Penemuan terakhir di bidang peningkatan kualitas karet menghasilkan klon baru yang memiliki masa pertumbuhan yang cepat. Klon ini mempersingkat masa tanam dari 5 tahun menjadi 3 tahun 6 bulan. Klon-klon baru tersebut diberi nama IRR (Indonesian Rubber Research) dan yang terbaik terdapat 5 klon yaitu IRR 100, IRR 111, IRR 112, IRR 117, dan IRR 118. Keragaan pertumbuhan kelima klon tersebut rata-rata pada umur 3,5 tahun. Klon- klon tersebut selain mempercepat waktu perumbuhan juga memiliki potensi hasil lateks dan kayu lebih tinggi dari klon pembanding. Klon PR 261 sebagai pembanding diperkirakan baru mencapai masa kematangan pada umur 4,5 tahun. 2. Klon Penghasil Kayu Unggul Fungsi kebun karet sebagai sumber kayu dan biomassa lainnya semakin penting dengan semakin terbatasnya potensi kayu dari hutan alam. Berdasarkan peluang tersebut, maka karet tidak hanya ditujukan kepada penemuan klon unggul penghasil lateks tetapi juga sebagai peng-hasil kayu. Klon unggul terbaik yang telah ditemukan mampu menghasilkan kayu antara 236 dan 288 m3 per hektar pada umur 18 th di-samping produksi lateks sebesar antara 1.306 dan 2.270 kg karet kering/ha /tahun. Klon IRR 33 lebih unggul sebagai penghasil kayu dari pada penghasil lateks, sedangkan klon lainnya (IRR 30, IRR 32, IRR 39, dan IRR 54) unggul sebagai penghasil lateks maupun kayu. Produktivitas kayu dari klon tersebut diperkirakan akan men-capai lebih dari 300 m3 per hektar apabila dipanen pada akhir umur ekonomis karet (25-30 tahun). Klon-klon diatas tidak lepas dari serangan penyakit. Penyakit yang biasa timbul adalah penyakit gugur daun. Penyakit gugur daun yang disebabkan jamur Corynespora cassiicola berpotensi membahayakan perkebunan karet apabila tidak dikendalikan dengan baik. Potensi bahaya tersebut terlihat dari adanya peningkatan intensitas serangan di pertanaman dan adanya indikasi peningkatan virulensi terhadap klon-klon yang sudah lama dikembangkan secara luas seperti GT 1 dan RRIM 600. Intensitas serangan penyakit ini sangat berkaitan dengan kepekaan klon, karena itu penggunaan klon yang resisten merupakan langkah pengendalian yang praktis dan ekonomis. Agar sifat resistensi klon dapat berfungsi secara efektif maka strategi penggunaannya dalam pengendalian penyakit perlu dilakukan sebagai berikut: a. Semua penanaman baru harus menggunakan klon resisten, b. Membatasi luas dan jangka waktu pengembangan klon tertentu untuk menghambat perkembangan ras fisiologis dengan menerapkan konsep diversifikasi dan pergiliran klon secara konsisten, c. Mengisolasi perkembangan penyakit dari setiap blok pertanaman yang terserang melalui tindakan terpadu antara lain penguguran daun, perlakuan fungisida, dan mempercepat peremajaan. Klon-klon karet yang resisten terhadap Corynespora adalah AVROS 2037, BPM 24, BPM 107, PB 217, PB 260, PR 255, RRIC 100, RRIM 712, TM 2, dan TM 9.