Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM RANCANGAN OBAT

“SINTESIS P- NITROASETANILIDA”

Oleh :

Kelompok A1.1

Faradita Yulia R.P 172210101027

Yanabila Wahyu I 182210101002

Agnes Auliya S 182210101004

Ahya Natasya 182210101005

Anneke Putri L.J 182210101006

Dosen Pembimbing :

apt. Indah Purnama Sary, S.Si., M.Farm

LABORATORIUM KIMIA MEDISINAL

BAGIAN KIMIA FARMASI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

2020
1. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengenal dan memahami reaksi
nitrasi.

2. TEORI DASAR
Sintesis material merupakan suatu integrasi beberapa material untuk menghasilkan
material baru. Material ini dapat berupa senyawa organik maupun anorganik. Senyawa p-
nitroasetanilida merupakan turunan asam karboksilat yang tergolong amida sekunder
(RCONHR’).Senyawap-nitroasetanilida juga dikenal dengan nama N-(4-nitrofenil)
asetamida, p-asetamidonitrobenzen, N-Asetil-4-nitroanilin.Sifat fisiknya antara lain
berupa kristal prisma yang berwarna kuning pucat. Senyawa p-nitroasetanilida dapat
disintesis dari senyawa asetanilida.
Asetanilida adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetinilida berwujud padat berbentuk butiran atau kristal berwarna putih tidak larut
dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida
atau phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul
135,16 g/mol. Asetanilida memiliki titik didih 305°C, dan titik leleh 113-115°C. Senyawa
ini mudah larut dalam air dingin. Asetanilida digunakan sebagai inhibitor dalam hidrogen
peroksida dan digunakan untuk menstabilkan pernis ester selulosa. Asetanilida digunakan
untuk produksi 4asetamidobenzenasulfonil klorida yaitu suatu perantara untuk pembuatan
obat sulfat. Senyawa ini juga merupakan prekursor dalam sintesis penisilin dan obat-
obatan lainnya (Kirk dan Othmer, 1981).

Senyawa p-nitroasetanilida memiliki dua isomer posisi yaitu o-nitroasetanilida dan m


nitroasetanilida. Dalam bentuk padatannya suatu isomer para lebih simetris dan dapat
membentuk kisi kristal lebih teratur dibandingkan kedua isomer lainnya (tanpa tahun).
Pada Isomer o-nitroasetanilida dan m-nitroasetanilida lebih sulit terbentuk, karenaa kedua
isomer tersebut tingkat kestabilannya lebih rendah daripada isomer para. Pada proses
sintesis pnitroasetanilida dilakukan dengan cara senyawa asentanilida direaksikan dengan
asam sulfat pekat, asam asetat glasial, dan asam nitrit pekat. Pada proses ini, asam sulfat
pekat digunakan sebagai pembentuk ion nitronium (NO2+) yang dapat menyerang
molekul asetanilida sehingga dapat menghasilkan molekul p-nitroasetanilida. Mekanisme
penyerangan oleh ion nitronium inilah yang dikenal dengan proses reaksi nitrasi. p-
nitroasetanilida merupakan senyawa organik yang dapat disintesis melalui proses reaksi
nitrasi benzena yang tersubstitusi dan dapat dilakukan melalui metode pemurnian
(kristalisasi atau rekristalisasi). Proses rekristalisasi ditujukan untuk lebih memurnikan p-
nitroasetanilida yang sudah didapatkan melalui proses sintesis dari pengotor atau zat lain
yang dapat mengganggu dan mengontaminasi zat yang diinginkan (Kirk dan Othmer,
1981). Proses rekristalisasi biasanya diperlukan untuk senyawa yang masih berbentuk
kristal yang masih mengandung zat pengotor di dalamnya. Proses rekristalisasi
didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam pelarut tunggal atau pelarut
campuran dengan menggunakan pelarut yang sesuai.

3. ALAT DAN BAHAN


3.1 ALAT :
1. Erlenmeyer 250 ml
2. Erlenmeyer 100 ml
3. Corong Buchner
4. Pompa vakum
5. Cawan petri
6. Gelas ukur 10 ml
7. Gelas filtrasi
8. Kertas saring
9. Melting point sister
10. Pot plastik
3.2 BAHAN :
1. Asetanilida
2. Asam asetat glasial
3. Asam sulfat pekat
4. Asam nitrat pekat

4. CARA KERJA

2 gram asetanilida ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml

Ditambahkan 2 ml asam asetat glasial dan 4 ml asam sulfat pekat

Labu didinginkan dalam air es

1 ml asam nitrat dan 1 ml asam sulfat dicampur secara hati-hati kedalam erlenmeyer
100 ml kemudian dinginkan labu dalam air es.

Campuran nitrasi diteteskan sedikit demi sedikit ke dalam erlenmeyer yang berisi
asetanilid sambil diaduk dan temperatur dijaga agar tidak lebih dari 10 C

Keluarkan labu dari air es apabila penetesan telah selesai dan biarkan selama 1 jam

Kemudian dituangkan dalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa
potongan es

Diaduk perlahan, kristal p-nitroasetanilida akan terpisah dan dibiarkan selama 15 menit.

Kristal yang telah terpisah disaring dengan menggunakan corong buchner, dicuci
beberapa kali dengan air es

dilakukan rekristalisasi dengan etanol

Dikeringkan dalam oven dengan temperatur 100 C

Hasil ditimbang dan ditentukan titik leburnya


5. MEKANISME REAKSI

Mekanisme reaksi
a. Analisis

b. Sintesis
 Pembentukan ion NO2+

 Pembentukan p-nitroasetanilida
6. HASIL PERCOBAAN
A. Hasil percobaan sintesis para-nitroasetanilida, didapatkan data sebagai berikut:
 Penimbangan asetanilda = 2,0023 gram
 Volume asam nitrat = 1 ml
 Bobot cawan kosong = 44,5199 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 1 = 47,5378 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 2 = 47,1329 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 3 = 46,9765 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 4 = 46,6439 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 5 = 46,1754 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 6 = 45,8630 gram
 Bobot cawan + rendemen hari 7 = 45,43329 gram (Konstan)
B. Evaluasi Menggunakan KLT
 Jarak yang ditempuh asetanilida = 3,7 cm
 Jarak yang ditempuh sebelum nitrasi = 3,6 cm
 Jarak yang ditempuh setelah setelah nitrasi = 3,3 cm
 Jarak yang ditempuh setelah 1 jam = 3,3 cm
 Jarak yang ditempuh rekristalisasi = 3,1 cm
 Jarak yang ditempuh oleh pelarut = 4,5 cm

Tentukan bagaimana reaksi kimia, perhitungan jumlah mol pereaksi, berat produk
teoritis, rendemen kasar, rendemen akhir dan evaluasi KLT selama proses sintesis!
Bandingkan hasil pengolahan data yang didapatkan dan kaitkan dengan teori!
Perhitungan jumlah mol pereaksi teoritis

2,0023𝑔
Asetanilida = 135 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,0148 mol

1,51 𝑔
Asam nitrat = 63,012 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 0,0239 mol

Perhitungan jumlah berat produk teoritis

Massa p-nitroasetanilida teoritis = mol p-nitroasetanilida x Mr p-nitroasetanilida

= 0,0148 x 180

= 2,664 g
A. Perhitungan rendemen
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
Rendemen = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

1. Perhitungan rendemen kasar selama 6 hari


 Hari pertama
(47,5378 gram - 44,5199 gram = 3,0179 g)
3,0719 𝑔
Rendemen = x 100% = 113,2%
2,664 𝑔

 Hari kedua
(47,1329 gram - 44,5199 gram = 2,613 g)
2,613 𝑔
Rendemen = 2,664 𝑔 x 100% = 98%

 Hari ketiga
(46,9765 gram - 44,5199 gram = 2,4566 g)
2,4566𝑔
Rendemen = x 100% = 92,2%
2,664 𝑔

 Hari keempat
(46,6439 gram - 44,5199 gram = 2,124 g)
2,124𝑔
Rendemen = 2,664 𝑔 x 100% = 79,7%

 Haru kelima
(46,1754 gram - 44,5199 gram = 1,6555 g)
1,6555𝑔
Rendemen = x 100% = 62,1%
2,664 𝑔

 Hari keenam
(45,8630 gram - 44,5199 gram = 1,3431 g)
1,3431𝑔
Rendemen = x 100% = 54%
2,664 𝑔
 Rendemen kasar = 83,2%

2. Perhitungan rendemen hasil

 Hari ketujuh (konstan)


(45,43329 gram - 44,5199 gram = 0,91339 g)
0,91339𝑔
Rendemen = x 100% = 34,28 %
2,664 𝑔
B. Perhitungan KLT
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
 Rf asetanilida = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
3,7 𝑐𝑚
= = 0,82
4,5 𝑐𝑚
3,6 𝑐𝑚
 Rf sebelum nitrasi = = 0,8
4,5 𝑐𝑚
3,3 𝑐𝑚
 Rf setelah nitrasi = = 0,73
4,5 𝑐𝑚
3,3 𝑐𝑚
 Rf setelah 1 jam = = 0,73
4,5 𝑐𝑚
3,1 𝑐𝑚
 Rf rekristalisai = = 0,69
4,5 𝑐𝑚

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil persen rendemen kasar sebesar


83,2% dan persen rendemen akhir sebesar 34,28% yang merupakan hasil pada hari ke
7 karena rendemen yang dihasilkan telah memiliki nilai yang konstan.
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan nilai Rf asetanilida sebesar 0,82; nilai Rf
sebelum nitrasi sebesar 0,8; nilai Rf setelah nitrasi sebesar 0,73; nilai Rf setelah 1
jam sebesar 0,73; dan nilai Rf saat rekristalisasi sebesar 0,69. Berdasarkan teori, jika
nilai Rf suatu senyawa memiliki nilai yang hampir sama berarti kemungkinan
senyawa tersebut adalah senyawa yang sama (Lipsy P, 2010). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis telah dihasilkan pada saat proses
rekristalisasi karena nilai Rf yang dihasilkan telah berbeda yang berarti reaksi telah
sempurna.
7. PEMBAHASAN
7.1 PROSEDUR SINTESIS
Langkah yang pertama dilakukan adalah penimbangan asetanilida. Asetanilida
adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang tergolong dalam amida primer.
dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida merupakan salah satu produk kimia yang memiliki beragam manfaat, baik
sebagai bahan baku maupun bahan penunjang industri kimia, salah satunya yaitu
sebagai bahan tambahan dalam sintesis obat-obatan. Asetanilida merupakan produk
yang banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi, yaitu untuk
pembuatan analgesic (obat mengurangi rasa sakit) dan untuk pembuatan antipiretic
(obat penurun panas). Senyawa para nitro didapatkan dari hasil reaksi antaraa
senyawa asetaniida dengan ion nitronium (NO2+) yang mana senyawa NO2+
didapatkan dari hasil reaksi antara dua nitrating agent yaitu asam sitrat (HNO3) dan
asam sulfat (H2SO4) yang membentuk senyawa NO2+dan H2O dengan katalis H2SO4 .
Ion nitronium berperan sebagai gugus subtituen elektrofilik yang kuat. Pada nitrasi
aromatik, katalis asam sulfat memprotonasi asam nitrat, yang kemudian melepas air
dan menghasilkan ion nitronium, yang mengandung atom nitrogen bermuatan positif.
Ion nitronium, yaitu elektrofilik kuat, kemudian menyerang cincin aromatik.
Selanjutnya asetanilida tersebut ditambahkan asam asetat glasial dan asam
sulfat pekat. Proses sintesis p-nitroasetanilida diperoleh dengan mereaksikan
asetanilida bersama asam sulfat pekat, asam nitrat pekat, dan asam asetat glasial.
Setelah ditambahkan campuran tersebut didinginkan di air es. Tujuan dari tahapan ini
adalah untuk meminimalisir terbentuknya salah satu isomer dari p-nitroasetanilida
yaitu o-nitroasetanilida. O-nitroasetanilida dapat terbentuk apabila terdapat energi
panas, karena proses sintesis dilakukan secara eksotermis maka kemungkinan
terbentuknya isomer ini semakin besar. Untuk itu perlu didinginkan.
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan larutan nitrasi. Larutan nitrasi dibuat
dengan mencampurkan asam nitrat pekat dengan asam sulfat pekat. Campuran
tersebut kemudian didinginkan di air es. Kondisi ini untuk menjaga suhu tetap rendah
untuk mencegah dari adanya hidrolisis ketika reaksi. Larutan nitrasi ini kemudian
diteteskan setetes demi setetes ke dalam campuran asetanilida. Penambahan larutan
nitrasi dilakukan secara perlahan untuk meningkatkan terbentuknya para nitro karena
adanya kenaikan ikatan sterik dan meminimalisir terbentuknya isomer o-
nitroasetanilida.
Setelah penambahan larutan nitrasi, campuran dikerluarkan dari air es dan
didiamkan selama 1 jam. Tahapan ini bertujuan agar proses nitrasi pada asetanilida
dapat berlangsung sempurna dan pembentukan senyawa p-nitroasetanilida telah
terbentuk sempurna.
Selanjutnya campuran yang telah direaksikan tadi dituang kedalam beaker
yang berisi air dengan es. Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan senyawa p-
nitroasetanilida dengan senyawa lain. Ketika campuran tadi dimasukkan kedalam air
es maka senyawa p nitroasetanlida akan mengendap membentuk kristal. Selanjutnya
kristal ini disaring dan dicuci dengan air es. Dilakukan pencucian dengan air dingin
ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan kristal.
Selain itu juga untuk mencuci asam pada kristal karena adanya asam pada kristal akan
mengakibatkan terjadinya hidrolisis.
Proses selanjutnya adalah pemurnian kristal dengan rekristalisasi. Larutan
yang digunakan untuk rekristalisasi adalah etanol dengan air. larutan etanol dan air
yang telah dipanaskan ditambahakan ke kristal hingga larut. Setelah larut kemudian
disaring segera dan filtrat didinginkan hingga membentuk kristal jarum. Proses
rekristalisasi ini didasarkan pada kelarutan zat dalam pelarut tertentu saat suhu
ditingkatkan. Senyawa p-nitroasetanilida akan larut ke pelarut sedangkan pengotor
yang tidak larut dan akan tersaring.
Rendemen yang diperoleh kemudian ditimbang dan kemudian dikeringkan.
Selama proses pengeringan remdemen ditimbang secara berkala hingga beratnya
konstan. Selama proses sintesis diambil beberapa cuplikan untuk di periksa dengan
menggunakan KLT. Pengambilan cuplikan dilakukan lima kali yaitu pada asetanilida
murni, asetanilidan sebelum proses nitrasi, setelah proses nitrasi, setelah pendiaman 1
jam, dan setelah proses rekristalisasi. Cuplikan ini kemudian diperiksa dengan KLT
untuk mendapatkan nilai Rf nya. Perhitungan nilai Rf ini digunakan untuk melihat
jalannya reaksi selama proses berlangsung.

7.2 SKEMA ALAT

 Erlenmeyer 250 ml dan 100 ml


Tabung Erlenmeyer adalah wadah untuk bahan kimia yang berbentuk kerucut
dengan leher sebagai pegangan dan juga dapat digunakan untuk mencantelkan
sebuah penjepot / menggunakan stopper. Labu Erlenmeyer digunakan untuk
mengukur, mencapur dan menyimpan cairan. Bentuknya membuat botol ini sangat
stabil. Alat laboratorium ini adalah salah satu alat yang paling umum digunakan
dalam laboratorium kimia. Kebanyakan Labu Erlenmeyer terbuat dari kaca
borossilikat sehingga Erlenmeyer dapat dipanaskan dengan api atau autoclaved.
Ukuran yang paling umum dari Labu Erlenmeyer adalah 250 ml dan 500 ml. Labu
Erlenemeyer juga terdapat dalam ukuran 50, 100, 125, 250, 500, 1000 ml.
Prinsip kerja Erlenmeyer dengan tutup asah digunakan untuk pencampuran
reaksi dengan pengocokkan kuat sedangkan erlenmeyer tanpa tutup asah biasanya
digunakan untuk mencampurkan reaksi dengan kecepatan lemah
 Corong Buchner
Merupakan corong yang digunakan untuk penyaringan (umumnya dengan
bantuan penghisapan. Ia biasanya terbuat dari porselen, tetapi kadang kala ada
juga yang terbuat dari kaca dan plastik. Di bagian atasnya terdapat sebuah silinder
dengan dasar yang berpori-pori.
Prinsip Kerja Corong buchner lebih menitik beratkan pada penggunaan prinsip
kerja tekanan udara, yaitu memisahkan endapan dari pelarutnya atau cairan
dariresidunya dengan cara menyedot udara di dalam corong dengan pump buchner
atau pompa vakum sehingga tekanan didalamnya lebih kecil daripada yang
didalamnya, yaitu hampir sama dengan nol dan air yang ada didalam corong dapat
menetes serta menghasilkan filtrat yang lebih banyakdan residu atau ampasnya
dapat tetap ditinggalkan didalam corong tersebut. Agar lebih efektif biasanya
diletakan pula kertas penyaring yang diameternya sama dengan diameter corong,
agar tingkat kemurnian cairan yang dihasilkan lebih besar. Setelah disaring melalu
corong buchner, biasanya filtratnya akan langsung dimasukkan ke dalam
erlenmeyer buchner yang mampu menahan tekanan sebesar 5 atm dan digunakan
untuk menampung cairan hasil filtrasi.
 Pompa Vakum
Pompa vakum adalah salah satu jenis sistem yang digunakan untuk
mengurangi tekanan cair, komparatif dengan tekanan terbatas, dan diperoleh
melalui sistem vakum yang sering digunakan untuk menghilangkan kelebihan
udara dan elemen-elemennya. Kelebihan reaktansi atau produk sampingan yang
tidak perlu; mengurangi titik didih, dll. Pompa vakum digunakan untuk
mengeluarkan molekul-molekul gas yang ada di dalam sebuah ruangan tertutup
guna mencapai tekanan vakum dan sebagai perlatan penyaringan (filtrasi).
Prinsip kerja pompa vakum adalah, menghilangkan udara dari sistem tertutup
melalui penyedotan untuk secara bertahap mengurangi kepadatan udara di ruang
terbatas sehingga ruang hampa udara dapat dibuat. Ini menghilangkan udara
dalam sistem tertutup karena energi upaya mekanis dari poros berputar diubah
menjadi kekuatan pneumatik.
 Cawan petri
Cawan petri yaitu wadah yang menyerupai mangkuk dengan dasar rata.
Cawan ini digunakan sebagai wadah penyimpanan dan pembuatan kultur media.
Prinsip kerjanya yaitu medium dapat dituangkan ke cawan bagian bawah dan
cawan bagian atas sebagai penutup
 Gelas Ukur 10 ml
Gelas ukur berfungsi sebagai alat ukur volume larutan atau cairan kimia yang
tidak memerlukan ketelitian yang tinggi.
Prinsip kerja dari gelas ukur adalah mengukur larutan kimia secara tidak teliti
(tidak memerlukan ketelitian yang tinggi) dan tidak masuk dalam perhitungan.
Sebagai alat ukur, menjadikan gelas ukur tidak boleh dipanaskan, hal ini karena
ketika gelas ukur dipanaskan akan mengakibatkan ketelitian dari gelas ukur
menurun.
 Gelas Filtrasi
Mempunyai bentuk seperti erlenmeyer dengan ketebalan yang lebih dan
dilengkapi dengan saluran untuk penghisapan. Digunakan dalam proses
penyaringan yang dibantu dengan penghisapan.
Prinsip kerja gelas ini biasanya digunakan bersama-sama dengan corong
Buchner yang dipasang melalui semacam pipa tutup karet atau suatu adapter
elastomer (suatu cincin Büchner) pada bagian atas leher labu untuk filtrasi
sampel. Corong Buchner funnel menahan sampel yang diisolasi dari penghisap
dengan lapisan kertas saring. Selama filtrasi, filtrat masuk dan dipegang oleh
gelas filtrasi, sementara residu tetap pada kertas saring dalam corong. Gelas
Filtrasi atau Labu Buchner dapat pula digunakan sebagai pemerangkap vakum
untuk memastikan bahwa tidak ada cairan yang dibawa dari aspirator atau pompa
vakum (atau sumber vakum lainnya) ke peralatan pemisahan atau sebaliknya.
 Kertas Saring
Bahan penyaring yang diletakkan di atas corong dan dibasahi dengan pelarut
untuk mencegah kebocoran pada awal penyaringan
 Melting Point Sister
Melting Point adalah suatu alat yang di gunakan untuk mengukur titik
lebur/titik leleh dari suatu senyawa
 Pot Plastik
Wadah atau tempat yang digunakan untuk menampung suatu bahan

7.3 PEMBAHASAN HASIL PRAKTIKUM

Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh didapatkan nilai rendemen


kasar sebesar 83,2% dan persen rendemen akhir sebesar 34,28% yang merupakan
hasil pada hari ke 7 karena rendemen yang dihasilkan telah memiliki nilai yang
konstan.
Berdasarkan data hasil praktikum yang diperoleh didapatkan nilai Rf
asetanilida sebesar 0,82; nilai Rf sebelum nitrasi sebesar 0,8; nilai Rf setelah nitrasi
sebesar 0,73; nilai Rf setelah 1 jam sebesar 0,73; dan nilai Rf setelah proses
rekristalisasi sebesar 0,69.
Nilai Rf digunakan untuk melihat apakah proses sintesis yang dilakukan telah
berhasil atau belum. Dari data nilai Rf yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
proses sintesis senyawa p-nitroasetanilida telah berhasil karena nilai Rf pada proses
rekristalisasi berbeda dengan nilai Rf asetanilida. Nilai Rf sebenarnya dari senyawa
hasil sintesis dapat dilihat pada nilai Rf setelah proses rekristalisasi karena pada tahap
ini senyawa sudah murni dan tidak ada pengotor-pengotor lainnya. Maka berdasarkan
data diatas dapat disimpulkan senyawa hasil sintesis memiliki nilai Rf sebesar 0,69
dan proses sintesis telah sempurna.

7.4 HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SELAMA PRAKTIKUM

Hal yang harus diperhatikan saar praktikum diantaranya :

1. Bahan baku yaitu asetanlida sebaiknya digerus halus dahulu untuk memperkecil
ukuran prtikel,sehingga cepat bereaksi dengan molekul-molekul lain.
2. Pada saat penyaringan kristal dengan corong buchner jangan mencuci kristal
dengan filtratnya agar o-nitroasetanilida dan pengotor –pengotor yang lain sudah
larut tidak mengotori kristal lainnya.
3. Untuk memperoleh harga rendemen yang tinggi sebaiknya diperhatikan pada saat
rekkristilisasi yaitu pelarutan pada air diusahakan agar semua kristal larut
sempurna
4. Pengaduk dan suhu harus diperhatikan pada proses ini. Pada pengadukan
diusahakan agar kristal-kristal besardapat dibuat menjadi kristal yang lebih kecil
agar larut dengan baik dan terpisah dengan pengotor
5. Pada saat rekristalisasi kemungkinan tidak semua kristal larut dengan sempurna
sehingga pada saat penyaringan panas terdapat kristalasetanilida yag ikut
tersaring dan menyebabkan kurangnya herga rendemen
6. Harus memperhatikan titik lebur pada sifat fisika dan kimia tersebut

8. KESIMPULAN
Cuplikan diperiksa dengan KLT untuk mendapatkan nilai Rf. Perhitungan nilai Rf
digunakan untuk melihat jalannya reaksi selama proses berlangsung. Nilai Rf dari
senyawa hasil sintesis dapat dilihat pada nilai Rf setelah proses rekristalisasi karena pada
tahap ini senyawa sudah murni dan tidak ada pengotor-pengotor lainnya. Maka
berdasarkan data dapat disimpulkan senyawa hasil sintesis memiliki nilai Rf sebesar 0,69
dan proses sintesis telah sempurna
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad. 2001. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga

Andriani, R. (2016). Pengenalan Alat-Alat Laboratorium Mikrobiologi Untuk


Mengatasi Keselamatan Kerja dan Keberhasilan Praktikum. Jurnal
Mikrobiologi Vol, 1(1).

Bulan, Rumondang .(2003). Reaksi Asetanilida Eugenol dn Oksidasilsobutil


Eugenol.USU. Sumatera Utara

Jensen, William B. (2006). "The Origins of the Hirsch and Büchner Vacuum
Filtration Funnels" (PDF). Journal of Chemical Education. 83 (9): 1283.

Kirk, R.E. dan Othmer, D.F. 1981. Encyclopedia of Chemical Engineering


Technolog. New York: John Wiley and Sons Inc.

Prastyo, P., & Rahayoe, A. S. (2018). Penyaringan Metode Buchner Sebagai


Alternatif Pengganti Penyaringan Sederhana Pada Percobaan Adsorpsi Dalam
Pratikum Kimia Fisika. Indonesian Journal of Laboratory, 1(1).

Rahayu, S. D., & Sundari, S. (2016). Efek Antelmintik Perasan Wortel (Daucus
carota) terhadap Ascaridia galli. Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, 7(1 (s)), 40-44.

Udaibah, W. (2012). Analisis pengetahuan calon guru kimia tentang peralatan


laboratorium dan fungsinya.

Vogel. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Halaman 110-112. Penerbirt


Buku Kedokteran (EGC).Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai