belum
dapat
memenuhi
kebutuhan
asetanilida
dalam negeri yang sebagian besar dikonsumsi oleh industri farmasi (Hartanti,2007).
Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara
mereaksikan asetofenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetofenon oksim yang kemudian
dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899, Beckmand
menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun
1905, Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat. Asetanilida merupakan
senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu
atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida yang berbentuk
butiran berwarna putih, tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan
kloral anhidrat (Anonim, 2014).
Senyawa p-nitroasetanilida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang termasuk
dalam golongan amida sekunder (RCONHR). Beberapa nama lain dari p-nitroasetanilida antara
lain N-(4-nitrofenil) asetamida, p-asetamidonitrobenzen, N-Acetyl-4-nitroaniline. Senyawa ini
berbentuk kristal prisma yang berwarna kuning pucat. industri, p-nitroasetanilida, digunakan
sebagai bahan baku untuk mensistesis p-nitroanilina, yang umum digunakan sebagai zat
pewarna. Jika diamati struktur molekulnya, maka akan terlihat bahwa gugus yang terikat pada
atom N (R) mengandung inti benzene. Struktur para-nitrobenzena sebagai berikut:
menghasilkanmolekul p-nitroasetanilida.
Mekanisme
penyerangan
oleh
ion
nitronium inilah yang dikenal dengan proses reaksi nitrasi. Senyawap-nitroasetanilida berbentuk
kristal (padat), sehingga proses pemurniannya dilakukan dengancara kristalisasi dan rekristalisasi
(Indy dan Windysari, 2011).
P-nitroasetanilida dibuat dengan nitrasi asetanilida dengan campuran asam sulfat dan
asam nitrat (campuran nitrasi). Produk utamanya adalah p-nitroacetanilida dan produk minornya
berupa o-nitroasetanilida juda terbentuk selama proses nitrasi. O-nitroasetanilida sangat larut
dalam etil alcohol dan isolasi p-nitroasetanilida menggunakan metode kristalisasi sangatlah
cocok (Ahluwalia dan Raghav, 1997).
Anilin tidak dapat di nitrasi dengan campuran nitrasi biasa (asam sulfat dan asam nitrat),
karena bersifat terbakar dan anilin akan teroksidasi. Kesulitan ini dapat diatasi dengan
menggunakan kelebihan dari asam sulfat atau dengan melindungi gugus amino dari reaksi
asetilasi karena kelompok asetilamido, CH 3CONH-. Asetilamido memiliki orto yang sama dan
para mengarahkan pengaruh sebagai NH2-. Asetanilida siap mengalami nitrasi dan memberikan
warna p-nitroasetanilida yang pucat jika dicampur dengan kuning o-nitroasetanilida.
Rekristalisasi dari etanol mudah dilakukan karena senyawa orto lebih larut, dan pnitroasetanilida murni dihidrolisis untuk p-nitroanilin (Raheem, 2010).
Rekristalisasi merupakan salah satu cara pemurnian zat padat yang sering digunakan.
Zat-zat padat tersebut dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian dikristalkan kembali. Metode
rekristalisasi ini bergantung pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu saat suhu diperbesar.
Konsentrasi total impurity atau pengotor biasanya lebih kecil dari konsentrasi zat yang
dimurnikan ketika dingin, sehingga impurity atau pengotor yang berkonsentrasi rendah akan
bersama dengan larutan sementara produk yang berkonsentrasi tinggi akan mengendap.
Rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan dengan pelarut pada suhu kamar, namun dapat
lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat
menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni. Langkah- langkah
rekristalisasi sebagai berikut:
1. Melarutkan zat pada pelarut
2. Melakukan filtrasi graviti
3. Mengambil kristal zat terlarut
4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vakum
5. Mengeringkan kristal
(Fressenden, 1983).
Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi yang terjadi pada sintesis p-nitroasetanilida sebagai berikut:
[1] Pembentukan elektrofil (ion nitronium)
O
O 2N
OH
O S
OH
O 2N
OH2
Asam nitrat
OH
Asam sulfat
+
H2 O
Elektrofil
O
O
H
H
NHCOCH 3
OH
NHCOCH 3
NHCOCH 3
NHCOCH 3
NHCOCH 3
NHCOCH 3
OH
NO 2
p-nitroasetanilida
Reaksi samping
O
O
NHCOCH 3
H
O
OH
NHCOCH 3
+
O
H
NHCOCH 3
NO 2
OH
o-nitroasetanilida
NHCOCH 3
NHCOCH 3
NHCOCH 3
NO 2
HNO 3/H2SO 4
H 2O
NO 2
Asetanilida
p-nitroasetanilida
o-nitroasetanilida
Alat
Erlenmeyer 100 mL, batang pengaduk, beaker glass, penangas es, pipet tetes, gelas ukur
10 ml, corong Buchner, kertas saring, vacuum pump, corong biasa, cawan petri.
Bahan
Asetanilida, asam asetat glasial, asam sulfat pekat, asam nitrat pekat.
Prosedur Kerja
Skema Kerja
4 gram asetanilida
-
dan es
diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan selama 15 menit
disaring kristal dengan corong buchner
dicuci dengan air es
direkristalisasi dengan etanol
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oc
ditimbang
ditentukan titik leleh
Hasil
Prosedur Kerja
Masukkan 4 g asetanilid ke dalam labu erlenmeyer 100 ml. Tambahkan ke dalamnya 4 ml
asam asetat glasial dan 8 ml asam sulfat pekat. Dinginkan labu dalam air es. Sementara itu dalam
labu erlenmeyer 100 ml lain yang terpisah, campur hati-hati masing-masing 2 ml asam nitrat
pekat dan asam sulfat pekat kemudian dinginkan labu dalam air es.
Teteskan campuran nitrasi ini tetes demi tetes ke dalam labu erlenmeyer yang berisi
asetanilid sambil diaduk dan temperatur dijaga agar tidak lebih dari 10C. Apabila penetesan
telah selesai keluarkan labu dari air es dan biarkan selama 1 jam.
Setelah itu tuangkan ke dalam gelas beker 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa
potong es. Aduk perlahan-lahan, kristal p-nitroasetanilid akan memisah dan biarkan selama 15
menit. Saring kristal dengan corong buchner, cuci beberapa kali dengan air es kemudian lakukan
rekristalisasi dengan etanol. Keringkan di oven pada temperatur 100oC, timbang dan tentukan
titik lelehnya.
Waktu yang dibutuhkan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kegiatan
Persiapan alat
Preparasi sampel dan pendinginan
Resting sampel
Pemisahan Kristal
Penyaringan menggunakan Buchner
Rekristalisasi
Penimbangan dan uji titik leleh
Perhitungan
m
V
HNO3 pekat =
1,512 g /mL
m
1 mL
m = 1,512 g
mol HNO3 pekat =
m
BM
Waktu
20 menit
40 menit
60 menit
20 menit
30 menit
30 menit
15 menit
1,512 g
63,02 g/mol
= 0,024 mol
m
V
H2SO4 pekat =
1,389 g /mL
m
1 mL
m = 1,389 g
m
BM
1,389 g
93,08 g /mol
= 0,015 mol
Reaksi:
HNO3
H2SO4
M : 0,024 mol
0,015 mol
R : 0,015 mol
0,015 mol
S : 0,009 mol
mol asetanilida
m
BM
2g
135,16 g /mol
NO2+
+ H2O
0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
= 0,015 mol
Reaksi:
asetanilida
NO2+
p-nitroasetanilida + H3O+
M : 0,015 mol
0,015 mol
R : 0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
0,015 mol
S :
Rendemen =
massa hasil
massa teori
0,041 g
2,7024 g
x 100%
x 100%
= 1,517 %
Hasil
No
Perlakuan
Keterangan
1.
Penambahan asetanilida
larut sebagian
kuning
tidak berwarna
Hasil
4.
Ditambahkan larutan
semakin pekat
jam
6.
Ditungakan ke dalam
Larutan membentuk
Dipisahkan dengan
menggunakan corong
kuning kehijauan
7.
Hasil Kristal
direkristalisasi dengan
etanol
8.
putih (p-nitroasetanilin)
dikeringkan.
9.
leleh
sebesar 210 oC
Pembahasan
Percobaan kedelapan dalam praktikum sintesis senyawa organik ini adalah melakukan
sintesis senyawa p-nitroasetanilida yang bertujuan untuk mempelajari reaksi nitrasi senyawa
aromatis. Reaksi nitrasi merupakan reaksi subtitusi gugus nitro menggantikan H pada senyawa
aromatis, dalam sintesis ini gugus nitro tersebut akan diposisikan 1,4 (para) terhadap subtituen
pada gugus asetanilida yaitu amida. Sintesis p-nitroasetanilida ini dapat menggunakan bahan
baku asetanilida yang diperoleh dari percobaan sebelumnya. Struktur dari asetanilida sendiri
sebagai berikut:
H
N
CH3
O
gugus nitro yang mensubtitusi berada pada posisi para (1,4) terhadap subtituen pada asetanilida
yaitu amida. Hal ini terjadi karena amida pada senyawa aromatis merupakan gugus penarik
elektron sehingga akan memposisikan subtituen yang masuk pada posisi 1,4 (para) terhadap
gugus tersebut.
Tahapan yang dilakukan pertama pada percobaan ini yaitu melakukan pencampuran
asetanilida sebanyak 2 gram dengan 2 mL asam asetat glasial dan 4 mL asam sulfat pekat dengan
asam nitrat sebanyak. Jumlah bahan yang digunakan merupakan setengahnya, karena asetanilida
yang diperoleh dari percobaan sebelumnya tidak mencapai 4 gram. Asam asetat ditambahkan
untuk mencegah dekomposisi asetanilida menjadi anilin dan asetat, sedangkan penambahan asam
sulfat bertujuan untuk mempercepat reaksi karena perannya sebagai katalis. Kedua penambahan
tersebut ke dalam asetaniida dilakukan di lemari asam dan dengan posisi erlenmeyer tempat
pereaksian dalam wadah berisi es karena proses reaksi dijaga pada suhu rendah. Alasan dijaga
pada suhu rendah karena reaksi tersebut merupakan reaksi eksoterm sehingga akan menghasilkan
panas.
Tahapan lainnya yang dilakukan bersamaan dengan prosedur di atas yaitu pencampuran
asam nitrat sebanyak 1 mL dan asam silfat pekat sebanyak 1 mL pada erlenmeyer lainnya.
Tujuan dari pencampuran ini yaitu untuk menghasilkan ion nitronium yang akan menjadi
elektrofil bagi cincin aromatik sehingga dapat mensubtitusi dan menjadi gugus nitro. Nitrasi
pada aromatik tidak bisa dilakukan dengan asam nitrat saja karena nitrat bersifat nukleofilik
sehingga harus diubah menjadi elektrofil:
O
O
H
OH
H
O
+
O
H
O
O
OH
H2O
Tahapan yang terjadi dalam reaksi tersebut yaitu asam sulfat mengalami deprotonasi oleh
adanya asam nitrat karena elektron bebas pada O asam nitrat menyerang atom H. Deprotonasi
tersebut akan membuat asam nitrat menjadi memiliki gugus pergi yang sangat baik yaitu H 2O
dan diperoleh ion nitronium dan air. Asam sulfat yang telah mengalami deprotonasi berubah
menjadi ion hidrogen sulfat (HSO4-). Setelah ion nitronium terbentuk maka akan terajdi reaksi
subtitusi elektrofilik, dimana ion nitroium menggantikan subtituen H di cincin benzena pada
asetanilida yang berperan sebagai elektrofilik. Atom H yng mengalami penggantian merupakan
atom H pada posisi 1,4 terhadap subtituen cincin aromatik pada asetanilida. Elektrofil adalah
molekul yang miskin elektron sehingga dapat menerima pasangan elektron, dimana atom N pada
ion nitronium akan diserang oleh cincin aromatik yang kaya akan elekron. Cincin benzena pada
asetanilida berperan sebagai nukleofil, sebagaimana mekanisme reaksinya berikut ini:
CH3
NH
H
+
C
H
O
O
CH3
NH
O
CH3
NH
O
O
N
O
Tahapan pencampuran asam sulfat dan asam nitrat pekat juga dilakukan dalam lemari asam
dan dalam keadaan erlenmeyer dikondisikan pada suhu rendah dengan cara diletakkan pada
wadah berisi es. Proses dijaga pada suhu rendah karena reaksi ini dapat menghasilkan panas
(reaksi eksotermik) dengan jumlah energi yang cukup besar sehingga untuk meminimalisasi
resiko yang mungkin terjadi. Tahapan selanjutnya yaitu penambahan campuran asam sulfat-asam
nitrat ke asetanilida yang telah diberi perlakuan sebelumnya. Penambahan ini merupakan proses
nitrasi pada senyawa aromati asetanilida. Penambahan asam nitrat dan asam sulfat pada
asetanilida dilakukan dengan tetes demi tetes agar produk dari kristal p-nitro asetnilida yang
terbentuk jumlahnya maksimal. Suhu yang ditetapkan untuk dijaga yaitu pada 10C karena jika
temperaturnya melebihi 100C maka peluang terjadinya panas yang dihasilkan semakin besar.
Campuran yang dihasilkan stelah proses nitrasi berupa cairan berwarna kuning bening yang
merupakan p-nitroasetanilida. Campuran tersebut kemudian diangkat dari wadah berisi es dan
didiamkan selama 1 jam. Selama proses pendiaman warna p-nitroasetanilida akan semakin pekat.
Proses pendiaman yang telah selesai dilakukan kemudian dilanjutkan dengan tahapan
penuangan p-nitroasetanilida ke dalam beker gelas berisi air dingin. Air dingin digunakan agar
agar kristal p-nitroasetanilida dapat terbentuk. Hasil yang diperoleh berupa endapan berwarna
kuning kehijauan yang merupakan suspensi dalam cairan. Endapan tersebut merupakan kristal pnitroasetanilida yang belum murni. Air dingin sangat baik untuk proses kristalisasi karena
perbedaan titik didih keduanya yang cukup jauh. Kristal terbentuk saat pendinginan terjadi
karena suatu larutan sudah berada dalam keadaan atau kondisi lewat jenuh (supersaturated).
Kristal p-nitro asetanilida dalam bentuk suspensi tersebut didiamkan selama 15 menit agar
proses pemisahan terjadi secara optimum, kemudian setelah 15 menit, kristal p-nitro asetanilida
disaring dengan corong biasa melalui proses filtrasi dan dicuci dengan air dingin. Penyaringan
tidak dilakukan dengan corong buchner karena kristal yang terbentuk tidak banyak karena bahan
awal asetanilida yang dipakai juga tidak banyak. Pencucian harus menggunakan air dingin
karena p-nitroasetanilida dalam keadaan dingin sehingga agar struktur kristalnya tidak rusak.
Tahap selanjutnya setelah proses dilakukan yaitu rekristalisasi. Reksristalisasi dilakukan
untuk memurnikan kristal p-nitroasetanilida dimana seperti yang telah diketahui masih belum
murni. Setelah rekristalisasi diharapkan kristal yang diperoleh terpisah dengan pengotorpengotor sehingga kristal yang diperoleh lebih murni. Resristalisasi ini menggunakan pelarut
etanol yang dipanaskan karena p-nitroasetanilida merupakan senyawa yang tidak larut dalam air
namun dapat larut dalam pelarut oragnik salah satunya adalah etanol. Etanol tidak terlalu baik
dalam melarutkan p-nitroasetanilida pada suhu
senyawa aromatis.
Refrensi
Ahluwalia dan Raghav. 1997.Comprehensive Experimental Chemistry. India: New age
international publisher.
Anonim.2014.senyawa p-nitroasetanilida.[serial online]. http://www2.fiu.edu/~ mebela
/chm3410_chapter8.pdf. (diakses tanggal 1 November 2016).
Fessenden, Ralph J, dan Fessenden, Joan S. 1983. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta: Bina
Aksara.
Hartanti, D.R. 2007. Perencanaan Pabrik Asetanilida dari Anilin dan Asam Asetat Kapsitas
15000 Ton/Tahun. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
Indri, Anietta.
dan
Windysari.
2011.
Sintesis
p-Nitroasetanilida.
Makalah.
Tidak
(141810301042)