Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

MOLA HIDATIDOSA

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Obstetri dan Ginekologi RSD dr.Soebandi Jember

Oleh :
Della Rahmaniar Amelinda
122011101075

Pembimbing :
dr. Yonas Hadisubroto, Sp. OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSD dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............ i

DAFTAR ISI..... ....... ii

BAB I. PENDAHULUAN........... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.... 2

2.1 Definisi ....... 2

2.2 Epidemiologi ...... 3

2.3 Klasifikasi dan Etiopatogenesis...... 4

2.4 Faktor Resiko.................. 7

2.5 Manifestasi Klinis .............. 8

2.6 Penegakan Diagnosis .......................................................................... 11

2.7 Diagnosis Banding ........... ..... 11

2.8 Terapi....................... ..... . 12

2.9 Prognosis... ...... ...... 14

2.10 Faktor Resiko Keganasan pada Mola Hidatidosa... ........ 14

BAB III. LAPORAN KASUS ...... 16

DAFTAR PUSTAKA .... 22

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Mola hidatidosa merupakan bentuk paling umum dari penyakit trofoblas


gestasional (PTG) yang terbentuk oleh karena adanya proliferasi trofoblas dan
abnormalitas vili korionik yang membengkak berisi cairan dengan bentukan
menyerupai buah anggur (hamil anggur).1,2,3 Penyakit trofoblas sendiri terbagi atas lesi
benigna yakni mola hidatidosa dan lesi maligna yang terdiri atas Choriocarsinoma
(CC), Placental Side Trophoblastic Tumor (PSST) serta Epitheloid Trophoblastic
Tumor (ETT).4 Mola hidatidosa merupakan lesi benigna namun termasuk dalam
subtipe premalignant dari penyakit trofoblast gestasional yang berasal dari kesalahan
pembuahan. Mola hidatidosa diklasifikasikan menjadi 2 subtipe yang berbeda
berdasarkan epidemiologi, sitogenetika, patologi, dan presentasi klinis, yaitu mola
hidatidosa komplit dan mola hidatidosa inkomplit atau parsial.1,3,5
Penyakit trofoblas gestasional lebih sering ditemukan di Asia daripada di
Amerika Utara atau Eropa. Studi epidemiologi yang dilakukan di Asia Tenggara dan
Jepang sekitar 2 per 1000 kehamilan, sedangkan insidensi mola hidatidosa pada
negara-negara maju seperti Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan Eropa hanya
sekitar 1 per 1000 kehamilan.6,7 Di Indonesia sendiri, insiden mola hidatidosa
diperkirakan antara 0,26-2,1 setiap 1000 kehamilan. Sebanyak 23% mola hidatidosa
dapat bertransformasi menjadi keganasan. Sekitar 9-20% mola hidatidosa komplit
akan mengalami transformasi menjadi keganasan, apabila proses terbatas pada uterus
maka disebut sebagai PTG non metastasis sedangkan apabila telah bermetastasis pada
paru, vagina, otak, hepar, ginjal atau dimanapun maka disebut sebagai PTG
metastasis. Pada saat ini hampir seluruh kasus PTG ganas dapat diobati tanpa harus
kehilangan fungsi reproduksinya. Hal ini dikarenakan kemajuan dari deteksi dini,
pemeriksaan pertanda tumor -hCG yang sensitif dan tersedianya kemoterapi yang
sensitif.8

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Mola hidatidosa merupakan bentuk paling umum dari penyakit trofoblas


gestasional (PTG).1,3 Penyakit trofoblas sendiri terbagi atas lesi benigna yakni mola
hidatidosa dan lesi maligna yang terdiri atas Choriocarsinoma (CC), Placental Side
Trophoblastic Tumor (PSST) serta Epitheloid Trophoblastic Tumor (ETT). 4 Mola
hidatidosa adalah lesi trofoblas dengan karakteristik pembengkakan hidropik vili
korionik (vacuolar) dan proliferasi trofoblas.2 Pembengkakan vili yang berisi cairan
tersebut terususn bulat berkelompok sehingga tampak seperti buah anggur, oleh
karena itu mola hidatidosa juga disebut sebagai kehamilan mola atau hamil anggur.1

Gambar 2.1 Mola Hidatidosa, dengan difus hidropik vili pada seluruh bagian spesimen (a)
dan USG pada mola hidatidosa dengan bentukan vesikular multipel (b).2

Mola hidatidosa mengacu pada kehamilan abnormal yang ditandai dengan


variasi derajat proliferasi trofoblas (baik sitotrofoblas maupun sinsitiotrofoblas) dan
pembengkakan vesikular dari vili plasenta terkait ada atau tidaknya janin atau embrio
yang abnormal.9 Kehamilan mola tidak mungkin dapat berkembang menjadi janin
normal, namun dalam kasus yang sangat jarang terjadi (kurang dari

2
1 pada 100 kasus), janin yang normal dapat berkembang berdampingan dengan
kehamilan mola. Mola hidatidosa bukanlah sebuah kanker, namun mola hidatidosa
dapat berkembang menjadi penyakit trofoblas gestasional ganas (subtipe
premaligna).1

2.2 Epidemiologi
Penyakit trofoblas gestasional lebih sering ditemukan di Asia daripada di
Amerika Utara atau Eropa. Studi epidemiologi yang dilakukan di Asia Tenggara dan
Jepang sekitar 2 per 1000 kehamilan, sedangkan insidensi mola hidatidosa pada
negara-negara maju seperti Amerika Utara berkisar antara 0,6-1,1 per 1000 kehamilan
dan di Australia, Selandia Baru serta Eropa hanya sekitar 1 per 1000 kehamilan. 5,6,7 Di
Indonesia sendiri, insiden mola hidatidosa diperkirakan antara 0,26-2,1 setiap 1000
kehamilan.8 Studi di negara Asia lain seperti Korea Selatan menunjukkan telah
adanya penurunan jumlah kasus mola hidatidosa dari 4,4 kasus per 1000 kehamilan
menjadi 1,6 kasus per 1000 kehamilan. Hal tersebut diduga karena meningkatnya
kondisi sosial ekonomi serta perubahan diet mengurangi karoten dan lemak hewani.7
Kehamilan mola sendiri menyumbang sebanyak 80% dari kasus penyakit
trofoblas gestasional. Sebanyak 23% mola hidatidosa dapat bertransformasi menjadi
keganasan dan sekitar 50% kejadian korisokarsinoma berasal dari mola hidatidosa. 5
Dalam penelitian yang dilakukan di UK, kejadian mola hidatidosa komplit dibanding
dengan mola hidatidosa parsial yaitu 1:3.7 Sekitar 9-20% mola hidatidosa komplit
akan mengalami transformasi menjadi keganasan.8 Keganasan tersebut sering
dikaitkan dengan beberapa faktor resiko seperti faktor hormonal (menarce setelah 12
tahun), mentsruasi yang sedikit, dan penggunaan kontrasepsi oral. Wanita yang lebih
tua akan lebih rentan terhadap kehamilan abnormal seperi mola hidatidosa daripada
wanita yang lebih muda. Adanya riwayat kehamilan mola sebelumnya juga menjadi
salah satu faktor penting, karena didapatkan peningkatan resiko sebesar 1-2% setelah

3
diagnosis kehamilan mola pertama dan mencapai 15-20% setelah diagnosis
kehamilan mola yang kedua.5,7

2.3 Klasifikasi dan Etiopatogenesis

Kehamilan mola dan penyakit trofoblas gestasional ganas berasal dari


trofoblas plasenta. Trofoblas normal berkembang dan mengalami diferensisasi,
sitotrofoblas yang belum berdiferensiasi akan berkembang dan berdiferensiasi
menjadi 3 jenis, yaitu (1) sinsitiotrofoblas yang memproduksi human chorionic
gonadotropin (hCG) dan mengatur invasi trofoblas agar dapat terjadi implantasi
blarokista, (2) trofoblas jangkar ekstravili yang akan menempel pada endometrium,
dan (3) trofoblas yang invasif. Sitotrofoblas berfungsi memasok sinsitium
membentuk kantung luar dengan cara menjadi vili korionik yang meliputi kantung
korionik. Vili korion saling berdekatan dengan endometrium (lapisan basalis
endometrium) dan secara bersama-sama membentuk plasenta fungsional untuk nutrisi
ibu ke janin nutrisi serta pertukaran limbah. Ketiga jenis trofoblas tersebut dapat
mengakibatkan PTG ketika mengalami proliferate.6,7,9
Mola hidatidosa teridiri atas dua tipe yaitu mola hidatidosa komplit dan
inkomplit atau parsial. Mola hidatidosa komplit memiliki vili korionik yang tampak
sebagai massa yang terdiri atas vesikel-vesikel jernih. Vesikel-vesikel tersebut
memiliki ukuran bervariasi, dari sulit dilihat hingga beberapa sentimeter dan sering
menggangtung berkelompok pada tangkai ramping. Secara histologis lesi biasanya
memperlihatkan degenerasi hidropik dan edema vilus, tidak ada pembuluh darah
vilus, proliferasi trofoblas dengan derajat bervariasi, dan tidak ada unsur mudigah
seperti janin dan amnion. Sedangkan mola hidatidosa parsial mecakup adanya
sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hidatidiformis yang bersifat lokal dan
kurang lanjut. Terjadi pembengkakan progresif lambat di dalam stroma vili korion
yang biasanya avaskuler, sementara vilus vaskuler memiliki sirkulasi janin-plasenta
yang berfungsi.7,10

4
Gambar 2.2 Mola hidatidosa komplit (a) dan mola hidatidosa parsial (b).7

Mola hidatidosa komplit biasanya muncul ketika ovum tanpa kromosom ibu
atau dengan kromoson ibu yang inaktif dibuahi oleh satu sperma, kemudian duplikat
DNA-nya menghasilkan kariotipe androgenetik 46XX yang berasal dari kromosom
paternal. Sekitar 10% dari mola hidatidosa komplit dengan 46XY, timbul dari
pembuahan yang berasal dari dua sperma. Inti DNA sepenuhnya dari paternal, oleh
karena itu tidak didapatkan jaringan janin, namun DNA mitokondria tetap berasal dari
DNA maternal. Sampai saat ini belum kromosom 46 YY belum pernah di observasi.
Dalam suatu penelitian, dikatakan bahwa pasien dengan mola hidatidosa berulang
mungkin didapatkan secara sporadis atau familial yang diturunkan secara autosomal
resesif. Studi genetik dalam keluarga menunjukkan bahwa gen yang berhubungan
berada di kromosom 19q13.3-13.4,31 dan analisis selanjutnya menemukan bahwa
terjadi mutasi NLRP7 pada daerah tersebut, meskipun hubungan antara mutasi dan
kejadian penyakit trofoblas gestasional masih belum diketahui. Mola hidatidosa
parsial hampir selalu triploid (biasanya 46XXY) dan berasal dari pembuahan pada
ovum yang sehat oleh dua sperma. Mola hidatidosa komplit yang tidak memiliki
jaringan janin, serta mola hidatidosa parsial yang mungkin memiliki embrio biasanya
hanya bisa bertahan hidup sampai trimester kedua.2,3,5,6,7,10,11

5
Gambar 2.3 Kariotipe derivasi dari mola hidatidosa komplit dan parsial, serta mola hidatidosa
lengkap biparental berulang yang jarang.7

Tabel 2.1 Histologikal dan sitogenik mola hidatidosa komplit dan inkomplit (parsial) 2

6
2.4 Faktor Resiko

2.4.1 Usia

Usia ibu di kedua ujung spektrum reproduksi adalah faktor resiko untuk
kehamilan mola. Secara spesifik remaja dan wanita berusia 36 hingga 40 tahun
memiliki resiko dua kali lipat dan wanita yang berusia lebih dari 40 tahun hampir 10
kali lipat.9

2.4.2 Paritas

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al, pada nulipara dan
wanita dengan paritas rendah lebih banyak mengalami kehamilan mola yakni
sebanyak 42,42%, sedangkan 30,30% adalah para 2-4 dan 27,27% sisanya memiliki
lebih dari 4 anak.12

2.4.3 Riwayat Kehamilan Mola

Terdapat peningkatan resiko substansial untuk penyakit trofoblastik rekuren.


Dalam suatu penelitian didapatkan frekuensi kehamilan mola rekuren mencapai 1,3%
dari 5000 kehamilan mola. Resikonya sebesar 1,5% untuk mola hidatidosa komplit
dan 2,7% untuk mola parsial. Penelitian lain menyatakan bahwa 23% wanita yang
pernah mengalami 2 kali kehamilan mola memiliki mola untuk ketiga kaliya. Mola
hidatidosa berulang pada wanita dengan pasangan yang berbeda menandakan bahwa
pembentukan mola disebabkan oleh defek oosit.9

2.4.4 Faktor Resiko Lain

Pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya serta riwayat keguguran


meningkatkan kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat. Studi-studi lain
mengemukakan adanya peran merokok, status sosial ekonomi yang buruk, berbagai
defisiensi vitamin dan peningkatan usia ayah sebagai faktor resiko terjadinya
kehamilan mola.9,12

7
2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari mola hidatidosa biasanya terjadi amenorea 1-2 bulan
dengan gejala mual muntah yang cukup hebat sehingga sering dianggap sebagai
kehamilan normal. Kemudian diikuti oleh adanya perdarah uterus pada hampir semua
kasus, yang mungkin bervariasi dari sekedar bercak (spotting) hingga perdarahan
hebat. Perdarahan dapat berawal tepat sebelum abortus mola spontan atau yang lebih
sering berlangsung secara intermitten selama beberapa minggu sampai bulan. Pada
mola tahap lanjut, mungkin terjadi perdarahan uterus yang tersamar disertai anemia
defisiensi besi derajat sedang.10
Pada sekitar separuh kasus, pertumbuhan uterus lebih cepat daripada
perkiraan. Uterus memiliki konsistensi lunak. Pada pemeriksaan bimanual kista teka-
lutein yang besar kadang sulit dibedakan dengan uterus yang membesar. Meskipun
adanya pembesaran uterus namun tidak terdeteksi adanya denyut jantung janin.
Akibat efek mirip tirotropin dari hCG, maka kadar tiroksin bebas dalam plasma akan
meningkat sementara kadar TSH menurun, namun secara klinis jarang dijumpai
tirotoksikosis. Pada mola besar kadang terjadi preeklamsia awitan dini sebelum usia
kehamilan 24 minggu (pada 1% kasus), maka apabila timbul preeklamsi sebelum
waktunya sudah sepatutnya dicurigai adanya mola hidatidosa.6,10
Secara klinis, kedua jenis kehamilan mola berbeda dalam temuan presentasi,
laboratorium, serta dan prognosis. Mola hidatidosa komplit secar klasik hadir dengan
pendarahan vagina (84%) biasanya terjadi pada 6-16 minggu pada 80-90% kasus,
pembesaran uterus lebih besar dari umur kehamilan yang diharapkan (50%) namun
tanpa adanya denyut jantung janin maupun gerak janin, dan tingkat -hCG yang
tinggi (50%) (sering 100.000 IU/L dan bisa mencapai > 200.000 IU/L), pembesaran
kista teka-lutein bilateral pada sekitar 15% kasus, serta adanya gejala klinis dari
metastasis atau komplikasi. Mola hidatidosa parsial cenderung hadir dengan gejala
utama perdarahan pervaginam (75%) serta tanda-tanda dan gejala missed abortion
atau aborsi inkomplit, tanpa adanya pembesaran rahim atau peningkatan -hCG
secara signifikan. Selain itu pada mola hidatidosa parsial jarang didapatkan

8
pembesaran kista luetin. Manifestasi lain dari mola hidatidosa yang kurang umum
didapatkan adalah adanya anemia, toksemia pada kehamilan, hiperemesis
gravidarum, nyeri pada perut bawah, hipertiroidisme, dan gagal napas.5,6,8,12
Klinis dan kelainan laboratorium dapat mendukung diagnosis dari mola
hidatidosa, serta ultrasonografi (USG) harus dilakukan dalam semua kasus yang
untuk mengeliminasi adanya kehamilan normal dan dan mengonfirmasi diagnosis.
Pada USG, mola hidatidosa komplit secara umum menujukkan adanya pembesaran
uteru dengan ruang endometrium heterogen yang mengandung beberapa ruang kistik
kecil, dan membentuk karakteristik "snow storm" dan "cluster of grape", serta janin
yang normal tidak akan terlihat. USG transvaginal juga dapat menunjukkan invasi
miometrium, sebuah temuan yang dapat memprediksi kekambuhan penyakit residual
atau setelah tindakan bedah. 5

Gambar 2.4 Mola Hidatidosa Lengkap. Gambaran sonografi uterus gray-scale (A) dan
Doppler (B) menunjukkan beberapa ruang cystic dalam rongga
endometrium dengan peningkatan vaskularisasi (panah) pada wanita 22
tahun dengan tingkat -hCG yang meningkat secara signifikan. Tidak
terlihat adanya janin atau kantung gestasional. 5

Mola hidatidosa parsial hair dengan dengan perubahan kistik ke tingkat yang
lebih rendah dengan, biasanya dengan janin abnormal. Meskipun perbedaan mola
hidatidosa komplit dan parsial tidak selalu nampak, namun adanya degenerasi kistik
dari plasenta yang abnormal dalam hubungannya dengan kehadiran embrio abnormal

9
serta kantung embtional dapat dijadikan karakteristik dari kehamilan mola parsial.
Sangat jarang, kehamilan mola dapat hidup berdampingan dengan kehamilan normal.
Secara keseluruhan, bagaimanapun, USG kurang sensitif dan spesifik untuk deteksi
mendeteksi penyakit trofoblas gestasional dan hanya bisa mengidentifikasi kurang
dari 50% dari semua mola hidatidosa yang ada. Akurasi USG untuk diagnosis mola
hidatidosa komplit adalah 58% sedangkan untuk mola hidatidosa parsial hanya 17%.5

Gambar 2.5 (A,B) Mola hidatidosa parsial pada wanita usia 23 tahun dengan peningkatan
-hCG yang cukup signifikan. Gambaran sonografi gray-scale pada uterus
yang menunjukkan adanya perubahan kistik dalam plasenta (panah gambar A),
dan janin nonviable yang abnormal (panah pada gambar A dan B). 5

Gambar 2.6 Mola Hidatidosa

10
2.6 Penegakan Diagnosis

Sebagian wanita berobat secara dini dengan pengeluaran spontan jaringan


mola. Namun pada sebagian besar kasus, pasien mengalami amenorea dengan durasi
berdeda-beda yang diikuti dengan perdarahan iregular. Penegakan diagnosis dapat
dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis serta ginekologis. Kemudian
dilakukan pemeriksaan kadar hCG serta pemeriksaan USG.6,10
hCG adalah penanda tumor pada penyakit tertentu yang diproduksi oleh mola
hidatidosa dan penyakit trofoblas gestasional neoplasma. Kadar hCG mudah diukur
secara kuantitatif baik dalam urin ataupun darah, dan hCG telah terbukti berkorelasi
dengan terjadinya mola hidatidosa. Pada mola hidatidosa terdapat peningkatan kadar
hCG yang jauh melebihi kadar hCG pada kehamilan normal, namun kadar hCG tidak
dapat membedakan apakah mola tersebut komplit atau parsial. Karena kadar hCG
tertinggi pada kehamilan normal ada pada akhir trimester pertama, maka diagnosis
kehamilan mola biasanya masih perlu dipertimbangkan.6,10
Diagnosis patologis pada mola hidatidosa komplit dan parsial dibuat dengan
pemeriksaan spesimen kuretase. Pewarnaan immunohistological untuk p57 (dicetak
dari ayah, maternal mengekspresikan gen) dapat membedakan immunostaining pada
mola komplit dari pewarnaan positif hidropik abortus atau mola parsial. Aliran
cytometry dapat membedakan diploid pada mola komplit dengan triploid pada mola
parsial. Selain itu, diagnosis patologis pada penyakit trofoblas gestasional ganas bisa
dibuat melalui kuretase, biopsi pada lesi metastasis, atau pemeriksaan spesimen
histerektomi atau plasenta.6

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari mola hidatidosa adalah sebagai berikut:8
a. Abortus iminens
b. Kehamilan kembar
c. Penyakit trofoblas gestasional neoplasma

2.8 Terapi

11
Terdapat dua hal pokok penting dalam penatalaksanaan kehamilan mola,
yakni evakuasi dan follow up teratur untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten.
Evakuasi dapat dilakukan dengan cara kuretase atau histerektomi dengan
pertimbangan apakah pasien masih ingin memiliki anak lagi atau tidak. Histerektomi
mungkin lebih dianjurkan karena bagi wanita yang berusia 40 tahun atau lebih,
setidaknya sepertiga dari wanita tersebut akan mengalami penyakit trofoblas
gestasional persisten. Pasien juga harus dievaluasi terhadap adanya komplikasi seperti
anemia, preeklamsi, hipertiroidsme dengan cara pemeriksaan tanda-tanda vital dan
juga pemeriksaan laboratorium sepeti darah lengkap, kimia klinik, urinalisis serta
pemeriksaan blood type dan crossmatch dan kadar hCG serum sebelum dilakukan
tindakan operatif.6,10

Follow up dilakukan setelah evakuasi mola hidatidosa dan hal tersebut


merupakan suatu keharusan. Follow up penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
sekuel trofoblastik yang ditemukan sekitar 15-20% pada mola komplit dan 1-5% pada
mola parsial. Tujuan jangka panjangnya adalah memastikan resoulusi sempurna
penyakit trofoblastik dan dianjurkan hal-hal sebagai berikut:6,7,10,14

a. Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan menggunakan pil


kontrasepsi atau kondom. Penggunan pil kontrasepsi lebih dianjurkan karena
memiliki keuntungan dalam menekan LH endogen yang mungkin dapat
menganggu pengukuran hCG pada kadar yang rendah. Juga telah ada
penelitian yang menunjukkan bahwa pil kontrasepsi tidak meningkatkan
resiko postmolar trofoblastik neoplasia.
b. Setelah kadar basal -hCG serum diperoleh dalam 48 jam setelah evakuasi,
kadar dipantau setiap 1 sampai 2 minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting
untuk mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan jaringan
trofoblastik dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini.
Kadar -hCG harus turun secara progresif.

12
Gambar 2.7 Kurva regresi -hCG normal dan abnormal pascaevakuasi mola hidatidosa
komplit (modifikasi dari Mochizuki). Setelah 4 minggu harus < 1000
mIU/ml, setelah 6 minggu harus < 100 mIU/ml, setelah 8 minggu harus < 20-
30 mIU/ml, dan setelah 12 minggu harus < 5 mIU/ml. 14

c. Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum -hCG terus menurun.


Peningkatan kadar atau kadar yang terus mendatar menunjukkan perlu
adanya evaluasi penyakit trofoblas persisten dan biasanya perlu diberi
pengobatan. Peningkatan kadar -hCG menujukkan proliferasi trofoblastik
yang kemungkinan besar ganas, kecuali jika wanita yang bersangkutan
kembali hamil.

13
d. Jika kadar -hCG turun ke kadar normal maka pemeriksaan kadar ini diulang
selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi maka follow up dapat dihentikan dan
pasien diperbolehkan hamil kembali.

2.9 Prognosis
Prognosis mola hidatidosa sangat bergantung pada hasil follow up pasca
evakuasi. Mola hidatidosa benigna dapat menjadi maligna dalam 1 minggu hingga 3
tahun, dengan rata-rata 1 tahun setelah dilakukan evaluasi pada mola hidatidosa.
Setelah evakuasi mola, terjadi invasi lokal uterus pada 15% pasien dan metastasis
terjadi pada 4% pasien dan paling sering terjadi ke paru-paru. Mola yang tumbuh
komplit dapat melalui dinding uterus dan menyebabkan perdarahan pada abdomen
atau pada kavum pelvis yang mengancam jiwa.1,5

2.10 Faktor Resiko Keganasan pada Mola Hidatidosa

Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas benigna yang mempunyai


kecenderungan untuk menjadi ganas pada mola komplit sebesar 9-20% dan 1% untuk
mola parsial. Sampai saat ini belum diketahui mengapa mola hidatidosa dapat
berubah menjadi ganas. Faktor risiko yang dapat dikenali sejauh ini ialah wanita yang
berusia di atas 40 tahun, menarche lebih dari 12 tahun, aliran mentruasi sedikit,
riwayat penggunaan kontrasepsi oral, pembesaran uterus yang berlebihan, tingkat
hCG lebih dari 100.000 mIU/ml, kista lutein lebih dari 6 cm, usia kehamilan, jarak
antara periode menstruasi terakhir dengan pengobatan lebih dari 4 bulan, serta adanya
riwayat kehamilan mola sebelumnya. 1,7,13 Studi di Indonesia melaporkan bahwa ada
hubungan antara klasifikasi histopatologi terhadap terjadinya keganasan (anaplasia
sel trofoblastik dengan kejadian keganasan). Lebih tinggi tingkat gradasi
histopatologi mola hidatidosa, maka kesempatan degenerasi menjadi ganas juga lebih
tinggi. Tingkat -hCG juga memainkan peran penting, tidak hanya untuk
diagnosis tetapi juga untuk prognosis dan follow up berikutnya.

14
Wanita berusia di atas 35 tahun menunjukkan peningkatan risiko terhadap
kejadian mola hidatidosa komplit. Hal tersebut disebabkan oleh karena ovum dari
wanita yang lebih tua sering mengalami kelainan fertilisasi. Pada usia di atas 35
tahun, risiko mola hidatidosa komplit meningkat hingga 2 kali, sementara pada
wanita lebih dari 40 tahun risiko dapat meningkat hingga 7,5 kali. Wanita yang lebih
tua juga memiliki kekebalan tubuh yang lebih rendah dan respon imunologi yang
berkurang sehingga dapat menyebabkan sel-sel tumor lebih mudah berproliferasi dan
berdiferensiasi secara progresif.13
Fundus tinggi atau ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan yang
diperkirakan adalah tanda klasik dari mola hidatidosa komplit dan ditemukan pada
50% kasus.12,13 Pertumbuhan rongga endometrium tersebut oleh karena adanya
jaringan korionik. Selain itu ukuran rahim tumbuh lebih cepat juga dipengaruhi oleh
kadar hCG yang tinggi (trofoblas tumbuh cepat). Pada usia kehamilan 14 minggu,
mola hidatidosa lengkap mengalami peningkatan pesat tingkat hCG. Keadaan ini
dapat digunakan untuk membedakan dengan kehamilan normal yang tingkat hCG-nya
mulai berkurang. Kenaikan pesat tingkat hCG menunjukkan aktivitas yang cepat dari
trofoblas dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya degenerasi keganasan.13
Dilihat secara histopatologi juga dapat ditentukan potensi keganasan pada mola
hidatidosa, yakni sebagai berikut:13

a. Grade I:

Jinak, yaitu, profil mikroskopis sesuai dengan mola hidatidosa dengan atau tidak
adanya proliferasi ringan pada sel trofoblas.
b. Grade II:
Berpotensi ganas, yaitu, profil mikroskopis sesuai dengan mola hidatidosa,
disertai dengan proliferasi ringan hingga moderat sampai sedang anaplasia dari
sel trofoblas.
c. Grade III:

15
Ganas, yaitu, profil mikroskopis sesuai dengan mola hidatidosa, disertai dengan
proliferasi dan anaplasia berat sel trofoblas.

16
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. UK
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Dusun Sumbersari, Kemuning Lor
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
No. RM : 140638
Tanggal pemeriksaan : 28 September 2016

3.2 Anamnesis
- Keluhan Utama: Keluar darah dari jalan lahir
- Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien merasa hamil 4 bulan, mengeluh keluar darah dari jalan lahir
sejak 3 hari yang lalu. Darah berwarna merah segar, encer, dan ganti pembalut
2x/hari. Pasien mengeluh sakit perut sejak kemarin, perut kaku dan terasa
mual. Pasien belum mengaku merasakan gerakan janin. Kemudian pasien
memeriksakan diri ke bidan lalu oleh bidan dibawa ke puskemas dan MRS
selama 1 hari sejak tanggal 27/9/16. Hasil pemeriksaan plano tets di
puskesmas (+). Pada tanggal 28/9/16 pasien di USG dan didapatkan hasil
suspek mola hidatidosa kemudian dirujuk ke RSD dr. Soebandi.
- Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami kehamilan seperti ini sebelumnya.
Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Asma (-), Alergi (-).

17
- Riwayat Penyakit Keluarga:
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan
seperti pasien. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan alergi
disangkal.
- Riwayat Pengobatan : Analgesik
- Riwayat Menarche : 11 tahun
- Riwayat Menstruasi : Teratur/7 hari/disminore (-)
- Riwayat Marital : 1x/19 tahun
- Riwayat Obstetri : Hamil ini
- Riwayat ANC : Tidak pernah memeriksakan kehamilan
- Riwayat KB : Tidak pernah menggunakan KB

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Frekuensi nadi : 104 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- a/i/c/d : +/-/-/-
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-),
ekstrasistol (-)
- Paru : vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

3.3.2 Status Ginekologis

Abdomen

18
Inspeksi : Bekas SC (-), bekas operasi (-).
Auskultasi : peristaltik (+), DJJ (-)
Perkusi : redup
Palpasi : ballotement (-)
- L1 : Teraba TFU setinggi pusat
- L2 : Tidak teraba bagian memanjang atau bagian kecil janin baik
di kanan maupun di kiri perut ibu
- L3 : Tidak teraba bagian janin, hanya seperti massa padat
- L4 : Tidak masuk PAP

Pemeriksaan Dalam (VT) :


Vulva dan vagina : taa, fluksus (+) sedikit kecoklatan, fluor albus (-)
Dinding vagina : normal, massa (-)
Porsio : licin, nyeri goyang porsio (-)
Adneksa Parametrium dan Cavum Douglass dextra et sinistra dbn

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1 Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
- Hb : 6,4 gr/dL
- Leukosit : 6,2 x 109/L
- HCT : 18,3 %
- Trombosit : 178 x 109/L
Gula darah
- Gula darah sewaktu : 89 mg/dL
Faal Hati
- SGOT/SGPT : 41/45 U/L
- Albumin : 2,6 gr/dL
Faal Ginjal
- Kreatinin Serum : 0,7 mg/dL
- BUN : 11 mg/dL
- Urea : 24 mg/dL

19
3.5 Assesment
Diagnosis Primer : Mola Hidatidosa
Diagnosis Sekunder : Anemia
DD : Abortus iminens

3.6 Planning
3.6.1 Planning Diagnostik
Pemeriksaan USG

Hasil USG :
- Ukuran uterus lebih dari normal
- Tampak gambaran honey comb appearance

20
- Adneksa dbn

3.6.2 Planning Terapi


- Transfusi PRC s/d Hb 10 gr/dL
- Pro D&C setelah KU baik

3.6.3 Planning Monitoring


- Observasi TTV
- Cek Hb
Telah dilakukan transfusi PRC
2 Kolf 28/9/16
2 Kolf 29/9/16
2 Kolf 30/9/16 Hb 10 gr/dL

21
3.7 Laporan Operasi
Sabtu, 1 Oktober 2016
S/ Telah dilakukan D&C oleh dr. Yonas, Sp. OG pada hari Sabtu, 1 Oktober
2016
O/ Didapatkan jaringan mola 1000 cc, pedarahan 1500 cc
A/ Post D&C a/i Mola Hidatidosa + Anemi
P/ Intruksi Post op :
- Cefotaxime 3x1 gr
- Antarin 3x1 ampul
- IVFD RL + 20 IU oksitosin (20tpm)
- Cek Hb
- Bila Hb 8 gr/dL tranfusi PRC

3.8 SOAP
Minggu, 2 Oktober 2016
S/ tidak ada keluhan
0/ Ku : baik
TD : 110/90 mmHg RR : 20x/m
N : 70 x/m Tax : 36,5C
Genitalia : fl (+) sedikit
Hasil laboratorium :
- Hb : 11,1 gr/dL
- Leukosit : 11,7 x 109/L
- HCT : 32,4 %
- Trombosit : 17,1 x 109/L
A/ Post D&C h-1 a/i Mola Hidatidosa
P/ Observasi TTV
BPL : terapi oral (Ciprofloxacin 3x1 mg dan Asam mefenamat 3x1 mg)

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Cancer Society. Gestational Trophoblastic Disease, 2014.


2. Deep JP, Sedhai LB, Napit J, Pariyar J. Gestational Trophoblastic Disease. Journal
of Chitwan Medical College 2013: 3 (4): 4-11.
3. Lisa E Moore. 2015. Hydatiform Mole. Diakses 1 Oktober 2016 pada Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview#a4
4. Louis-Jacques Jean van Bogeart. Clinicopathologic Features of Gestational
Trophoblastic Neoplasia in the Limpopo Province, South Africa. International
Journal of Gynecology Cancer 2013;23: 583-585.
5. Shanbhogue et al. Gestational Trophoblastic Disease. Radiology Clinical, Elsevier
2013: 1023-1034.
6. Lurain JR. Gestational Trophoblastic Disease I: Epidemiology, Pathology, Clinical
Presentation and Diagnosis of Gestational Trophoblastic Disease and Management
of Hydatiform Mole. American Journal of Obstetric & Gynecology 2010; 203:531-
9.
7. Seckl MJ, Sebire NJ, Berkowitz RS. Gestational Trophoblasctic Disesase. Journal
of Lancet vol 376, August 2010; 376: 717-29.
8. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI). 2011. Pedoman Pelayanan
Medik Kanker Ginekologi Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. Hal: 77-85.
9. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
10. Cunningham et al. 2013. Obstetri Williams Edisi 23 Volume 1. Hal 271-280.
Jakarta: EGC.
11. Schorge OJ, Young RH, Carmen MG, Birrer MJ. 2015. Uncommon Gynecologic
Cancer. United Kingdom: Wiley Blackwell.
12. Aziz N, Yousfani S, Soomro I, Mumtaz F. Gestational Trophoblastic Disease.
Journal of Ayub Medical College Annottabad 2012:24(1).
13. Pradjatmo H, Dasuki D, Dwiningsih EK, Triningsih E. Malignancy Risk Scoring
Hydatiform Moles. Asian Pasific Journal of Cancer Prevention, 16 (6), 2441-2445.

23
14. Martaadisoebrata, Djamhoer. 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit
Trofoblas Gestasional. Jakarta: EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai