Anda di halaman 1dari 15

ParafAsisten

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK


Judul

: Sintesis Para Nitroasetanilida

Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi nitrasi senyawa aromatis.


Pendahuluan
Produk asetanilida banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, yaitu
untuk pembuatan analgesik (obat untuk mengurangi rasa sakit) dan untuk pembuatan antipiretik
(obat penurun panas). Kegunaan utama lainnya adalah sebagai bahan pembantu dalam proses
pembuatan cat dan karet. Kebutuhan asetanilida di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 9,96%
per tahun (Data BPS). Indonesia sendiri belum memiliki produsen asetanilida, oleh karena itu
produksinya

belum

dapat

memenuhi

kebutuhan

asetanilida

dalam negeri yang sebagian besar dikonsumsi oleh industri farmasi (Hartanti,2007).
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara
mereaksikan asetofenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetofenon oksim yang kemudian
dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899, Beckmand
menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun
1905, Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida merupakan
senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu
atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida yang berbentuk
butiran berwarna putih, tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan
kloral anhidrat (Anonim, 2014).
Senyawa p-nitroasetanilida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang termasuk
dalam golongan amida sekunder (RCONHR). Beberapa nama lain dari p-nitroasetanilida antara
lain N-(4-nitrofenil) asetamida, p-asetamidonitrobenzen, N-Acetyl-4-nitroaniline. Senyawa ini
berbentuk kristal prisma yang berwarna kuning pucat. industri, p-nitroasetanilida, digunakan
sebagai bahan baku untuk mensistesis p-nitroanilina, yang umum digunakan sebagai zat
pewarna. Jika diamati struktur molekulnya, maka akan terlihat bahwa gugus yang terikat pada
atom N (R) mengandung inti benzene. Struktur para-nitrobenzena sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur p-nitroasetanilida


Para Nitro Asetanilida dihasilkan dari nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetat
menghasilkan p-Nitro Asetanilida. Sedangkan Asetanilida sendirimerupakan senyawa turunan
asetil amina aromatis yang digunakan sebagai amida primer, dimanasatu atom hydrogen pada
anilina digantikan dengan satu gugus asetil. Asetanilida berbentuk butiran warna putih tidak larut
dalam minyak paraffin dan larut dalam air dengan bantuan klorat anhidrat(Ahluwalia and
Raghav, 1997).
Senyawa ini dapat juga dikategorikan kedalam senyawa benzena terdisubstitusi. Kedua
substituent pada senyawa ini adalah gugus NO2 (gugus nitro) dan gugus NHCOCH3 (gugus
asetilamina). Senyawa p-nitroasetanilida ini memiliki 2 buah isomer posisi, yaitu onitroasetanilida dan m-nitroasetanilida. Suatu isomer para (p) lebih simetris dan dapat
membentuk kisi kristal yang lebih teratur jika dibandingkan dengan kedua isomer lainnya dalam
keadaan padatan. Selain itu, kedua isomer tersebutlebih sulit terbentuk. Hal ini menyebabkan
isomer para lebih stabil dalamperolehannya (Indri dan Windysari, 2011).
Senyawa p-nitroasetanilida ini memiliki 2 buah isomer posisi, yaitu: o-nitroasetanilida
dan m-nitroasetanilida. Suatu isomer para (p) lebih simetris dalam keadaan padat dan dapat
membentuk kisi kristal yang lebih teratur jika dibandingkan dengan kedua isomer lainnya.
Sehingga, dalam percobaan akan didapatkan p-nitroasetanilida yang lebih mendominasi dan
bahkan dapat dikatakan produk yang diperoleh berupa p-nitroasetanilida. Selain itu, kedua
isomer tersebut lebih sulit terbentuk. Hal ini menyebabkan isomer para lebih stabil
dalamperolehannya. Secara umum,p-nitroasetanilida dibuat dengan jalan mereaksikan asetanilida
bersama asam sulfat pekat, asam nitrat pekat, dan asam asetatglasial. Asam sulfat pekat
berfungsi sebagai pembentuk ion nitronium (NO2+) yang dapat menyerang molekul asetanilida
untuk

menghasilkanmolekul p-nitroasetanilida.

Mekanisme

penyerangan

oleh

ion

nitronium inilah yang dikenal dengan proses reaksi nitrasi. Senyawap-nitroasetanilida berbentuk
kristal (padat), sehingga proses pemurniannya dilakukan dengancara kristalisasi dan rekristalisasi
(Indy dan Windysari, 2011).

P-nitroasetanilida dibuat dengan nitrasi asetanilida dengan campuran asam sulfat dan
asam nitrat (campuran nitrasi). Produk utamanya adalah p-nitroacetanilida dan produk minornya
berupa o-nitroasetanilida juda terbentuk selama proses nitrasi. O-nitroasetanilida sangat larut
dalam etil alcohol dan isolasi p-nitroasetanilida menggunakan metode kristalisasi sangatlah
cocok (Ahluwalia dan Raghav, 1997).
Anilin tidak dapat di nitrasi dengan campuran nitrasi biasa (asam sulfat dan asam nitrat),
karena bersifat terbakar dan anilin akan teroksidasi. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
menggunakan kelebihan dari asam sulfat atau dengan melindungi gugus amino dari reaksi
asetilasi karena kelompok asetilamido, CH 3CONH-. Asetilamido memiliki orto yang sama dan
para mengarahkan pengaruh sebagai NH2-. Asetanilida siap mengalami nitrasi dan memberikan
warna p-nitroasetanilida yang pucat jika dicampur dengan kuning o-nitroasetanilida.
Rekristalisasi dari etanol mudah dilakukan karena senyawa orto lebih larut, dan pnitroasetanilida murni dihidrolisis untuk p-nitroanilin (Raheem, 2010).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang sering digunakan.
Zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Metode
rekristalisasi ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu saat suhu diperbesar.
Konsentrasi total impurity atau pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang
dimurnikan ketika dingin, sehingga impurity atau pengotor yang berkonsentrasi rendah akan
bersama dengan larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.
Rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan dengan pelarut pada suhu kamar, namun dapat
lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat
menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. Langkah- langkah
rekristalisasi sebagai berikut:
1. Melarutkan zat pada pelarut
2. Melakukan filtrasi graviti
3. Mengambil kristal zat terlarut
4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vakum
5. Mengeringkan kristal
(Fressenden, 1983).

Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi yang terjadi pada sintesis p-nitroasetanilida sebagai berikut:
[1] Pembentukan elektrofil (ion nitronium)
O
O 2N

OH

O S

OH

O 2N

OH2

Asam nitrat

OH

Asam sulfat
+

H2 O

Elektrofil

[2] Substitusi Aromatik Elektrofilik


NHCOCH 3

O
O

H
H

NHCOCH 3

OH

NHCOCH 3

NHCOCH 3

NHCOCH 3

NHCOCH 3

NHCOCH 3

OH

NO 2

p-nitroasetanilida

Reaksi samping
O
O

NHCOCH 3
H
O

OH

NHCOCH 3
+

O
H

Reaksi kimia dan hasil samping

NHCOCH 3
NO 2

OH
o-nitroasetanilida

NHCOCH 3

NHCOCH 3

NHCOCH 3
NO 2

HNO 3/H2SO 4

H 2O
NO 2

Asetanilida

p-nitroasetanilida

o-nitroasetanilida

Alat
Erlenmeyer 100 mL, batang pengaduk, beaker glass, penangas es, pipet tetes, gelas ukur
10 ml, corong Buchner, kertas saring, vacuum pump, corong biasa, cawan petri.
Bahan
Asetanilida, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, asam nitrat pekat.
Prosedur Kerja
Skema Kerja
4 gram asetanilida
-

dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1)


ditambahkan 4 ml CH3COOH glasial dan 8 ml H2SO4 pekat
didinginkan dalam air es
ditambahkan150 ml air dingin
ditambahkan masing-masing 2 ml HNO3 dan H2SO4 pekat

kedalam labu erlenmeyer yang lain (erlenmeyer 2)


didinginkan dalam air es
dicampurkan larutan pada erlenmeyer 2 tetes demi tetes kedalam

erlenmeyer 1 yang berisi larutan asetanilida


diaduk dan dijaga pada suhu 10oC
dikeluarkan setelah selesai penetesan dan dibiarkan selama 1 jam
dituangkan kedalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 ml air

dan es
diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan selama 15 menit
disaring kristal dengan corong buchner
dicuci dengan air es
direkristalisasi dengan etanol
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oc
ditimbang
ditentukan titik leleh

Hasil
Prosedur Kerja
Masukkan 4 g asetanilid ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Tambahkan ke dalamnya 4 ml
asam asetat glasial dan 8 ml asam sulfat pekat. Dinginkan labu dalam air es. Sementara itu dalam
labu erlenmeyer 100 ml lain yang terpisah, campur hati-hati masing-masing 2 ml asam nitrat
pekat dan asam sulfat pekat kemudian dinginkan labu dalam air es.
Teteskan campuran nitrasi ini tetes demi tetes ke dalam labu erlenmeyer yang berisi
asetanilid sambil diaduk dan temperatur dijaga agar tidak lebih dari 10C. Apabila penetesan
telah selesai keluarkan labu dari air es dan biarkan selama 1 jam.
Setelah itu tuangkan ke dalam gelas beker 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa
potong es. Aduk perlahan-lahan, kristal p-nitroasetanilid akan memisah dan biarkan selama 15
menit. Saring kristal dengan corong buchner, cuci beberapa kali dengan air es kemudian lakukan
rekristalisasi dengan etanol. Keringkan di oven pada temperatur 100oC, timbang dan tentukan
titik lelehnya.
Waktu yang dibutuhkan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kegiatan
Persiapan alat
Preparasi sampel dan pendinginan
Resting sampel
Pemisahan Kristal
Penyaringan menggunakan Buchner
Rekristalisasi
Penimbangan dan uji titik leleh

Perhitungan
m
V

HNO3 pekat =
1,512 g /mL

m
1 mL

m = 1,512 g
mol HNO3 pekat =

m
BM

Waktu
20 menit
40 menit
60 menit
20 menit
30 menit
30 menit
15 menit

1,512 g
63,02 g/mol

= 0,024 mol
m
V

H2SO4 pekat =
1,389 g /mL

m
1 mL

m = 1,389 g
m
BM

mol H2SO4 pekat =

1,389 g
93,08 g /mol

= 0,015 mol
Reaksi:

HNO3

H2SO4

M : 0,024 mol

0,015 mol

R : 0,015 mol

0,015 mol

S : 0,009 mol

mol asetanilida

m
BM

2g
135,16 g /mol

NO2+

+ H2O

0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

= 0,015 mol
Reaksi:

asetanilida

NO2+

p-nitroasetanilida + H3O+

M : 0,015 mol

0,015 mol

R : 0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

0,015 mol

S :

Massa p-nitroasetanilida = mol x BM


= 0,015 mol x 180,16 g/mol
= 2,7024 g

Rendemen =

massa hasil
massa teori
0,041 g
2,7024 g

x 100%

x 100%

= 1,517 %

Hasil
No

Perlakuan

Keterangan

1.

Penambahan asetanilida

Berubah warna menjadi

dan asam asetat glasial

kuning (seperti minyak) dan

yang didinginkan dalam es

larut sebagian

Larut sempurna, berwarna


2.

Ditambahkan asam sulfat

kuning

pekat. Pada campuran


3.

Penambahan asam nitrat

Larut sempurna, larutan

dan asam sulfat pekat ke

tidak berwarna

dalam labu yang lain dan


didinginkan

Hasil

4.

Ditambahkan larutan

Diperoleh larutan berwarna

nitrasi ke dalam larutan ke

kuning green tea

dalam labu berisi asetanilid


dan diaduk
5.

Campuran asetanilin dan

Didapatkan warna kuning

nitrasi didiamkan selama 1

semakin pekat

jam

6.

Ditungakan ke dalam

Larutan membentuk

beaker berisi es dan air

suspense dengan endapan


berwarna kuning kehijauan

Dipisahkan dengan

Residu endapan berwarna

menggunakan corong

kuning kehijauan

Buchner dan dicuci Kristal


p-nitroasetanilid dengan air
es

7.

Hasil Kristal

Larut sempurna dan Kristal

direkristalisasi dengan

yang didapat berwarna putih

etanol

8.

Hasil rekristalisasi berupa

Didapatkan Kristal berwsrna

Kristal disaring dan

putih (p-nitroasetanilin)

dikeringkan.

9.

Kristal kering diidentifikasi Dihasilkan massa sebesar


berat jenisnya dan titik

0,041 gram dan titik leleh

leleh

sebesar 210 oC

Pembahasan
Percobaan kedelapan dalam praktikum sintesis senyawa organik ini adalah melakukan
sintesis senyawa p-nitroasetanilida yang bertujuan untuk mempelajari reaksi nitrasi senyawa
aromatis. Reaksi nitrasi merupakan reaksi subtitusi gugus nitro menggantikan H pada senyawa
aromatis, dalam sintesis ini gugus nitro tersebut akan diposisikan 1,4 (para) terhadap subtituen
pada gugus asetanilida yaitu amida. Sintesis p-nitroasetanilida ini dapat menggunakan bahan
baku asetanilida yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Struktur dari asetanilida sendiri
sebagai berikut:

H
N

CH3
O

sedangkan struktur dari senyawa p-nitroasetanilida sebagai berikut:

gugus nitro yang mensubtitusi berada pada posisi para (1,4) terhadap subtituen pada asetanilida
yaitu amida. Hal ini terjadi karena amida pada senyawa aromatis merupakan gugus penarik
elektron sehingga akan memposisikan subtituen yang masuk pada posisi 1,4 (para) terhadap
gugus tersebut.
Tahapan yang dilakukan pertama pada percobaan ini yaitu melakukan pencampuran
asetanilida sebanyak 2 gram dengan 2 mL asam asetat glasial dan 4 mL asam sulfat pekat dengan
asam nitrat sebanyak. Jumlah bahan yang digunakan merupakan setengahnya, karena asetanilida
yang diperoleh dari percobaan sebelumnya tidak mencapai 4 gram. Asam asetat ditambahkan
untuk mencegah dekomposisi asetanilida menjadi anilin dan asetat, sedangkan penambahan asam
sulfat bertujuan untuk mempercepat reaksi karena perannya sebagai katalis. Kedua penambahan
tersebut ke dalam asetaniida dilakukan di lemari asam dan dengan posisi erlenmeyer tempat
pereaksian dalam wadah berisi es karena proses reaksi dijaga pada suhu rendah. Alasan dijaga
pada suhu rendah karena reaksi tersebut merupakan reaksi eksoterm sehingga akan menghasilkan
panas.

Tahapan lainnya yang dilakukan bersamaan dengan prosedur di atas yaitu pencampuran
asam nitrat sebanyak 1 mL dan asam silfat pekat sebanyak 1 mL pada erlenmeyer lainnya.
Tujuan dari pencampuran ini yaitu untuk menghasilkan ion nitronium yang akan menjadi
elektrofil bagi cincin aromatik sehingga dapat mensubtitusi dan menjadi gugus nitro. Nitrasi
pada aromatik tidak bisa dilakukan dengan asam nitrat saja karena nitrat bersifat nukleofilik
sehingga harus diubah menjadi elektrofil:
O

O
H

OH

H
O
+

O
H

O
O

OH

H2O

Tahapan yang terjadi dalam reaksi tersebut yaitu asam sulfat mengalami deprotonasi oleh
adanya asam nitrat karena elektron bebas pada O asam nitrat menyerang atom H. Deprotonasi
tersebut akan membuat asam nitrat menjadi memiliki gugus pergi yang sangat baik yaitu H 2O
dan diperoleh ion nitronium dan air. Asam sulfat yang telah mengalami deprotonasi berubah
menjadi ion hidrogen sulfat (HSO4-). Setelah ion nitronium terbentuk maka akan terajdi reaksi
subtitusi elektrofilik, dimana ion nitroium menggantikan subtituen H di cincin benzena pada
asetanilida yang berperan sebagai elektrofilik. Atom H yng mengalami penggantian merupakan
atom H pada posisi 1,4 terhadap subtituen cincin aromatik pada asetanilida. Elektrofil adalah
molekul yang miskin elektron sehingga dapat menerima pasangan elektron, dimana atom N pada
ion nitronium akan diserang oleh cincin aromatik yang kaya akan elekron. Cincin benzena pada
asetanilida berperan sebagai nukleofil, sebagaimana mekanisme reaksinya berikut ini:

CH3

NH

H
+

C
H

O
O

CH3

NH
O

CH3

NH
O
O

N
O

Tahapan pencampuran asam sulfat dan asam nitrat pekat juga dilakukan dalam lemari asam
dan dalam keadaan erlenmeyer dikondisikan pada suhu rendah dengan cara diletakkan pada
wadah berisi es. Proses dijaga pada suhu rendah karena reaksi ini dapat menghasilkan panas
(reaksi eksotermik) dengan jumlah energi yang cukup besar sehingga untuk meminimalisasi
resiko yang mungkin terjadi. Tahapan selanjutnya yaitu penambahan campuran asam sulfat-asam
nitrat ke asetanilida yang telah diberi perlakuan sebelumnya. Penambahan ini merupakan proses
nitrasi pada senyawa aromati asetanilida. Penambahan asam nitrat dan asam sulfat pada
asetanilida dilakukan dengan tetes demi tetes agar produk dari kristal p-nitro asetnilida yang
terbentuk jumlahnya maksimal. Suhu yang ditetapkan untuk dijaga yaitu pada 10C karena jika
temperaturnya melebihi 100C maka peluang terjadinya panas yang dihasilkan semakin besar.
Campuran yang dihasilkan stelah proses nitrasi berupa cairan berwarna kuning bening yang
merupakan p-nitroasetanilida. Campuran tersebut kemudian diangkat dari wadah berisi es dan
didiamkan selama 1 jam. Selama proses pendiaman warna p-nitroasetanilida akan semakin pekat.
Proses pendiaman yang telah selesai dilakukan kemudian dilanjutkan dengan tahapan
penuangan p-nitroasetanilida ke dalam beker gelas berisi air dingin. Air dingin digunakan agar
agar kristal p-nitroasetanilida dapat terbentuk. Hasil yang diperoleh berupa endapan berwarna
kuning kehijauan yang merupakan suspensi dalam cairan. Endapan tersebut merupakan kristal pnitroasetanilida yang belum murni. Air dingin sangat baik untuk proses kristalisasi karena
perbedaan titik didih keduanya yang cukup jauh. Kristal terbentuk saat pendinginan terjadi
karena suatu larutan sudah berada dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated).
Kristal p-nitro asetanilida dalam bentuk suspensi tersebut didiamkan selama 15 menit agar
proses pemisahan terjadi secara optimum, kemudian setelah 15 menit, kristal p-nitro asetanilida
disaring dengan corong biasa melalui proses filtrasi dan dicuci dengan air dingin. Penyaringan
tidak dilakukan dengan corong buchner karena kristal yang terbentuk tidak banyak karena bahan
awal asetanilida yang dipakai juga tidak banyak. Pencucian harus menggunakan air dingin

karena p-nitroasetanilida dalam keadaan dingin sehingga agar struktur kristalnya tidak rusak.
Tahap selanjutnya setelah proses dilakukan yaitu rekristalisasi. Reksristalisasi dilakukan
untuk memurnikan kristal p-nitroasetanilida dimana seperti yang telah diketahui masih belum
murni. Setelah rekristalisasi diharapkan kristal yang diperoleh terpisah dengan pengotorpengotor sehingga kristal yang diperoleh lebih murni. Resristalisasi ini menggunakan pelarut
etanol yang dipanaskan karena p-nitroasetanilida merupakan senyawa yang tidak larut dalam air
namun dapat larut dalam pelarut oragnik salah satunya adalah etanol. Etanol tidak terlalu baik
dalam melarutkan p-nitroasetanilida pada suhu

ruang, tetapi semakin baik kemampuannya

melarutkan p-nitroasetanilida dengan penambahan suhu.


Etanol merupakan senyawa yang mudah menguap sehingga saat dilakukan dipanaskan
sebaiknya erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil agar senyawa yang menguap dapat
kembali lagi ke erlenmeyer. Pemanasan juga tidak boleh dilakukan dengan suhu tinggi
melainkan sampai melarutkan kristal p-nitroasetanilida nya saja. Kristal yang telah larut dan
berubah menjadi larutan kemudian difiltrasi lagi untuk menghilangkan pengotornya sehingga
akan tersaring pada kertas saring dan menjadi residu. Larutan kemudian direkristalisasi dengan
cara ditempatkan dalam beker yang diletakkan pada wadah berisi es. Hasil yang diperoleh pada
tahapan ini berupa kristal pnitroasetanilida berwarna putih. Tidak kuning lagi. Setelah terbentuk
krital dengan jumlah optimum kemudian kristal tersebut difiltrasi langsung dengan corong biasa
dan pembilasan menggunakan etanol dingin agar struktur kristal p-nitroasetanilida yang telah
terbentuk tidak rusak. Kristal p-nitroasetanilida yang diperoleh kemudian dikeringkan dalam
oven dan ditentukan massanya. Percobaan ini memperoleh kristal p=nitroasetanilida sebesar
0.041 gram. Tahap terakhir adalah pengujian titik leleh untuk menentukan kemurnian pnitroasetanilida yang diperoleh. Titik leleh suatu senyawa dapat diketahui ketika padatan yang
berada dalam pipa kapiler meleleh. Kristal p-nitroasetanilida yang diperoleh meleleh tepat pada
suhu 210C. titik leleh senyawa p-nitroasetanilida berdasarkan MSDS di sciencelab adalah 213215C. Perbedaan yang tidak terlalu jauh tersebut membuktikan bahwa kristal p-nitroasetanilida
yang diperoleh dari sintesis ini hampir murni. Hal ini dilihat dari sifat fisik kristal juga, karena
pada awalnya kristal p=nitroasetanilida tersebut berwarna kuning kehijauan namun setelah
rekristalisasi menjadi berwarna putih.
Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah suatu senyawa para-nitroasetanilida
dapat disintesis dari senyawa asetanilida yang melalui subtitusi elektrofilik oleh ion nitrosonium
dari campuran asam nitrat dengan asam sulfat. Proses ini juga dikenal sebagai reaksi nitrasi pada

senyawa aromatis.
Refrensi
Ahluwalia dan Raghav. 1997.Comprehensive Experimental Chemistry. India: New age
international publisher.
Anonim.2014.senyawa p-nitroasetanilida.[serial online]. http://www2.fiu.edu/~ mebela
/chm3410_chapter8.pdf. (diakses tanggal 1 November 2016).
Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1983. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina
Aksara.
Hartanti, D.R. 2007. Perencanaan Pabrik Asetanilida dari Anilin dan Asam Asetat Kapsitas
15000 Ton/Tahun. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Indri, Anietta.

dan

Windysari.

2011.

Sintesis

p-Nitroasetanilida.

Makalah.

Tidak

Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga.


Raheem, D.J. 2010. Preparation of p-nitroasetaniline. Irak: Universitas Salahaddi
Saran
Saran yang diberikan untuk praktikum kali ini adalah pencampuran antara HNO 3 dengan
H2SO4 sebaiknya dilakukan pada lemari asam atau ruangan terbuka dan dilakukan dengan
hatihati karena pencampuran ini menghasilkan panas. Uji titik leleh sebaiknya dilakukan pada
termometernya yang dapat digunakan pada suhu tinggi.
Nama Praktikan
Ainul Avida

(141810301042)

Anda mungkin juga menyukai