Anda di halaman 1dari 10

Learning Objective !

1. diagnosis dan DD
2. pencegahan kasus scenario
3. pemeriksaan penunjang, pem. Laboratorium, pem. Fisik pada scenario
4. jelaskan emerging disease
5. indikasi penggunaan antiobiotik broad spectrum
6. jelaskan gejala klinik dan karakteristik dari sindrom avian influenza
7. jelaskan proses mutasi genetic dan efeknya pada virus influenza
8. bagaimanan penatalaksanaan pada avian influenza

jawaban !

1. Diagnosis (sesuai kriteria WHO 2007)


i. Definisi Kasus
Dalam mendiagnosis kasus Flu Burung (H5N1) ada 4 kriteria yang
ditetapkan yaitu :
Seseorang dalam Investigasi
Kasus suspek
Kasus probabel
Kasus terkonfirmasi

a. Seseorang Dalam Investigasi Seseorang yang telah diputuskan oleh petugas


kesehatan setempat (untuk rumah sakit oleh dokter setempat ) untuk
diinvestigasi terkait kemungkinan infeksi Flu Burung (H5N1).Kegiatan yang
dilakukan berupa surveilans semua kasus Influenza Like Illness (ILI) dan
Pneumonia di rumah sakit serta mereka yang kontak dengan pasien Flu
Burung (H5N1) di rumah sakit. Dasar untuk memutuskan orang perlu
diinvestigasi adalah bila ada kontak erat dalam waktu kurang dari 7 hari
dengan pasien suspek, probabel dan terkon rmasi Flu Burung (H5N1) atau
disekitar wilayahnya terdapat banyak unggas (ayam, burung, bebek, angsa,
entok) yang mati diduga atau terbukti Flu Burung (H5N1).
b. Kasus Suspek Flu Burung (H5N1) Seseorang yang menderita demam
dengan suhu > 38o C disertai satu atau lebih gejala di bawah ini :
batuk
sakit tenggorokan
pilek
sesak napas

Definisi kasus dari suspek H5N1 diatas dibagi 2 yaitu :

a) Seseorang dengan demam 380C dan ILI.


DAN DISERTAI
Satu atau lebih pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya
gejala :
Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau
bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang
sudah terkonfirmasi
Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu,
memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam,
unggas liar, unggas air, bangkai unggas atau terhadap lingkungan
yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah terjangkit
dalam satu bulan terakhir.
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna dari wilayah yang dicurigai atau dipastikan
terdapat hewan atau manusia yang terkon rmasi H5N1 dalam satu
bulan terakhir.
Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas
liar), misalnya kucing atau babi yang telah terkon rmasi terinfeksi
H5N1. Memegang/ menangani sampel (hewan atau manusia) yang
dicurigai mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau
tempat lainnya.
b) Seseorang dengan demam 380C dan ILI
DAN DISERTAI
Keadaan di bawah ini:
Leukopeni dan tampak gambaran pneumonia pada foto toraks.
DAN DISERTAI
Satu atau lebih dari pajanan di bawah ini dalam 7 hari sebelum mulainya
gejala foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk
pada serial foto.
Kontak erat (dalam jarak 1 meter), seperti merawat, berbicara atau
bersentuhan dengan pasien suspek, probabel atau kasus H5N1 yang
sudah konfirmasi.
Terpajan (misalnya memegang, menyembelih, mencabuti bulu,
memotong, mempersiapkan untuk konsumsi) dengan ternak ayam,
unggas liar, bangkai unggas atau berada di terhadap lingkungan
yang tercemar oleh kotoran unggas itu dalam wilayah di mana
infeksi dengan H5N1 pada hewan atau manusia telah dicurigai atau
dikon rmasi dalam bulan terakhir.
Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat
hewan atau manusia yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan
terakhir.
Kontak erat dengan binatang lain (selain ternak unggas atau unggas
liar), misalnya kucing atau babi yang telah dikon rmasi terinfeksi
H5N1.
Memegang/ menangani sampel (hewan atau manusia) yang dicurigai
mengandung virus H5N1 dalam suatu laboratorium atau tempat
lainnya.
ditemukan leukopeni (nilai hitung leukosit di bawah nilai normal).
ditemukan adanya titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan
uji HI menggunakan sel darah merah kuda atau uji ELISA untuk
influenza A tanpa subtipe.
foto toraks menggambarkan pneumonia yang cepat memburuk pada
serial foto.
Seseorang yang mempunyai gejala ILI secara klinis dan radiologis
yang cepat mengalami perburukan meskipun riwayat kontak tidak
jelas.
c. Kasus Probabel H5N1
Kriteria kasus suspek ditambah dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini :
ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 pada masa akut dan
konvalesen, minimum 4 kali, dengan pemeriksaan uji HI menggunakan
eritrosit kuda atau uji ELISA.
hasil laboratorium terbatas untuk influenza H5 (terdeteksinya antibodi
spesi k H5 dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi
(dikirim ke laboratorium rujukan).
d. Kasus H5N1 terkonfirmasi
Seseorang yang memenuhi kriteria kasus suspek atau probabel
DAN DISERTAI
Satu dari hasil positif berikut ini yang dilaksanakan dalam suatu laboratorium
in uenza, yang hasil pemeriksaan H5N1-nya :
Hasil PCR H5 positif.
Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil <7
hari setelah awitan penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen
harus pula >1/80.
Isolasi virus H5N1
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke >14 setelah awitan penyakit disertai hasil positif uji
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau
western blot spesi k H5 positif.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding disesuaikan dengan tanda dan gejala yang ditemukan.


Penyakit dengan gejala hampir serupa yang sering ditemukan antara lain:

a. Pneumonia yang disebabkan oleh virus lain, bakteri atau jamur


b. Demam Berdarah
c. Demam Typhoid
d. HIV dengan infeksi
e. Leptospirosis
f. Tuberkulosis Paru
Sumber : KEMENKES RI. 2010. Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit. KEMENKES RI. Jakarta

2. Pencegahan di Rumah Sakit


Pedoman ini berlaku untuk semua fasilitas pelayanan kesehatan.
a. Pengertian Kewaspadaan Isolasi
Kewaspadaan Isolasi terdiri atas :
a) Kewaspadaan Standard/ Standard Precautions (merupakan kewaspadaan
minimal yang harus diterapkan untuk melindungi petugas dari penularan).
Salah satu unsur Kewaspadaan Standar yang penting adalah kebersihan
tangan dengan cara mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien, sekret pasien maupun alat-alat yang tercemari sekret pernapasan.
Selain itu penerapan kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk
dengan cara menutup hidung dan mulut saat batuk/bersin, penyediaan
tisue dan tempat sampah yang mudah dijangkau pasien, memberitahu
pasien untuk menggunakan tisue saat mengeluarkan sekret/riak dan
membuangnya ketempat sampah terdekat, mengenakan masker bedah
pada pasien batuk dan menempatkannya berjarak >1 meter dari orang
lain.
Kewaspadaan Standar harus merupakan perilaku rutin, termasuk etiket
batuk dan bersin.
b) Kewaspadaan berdasarkan Transmisi/Transmission-based Standard
(merupakan kewaspadaan tambahan sesudah Kewaspadaan standar bila
dicurigai terjadi penularan secara kontak, droplet atau aerosol )
Kewaspadaan kontak: langsung / tidak langsung
Petugas kesehatan harus selalu menggunakan sarung tangan, masker
dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien. Gunakan peralatan
terpisah untuk setiap pasien, seperti stetoskop, termometer (bila
mungkin menggunakan pembungkus plastik sekali pakai), tensimeter,
dan lain-lain. Lakukan disinfeksi setiap selesai pakai dengan cara
menggunakan alkohol 70%.
Kewaspadaan Percikan /droplet
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila berada
pada jarak < 1 (satu) meter dari pasien.
Prinsip Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi kontak dan percikan/
Droplet harus diterapkan di setiap ruang perawatan isolasi yaitu :
1) Ruang isolasi harus dipantau agar tetap dalam prinsip tekanan
negatif dibanding tekanan di koridor.
2) Pergantian sirkulasi udara >/= 12 kali perjam
3) Udara harus dibuang keluar ke area bebas yang tidak terdapat
banyak orang, atau diresirkulasi dengan menggunakan filter
HEPA (High-Efficiency Particulate Air)

Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri. Pada keadaan


khusus (pasien anak yang perlu pendampingan) pendamping harus
memakai APD lengkap yaitu gaun, respirator N95, sarung tangan, dan
melakukan kebersihan tangan sama seperti petugas kesehatan. Selain
itu pendamping diminta menanda tangani informed consent atas
kemungkinan risiko terkena infeksi.

Pada saat petugas atau orang lain berada diruang isolasi, pasien harus
dipakaikan masker bedah, pergantian masker setiap 4-6 jam dan
setelah digunakan di buang di tempat sampah infeksius. Pasien
dilarang membuang ludah atau dahak di lantai dan harus
menggunakan penampung dahak/ludah tertutup yang tidak dipakai
ulang (disposable).

Kewaspadaan udara / airborne


Prosedur yang menimbulkan aerosol memungkinkan penularaan
secara airborne misalnya intubasi endotrakheal, pemberian terapi
dalam bentuk nebulizer atau aerosol, bronkhoskopi, suction
(pembersihan) jalan napas, trakeostomi dan tindakan yang
merangsang batuk harus dilakukan di ruang isolasi airborne/ AII
(bertekanan negatif dengan pertukaran udara >/= 12 kali per jam).
Petugas harus menggunakan APD lengkap, respirator N95, pelindung
mata, gaun pelindung, sarung tangan dan membersihkan tangan
sesuai pedoman (Interim WHO).
Bila tidak memiliki ruang isolasi airborne maka untuk membersihkan
udara ruangan gunakan HEPA filter portable.
Sumber : KEMENKES RI. 2010. Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit. KEMENKES RI. Jakarta

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk tujuan mengarahkan diagnostik ke arah
kemungkinan Flu Burung (H5N1) dan menentukan berat ringannya derajat
penyakit. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan Laboratorium non Spesifik
1) Pemeriksaan Hematologi
Setiap pasien yang datang dengan gejala klinis seperti diatas dianjurkan
untuk sesegera mungkin dilakukan pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan darah rutin yaitu hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan
leukopeni, limfositopeni dan trombositopeni.
2) Pemeriksaan Kimia darah
Albumin, Globulin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase,
Analisis Gas Darah, C-Reaktif Protein atau Prokalsitonin (bila
memungkinkan dan tersedia). Umumnya dijumpai penurunan albumin,
peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin,
peningkatan kreatin kinase, pemeriksaan laktat. Analisis gas darah dapat
normal atau abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan
penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
b. Pemeriksaan Laboratorium Spesifik
Spesimen aspirasi nasofaringeal, serum, apus hidung, tenggorok atau cairan
tubuh lainnya seperti : cairan pleura, cairan ETT (Endotracheal Tube), usap
dubur pada kasus anak dan jika ada diare hal ini digunakan untuk kon rmasi
diagnostik.
Diagnosis Flu Burung (H5N1) dibuktikan dengan :
Uji RT-PCR (Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction) untuk
H5 yang primernya spesifik untuk isolat virus H5N1 Indonesia.
Peningkatan >4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil <7
hari setelah awitan gejala penyakit), dan titer antibodi netralisasi
konvalesen harus pula >1/80.
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang
diambil pada hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil
positif uji serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160
atau western blot spesi k H5 positif.
Isolasi virus H5N1

Pemeriksaaan laboratorium lainnya untuk tatalaksana pasien tergantung gejala


klinis yang timbul. Pada umumnya pemeriksaan hematologi dan kimia klinik
adalah pemeriksaan yang tersering yang dilakukan pemeriksaan hemostasis
seperti Protrombin Time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time
(APTT), D-dimer dilakukan pada tersangka Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC).

Penting untuk mengetahui kapan virus dapat terdeteksi, sehingga jenis


pemeriksaan laboratorium dapat disesuaikan dengan perjalanan penyakit
sesuai dengan gambar terlampir. Pemeriksaan RT-PCR dan deteksi antigen
dapat dilakukan pada minggu pertama setelah inkubasi, dan titer antibodi
pada umumnya mulai meningkat setelah minggu pertama.

c. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap pasien
tersangka Flu Burung (H5N1).
Gambaran Radiologi
Pada fase awal foto toraks dapat normal.
Pada fase lanjut ditemukan ground glass opacity, konsolidasi homogen
atau heterogen pada paru, dapat unilateral atau bilateral.
Lokasi dapat mengenai semua lapangan, tetapi yang tersering di
lapangan bawah.
Serial foto harus dilakukan karena perjalanan penyakitnya progresif.
Diagnosis banding : Edema paru, TB, Pneumonia lainnya .
Sumber : KEMENKES RI. 2010. Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit. KEMENKES RI. Jakarta

4. Emerging diseases adalah wabah penyakit menular yang tidak diketahui


sebelumnyaatau penyakit menular baru yang insidennya meningkat signifikan dal
am dua dekade terakhir. Contohnya MERS, hepatitis C, hepatitis B, avian
influenza virus, nipah virus, marburgvirus, lyme, lassa fever, hantavirus
pulmonary syndrome, SARS, swine flu.
Re-emerging diseases adalah wabah penyakit menular yang muncul kembali
setelah penurunan yang signifikan dalam insiden di masa lampau. Contohnya
diphtheria, cholera, ebola virus, human plague, B. Anthracis, C. Botulinum toxin,
F. Tularensis, Y. Pestis, variola virus, viral haemorrhagic fever viruses.
Faktor yang bertanggung jawab pada Re-Emerging dan Emerging disease adalah :
Perencanaan Pembangunan Kota yang tidak semestinya,
Ledakan penduduk, kondisi kehidupan yang miskin yang terlalu padat,
Industrialisasi dan urbanisasi,
Kurangnya pelayanan kesehatan,
Meningkatnya perjalanan internasional, globlisasi (gaya hidup),
Perubahan prilaku manusia seperti penggunaan pestisida, penggunaan obat
antimikroba yang bisa menyebabkan resistensi dan penurunan penggunaan
vaksin,
Meningkatnya kontak dengan binatang,
Perubahan lingkungan karena adanya perubahan pola cuaca,
Evolusi dari microbial agent seperti variasi genetik, rekombinasi, mutasi dan
adaptasi,
Hubungan microbial agent dengan hewan perantara (zoonotic encounter)
Perpindahan secara massal yang membawa serta wabah penyakit tertentu
(travel disease)
Sumber : Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland ed. 29. Jakarta:
EGC, 2002

5. Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum kerjanya :


a. Spektrum luas (aktivitas luas) :
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja terhadap banyak jenis mikroba yaitu
bakteri gram positif dan gram negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini
adalah sulfonamid, ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan
rifampisin.
b. Spektrum sempit (aktivitas sempit) :
Antibiotik yang bersifat aktif bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba
saja, bakteri gram positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin,
klindamisin, kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang
streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.

Penggunaan Antibiotik
a. Terapi empiris
Terapi empiris merupakan terapi awal yang diberikan pada pasien, karena
belum diketahui bakteri dari infeksi tersebut maka antibiotik yang digunakan
adalah antibiotik spektrum luas, setelah diketahui bakteri dari infeksi maka
terapi empiris akan diganti dengan terapi definitif.
b. Terapi definitif
Terapi definitif adalah terapi dengan antibiotik yang dipilih sesuai dengan
etiologi penyebab infeksi, antibiotik yang digunakan adalah antibiotik
spektrum sempit yang spesifik terhadap bakteri penyebab.
c. Terapi Profilaksis
Antibiotik profilaksis diberikan dengan indikasi untuk mengurangi insidensi
post operative surgical site infection yang diakibatkan oleh flora normal kulit
maupun infeksi iatrogenik dari prosedur pembedahan yang tidak sesuai,
waktu pemberian yang ideal adalah satu jam sebelum insisi awal pada
surgical site.
Sumber : Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A., 2001, Mikrobiologi
Kedokteran, edisi I. Salemba Medika.

6. Pada umumnya gejala klinis Flu Burung (H5N1) atau avian influenza mirip
dengan flu biasa, yang sering ditemukan adalah demam 380 C, batuk dan nyeri
tenggorok. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah pilek, sakit kepala, nyeri
otot, infeksi selaput mata, diare atau gangguan saluran cerna. Gejala sesak napas
menandai kelainan saluran napas bawah yang dapat memburuk dengan cepat.

Derajat Penyakit
Pasien yang telah dikonfirmasi sebagai kasus Flu Burung (H5N1) dapat
dikategorikan menjadi :
Derajat 1 : Pasien tanpa pneumonia
Derajat 2 : Pasien dengan pneumonia tanpa gagal napas
Derajat 3 : Pasien dengan pneumonia dan gagal napas
Derajat 4 : Pasien dengan pneumonia dan ARDS atau dengan kegagalan
organ ganda (multiple organ failure).
Sumber : KEMENKES RI. 2010. Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit. KEMENKES RI. Jakarta

7. Awalnya virus Avian Influenza bersifat host specific, artinya subtipe virus tertentu
hanya spesifik terhadap induk semang tertentu. Host specific ini ditentukan oleh
struktur reseptor yang berbeda diantara induk semang. Reseptor asam sialat
alpha 2,3- galaktosa ditemukan pada unggas sedangkan asam sialat alpha 2,6-
galaktosa terdapat pada manusia. Sebagai contoh subtipe H5N1 biasanya
menginfeksi unggas sedangkan H1N1 ditemukan pada manusia. Namun
demikian, akhir-akhir ini sering terjadi laporan kasus Avian Influenza pada
manusia yang disebabkan oleh subtipe H5N1. Hal ini terjadi karena virus Avian
Influenza mampu bermutasi melalui dua cara yaitu antigenic drift dan antigenic
shift. Antigenic drift terjadi karena perubahan struktur antigen yang bersifat minor
pada antigen permukaan HA (Hemaglutinin) atau NA (Neuraminidase). Pola
mekanisme mutasi melalui antigenic drift ini hanya menyebabkan penambahan
atau pengurangan urutan nukleotida antigen HA, NA atau keduanya tanpa
menghasilkan subtipe virus baru. Sedangkan antigenic shift terjadi karena
perubahan struktur antigen yang bersifat dominan pada antigen permukaan HA
atau NA melalui aktivitas dua macam subtipe virus Avian Influenza sehingga
mampu menghasilkan virus subtipe baru sebagai hasil rekombinasi genetic.
Pada manusia, infeksi penyakit ini dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel
saluran napas. Virus ini kemudian memperbanyak diri dengan sangat cepat,
sehingga akan dapat mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan
epitel saluran napas. Replikasi virus tersebut akan merangsang pembentukan
proin ammatory cytokine, termasuk IL-2, IL-6 dan TNF yang kemudian masuk
ke sirkulasi sistemik dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan gejala
sistemik in uenza seperti demam, malaise, myalgia, dll. Pada kondisi sistem imun
yang menurun, virus akan dapat lolos dan masuk ke dalam sirkulasi darah dan ke
organ tubuh lainnya
Apabila virus subtipe baru mempunyai tingkat virulensi ataupun pathogenisitas
yang sangat tinggi sepeti halnya virus H5, imunitas terhadap virus subtipe baru
tersebut sama sekali belum terbentuk dan dapat menyebabkan keadaan klinis
yang lebih berat. Keadaan ini disebabkan sistem imunitas tubuh manusia belum
memiliki immunological memory terhadap virus baru
Pada infeksi virus influenza A H5N1, terjadi pembentukan sitokin yang
berlebihan (cytokine storm) un- tuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini
dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru yang lebih luas dan berat. Pada
tahap selanjutnya terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis interstitial. Proses
kemudian berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intra alveolar,
mobilisasi sel-sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan
membran hyaline dan juga broblast. Sel radang kemudian akan memproduksi
banyak sel mediator peradangan, yang secara klinis keadaan ini disebut sebagai
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen akan terganggu,
terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain (anoxic multiorgan
disfunction). Proses ini biasanya terjadi secara cepat dan penderita akan dapat
meninggal dalam waktu singkat oleh karena proses yang irreversible.
Gejala akibat in eksi virus influenza A H5N1 pada dasarnya sama dengan u biasa
lainnya, hanya cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa inkubasi
antara mulai tertular dan timbul gejala adalah 3 hari; sementara itu masa infektif
pada manusia adalah sekitar 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah gejala
timbul. Pada anak dapat sampai 21 hari.
Pada keadaan penyakit yang awal atau ringan, gejala sulit dibedakan dengan
penyakit ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) lainnya ataupun ILI (Influenza
Like Illness), sedangkan pada keadaan berat sulit dibedakan dari Pneumonia
tipikal/bakterial ataupun ARDS pada umumnya. Riwayat kontak dengan unggas
yang sakit, spesimen maupun sumber penularan lainnya sangat penting untuk
diketahui meskipun seringkali tidak dapat ditetapkan dengan jelas.
Sumber : Garjito, TA. 2013. Virus Avian Influenza H5n1:Biologi Molekuler Dan
Potensi Penularannya Ke Unggas Dan Manusia. Balai Besar Litbang Vektor dan
Reservoir Penyakit

8. penatalaksanaan :
prinsip penatalaksanaan avian influenza adalah: istirahat, peningkatan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti
inflamasi, imunomodulator.
DepKes RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut:
a. pada kasus suspek flu burung diberikan oseltamivir 2 x 75mg 5 hari. Antiviral
diberikan secepat mungkin (memberikan efek terbaik dalam 48 jam pertama,
meskipun sudah terlambat tetap diberikan):
Dewasa atau Berat Badan > 40kg : Oseltamivir 2x75 mg per hari
selama 5 hari.
Anak 1 tahun dosis oseltamivir 2 mg/kgBB, 2 kali sehari selama 5
hari.
Dosis oseltamivir dapat diberikan sesuai dengan berat badan sbb :
> 40 kg : 75 mg 2x/hari
> 23 40 kg : 60 mg 2x/hari
> 15 23 kg : 45 mg 2x/hari
15 kg : 30 mg 2x/hari
Penggunaan oseltamivir pada perempuan hamil diberikan pada awal
pengobatan, dengan diberikan penjelasan dulu serta dipantau sampai
melahirkan. Antiviral lain : karena oseltamivir sudah terdapat laporan
resistensi, Zanamivir efektif untuk influenza musiman, dapat diberikan untuk
bayi dibawah satu tahun dan dapat diberikan pada wanita hamil atau
menyusui. Tentang Zanamivir, sudah disesuaikan dengan keputusan badan
POM.
b. pada kasus probable flu burung diberikan oseltamivir 2 x 75 mg 5 hari,
antibiotic spectrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid
jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS.
c. Sebagai profilaksis bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir
dengan dosis 75mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu)
Sumber : KEMENKES RI. 2010. Pedoman Tatalaksana Klinis Flu Burung
(H5N1) di Rumah Sakit. KEMENKES RI. Jakarta
Learning Objective Blok 22 Maret 2017

SKENARIO 1
MODUL I : TROPICAL DISEASE
CONTROL
ANAKKU DEMAM

NAMA : ADELIA NUR FITRIANA


STAMBUK : N 101 13 031
KELOMPOK : 9 (SEMBILAN)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO

2017

Anda mungkin juga menyukai

  • REFARAT
    REFARAT
    Dokumen14 halaman
    REFARAT
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Nyeri
    LO Nyeri
    Dokumen14 halaman
    LO Nyeri
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    Dokumen4 halaman
    Struktur dan Fisiologi Organ Sensorik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok19scene3
    LO Blok19scene3
    Dokumen15 halaman
    LO Blok19scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok16scene1
    LO Blok16scene1
    Dokumen19 halaman
    LO Blok16scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene4Psiko
    LO Blok20scene4Psiko
    Dokumen10 halaman
    LO Blok20scene4Psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok21scene2
    LO Blok21scene2
    Dokumen8 halaman
    LO Blok21scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Kejang
    LO Kejang
    Dokumen8 halaman
    LO Kejang
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • KLH
    KLH
    Dokumen7 halaman
    KLH
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1psiko
    LO Blok20scene1psiko
    Dokumen8 halaman
    LO Blok20scene1psiko
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok17scene1
    LO Blok17scene1
    Dokumen7 halaman
    LO Blok17scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOPK Blok20scene1
    LOPK Blok20scene1
    Dokumen6 halaman
    LOPK Blok20scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok11 Scene3
    LOblok11 Scene3
    Dokumen11 halaman
    LOblok11 Scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok20scene1Alergi
    LO Blok20scene1Alergi
    Dokumen3 halaman
    LO Blok20scene1Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 18 Scene 3 Betul
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    Dokumen18 halaman
    LOblok 18 Scene 3 Betul
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok13scene3
    LO Blok13scene3
    Dokumen9 halaman
    LO Blok13scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Blok6 Scene2
    LO Blok6 Scene2
    Dokumen4 halaman
    LO Blok6 Scene2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LOblok 20 Scene 2 Alergi
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    Dokumen9 halaman
    LOblok 20 Scene 2 Alergi
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    Dokumen5 halaman
    Fungsi otot dan faktor yang mempengaruhinya
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo 2
    Lo 2
    Dokumen4 halaman
    Lo 2
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO Block18scene1
    LO Block18scene1
    Dokumen16 halaman
    LO Block18scene1
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Lo !
    Lo !
    Dokumen4 halaman
    Lo !
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Grafik
    Grafik
    Dokumen1 halaman
    Grafik
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • LO 3 Blok12scene3
    LO 3 Blok12scene3
    Dokumen15 halaman
    LO 3 Blok12scene3
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen7 halaman
    Tutorial
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Learning Objective Blok 5
    Learning Objective Blok 5
    Dokumen10 halaman
    Learning Objective Blok 5
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Critical PDF
    Jurnal Critical PDF
    Dokumen6 halaman
    Jurnal Critical PDF
    Nanda Nabilah Ubay
    Belum ada peringkat
  • Papan Nama
    Papan Nama
    Dokumen1 halaman
    Papan Nama
    AdeLia Nur Fitriana
    Belum ada peringkat