon yang
analog dengan hormon hipotalamus dan hipofisis serta hormon steroid.

oSejumlah produk juga dihasilkan oleh plasenta. Beberapa diantaranya adalah


glikoprotein seperti misalnya Pregnancy Associated Protein A B C dan D, Pregnancy
Specific Glycoprotein (SP1) dan Placental Protein 5 (PP5) . Peran dari bahan ini dalam
kehamilan masih belum jelas.

oHormon oProperti

oHuman Chorionic oSerupa dengan Growth Hormon


Somatotropin hCS dan Prolaktin

oHuman Chorionic oStimulasi steroidogenesis


Gonadotropin hCG adrenal dan plasenta. Analog LH

oHuman Chorionic
oAnalog dengan Thyrotropin
Gonadotropin hCT

oCorticotropin Releasing
oSeperti pada dewasa
Hormon - CRH

oKomplek. Stimulasi aliran


oEstrogen
darah dan pertumbuhan uterus

oImplantasi dan relaksasi otot


oProgestogen
polos

oInduksi sistem ensim dan


oAdrenocorticoid
maturasi janin

oSejumlah produk plasenta dan metabolisme janin dapat digunakan untuk skrining
penyakit janin. Pengukuran alfafetoprotein yang dihasilkan oleh hepar,usus dan yolc
sac janin dapat digunakan untuk deteksi sejumlah kelainan anatomi . Bersama dengan
penentuan serum hCG maternal, dapat diperhitungkan terjadinya trisomi.

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o BAB IV
o PENUTUP
o
4.1. KESIMPULAN
o Penyebab perdarahan antepartum pada trimester kedua kehamilan salah satunya
adalah plasenta previa. Komplikasi paling berbahaya bagi ibu adalah perdarahan
yang banyak bisa sampai shock dan bagi janis adalah kematian janin. Untuk itu
sangat diperlukan deteksi dini plasenta previa melalui antenatal care yang rutin dan
penanganan yang tepat. Pemeriksaan darah rutin dan USG merupakan pemeriksaan
penunjang yang penting untruk plasenta previa, karena untuk mengetahui klasifikasi
plasenta previa dan menilai dari perdarahan. Dari pemeriksaan fisik yang didukung
oleh pemeriksaan penunjang itulah bisa ditentukan tindakan apa yang harus diambil
untuk menangani plasenta previa. Tindakan yang bisa diambil bisa berupa
penanganan konservatif apabila kandungan masih bisa pertahankan, dan terminasi
bila kandungan sudah tidak bisa dipertahankan lagi.
o
o 4.2. SARAN
o Bagi ibu hamil:
Diharapkan melakukan antenatal care teratur. Sedikitnya memeriksakan
kandungan setiap 1 kali sebulan pada trimester pertama, 2 kali sebulan pada
trimester kedua, dan setiap minggu pada trimester ketiga.
Memperbaiki gaya hidup. Seperti memperhatikan nutrisi makanan, tidak
merokok, dan mengkonsumsi vitamin untuk ibu dan janin.
Mengatur jarak kehamilan dan membatasi jumlah anak, apabila seorang ibu
telah termasuk kedalam kriteria resiko tinggi untuk hamil.
o Bagi paramedis:
Melakukan anamnesis secara tajam kepada semua ibu hamil yang datang
dengan keluhan perdarahan.
Dapat mendiagnosis secara tepat dari keluhan-keluhan yang dikemukakan
pasien.
Melakukan penanganan yang tepat apabila telah mendiagnosa perdarahan
yang terjadi akibat dari plasenta previa.
o
o DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S, Hanifa W. Kebidanan Dalam Masa Lampau, Kini dan Kelak.


Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, 2002; 3-21.
2. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap
LC. Obstetrical Haemorrhage.Wiliam Obstetrics 21 th edition. Prentice
Hall International Inc Appleton. Lange USA. 2001
3. Beckmann, Charles RB, et all, Obstetrics and gynecology 7th edition.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkin a workers Kluwer bussiness,
2010. 208-209
4. Sheiner, Eyal. Bleeding During Pregnancy: a Comprehensive Guide, New
York : Springer Science and Bussiness Media, 2011. 135
5. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R
Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya:
Airlangga University Press, 2001; 456-70.
6. Rachimhadhi T. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2002; 362-85.
7. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum.
Bagian Obstetri danGinekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
8. Slava VG. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2006 [2006 August 29]; Topic12:
[9 screens]. Available from:URL: http://www.emedicine.com
/emerg/topic12.htm.
9. Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika,
1997; 109-26.
10. Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and
Obstetrics; Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17.
11. Mayo Foundation for Medical Education and Research [Online Database] 1998
August [Pekanbaru 2007 January 20]. Available
from:URL: http://www.mayoclinic.com /health/placental-abruption/DS00623
12. Deering SH. Abruptio Placentae. Emerg [Online] 2005 [2006 August 31]; Topic6:
[11screens]. Available from :
URL : http__www.emedicine.com_med_topic6.html.

o REFERAT

o PLASENTA PREVIA
o

o Disusun oleh :

o Raya Kurniawan

o Pembimbing :
o dr. Yanuarman. Sp.OG

o
o SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
o RSUD Embung Fatimah Kota Batam

o 2012
o

Anda mungkin juga menyukai