Anda di halaman 1dari 9

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING

DALAM PEMBUATAN ZAT ADITIF PADA PASTA GIGI

PENELITIAN

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk memenuhi Mata Kuliah Metodologi
Penelitian

Oleh:

Nur Rachmawati (14521294)


Nanda Nurul Fikri (14521085)
Julian Anggraeni N.F. (14521267)
Restu Estiningrum (14521214)
Fahrunnisa (14521190)

KONSENTRASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim. Hal ini dibuktikan dengan hasil

lautnya yang melimpah, salah satunya adalah kepiting. Dari sekian banyak potensi

kepiting yang dihasilkan, kebanyakan masyarakat hanya memanfaatkan

dagingnya saja sedangkan cangkangnya belum dimanfaatkan secara optimal. Hal

ini menimbulkan permasalahan berupa sampah cangkang yang menumpuk di

daerah pesisir pantai dan hasil sisa olahan kepiting dari tempat makan seafood .

Meningkatnya komposisi cangkang kepiting yang lebih banyak

dibandingkan dagingnya yaitu 70% cangkang dan 30% daging (DKP, 2005).

Cangkang kepiting yang tidak dimanfaatkan akan mengakibatkan pencemaran

lingkungan berupa limbah padat. Limbah yang tidak ditangani dengan baik akan

mengakibatkan lingkungan yang tidak bersih, sehingga menyebabkan kesehatan

masyarakat terganggu. Pemanfaaatan limbah merupakan solusi untuk

menanggulangi masalah pencemaran lingkungan.

Cangkang kepiting merupakan limbah yang masih mengandung senyawa

kimia cukup banyak, salah satunya adalah kitin. Kitin yang terkandung dalam

cangkang kepiting dapat diproses lebih lanjut menjadi kitosan. Kitosan ini banyak

dimanfaatkan di berbagai bidang industri, seperti industri kosmetik, penanganan

air limbah, pangan, obat-obatan dan lain sebagainya. Dalam bidang kosmetik

kitosan digunakan sebagai hidrofil, membuat lapisan film, antimikroba dan


antioksidan. Pemanfaatan kitosan dalam bidang kosmetik merupakan salah satu

upaya untuk mengurangi limbah cangkang kepiting.

Kitosan merupakan bahan alami yang terkandung dalam cangkang

kepiting. Salah satu manfaat kitosan yaitu sebagai antimikroba. Dalam industri

kosmetik, kitosan digunakan dalam pembuatan pasta gigi karena memiliki sifat

antimikroba. Efektivitas sifat kitosan dari cangkang kepiting belum diketahui

dalam pembuatan pasta gigi. Sehingga, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Pemanfaatan Kitosan dari Limbah Cangkang Kepiting pada

Pembuatan Pasta Gigi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Berapa banyak kitosan yang terkandung dalam cangkang kepiting?

2. Bagaimana pengaruh kitosan dalam pembuatan pasta gigi?

3. Apakah kitosan dapat memberikan sifat antibakteri pada pembuatan pasta

gigi?

1.3 Hipotesis

Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang digunakan dalam pembuatan

pasta gigi, maka akan semakin meningkatkan kualitas pasta gigi yang akan

diproduksi. Hal ini dikarenakan tingkat pembunuhan bakteri akan semakin tinggi

sehingga pasta gigi tersebut akan semakin baik bila digunakan oleh para

konsumen. Dalam hal ini, kitosan tidak berperan sebagai bahan baku dalam
pembuatan pasta gigi, tetapi berperan sebagai zat aditif dalam pembuatan pasta

gigi.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kandungan kitosan yang dapat dihasilkan pada cangkang

kepiting

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kitosan pada pembuatan pasta gigi

3. Untuk mengetahui sifat antibakteri kitosan pada pasta gigi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepiting

Kepiting adalah binatang crustacea berkaki sepuluh, yang biasanya

mempunyai "ekor" yang sangat pendek (bahasa Yunani: brachy = pendek, ura =

ekor), atau yang perutnya sama sekali tersembunyi di bawah thorax. Hewan ini

dikelompokkan ke dalam Phylum Athropoda, Sub Phylum Crustacea, Kelas

Malacostraca, Ordo Decapoda, Suborder Pleocyemata dan Infraorder Brachyura.

Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang

sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting hidup di air laut,

air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang

lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan

rentangan kaki hingga 4 m.

Cangkang kepiting yang mengandung senyawa kimia kitin dan kitosan

merupakan limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak,

yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal. Kitin merupakan rantai

lurus polimer yang terdiri dari -1,4-N-asetilglukosamin dan

diklasifikasikan menjadi -, -,dan - kitin (Cabib,1981; Cabib,

Bowers, Sburlati, &Silverman,1988). Kitosan yang berasal secara

parsial N-deasetilasi kitin juga merupakan polimer rantai lurus

dari glukosamin dan N-asetilglukosamin (muzzarelli, rochetti,

stanic, & weckx, 1997). Kitosan terdiri dari unit -(1,4)-2-asetamido-2-


deoksi--glukosa dan -(1,4)-2-anaino-2-deoksi--glukosa. Kitin dan kitosan

memiliki banyak keuntungan biologi properti seperti aktivitas

antimikroba (Kobayasi, Watanabe, Suzuki, & Suzuki, 1990; Tokoro

et al., 1989), biokompatibilitas, biodegradabilitas, aktivitas

hemostatik dan properti penyembuh luka, banyak perhatian telah

ditujukan kepada aplikasi medis (Farkas, 1990; Armada & Phaf

1981). Karena sifat-sifat yang unik, kitosan dan turunannya telah

diusulkan untuk aplikasi di biomedis, pangan, pertanian,

bioteknilogi, dan bidang farmasi (Felse & Panda, 1999; Kumar,

2000; Shahidi, Arachchi, & Jeon, 1999).

2.2. Kitosan

Proses produksi kitosan (dari sebelum terbentuknya kitin)

meliputi demineralisasi, deproteinasi, dan deasetilasi.

Demineralisasi dilakukan dengan menggunakan larutan asam

lemah (HCL) yang bertujuan untuk menghilangkan mineral yang

terkandung dalam bahan baku. Deproteinasi dilakukan dengan

menggunakan larutan basa lemah (NaOH) untuk menghilangkan

sisa-sisa protein yang masih terrdapat dalam bahan baku.

Kitosan dapat ditemukan secara alami pada dinding-dinding sel

filament dan yeast karena deasetilasi enzymatic.


Dua faktor utama yang menjadi ciri dari kitosan adalah viskositas atau

berat molekul dan derajat deasetilasi. Oleh sebab itu, pengendalian kedua

parameter tersebut dalam proses pengolahannya akan menghasilkan kitosan yang

bervariasi dalam penerapannya di berbagai bidang. Derajat deasetilasi dan berat

molekul berperan penting dalam kelarutan kitosan, sedangkan derajat deasetilasi

sendiri berkaitan dengan kemampuan kitosan untuk membentuk interaksi

isoelektrik dengan molekul lain. Kitosan dapat berinteraksi dengan bahan-bahan

yang bermuatan, seperti protein, polisakarida, anionik, asam lemak, asam empedu

dan fosfolipid. Kitosan larut pada asam dan air mempunyai keunikan membentuk

gel yang stabil dan mempunyai muatan dwi kutub, yaitu muatan negatif pada

gugus karboksilat dan muatan positif pada gugus NH. Menurut Wibowo, kelarutan

kitosan dipengaruhi oleh tingkat ionisasinya, dan dalam bentuk terionisasi penuh,

kelarutannya dalam air meningkat karena adanya jumlah gugus yang

bermuatan(Wibowo, 2006).

Kitosan diketahui mempunyai kemampuan untuk membentuk gel, film dan

fiber, karena berat molekulnya yang tinggi dan solubilitasnya dalam larutan asam

encer.Kitosan telah digunakan secara luas di industri makanan, kosmetik,

kesehatan, farmasi dan pertanian serta pada pengolahan air limbah. Di industri

makanan, kitosan dapat digunakan sebagai suspensi padat, pengawet, penstabil

warna, penstabil makanan, bahan pengisi, pembentuk gel, tambahan makanan

hewan dan sebagainya (Suhardi 1992).


DAFTAR PUSTAKA

Bambang, S., (2003), Kajian Pengembangan Teknologi Proses Produksi Kitin

dan Kitosan secara Kimiawi, Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

Indonesia.

Suhardi, (1992), Khitin dan Khitosan, Pusat Antar Universitas Pangan&Gizi,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wibowo, S. (2006).Produksi kitin kitosan secara komersial.Prosiding seminar

nasional Kitin-Kitosan. DTHP, Institut Pertanian Bogor.

Jang.M.-K., Kong. B. G., Jeong. Y. I., Lee. C. H., & Nah, J. W. (2004).

Physicochemical characterization of -chitin, -chitin and -chitin separated from

natural resource. Journal of Polymer Science: Part A: Polymer

Chemistry,42,3423-3432.

Anda mungkin juga menyukai