Anda di halaman 1dari 72

SKRIPSI

PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN


WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA
KENDARAAN BERMOTOR
OLEH WISATAWAN

THE COMPLECTION OF CASE THAT CAUSE A BREACH OF


LEASE-RENT CONTRACT OF MOTOR VEHICLES BY
TOURISTS

WISNU PUTRA CITAYASA


NIM : 120710101202

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
2016

i
SKRIPSI

PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN


WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA
KENDARAAN BERMOTOR
OLEH WISATAWAN

THE COMPLECTION OF CASE THAT CAUSE A BREACH OF


LEASE-RENT CONTRACT OF MOTOR VEHICLES BY
TOURISTS

WISNU PUTRA CITAYASA


NIM : 120710101202

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
2016

ii
MOTTO

Hanya ada dua pilihan: Menjadi apatis atau Mengikuti arus.


Tapi, aku memilih untuk jadi Manusia Merdeka
(Soe Hok Gie)1

1
Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (LP3ES, Jakarta, Anggota IKAPI, 1989)

iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :


1. Ayahanda tercinta I Wayan Yasa, S.H., M.H. dan Ibunda Gusti Ayu Putu
Sucitawati, S.H. tercinta yang telah membesarkan, mendoakan, dan
memberi kasih sayang kepada anakmu selama ini;
2. Bapak/Ibu Guru dan Bapak/Ibu Dosen yang telah tulus membimbing,
mengajarkan, dan membekali ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran
dan tak kenal lelah
3. Agama, Bangsa, dan Alma Mater Fakultas Hukum Universitas Jember
tercinta
4. Kakakku tersayang Putu Rahayuni Suputra (Alm.), dan Lilis Oktarini
Ekayasa, S.TP. serta keluarga besarku tercinta di Denpasar - Bali, terima
kasih atas doa, keceriaan dan kasih sayangnya padaku selama ini.

iv
PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN
WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA
KENDARAAN BERMOTOR
OLEH WISATAWAN

THE COMPLECTION OF CASE THAT CAUSE A BREACH OF


LEASE-RENT CONTRACT OF MOTOR VEHICLES BY
TOURISTS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Program Studi Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jember

WISNU PUTRA CITAYASA


NIM : 120710101202

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
2016

v
PERSETUJUAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI


TANGGAL 30 AGUSTUS 2016

Oleh :

Pembimbing

SUGIJONO, S.H., M.H.


NIP. 195208111984031001

Pembantu Pembimbing

vi
PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN


WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA
KENDARAAN BERMOTOR
OLEH WISATAWAN

THE COMPLECTION OF CASE THAT CAUSE A BREACH OF


LEASE-RENT CONTRACT OF MOTOR VEHICLES BY
TOURISTS
Oleh :

WISNU PUTRA CITAYASA


NIM 120710101202

Pembimbing, Pembantu Pembimbing,

SUGIJONO, S.H., M.H.


NIP. 195208111984031001

Mengesahkan :
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM
Penjabat Dekan,

vii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji pada :

Hari : Selasa
Tanggal : 30
Bulan : Agustus
Tahun : 2016

Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember.

Panitia Penguji :

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. DOMINIKUS RATO, S.H., M.Si. ISWI HARIYANI, S.H., M.H.
NIP. 195701051986031002 NIP. 196212161988022001

Anggota Penguji :

1. SUGIJONO, S.H., M.H. :


NIP. 195208111984031001

2. Dr. DYAH OCHTORINA S., S.H., M.Hum. :


NIP. 198010262008122001

viii
PERNYATAAN

Saya sebagai penulis yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : WISNU PUTRA CITAYASA
NIM : 120710101212
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul :
PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN BERMOTOR OLEH
WISATAWAN adalah benar-benar karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan
substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi
manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan
kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak lain serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

ix
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul
PENYELESAIAN KASUS YANG DISEBABKAN WANPRESTASI
DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA KENDARAAN BERMOTOR
OLEH WISATAWAN ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Sugijono, S.H., M.H., Pembimbing yang telah banyak memberikan
waktu disela-sela kesibukan beliau untuk mendidik, memberikan ilmu, nasehat,
pengarahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Dyah Ochtorina Susanti, S.H., M.Hum., Pembantu Pembimbing dan
sekaligus Penjabat Pembantu Dekan I yang telah banyak memberikan waktu
dalam mengarahkan, memberikan ilmu dan nasehat serta mendampingi penulis
hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Dominikus Rato, S.H., M.Si., Ketua Panitia Penguji dan
sekaligus Ketua Jurusan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jember.
4. Ibu Iswi Hariyani, S.H., M.H., Sekretaris Panitia Penguji skripsi.
5. Bapak Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H., Penjabat Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jember.
6. Bapak Mardi Handono, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Jember.
7. Bapak Iwan Rahmad Sutiyono, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Jember.
8. Ibu Dr. Fanny Tanu Wijaya., S.H., M.H., Dosen Pembimbing Akademik.
9. Seluruh bapak dan ibu dosen serta karyawan Fakultas Hukum Universitas
Jember.
10. Keluarga Besar UKMF Kesenian Jantung Teater Fakultas Hukum, Universitas
Jember yang telah memberikan saya ruang untuk berseni, ilmu dan juga
pengalaman yang sangat berharga dan tidak akan pernah terlupakan.

x
11. Teman-teman Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Hindu Vyasta Dharma
(KPMH VD) yang telah memberikan suasana kekeluargaan selama menjadi
pelajar hingga mahasiswa di Kabupaten Jember.
12. Putu Devi Yulianingsih yang sudah menjadi teman, sahabat, adik, dan pacar
yang selalu menemani dan mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi.
13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012: Vindy, Restu, Ryan, Kaka,
Hamzad, Arfita, Ulfa, Lindi, Aprilia, Irma Rahayu, Yuli, Okky, Bobby, Dinda,
Silvi, Shendy, Vito, Rinto, Maskulin, Alvin, Winda, dan lain-lain.
14. Teman-teman KKN 127 Desa Pohsangit Lor, Kecamatan Wonomerto,
Kabupaten Probolinggo Gelombang II T.A. 2014/2015 Universitas Jember.
15. Semua pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini dan tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan dengan segenap
ketulusan dan keikhlasan hati pada penulis, mendapatkan kebaikan dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan
manfaat dan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Jember, 30 Agustus 2016

Penulis

xi
RINGKASAN

Potensi pariwisata sebagai penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja dan


penggerak pertumbuhan ekonomi, kini telah menciptakan persaingan di antara
daerah-daerah tujuan wisata baik antar kawasan lokal, regional, nasional maupun
internasional. Pengembangan sektor pariwisata (baik wisata alam, wisata budaya,
dan lain-lain) ternyata sudah cukup lama menjadi isu strategis untuk menghasilkan
devisa. Oleh karena itu, pemerintah telah berusaha untuk memobilisasi sumber
daya yang ada dengan melibatkan lebih banyak peran sektor industri dan
masyarakat. Keterlibatan sektor-sektor industri yang difasilitasi oleh pemerintah
melalui instansi teknis merupakan pilihan yang arif dalam rangka memberdayakan
seluruh lapisan masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, setiap tahun
semakin banyak para wisatawan yang berwisata untuk mencari hiburan karena
kepenatan oleh aktivitas kerja disetiap harinya. Industri pariwisata yang kian
berkembang dengan didukung oleh kian banyaknya destinasi wisata disetiap daerah
yang mulai terkenal membuat para pelancong semakin bertambah. Untuk
mendukung hal itu, perkembangan bisnis sewa menyewa kendaraan bermotor
merupakan tuntutan dari perkembangan geliat Pariwisata. Para wisatawan terutama
warga Negara asing (WNA) yang datang dari berbagai Negara membutuhkan jenis
angkutan yang bisa disetir menurut kemauan sendiri dan tidak perlu berdesakan
dengan wisatawan lainnya. Dalam hal sewa menyewa kendaraan bermotor itu,
diperlukan adanya suatu perjanjian sewa menyewa terlebih dahulu yang telah
disepakati antara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang
menyewakan. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk membahas lebih
lanjut hal itu dalam suatu karya ilmiah dengan judul Penyelesaian Kasus Yang
Disebabkan Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan
Bermotor Oleh Wisatawan.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah : (a) Apa
isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wisatawan ?
(b) Apa kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor untuk kepentingan wisata ? (c) Apa upaya yang dapat dilakukan apabila
terjadi wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh wisatawan ?
Tujuan umum yang hendak dicapai adalah (a) Memberikan tambahan
wawasan bagi masyarakat luas tentang perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor yang dilakukan oleh para wisatawan, dan (b) Memberikan pengetahuan
terhadap masyarakat akibat-akibat yang dapat timbul apabila terjadinya suatu
pelanggaran dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh wisatawan. Secara khusus, tujuan yang ingin dicapai adalah (a) Mengetahui
dan memahami isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan
oleh wisatawan; (b) Mengetahui dan memahami kedudukan para pihak dalam
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisata; dan (c)
Mengetahui dan memahami upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh
wisatawan.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah Tipe
penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif (Legal Research), Pendekatan

xii
perundang-undangan (statue approach) dan Pendekatan konseptual (conceptual
approach), Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Non
Hukum, kemudian dilakukan analisis dan akhirnya disimpulkan dengan
menggunakan metode deduktif.
Kesimpulannya adalah (a) Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor
yang dilakukan oleh Wisatawan memuat berbagai hal, termasuk kewajiban dan hak
masing-masing pihak (baik pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa). Jadi,
isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor antara lain harus memuat : nama
perjanjian, tanggal pembuatan, subyek hukum, obyek sewa menyewa, jangka
waktu, besarnya uang sewa, besarnya denda, adanya larangan untuk mengalihkan
kendaraan yang disewa, kewajiban memelihara dan merawat, serta pengembalian
kendaraan jika masa sewa sudah berakhir. (b) Kedudukan para pihak dalam
Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Kermotor untuk kepentingan Wisata adalah
sederajat. Oleh karena itu, masing-masing pihak memiliki kewajiban yang sama
untuk memenuhi prestasi (secara bertimbal-balik). Demikian juga sebaliknya,
masing-masing pihak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan prestasi. (c)
Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang menyewakan apabila terjadi
Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor untuk
kepentingan Wisatawan adalah semaksimal mungkin diupayakan penyelesaian
secara non litigasi. Penyelesaian secara non litigasi diharapkan sudah mampu
menyelesaikan masalahnya. Jika hal ini diabaikan oleh pihak penyewa, pihak yang
menyewakan dapat memberikan surat peringatan tertulis yang tidak dapat
dipungkiri oleh penyewa dengan tujuan agar si penyewa memenuhi kewajibannya.
Surat peringatan tersebut, biasanya tidak akan menimbulkan masalah jika si
penyewa menyadari kewajiban dan mau memenuhi prestasinya. Cara ini dilakukan
karena pada hakekatnya pihak yang menyewakan ingin selalu menjaga citra yang
baik dan penuh pengertian sehingga penyewa dapat terus menjadi pelanggan yang
bisa memberi keuntungan kepada pihak yang menyewakan kendaraan bermotor.
Jika cara-cara yang demikian tidak mampu untuk menyelesaikan perselisihannya,
maka pihak yang menyewakan kendaraan bermotor dapat mengajukan gugatan ke
pengadilan negeri yang berwenang.
Saran yang dapat disumbangkan adalah (a) Sebaiknya para pihak yang akan
membuat perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan
wisatawan, sebelum menandatangani surat perjanjian tersebut, agar benar-benar
mencermati isi dari perjanjian yang akan ditandatangani itu. Tujuannya agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. (b) Di dalam membuat suatu
perjanjian (termasuk perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk
kepentingan wisatawan), seharusnya para pembuatnya memiliki kedudukan yang
sederajat. Oleh karena itu, dalam perjanjian tersebut, tidak boleh mengabaikan
norma-norma yang berlaku dengan tujuan yang tertentu (misalnya mencari
keuntungan semata). (c) Dalam dunia bisnis (termasuk bisnis di bidang pariwisata),
jika terjadi perselisihan, maka sebaiknya para pihak menyelesaikan dengan cara-
cara non litigasi yaitu penyelesaian di luar sidang pengadilan (misalnya dengan
cara musyawarah untuk mencapai mufakat) karena hal ini akan menguntungkan
semua pihak. Jika cara penyelesaian yang demikian tidak berhasil, maka satu-
satunya cara yang dapat ditempuh adalah pihak yang merasa dirugikan mengajukan
gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang untuk itu (cara litigasi). Tujuannya,
untuk mencegah perbuatan menghakimi sendiri (eigenihting).

xiii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i


HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii
HALAMAN MOTTO .............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv
HALAMAN PRASYARAT GELAR ......................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... vi
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... vii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................... viii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... ix
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ................................................ x
RINGKASAN ............................................................................................. xii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN . 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah . 3
1.3 Tujuan Penelitian .. 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .. 4
1.4 Metode Penelitian . 4
1.4.1 Tipe Penelitian .. 4
1.4.2 Pendekatan Masalah .. 5
1.4.3 Bahan Hukum ... 5
1.4.4 Analisis Bahan Hukum . 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 8


2.1 Perjanjian .. 8
2.1.1 Pengertian Perjanjian 8
2.1.2 Macam-Macam Perjanjian 10
2.1.3 Syarat Sahnya Perjanjian .. 12
2.2 Sewa Menyewa . 15
2.2.1 Pengertian Sewa Menyewa ................................... 15
2.2.2 Obyek Sewa Menyewa ......................................... 18
2.3 Wanprestasi .. 19
2.3.1 Pengertian Wanprestasi . 19
2.3.2 Bentuk-Bentuk Wanprestasi .. 21
2.4 Kendaraan Bermotor .. 22
2.4.1 Pengertian Kendaraan Bermotor . 22
2.4.2 Macam-Macam Kendaraan Bermotor .... 24
2.5 Pariwisata ... 24
2.5.1 Pengertian Pariwisata .. 24
2.5.2 Pengertian Wisatawan .... 25
2.5.3 Pengertian Industri Pariwisata .. 26

xiv
BAB 3 PEMBAHASAN ... 28
3.1 Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor yang
dilakukan oleh Wisatawan ................................................................
28
3.1.1 Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor . 28
3.1.2 Wisatawan sebagai Penyewa Kendaraan Bermotor 37
3.2 Kedudukan para pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa
Kendaraan Bermotor untuk kepentingan Wisata ................................ 39
3.3 Upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi Wanprestasi
dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor
untuk kepentingan Wisatawan .. 44
3.3.1 Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa
Menyewa Kendaraan Bermotor untuk kepentingan
Wisatawan . 44
3.3.2 Cara Menyelesaikan Wanprestasi dalam Perjanjian
Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor untuk
kepentingan Wisatawan 46

BAB 4 PENUTUP . 50
4.1 Kesimpulan ... 50
4.2 Saran . 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran I : Contoh Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor.

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan daerah yang memiliki keanekaragaman budaya dan ramai dikunjungi
oleh para wisatawan mancanegara dan juga wisatawan domestik, salah satu daerah yang sangat
diminati oleh wisatawan adalah Bali. Meningkatnya arus kunjungan wisatawan ke Bali,
menyebabkan daerah ini mengalami perkembangan pesat dalam bidang pembangunan khususnya
dari sektor ekonomi, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang terdapat
obyek wisata. Seperti pada artikel yang dimuat dalam laman web Antara News, Pulau Bali masih
menjadi pilihan utama wisatawan mancanegara untuk berlibur di Indonesia, dan hal itu tercermin
dari jumlah kunjungan turis asing melalui Bandara Ngurah Rai maupun perjalanan lewat laut
yang cukup memuaskan.
Kunjungan wisatawan asing ke Bali selama periode Januari 2015 mencapai 301.618 orang
atau meningkat 08,01 persen dibandingkan Januari 2014. Kedatangan turis asing ke Bali pada
awal 2015, masih didominasi Australia yang mencapai 85.102 orang atau sebesar 28,22 persen.
Diikuti Tiongkok (51.949), Jepang (17.946), dan Korea Selatan (15.140).1
Potensi pariwisata sebagai penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja dan penggerak
pertumbuhan ekonomi, kini telah menciptakan persaingan di antara daerah-daerah tujuan
wisata baik antar kawasan lokal, regional, nasional maupun internasional. Terkait itu, selain
munculnya nilai-nilai kompetitif bagi masing-masing kawasan wisata (complexity of
supplies), juga memunculkan semakin banyak pilihan bagi wisatawan untuk memilih obyek
wisata yang akan dikunjunginya (complexity of demanding).
Pengembangan sektor pariwisata (baik wisata alam, wisata budaya, dan lain-lain)
ternyata sudah cukup lama menjadi isu strategis untuk menghasilkan devisa. Oleh karena itu,
pemerintah telah berusaha untuk memobilisasi sumber daya yang ada dengan melibatkan
lebih banyak peran sektor industri dan masyarakat. Keterlibatan sektor-sektor industri yang
difasilitasi oleh pemerintah melalui instansi teknis merupakan pilihan yang arif dalam rangka
memberdayakan seluruh lapisan masyarakat.
Mengingat sektor pariwisata Indonesia memiliki peluang besar menjadi media yang
aplikatif dan efektif untuk menanggulangi kemiskinan, maka pendekatan pariwisata berbasis

1
Artikel berita dengan judul Kunjungan Wisatawan Asing ke Bali Meningkat, oleh: I K Sutika dalam
laman web: http://www.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan-asing-ke-bali-meningkat. Diakses
pada tanggal 09 Juni 2015, pukul 22.53 WITA.

1
2

masyarakat (community-based) diharapkan dapat membuka jalan lebar bagi kelompok


masyarakat miskin untuk ikut menikmati peluang dan hasil pengembangan pariwisata.
Berdasarkan kenyataan itulah diperlukan pemikiran baru yang bersifat kritis dan inovatif,
sehingga memudahkan pemangku kepentingan khususnya pemerintah untuk merumuskan
bentuk program yang bersifat solutif bagi penanggulangan kemiskinan. Sehubungan dengan
hal itu, nampaknya pemilik modal (investor) pada kesempatan ini mempunyai peran sangat
penting untuk ikut membantu mengatasi permasalahan yang ada dengan cara membuka usaha
yang bergerak di bidang jasa pariwisata.
Seiring dengan berjalannya waktu, setiap tahun semakin banyak para wisatawan yang
berwisata untuk mencari hiburan karena kepenatan oleh aktivitas kerja disetiap harinya.
Industri pariwisata yang kian berkembang dengan didukung oleh kian banyaknya destinasi
wisata disetiap daerah yang mulai terkenal membuat para pelancong semakin bertambah.
Menurut Smith, menjelaskan bahwa wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja,
atau sedang berlibur dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan
sesuatu yang lain.2 Sehubungan dengan semakin banyaknya destinasi wisata ini maka
semakin berkembang pula perusahaan persewaan kendaraan bermotor bagi para wisatawan
agar merasa nyaman dan tak perlu bersusah payah untuk melakukan Traveling. Guna
memudahkan para wisatawan melakukan perjalanan maka perusahaan sewa menyewa
kendaraan bermotor ini memfasilitasi berbagai macam jenis kendaraan sesuai dengan medan
atau kawasan wisata tersebut yang dapat memudahkan para wisatawan menikmati liburannya
di tempat tersebut.
Perkembangan bisnis sewa menyewa kendaraan bermotor ini memang merupakan tuntutan
dari perkembangan geliat Pariwisata di Bali. Para wisatawan terutama warga Negara asing
(WNA) yang datang dari berbagai Negara membutuhkan jenis angkutan yang bisa disetir menurut
kemauan sendiri dan tidak perlu berdesakan dengan wisatawan lainnya. Dalam hal sewa
menyewa kendaraan bermotor itu, diperlukan adanya suatu perjanjian sewa menyewa terlebih
dahulu yang telah disepakati antara kedua belah pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang
menyewakan.
Para pengusaha persewaan kendaraan bermotor ini tidak selalu mendapatkan
keuntungan dari para wisatawan yang menggunakan jasanya yaitu menyewa kendaraan
bermotor, dari sekian banyak wisatawan baik lokal maupun mancanegara terdapat beberapa

2
https://tourismeconomic.wordpress.com/2012/10/29/wisata-pariwisata-wisatawan-kepariwisataan-
unsur-unsur-pariwisata/diakses pada 4 Desember 2015 pukul 08.25
3

wisatawan yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, dan


seperti yang diketahui bahwa sering dilihat para wisatawan menggunakan kecepatan tinggi
ketika mengendarai kendaraan bermotor yang ia dapatkan dari jasa persewaan kendaraan
bermotor, sehingga tak jarang juga terjadi kecelakaan yang diakibatkan oleh kelalaian atau
ketidak hati-hatian dari penyewa tersebut.
Berangkat dari pengembangan sektor pariwisata tersebut, maka terdapat beberapa hal
yang sangat perlu untuk diperhatikan berkaitan dengan kelancaran, kenyamanan serta
ketenangan berusaha pada sektor ini. Jaminan terhadap adanya perlindungan hukum serta
kepastian hukum pada bidang ini, merupakan tantangan tersendiri. Hal ini diakui atau tidak,
siapapun yang terkait dengan pengembangan dunia pariwisata (termasuk pengusaha hotel dan
restoran), pasti menginginkan adanya kenyamanan, ketenangan, kedamaian serta terlindung
dari perbuatan-perbuatan yang tidak sejalan dengan norma hukum.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk membahas lebih lanjut hal itu dalam
suatu karya ilmiah dengan judul Penyelesaian Kasus Yang Disebabkan Wanprestasi
Dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor Oleh Wisatawan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang akan diteliti adalah :
a. Apa isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wisatawan ?
b. Apa kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk
kepentingan wisata ?
c. Apa upaya yang dapat dilakukan perusahaan persewaan apabila terjadi wanprestasi dalam
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wisatawan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan penelitian ini dibedakan menjadi 2, yaitu :

1.3.1 Tujuan Umum


Tujuan umum yang hendak dicapai adalah :
a. Memberikan tambahan wawasan bagi masyarakat luas tentang perjanjian sewa menyewa
kendaraan bermotor yang dilakukan oleh para wisatawan.
4

b. Memberikan pengetahuan terhadap masyarakat akibat-akibat yang dapat timbul apabila


terjadinya suatu pelanggaran dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh wisatawan.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus yang hendak dicapai adalah :
a. Mengetahui dan memahami isi perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang
dilakukan oleh wisatawan;
b. Mengetahui dan memahami kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa menyewa
kendaraan bermotor untuk kepentingan wisata;
c. Mengetahui dan memahami upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dilakukan oleh wisatawan.

1.4 Metodologi
Metodologi merupakan cara kerja bagaimana menemukan atau memperoleh atau
menjalankan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil yang konkrit. Menggunakan suatu
metode dalam melakukan suatu penelitian merupakan ciri khas dari ilmu untuk mendapatkan
suatu kebenaran hukum. Penggunaan metode dalam penulisan suatu karya tulis ilmiah dapat
digunakan untuk menggali, mengolah dan merumuskan bahan-bahan hukum yang diperoleh
sehingga mendapat kesimpulan yang sesuai dengan kebenaran ilmiah untuk menjawab isu
hukum yang dihadapi. Dengan demikian, pada akhirnya dapat ditarik suatu kesimpulan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metode yang tepat diharapkan dapat
memberikan alur pemikiran secara berurutan dalam usaha pencapaian pengkajian. Oleh
karena itu, suatu metode digunakan agar dalam skripsi ini dapat mendekati suatu
kesempurnaan yang bersifat sistematik dalam penulisannya. Adapun metode yang digunakan
penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut.

1.4.1 Tipe Penelitian


Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif (Legal Research)3, yaitu penelitian
yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
3
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta, PT Kencana Prenada Media Group,2014), Hal.
47.
5

positif yang berlaku. Tipe penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara mengkaji
berbagai aturan hukum yang bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan serta
literatur yang berisi konsep-konsep teoritis yang kemudian dihubungkan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.4

1.4.2 Pendekatan Masalah


Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, metode pendekatan
masalah yang digunakan dalam skripsi ini antara lain:
a. Pendekatan perundang-undangan (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani. Terkait itu, pendekatan perundang-undangan ini digunakan untuk menganalisa
rumusan permasalahan yang kedua yang dibahas dalam penulisan skripsi ini yakni untuk
mengetahui kedudukan para pihak dalam perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor
oleh wisatawan;
b. Pendekatan konseptual (conceptual approach) dilakukan dengan beranjak dari pandangan-
pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan tujuan untuk
melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum
yang relevan dengan isu hukum.5 Pendekatan konseptual digunakan untuk menyelesaikan
rumusan permasalahan yang ketiga dalam penulisan skripsi ini yakni tentang cara untuk
menyelesaikan wanprestasi dalam perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor oleh
wisatawan.

1.4.3 Bahan Hukum


Bahan hukum merupakan sarana dari suatu penelitian yang dipergunakan memecahkan
permasalahan yang ada sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogyanya.
Adapun bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan
resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.6

4
Ibid. Hal. 29.
5
Ibid. Hal. 95.
6
Ibid. Hal. 141.
6

Adapun yang termasuk sebagai bahan hukum yang akan digunakan dalam mengkaji setiap
permasalahan dalam penulisan skripsi ini yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata;
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi ini meliputi literatur-
literatur ilmiah, buku-buku, serta surat kabar yang bertujuan untuk mempelajari isi dari
pokok permasalahan yang dibahas.7
c. Bahan non hukum
Bahan non hukum sebagai penunjang dari bahan hukum primer dan sekunder, bahan
hukum yang memberikan petunjuk maupun memberikan penjelasan terhadap bahan
hukum primer dan sekunder, yaitu data yang diambil dari internet, kamus, serta
wawancara,8 yang dalam penulisan skripsi ini tidak mencantumkan bahan dari hasil
wawancara.

1.4.4 Analisis Bahan Hukum


Proses analisis bahan hukum merupakan proses menemukan jawaban dari pokok
permasalahan yang timbul dari fakta hukum, proses tersebut dilakukan dengan beberapa
tahapan yaitu :
1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan
untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai
relevansi juga bahan-bahan non-hukum;
3. Melakukan telaah atas isu hukum yang diajukan berdasarkan bahan-bahan
yang telah dikumpulkan;
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum;
dan
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di
dalam kesimpulan.9

7
Ibid.
8
Ibid. Hal. 143.
9
Ibid. Hal. 171.
7

Terkait itu, selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif


yaitu menyimpulkan pembahasan menuju ke hal-hal yang bersifat khusus dan diharapkan
memberikan preskripsi tentang apa yang seharusnya diterapkan berkaitan dengan
permasalahan yang terkait.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perjanjian
2.1.1 Pengertian Perjanjian
Perjanjian merupakan bagian terpenting dari hukum perdata. Sampai saat ini hukum
perdata di Indonesia masih berpedoman pada Burgerlijk Wetboek (BW) yang dalam bahasa
Indonesia disebut juga dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
selanjutnya digunakan dalam penulisan skripsi ini. Perjanjian diatur dalam buku III
KUHPerdata yakni tentang perikatan. Pada buku III KUHPerdata juga diatur mengenai
perjanjian khusus yang dikenal oleh masyarakat seperti perjanjian jual beli, perjanjian tukar-
menukar, perjanjian sewa menyewa, dan perjanjian pinjam-meminjam.
Perjanjian merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan. Hal ini dinyatakan dalam
Pasal 1233 KUHPerdata bahwa, Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian
maupun karena undang-undang.1Jadi dalam hal ini hubungan antara perikatan dan perjanjian
sangatlah erat, karena perjanjian sebagai sumber perikatan yang paling penting.
Pada pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa, Perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Suatu perjanjian lahir pada saat tercapainya kesepakatan atau persetujuan
antara kedua pihak mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat
adalah suatu persesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak lainnya, meskipun tidak
sejurusan tapi secara timbal balik.
Pengertian perjanjian menurut Subekti, adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.2 Berdasar pengertian menurut diatas dapat dijelaskan bahwa
perjanjian adalah peristiwa antara seseorang yang berjanji kepada seorang yang lainnya atau
lebih, dimana dalam perjanjian itu mereka akan melakukan sesuatu hal.

Menurut M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan perjanjian adalah :3

1
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta, Pradnya Paramita,1982),
Hal. 291.
2
Subekti.Hukum Perjanjian. (Jakarta, Intermasa, 1985). Hal. 1
3
M. Yahya Harahap. Segi-Segi Hukum Perjanjian. (Bandung, Alumni, 1986). Hal. 6

8
9

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang
atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh
prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

Menurut Salim H.S., pengertian perjanjian yaitu :4


Perjanjian adalah hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan
subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek hukum
yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain
berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakatinya.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa perjanjian adalah suatu hubungan
hukum yang terjadi karena dua orang saling mengikatkan diri untuk saling bersepakat
terhadap suatu hal tertentu. Adapun kesepakatan tersebut akan menimbulkan hak dan
kewajiban pada masing-masing pihak secara timbal balik.
Menurut Pasal 1315 KUHPerdata, pada umumnya tiada seorangpun dapat mengikatkan
diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji, melainkan untuk dirinya
sendiri.5 Maksud dari mengikatkan diri adalah ditujukan untuk memikul kewajiban-
kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan minta ditetapkannya suatu janji,
ditujukan untuk memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu. Memang
sudah semestinya suatu perjanjian hanya mengikat orang-orang yang mengadakan perjanjian
itu sendiri dan tidak mengikat pihak lain. Suatu perjanjian hanya meletakkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antara para pihak yang membuatnya. Orang-orang lain adalah pihak
ketiga yang tidak mempunyai hubungan dengan perjanjian tersebut, kecuali dalam hal ada
kuasa yang diberikan kepada pihak ketiga.
Berdasarkan rumusan pengertian perjanjian di atas, menurut Salim H.S., dapat
diketahui unsur-unsur dari perjanjian adalah sebagai berikut :6
a. Adanya hubungan hukum;
Hubungan hukum merupakan hubungan yang menimbulkan akibat hukum.
Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban bagi para pihak.

b. Adanya subyek hukum;

4
Salim, H.S., Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. (Jakarta, SinarGrafita, 2004)
Hal. 25.
5
Subekti dan Tjitrosudibio, Op. Cit. Hal. 304.
6
Salim, H.S.,Op. Cit. Hal. 27
10

Dalam suatu perjanjian minimal terdiri atas 2 (dua) pihak yang saling
mengikatkan diri. Para pihak yang bertindak sebagai subyek perjanjian
tersebut terdiri dari manusia atau badan hukum. Apabila para pihak
tersebut terdiri dari manusia, maka orang tersebut harus telah dewasa dan
cakap untuk melakukan hubungan hukum.

c. Adanya prestasi;
Bahwa para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban
tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak
yang satu berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi, maka bagi pihak
yang lain hal tersebut adalah merupakan hak dan begitu pun sebaliknya.
Prestasi terdiri atas memberikan sesuatu.berbuat sesuatu dan tidak berbuat
sesuatu (Pasal 1234 KUHPerdata).

d. Di bidang harta kekayaan;


Para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, mengadakan suatu
perjanjian untuk mengatur mengenai harta kekayaan pihak-pihak tersebut.

Setiap perjanjian harus memuat unsur-unsur yang ada diatas. Apabila dalam suatu
perjanjian tidak memuat salah satu unsur yang ada diatas, maka perjanjian tersebut dianggap
tidak sah karena tidak adanya suatu hubungan hukum yang dapat mengikat kedua pihak.
Terkait dengan hal ini tidak ada pemenuhan hak dan kewajiban diantara para pihak, karena
dalam suatu perjanjian harus ada janji-janji dari para pihak untuk memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

2.1.2 Macam-Macam Perjanjian


Berbagai macam perjanjian yang dikenal dalam kehidupan bermasyarakat. Pembagian
perjanjian ini didasarkan pada sumber hukumnya, namanya, bentuknya, maupun aspek hak
dan kewajibannya.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, jenis-jenis perjanjian dibedakan :7
1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak;
Perjanjian Timbal balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua pihak untuk berprestasi secara timbal balik,
misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar. Perjanjian sepihak adalah
perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak-
hak kepada pihak yang lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian
hibah, hadiah.

2. Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian dengan Atas Hak Yang Membebani;


Perjanjian Cuma-cuma adalah perjanjian yang hanya memberikan
keuntungan pada satu pihak saja, misalnya hadiah dan pinjam pakai.
7
Mariam Darus Badrulzaman. Kompilasi HukumPerikatan (Bandung. Citra AdityaBakti.2001) Hal. 66
11

Perjanjian dengan atas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana
terhadap prestasi daripihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari
pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut
hukum.
3. Perjanjian Bernama dan Tidak Bernama;
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri.
Maksudnya adalah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh
undang-undang, yang terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII
KUHPerdata. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur
dalam KUHPerdata, tetapi terdapat dalam masyarakat.
4. Perjanjian Obligatoir dan Kebendaan;
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara para pihak yang mengikatkan
diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang
menimbulkan perikatan). Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas
benda dialihkan/diserahkan kepada pihak lain. Perjanjian kebendaan ini
sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir.
5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Riil;
Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan
kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian riil adalah perjanjian yang disamping
ada persetujuan kehendak juga sekaligus ada penyerahan nyata atas
barangnya.
6. Perjanjian Campuran (Contractus Sui Generis);
Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur
perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa)
tapi pula menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
7. Perjanjian yang istimewa sifatnya :
a. Perjanjian Liberatoir;
Perjanjian liberatoir adalah perjanjian dimana para pihak membebaskan
diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang(Pasal 1438
KUHPerdata).
b. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst);
Perjanjian pembuktian adalah perjanjian dimana para pihak menentukan
pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka.
c. Perjanjian Untung-untungan;
Perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya,
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara
pihak, bergantung pada suatu kejadian yang belum tentu (Pasal 1774
KUHPerdata).
d. Perjanjian Publik;
Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai
oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah
pemerintah, dan pihak lainnya swasta, misalnya perjanjian ikatan dinas.

Subekti menyatakan bahwa suatu perjanjian merupakan suatu hubungan hukum antara
dua pihak dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan
pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu.8 Saat membuat perjanjian, semua syarat yang

8
Subekti. Op. Cit. Hal. 4
12

bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan
kesusilaan, atau sesuatu yang dilarang oleh undang-undang, adalah batal dan berakibat bahwa
perjanjian yang digantungkan padanya tidak mempunyai kekuatan hukum apapun.
Sehubungan dengan hal itu, pada dasarnya suatu syarat batal selalu berlaku surut
hingga saat lahirnya perjanjian. Suatu syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
mengakibatkan terhentinya perjanjian, dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan
semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.
Pada umumnya suatu perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu. Oleh karena
itu, perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis. Jika suatu perjanjian dibuat secara
tertulis, maka perjanjian ini lebih bersifat mengutamakan sebagai alat pembuktian apabila
terjadi perselisihan di kemudian hari.
Terkait dengan pembuatan suatu perjanjian, undang-undang menentukan ada bentuk-
bentuk tertentu yang harus dipenuhi. Apabila bentuk itu tidak dituruti, maka perjanjian
tersebut adalah tidak sah. Bentuk tertulis tidaklah hanya sebagai alat pembuktian, tetapi
merupakan syarat adanya perjanjian.

2.1.3 Syarat Sahnya Perjanjian


Pada pembuatan suatu perjanjian, para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan
isi dari perjanjian yang mereka buat. Kebebasan untuk menuangkan segala sesuatu yang
mereka inginkan, karena perjanjian yang mereka buat, berlaku juga sebagai undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, perjanjian dapat dibuat secara lisan ataupun
tertulis. Baik perjanjian yang dibuat secara lisan ataupun tertulis, para pihak pembuatnya
harus selalu mengingat persyaratan yang harus dipenuhi agar perjanjian itu mengikat para
pihak. Jika para pembuat perjanjian itu lalai atau lupa memenuhi syarat keabsahan perjanjian
itu, maka sangat mungkin perjanjian itu tidak akan memiliki kekuatan mengikat.
Syarat sahnya perjanjian seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah
sebagai berikut :
1. Kata sepakat (consensus) bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan (capacity) bertindak;
3. Suatu hal tertentu (a certain subject master);
4. Suatu sebab atau causa yang halal (legal cause).

Berkaitan dengan istilah kata sepakat tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan
mengenai hakekat barangyang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri
13

pihak lawannya. Hal ini karenadalam diri orang tersebut adanya paksaan untuk melakukan
perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 KUHPerdata) dan juga adanya penipuan yang
tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata).
Perjanjian yang dibuat atas dasar sepakat berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat
diajukan pembatalan.
Menurut Salim H.S., yang dimaksud dengan kecakapan bertindak adalah:9
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang dapat menimbulkan
akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian harus orang-
orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan
hukum, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan
berwenang melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa.
Ukuran kedewasaan seseorang adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah
kawin.

Menurut Salim H.S., orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:10
a. Orang-orang yang belum dewasa,
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan,
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang,
dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang
membuat perjanjian-perjanjian tertentu (Pasal 1330 KUHPerdata). Namun
berdasarkan Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo Surat Edaran Mahkamah
Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak
lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan
perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.

Pada suatu perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan, jika tidak,
maka perjanjian itu batal demi hukum. Obyek suatu perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh
para pihak. Pasal 1332 KUHPerdata menentukan hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan yang dapat dijadikan obyek perjanjian. Selanjutnya, Pasal 1334 KUHPerdata
menentukan bahwa barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek
perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
Causa dalam perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya
kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan itu harus
halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus halal. Jadi setiap perjanjian

9
Ibid. Hal. 33
10
Ibid. Hal. 34
14

pasti mempunyai causa, dan causa tersebut haruslah halal. Jika causa-nya palsu maka
perjanjian itu tidak mempunyai kekuatan.11
Isi perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang atau dengan kata lain tidak
halal, dapat dilacak dari peraturan perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran
atau kejahatan yang merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun
pidana. Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukup sukar ditentukan,
sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat, sedangkan masing-masing
kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang berbeda-beda.
Syarat pertama dan kedua dalam syarat-syarat sahnya perjanjian di atas adalah
mengenai subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempatmengenai obyek. 12 Terdapatnya cacat
kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidakcakap untuk membuat perikatan, mengenai
subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan.13 Pihak yang dapat meminta pembatalan
itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak
bebas.
Mengenai syarat ketiga dan keempat apabila obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian
batal demi hukum. Istilah batal demi hukum dalam suatu perjanjian maksudnya adalah bahwa
perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan dalam hal pelaksanaannya. Terkait hal yang
demikian, secara yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu
perikatan diantara para pihak yang membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk
meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain telah gagal. Terkait itu,
tidak dapat salah satu pihak menuntut pihak lain di depan pengadilan karena dasar hukumnya
tidak ada.
Suatu perjanjian tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan didalamnya
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya perjanjian dituntut berdasarkan
keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut
kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu perjanjian, walaupun tidak dengan
tegas dimasukkan di dalamnya.

2.2 Perjanjian Sewa Menyewa


2.2.1 PengertianPerjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian yang sering dibuat dalam
masyarakat, tapi sayangnya perjanjian ini sering dianggap perjanjian yang mudah jadi

11
https://afandyamd.wordpress.com/2012/07/01/hukum-perjanjian/ diakses pada 2 Desember 2015
12
Subekti. Op. Cit. Hal. 20-21
13
https://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/ diakses pada 3 Januari 2016
15

seringkali tidak memakai perjanjian tertulis. Pada saat suatu hal terjadi, para pihak baru
menyadari, bahwa pentingnya suatu perjanjian sewa menyewa dibuat secara tertulis, hal ini
adalah untuk menjamin kepastian hukum perjanjian tersebut.
Perjanjian sewa menyewa diatur dalam Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600
KUHPerdata. Pengertian sewa menyewa menurut Pasal 1548 adalah :
Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan suatu kenikmatan suatu barang kepada
pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi oleh pihak yang terakhir itu.

Menurut M. Yahya Harahap, pengertian sewa menyewa yaitu:14


Sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan
pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang
yang hendak di sewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati sepenuhnya.

Transaksi sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain
pada umumnya, adalah suatu perjanjian konsensuil. Maksudnya, perjanjian itu sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan
harga. Kewajiban pihak yang satu, menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak lain,
sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini, membayar harga sewa. Jadi barang itu
diserahkan tidak untuk dimiliki, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.
Menurut KUHPerdata bentuk perjanjian sewa menyewa ada 2 (dua) macam yaitu
secara tertulis dan secara lisan. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Pasal 1570 dan Pasal
1571 KUHPerdata. Jika sewa dibuat dengan tulisan, maka sewa itu berakhir demi hukum,
apabila waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya suatu pemberhentian untuk
itu. Saat sewa dibuat tidak dengan tulisan, maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang
ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan
tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
Seseorang yang menyewakan barangnya selama waktu tertentu tidak boleh
menghentikan sewanya, jika waktu sewa yang disepakati belum habis, dengan alasan akan
memakai sendiri barang yang akan disewakannya, tetapi jika perjanjian sewa menyewa tidak
ditetapkan dalam suatu waktu tertentu, maka pihak yang menyewakan berhak untuk
menghentikan sewa menyewa setiap saat sesuai dengan kehendaknya asal mengindahkan
cara-cara dan jangka waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan pengakhiran sewa menurut
kebiasaan setempat.

14
M. Yahya Harahap. Op. Cit. Hal. 220
16

Menurut M. Yahya Harahap, Perjanjian sewa menyewa berakhir karena 4 (empat) hal
yaitu :15
1. Dengan batas waktu yang ditentukan secara tertulis;
Hapusnya perjanjian sewa menyewa ini jika perjanjian sewa menyewa
dilakukan secara tertulis, yang didalamnya disebutkan mengenai batas waktu
berakhirnya perjanjian sewa menyewa. Jadi, jika lama sewa menyewa sudah
ditentukan dalam perjanjian secara tertulis, maka perjanjian berakhir tepat
pada saat yang ditetapkan.
2. Dalam waktu tertentu yang diperjanjikan secara lisan;
Jika sewa menyewa tidak dibuat secara tertulis, maka sewa tidak berakhir
demi hukum pada waktu yang ditentukan, melainkan apabila ia hendak
menghentikan persewaan dengan adanya pemberitahuan menurut tenggang
waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.
3. Berakhirnya sewa menyewa karena tidak ditentukan batas waktu
berakhirnya;
Bahwa berakhirnya sewa menyewa berjalan sampai pada saat dianggap
pantas oleh para pihak. Maksudnya, pengakhiran sewa pada sewa menyewa
tanpa batas waktu tertentu sebaiknya diserahkan kepada penghentian yang
selayaknya bagi para pihak, atau batas waktu penghentian yang selayaknya
ini berpedoman pada kebiasaan setempat.
4. Ketentuan khusus berakhirnya sewa;
Pihak yang menyewakan tidak boleh mengakhiri sewa atas alasan mau
dipakai sendiri barang yang disewakan, kecuali hal ini sudah ditentukan dulu
dalam perjanjian. Selain itu perjanjian sewa menyewa tidak hapus dengan
meninggalnya salah satu pihak. Perjanjian sewa menyewa dapat dilanjutkan
oleh para ahli warisnya sampai batas waktu berakhirnya perjanjian sewa
menyewa.

Pada Pasal 1553 KUHPerdata juga dijelaskan mengenai berakhirnya sewa menyewa.
Pasal 1553 KUHPerdata menyatakan bahwa, Jika selama waktu sewa, barang yang
disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka persetujuan
sewa gugur demi hukum. Musnahnya barang tersebut bukan karena kesalahan para pihak,
tetapi keadaan memaksa diluar kehendak para pihak. Pihak yang terlibat dalam perjanjian
sewa menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan
adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa,
sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda
dari pihak yang menyewakan.
Pada perjanjian sewa menyewa kedua pihak memiliki hak dan kewajiban masing-
masing. Menurut Salim H.S.,16 hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima uang

15
Ibid. Hal. 238-240
17

sewa sesuai waktu yang diperjanjikan dan menegur penyewa jika tidak mampu menjaga
barang sewaan dengan baik.
Menurut Salim H.S. kewajiban dari pihak yang menyewakan adalah sebagai berikut :17
a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa (Pasal 1550 ayat (1)
KUHPerdata);
b. Memelihara barang yang disewakannya sedemikian rupa, sehingga dapat
dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan (Pasal 1550 ayat (2)
KUHPerdata);
c. Memberikan hak kepada penyewa untuk menikmati barang yang disewakan
(Pasal 1550 ayat (3) KUHPerdata);
d. Melakukan pembetulan pada waktu yang sama (Pasal 1551 KUHPerdata);
e. Menanggung cacat dari barang yang disewakan (Pasal 1552 KUHPerdata).

Hak dari pihak penyewa menurut Salim H.S.,18 adalah menerima barang yang
disewakan dalam keadaan baik, sedangkan yang menjadi kewajiban penyewa sesuai dengan
yang disebutkan dalam Pasal 1560 KUHPerdata adalah:
a. Memakai barang sewa sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik,
artinya kewajiban memakainya seakan-akan barang itu kepunyaannya
sendiri;
b. Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.

Pada penjelasan Pasal 1561 KUHPerdata, jika pihak penyewa memakai barang yang
disewakannya untuk keperluan lainnya daripada yang menjadi tujuannya sehingga dapat
menimbulkan suatu kerugian kepada pihak yang menyewakan, maka pihak ini menurut
keadaan dapat dibatalkan sewanya. Pihak penyewa bertanggung jawab atas segala kerusakan
yang timbul pada barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika pihak penyewa
mampu membuktikan jika kerusakan itu terjadi diluar kesalahannya. Pihak penyewa tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan karena kebakaran, kecuali jika pihak yang
menyewakan membuktikan bahwa kebakaran itu disebabkan karena kesalahan pihak
penyewa. Jadi, dalam perjanjian sewa menyewa bentuk tanggung jawab pihak penyewa
adalah hanya terbatas pada ganti kerugian atas segala kerusakan yang disebabkan karena
kesalahan atau kelalaian pihak penyewa.

2.2.2 Obyek Perjanjian Sewa Menyewa


Pada suatu perjanjian hubungan hukum antara pihak yang satu dengan pihak yang lain
tidak bisa timbul dengan sendirinya. Hubungan ini timbul karena adanya suatu tindakan

16
Salim H.S. Op. Cit. Hal. 61
17
Ibid.
18
Ibid. Hal. 62
18

hukum. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihaklah yang menimbulkan
suatu hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberikan hak, sedangkan
pihak yang lain dibebani suatu kewajiban.
Obyek dalam perjanjian sewa menyewa adalah barang dan harga. Terkait syarat barang
yang disewakan adalah barang yang halal, artinya tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban, dan kesusilaan.19 Pengertian barang atau benda yang disebut dalam perjanjian
sewa menyewa harus dibedakan dengan pengertian benda atau barang yang terdapat dalam
hukum kebendaan. Pengertian benda yang disebut dalam Pasal 499 KUHPerdata adalah:
Segala barang dan hak yang dapat dijadikan obyek hak milik. Hal ini berbeda dengan
benda atau barang yang menjadi obyek dalam sewa menyewa. Terkait sewa menyewa barang
atau benda tersebut bukan untuk dimiliki tapi hanya untuk dinikmati.
Obyek dalam perjanjian sewa menyewa meliputi segala jenis benda, baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud, termasuk juga benda bergerak maupun benda tidak
bergerak. Jadi obyek sewa menyewa merupakan benda yang dapat disewakan, kecuali benda-
benda yang berada diluar perniagaan yang tidak dapat disewakan. Benda bergerak diatur
dalam Pasal 509-518 KUHPerdata. Pengertian benda bergerak menurut Pasal 509
KUHPerdata adalah : Kebendaan bergerak karena sifatnya ialah kebendaan yang dapat
berpindah atau dipindahkan.
Harga sewa dalam perjanjian sewa menyewa harus ditentukan bersama antara pihak
yang menyewakan dengan penyewa. Hal ini harus berdasarkan kesepakatan kedua pihak.
Terkait itu, besarnya uang sewa harus tertentu atau sesuatu yang dapat ditentukan,
maksudnya dapat berbentuk sejumlah uang atau berupa prestasi lain. Penentuan besarnya
harga sewa dapat dilakukan secara diam-diam, maksudnya pihak yang menyewakan sudah
menentukan terlebih dahulu besarnya harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa. Misalkan
dalam perjanjian sewa menyewa mobil, dalam hal ini pihak yang menyewakan sudah
menentukan besarnya harga sewa yang harus dibayar oleh penyewa, hal ini tergantung jangka
waktu penyewaan, diantaranya perjam ataupun perhari.

2.3 Wanprestasi
2.3.1 Pengertian Wanprestasi

19
Ibid. Hal. 59
19

Pasal 1233 KUHPerdata mengatur sumber perikatan adalah perjanjian dan Undang-
undang. Perikatan adalah suatu hubungan di bidang hukum kekayaan dimana satu pihak
berhak menuntut suatu prestasi. Sebagaimana telah disebutkan bahwa perjanjian menurut
Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lebih. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka
(open system), artinya setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja, walaupun belum
atau tidak diatur dalam undang-undang. Hal ini sering disebut Asas Kebebasan Berkontrak
(freedom of making contract), yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, Semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Sebelum membahas wanprestasi, ada baiknya disebutkan terlebih dahulu pengertian
dari prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam suatu
perikatan,sebagai objek perikatan.20
Prestasi merupakan objek perikatan. A. Qirom Meliala menyatakan agar supaya objek
perikatan tersebut dapat dicapai, dalam arti dapat dipenuhi oleh debitur maka perlu diketahui
sifat-sifatnya, sebagai berikut :
a) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Hal ini memungkinkan debitur
memenuhi perikatan. Jika prestasi tersebut tidak tertentu atau tidak dapat
ditentukan mengakibatkan perikatan menjadi batal (nietig);
b) Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar
dengan segala usahanya. Jika tidak demikian, maka perikatan menjadi batal
(nietig);
c) Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh Undang Undang;
tidak bertentangan dengan kesusilaan, tidak bertentangan dengan ketertiban
umum. Jika prestasi tersebut tidak halal, perikatan menjadi batal (nietig);
d) Harus ada manfaat bagi kreditur artinya kreditur dapat menggunakan,
menikmati, dan mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat
dibatalkan (vernitigbaar);
e) Terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan, jika prestasi itu berupa
satu kali perbuatan dilakukan lebih dari satu kali dapat mengakibatkan
pembatalan perikatan (vernitigbaar).21)

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata ada tiga hal kemungkinan wujud prestasi,
yaitu : (a) memberikan sesuatu ; (b) berbuat sesuatu ; dan (c) tidak berbuat sesuatu. Pada

20
http://tidakdijual.com/content/hukum-perikatan-2 diakses 3 Januari 2016
21
A.Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,
(Yogyakarta, Liberty, 1985), Hal.27
20

pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan
kekuasaan nyata atas sesuatu benda dari debitur kepada kreditur. Selanjutnya dalam perikatan
yang objeknya berbuat sesuatu debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah
ditetapkan dalam suatu perikatan, sedangkan dalam perikatan yang objeknya : tidak berbuat
sesuatu debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan.
Wanprestasi adalah apabila seorang debitur tidak melakukan prestasi sama sekali atau
melakukan prestasi yang keliru atau terlambat melakukan prestasi, maka dalam hal-hal yang
demikian itulah yang disebut seorang debitur melakukan wanprestasi. Berdasarkan batasan-
batasan ini dapat diambil bentuk-bentuk wanprestasi yaitu : (a) Tidak melakukan prestasi
sama sekali ; (b) Melakukan prestasi yang keliru ; dan (c) Terlambat melakukan prestasi.22
Wanprestasi atau cedera janji itu ada kalau seorang debitur itu tidak dapat
membuktikan bahwa tidak dapatnya ia melakukan prestasi adalah di luar kesalahannya atau
dengan kata lain debitur tidak dapat membuktikan adanya overmacht, jadi dalam hal ini
debitur jelas tidak bersalah. Sejak kapankah debitur itu telah wanprestasi. Pada praktek
dianggap bahwa wanprestasi itu tidak secara otomatis, kecuali kalau memang sudah
disepakati oleh para pihak bahwa wanprestasi itu ada sejak tanggal yang disebutkan dalam
perjanjian dilewatkan.
Tentang penentuan tanggal timbulnya wanprestasi kebanyakan para ahli hukum
berpendapat bahwa kreditur harus memperhitungkan waktu yang layak diberikan kepada
debitur untuk dapat melaksanakan prestasi tersebut. Apa ukuran dari waktu yang layak ini,
tidak ada jawaban yang memuaskan terhadap masalah ini, sehingga harus diteliti dengan
baik. Selanjutnya perlu dipertimbangkan pula mengenai itikad baik dari kedua belah pihak
baik debitur maupun kreditur.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Wanprestasi


Sri Soedewi Maschoen Sofwan menyatakan bahwa debitur dinyatakan melakukan
wanprestasi dengan memenuhi 3 (tiga) unsur sebagai berikut :
1) Perbuatan yang dilakukan debitur tersebut dapat disesalkan;
2) Akibatnya dapat diduga lebih dahulu baik dalam arti yang objektif yaitu
orang yang normal dapat menduga, bahwa keadaan itu akan timbul maupun
dalam arti yang subjektif, yaitu sebagai orang yang ahli dapat menduga
keadaan demikian akan timbul.

22
http://www.legalakses.com/wanprestasi/ diakses pada 3 Januari 2016
21

3) Dapat diminta untuk mempertanggungjwabkan perbuatannya, artinya bukan


orang gila atau lemah ingatan.23)

Pada dasarnya wanprestasi dapat terjadi karena 2 (dua) hal, yaitu :24
1) Kesengajaan, maksudnya perbuatan itu memang diketahui atau dikehendaki
oleh debitur ;
2) Kelalaian, maksudnya si debitur tidak mengetahui adanya kemungkinan
bahwa akibat itu akan terjadi.

Berdasarkan kedua hal tersebut menimbulkan akibat yang berbeda yaitu, dalam adanya
kesengajaan si debitur, maka si debitur harus lebih banyak mengganti kerugian daripada
dalam hal adanya kelalaian. Selain itu, untuk menentukan apakah seorang debitur bersalah
melakukan wanprestasi, perlu juga ditentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan
sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasinya.
Subekti membagi wanprestasi dalam 4 (empat) bentuk, yaitu :
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
3) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.25)

Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Wirjono Prodjodikoro,


menyebutkan bahwasanya wanprestasi ada 3 (tiga), yaitu :
a) Pihak yang berwajib sama sekali tidak melaksanakan janjinya;
b) Pihak yang berwajib terlambat melaksanakan kewajibannya;
c) Melaksanakan tetapi tidak secara semestinya atau tidak sebaik-baiknya.26)

Mengenai wanprestasi tersebut membawa akibat yang berat bagi kreditur, maka
wanprestasi tidak terjadi dengan sendirinya, sehingga untuk itu dibedakan antara perutangan
dengan ketentuan waktu dan perutangan tidak dengan ketentuan waktu. Perutangan dengan
ketentuan waktu, wanprestasi terjadi apabila batas waktu yang ditetapkan dalam perjanjian
lampau tanpa adanya prestasi, tetapi batas waktu inipun tidak mudah karena dalam praktek
sering ada kelonggaran. Suatu peraturan yang tidak dengan ketentuan waktu biasanya
digunakan kepantasan, tetapi azas ini juga tidak memuaskan karena ukuran kepantasan tidak
sama bagi setiap orang. Kemudian dipergunakan suatu upaya hukum yang disebut in gebreke
stelling untuk menentukan kapankah saat mulainya wanprestasi.

23
Sri Soedewi Maschoen, Hukum Badan Pribadi, (Yogyakarta: Seksi Hukum Perdata FH UGM, 1997).
Hal.45
24
https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/ diakses pada 17 Desember 2015
25)
Subekti, Op.Cit, Hal. 63
26)
Wirjono Prodjodikoro, Pokok Pokok Hukum Perdata, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1989), Hal. 9
22

2.4 Kendaraan Bermotor


2.4.1 Pengertian Kendaraan Bermotor
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk
pergerakannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan bermotor
menggunakan mesin pembakaran dalam (perkakas atau alat untuk menggerakkan atau
membuat sesuatu yg dijalankan dengan roda, digerakkan oleh tenaga manusia atau motor
penggerak, menggunakan bahan bakar minyak atau tenaga alam). Kendaraan bermotor
memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan.27
Kendaraan atau angkutan atau wahana adalah alat transportasi, baik yang digerakkan
oleh mesin maupun oleh makhluk hidup. Kendaraan ini biasanya buatan manusia (mobil,
motor, kereta, perahu, pesawat), tetapi ada yang bukan buatan manusia dan masih bisa
disebut kendaraan, seperti gunung es, dan batang pohon yang mengambang. Kendaraan tidak
bermotor dapat juga digerakkan oleh manusia atau ditarik oleh hewan, seperti gerobak.
Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik untuk
pergerakkannya, dan digunakan untuk transportasi darat. Umumnya kendaraan bermotor
menggunakan mesin pembakaran dalam, namun motor listrik dan mesin jenis lain (misalnya
kendaraan listrik hibrida dan hibrida plug-in) juga dapat digunakan. Kendaraan bermotor
memiliki roda, dan biasanya berjalan di atas jalanan. Jenis-jenis kendaraan bermotor dapat
bermacam-macam, mulai dari mobil, bus, sepeda motor, kendaraan off-road, truk ringan,
sampai truk berat. Klasifikasi kendaraan bermotor ini bervariasi tergantung masing-masing
negara adalah standar untuk tipe dan definisi kendaraan darat.28
Menurut Utomo29 bahwa transportasi adalah :
Pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Selain itu,
ada juga yang menyatakan bahwa transportasi adalah perpindahandari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan alat pengangkutan, baik yang
digerakkan oleh tenaga manusia, hewan (kuda, sapi, kerbau), atau mesin. Konsep
transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan
tujuan (destination). Pada transportasi, terdapat unsur-unsur yang terkait erat
dalam berjalannya konsep transportasi itu sendiri.
Adapun unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Manusia yang membutuhkan;
2. Barang yang dibutuhkan;
3. Kendaraan sebagai alat/sarana;
4. Jalan dan terminal sebagai prasarana transportasi;
5. Organisasi (pengelola transportasi).

27
http://id.wikipedia.org/wiki/kendaraan_bermotor diakses pada 4 Desember 2015
28
ISO 3833:1977. International Organization for Standardization. Diakses tanggal 2011-08-22.
29
Planet Kreativity diakses pada 4 desember 2015, pukul 07.25
23

Selanjutnya Utomo menyatakan bahwa transportasi memiliki fungsi dan manfaat yang
terklasifikasi menjadi beberapa bagian penting. Transportasi memiliki fungsi yang terbagi
menjadi dua yaitu melancarkan arus barang dan manusia dan menunjang perkembangan
pembangunan (the promoting sector).

Sedangkan manfaat transportasi menjadi tiga klasifikasi yaitu:


1. Manfaat Ekonomi Kegiatan ekonomi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia
dengan menciptakan manfaat. Transportasi adalah salah satu jenis kegiatan
yang menyangkut peningkatan kebutuhan manusia dengan mengubah letak
geografis barang dan orang sehingga akan menimbulkan adanya transaksi.
2. Manfaat Sosial Transportasi menyediakan berbagai kemudahan, diantaranya a)
pelayanan untuk perorangan atau kelompok, b) pertukaran atau penyampaian
informasi, c) Perjalanan untuk bersantai, d) Memendekkan jarak, e)
Memencarkan penduduk.
3. Manfaat Politis Transportasi menciptakan persatuan, pelayanan lebih luas,
keamanan negara, mengatasi bencana, dll.
4. Manfaat Kewilayahan Memenuhi kebutuhan penduduk di kota, desa, atau
pedalaman. 30

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa kendaraan bermotor adalah suatu
sarana yang digerakkan oleh mesin dan digunakan sebagai alat transportasi untuk melakukan
pemindahan barang atau manusia dari suatu tempat ke tempat yang lainnya.
2.4.2 Macam-Macam Kendaraan Bermotor
Di dalam kehidupan sehari-hari, dikenal berbagai macam kendaraan bermotor.Menurut
Utomo31, jenis-jenis transportasi dibagi menjadi tiga yaitu, :
1. Transportasi darat. Alat transportasi darat dipilih berdasarkan faktor-faktor
seperti jenis dan spesifikasi kendaraan, jarak perjalanan, tujuan perjalanan,
ketersediaan alat transportasi, ukuran kota dan kerapatan permukiman, faktor
sosial-ekonomi. Contoh moda transportasi darat adalah kendaraan bermotor,
kereta api, gerobak yang ditarik oleh hewan (kuda, sapi,kerbau), atau
manusia.
2. Transportasi air (sungai, danau, laut). Alat transportasi air contohnya seperti
kapal,tongkang, perahu, rakit.
3. Transportasi udara. Alat transportasi udara dapat menjangkau tempat tempat
yang tidak dapat ditempuh dengan alat transportasi darat atau alat transportasi
laut, di samping mampu bergerak lebih cepat dan mempunyai lintasan yang
lurus, serta praktis bebas hambatan. Contoh alat transportasi udara misalnya
pesawat terbang, helicopter, balon udara, dll.

30
Ibid.
31
http://ppsdma.bpsdm.dephub.go.id/web/wp-content/uploads/2015/07/DASAR-DASAR-
TRANSPORTASI-UDARA.docx. diakses 3 Januari 2016
24

Transportasi publik adalah seluruh alat transportasi di mana penumpang tidak


bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Alat transportasi publik umumnya termasuk
kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, feri, taxi, dan lain-
lain. Konsep transportasi publik sendiri tidak dapat dilepaskan dari konsep kendaraan umum.
Pengertian kendaraan umum berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor. 35 Tahun
2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan kendaraan umum yaitu
Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan
oleh umum dengan dipungut bayaran baik langsung maupun tidak langsung.

2.5 Pariwisata
2.5.1 Pengertian Pariwisata

Istilah pariwisata secara etimologi yang berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari
kata pari yang berarti halus, maksudnya mempunyai tata krama tinggi dan wisata yang
berarti kunjungan untuk melihat, mendengar, menikmati dan mempelajari sesuatu. 32 Maka
pariwisata itu berarti menyuguhkan suatu kunjungan secara bertata krama dan berbudi.
Pada Pasal 1 Undang-undang RI No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan menyebutkan
bahwa pariwisata adalah Berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah
daerah.
Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang bersifat sementara tidak untuk memperoleh
penghasilan dan untuk dan untuk menikmati perjalanan sebagai rekreasi untuk memenuhi
keinginan yang beragam tanpa adanya suatu paksaan, menurut Hunzieker dan Kraff
menyatakan :
ilmu pariwisata adalah keseluruhan dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan
dan pendiaman orang-orang asing dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan
dan pendiaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dan
aktivitas yang bersifat sementara.33

Berdasar beberapa defenisi yang dikemukan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang dari suatu tempat ke tempat lain,
untuk sementara waktu dengan maksud atau tujuan tidak untuk berusaha atau mencari nafkah
ataupun menetap di tempat yang dikunjungi, akan tetapi untuk menikmati perjalanan tersebut

32
http://id.scribd.com/doc/82945381/Pariwisata#scribd diakses pada 3 Januari 2016.
33
Oka.A Yoeti.Pengantar Ilmu Pariwisata. (Bandung : Angkasa. 1994).Hal. 6
25

sebagai rekreasi atau untuk memenuhi kegiatan yang beragam tanpa adanya suatu paksaan
dan dilakukan perorangan maupun kelompok.

2.5.2 Pengertian Wisatawan

Kata wisatawan berasal dari bahasa sansekerta, yang berasal dari katawisata yang
berarti perjalanan yang dapat disamakan dengan kata tour dalam bahasa inggris. Kata
wisatawan selalu diasosiasikan dengan kata tourist dalam bahasa inggris.34
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
menyatakan bahwa, wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
Beberapa hal yang dapat dianggap sebagai wisatawan yaitu :
1. Orang-orang yang berpergian untuk tujuan bersenang-senang, alasan keluarga, untuk
tujuan kesehatan dan lain sebagainya.
2. Orang-orang yang berpergian untuk mengadakan pertemuan atau mewakili kedudukan
sebagai diplomat;
3. Orang-orang yang singgah dalam pelayaran lautnya, sekalipun bila mereka tinggal kurang
dari 24 jam.
Berdasarkan Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai perjalanan internasional
dan pariwisata di Roma tahun 1963 menyatakan bahwa :
wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara selain negara
tempat tinggalnya yang biasa, untuk berbagai tujuan selain mencari nafkah dan
melakukan suatu pekerjaan yang menguntungkan di negara yang dikunjungi.35

Berdasar definisi tersebuttelah mencakup wisatawan (tourist) yaitu pengunjung yang datang
paling sedikit 24jam di negara yang dikunjungi. Dan Pelancong (excursionist) yaitu seorang
pengunjung yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjungi.
Berdasarkan defenisi diatas dapat diketahui yang disebut wisatawan adalah :
1. Perjalanan yang dilakukan lebih kurang 24 jam.
2. Perjalanan yang dilakukan hanya untuk sementara.
3. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah di tempat
tujuannya.

34
https://tourismeconomic.wordpress.com/2012/10/29/wisata-pariwisata-wisatawan-kepariwisataan-
unsur-unsur-pariwisata/ diakses 17 Desember 2015
35
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37992/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 17 Desember
2015
26

2.5.3 Pengertian Industri Pariwisata

Bila orang mendengar kata industri, gambaran dari kebanyakan orang adalah suatu
bangunan pabrik dengan segala perlengkapannya dan menghasilkan produk dalm bentuk
barang. Demikianlah gambaran industri pada umumnya, tetapi industri pariwisata jauh
berbeda dengan itu.36
Berdasarkan pengertian-pengertian kata industri yang telah diuraikan diatas, maka
ada kecenderungan untuk memberikan batasan tentang industri pariwisata yaitu : industri
pariwisata adalah kumpulan bermacam-macam perusahaan yang secara bersamasama
menghasilkan barang dan jasa (good and service) yang dibutuhkan oleh wisatawan pada
khusunya selama dalam perjalanan.37
Pada Pasal 1 Undang-Undang RI No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
menjelaskan bahwa : industri pariwisata adalah kumpulan usaha yang saling terkait dalam
rangka penghasilan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam
penyelenggaraan pariwisata.
Pengertian industri pariwisata akan lebih jelas kita mempelajari dari jasa atau barang
yang dihasilakan atau pelayanan yang diharapkan wisatwan ketika melakukan perjalanan.
Terkait demikian akan terlihat tahap-tahap wisatawan sebagai konsumen memerlukan
pelayanan tertentu.
Berdasar pernyataan tersebut, jelaslah bahwa usaha-usaha yang berhubungan dengan
kepariwisataan merupakan usaha yang bersifat Comercial. Hal tersebut dapat dilihat dari
betapa banyaknya jasa yang diperlukan oleh wisatawan jika melakukan perjalanan wisata
semenjak ia berangkat dari rumahnya hingga kembali ke rumahnya tersebut. Jasa yang
diperoleh tidak hanya oleh satu perusahaan yang berbeda fungsi dalam proses pemberian
layanannya.
Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri pariwisata yaitu :
a) Travel Agen
b) Perusahaan Angkutan (Transportasi)
c) Akomodasi perhotelan
d) Bar dan restoran
e) Souvenir dan Handicraf
f) Perusahaan-perusahaan yang terkaitan dengan aktifitas wisatawan,
seperti Money changer, Bank, Kantor pos dan lain-lain.38

36
Oka A. Yoeti,Op. Cit.Hal. 1
37
Ibid. Hal. 140
38
Ibid. Hal. 147
27

Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa industri pariwisata adalah merupakan
suatu industri yang sangat menarik karena dapat memberikan kepuasan kepada siapapun juga,
baik penyedia jasa wisata dan penikmat wisata (wisatawan).
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Wisatawan

3.1.1 Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor


Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan
hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Perjanjian yang
dimaksud dalam karya tulis skripsi ini adalah perjanjian sewa menyewa, khususnya
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor. Adapun para pihak yang terkait dengan
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor adalah pihak yang menyewakan yaitu
perusahaan persewaan kendaraan bermotor dengan pihak penyewa, baik itu orang pribadi
ataupun lembaga / instansi. Adapun yang menjadi obyek dalam perjanjian sewa menyewa ini
adalah barang, yaitu berupa kendaraan bermotor dan harga (uang sewa).
Sebelum membahas tentang perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor, terlebih
dahulu penulis menguraikan tentang perjanjian pada umumnya secara garis besar.
Selanjutnya, penulis juga menguraikan tentang hubungan antara perikatan dan perjanjian,
karena di antara keduanya mempunyai hubungan yang erat sekali dan seolah-olah tidak dapat
dipisahkan. Lahirnya perjanjian adalah menerbitkan adanya perikatan, atau dengan kata lain
bahwa perikatan itu lahir salah satunya dari adanya perjanjian. Selain perjanjian, sumber
perikatan yang lain adalah undang-undang. Hal ini dinyatakan dalam ketentuan Pasal 1233
KUHPerdata yaitu Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena
undang-undang.
R. Subekti dalam bukunya Pokok-Pokok Hukum Perdata menyatakan :
Perikatan (verbintenis) mempunyai arti lebih luas daripada perjanjian, sebab
dalam Buku III KUHPerdata yaitu diatur juga perihal hubungan hukum yang
tidak bersumber pada perjanjian, yaitu perikatan yang timbul dari perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan yang timbul dari pengurusan
kepentingan orang lain tanpa berdasarkan atas persetujuan (zaakwaarneming).1

1
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta, Intermasa, 1996). Hal. 122.

28
29

Selanjutnya, Mariam Darus Badrulzaman menyatakan :


Perikatan adalah hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak
dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi.2

Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara debitur dan kreditur dalam lapangan hukum harta kekayaan.
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih.3 Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata
overenskomst (bahasa Belanda). Adapula yang menterjemahkan dengan istilah persetujuan.
Hukum perjanjian disebut pula sebagai hukum pelengkap, yang berarti para pihak yang
akan membuat perjanjian dapat menyimpang atau mengesampingkan berlakunya ketentuan
undang-undang, atau undang-undang hanya berlaku sebagian, atau melengkapi apabila
mengenai suatu hal para pihak yang mengaturnya secara lengkap, atau undang-undang
berlaku seluruhnya apabila para pihak tidak mengaturnya sendiri.
Mengenai asas-asas dalam hukum perjanjian, Marhaenis Abdulhay dalam bukunya
yang berjudul Hukum Perdata Material mengemukakan :
Apabila kita mendalami KUHPerdata, maka dalam hukum perjanjian
(overenkomstrecht) terdapat beberapa asas, yaitu :
1. Asas kebebasan (beginsel dar contract vrijheid);
2. Asas penambahan (aanvulent recht);
3. Asas sistem terbuka (open system);
4. Asas konsensualitas (sepakat).4

Makna dari asas kebebasan terdapat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yaitu
Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan bahwa perjanjian yang
disepakati oleh kedua belah pihak adalah berlaku mengikat bagi kedua belah pihak, begitu
pula dengan perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor, semua ketentuan yang terdapat
dalam formulir perjanjian adalah berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang
terlibat pada perjanjian tersebut yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan.
Asas penambahan secara prinsip memerintahkan kepada pihak-pihak yang membuat isi
perjanjian, harus lengkap dan sempurna tanpa ada kekurangan. Walaupun demikian, jika

2
Mariam Darus Badrulzaman. Hukum Perikatan, (Bandung, Alumni,1983). Hal. 9.
3
Pasal 1313 KUH Perdata.
4
Marhaenis Abdulhay, Hukum Perdata Material, (Jakarta, Pradnya Paramita, 1984). Hal. 29.
30

dirasa masih terdapat kekurangan, maka kekurangan itu akan dilengkapi oleh pasal-pasal
undang-undang yang berlaku. Didalam praktiknya, isi perjanjian dalam perjanjian sewa-
menyewa kendaraan bermotor adalah ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pihak penyewa
yang terdapat pada formulir perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor, begitu pula
dengan pihak yang menyewakan harus melakukan ketentuan yang diinginkan oleh pihak
penyewa biasanya bersifat lisan.
Asas terbuka terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata. Pasal
1339 KUHPerdata menegaskan bahwa Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat persetujuan, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Selanjutnya, makna asas terbuka adalah bahwa didalam membuat suatu perjanjian,
diserahkan sepenuhnya kepada pihak-pihak untuk menentukan isi perjanjian dan hukum apa
yang dipergunakan demi kebebasan asasi setiap orang sebagai makhluk Tuhan yang dijamin
secara asasi menurut hukum asasi.
Demikian pula asas konsensualitas (sepakat) adalah dalam perjanjian yang dibuat
adalah didasarkan atas kesepakatan para pihak. Secara tegas para pihak telah menyetujui
adanya perjanjian itu dengan konsensus, baik secara lisan maupun tertulis.
Sehubungan dengan hal itu, terkait dengan keabsahan suatu perjanjian, Pasal 1320
KUHPerdata menentukan :
1. Adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri;
2. Adanya kecakapan para pihak untuk membuat suatu perjanjian;
3. Adanya suatu hal atau obyek tertentu;
4. Adanya suatu hal yang tidak dilarang (halal).
Syarat keabsahan perjanjian sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1320 KUHPerdata
itu, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Syarat subyektif, yaitu yang berkaitan dengan orangnya atau subyeknya yang mengadakan
perjanjian. Syarat itu terdapat pada angka 1 dan 2.
2. Syarat obyektif, yaitu yang berkaitan dengan isi atau obyek dari perjanjiannya itu sendiri.
Syarat itu terdapat pada angka 3 dan 4.
Selain itu, secara substansi didalam perbuatan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan dan kepentingan umum (kepatutan). Saat bertentangan
dengan hal-hal tersebut, maka perjanjian yang dibuat adalah mengandung cacat atau bahkan
tidak memenuhi syarat-syarat keabsahan suatu perjanjian. Akibatnya perjanjian itu tidak
memiliki kekuatan mengikat. Pada perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor yang harus
31

diperhatikan adalah berdasarkan hukum yang berlaku sesuai dengan perundang-undangan


khususnya di Indonesia.
Pada praktek kehidupan sehari-hari, terdapat bermacam-macam jenis perjanjian, antara
lain adalah perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjiantukar menukar,
perjanjian pinjam pakai dan lain-lain. Perjanjian sewa menyewa merupakan salah satu
perjanjian yang sering dilakukan oleh masyarakat dalam kehidupannya.
Istilah sewa menyewa adalah terjemahan dari Huur en Verhuur (Bahasa Belanda).
Adapun yang dimaksud sewa menyewa dalam kehidupan bermasyarakat adalah pemakaian
atas sesuatu barang dengan membayar sejumlah uang tertentu. Pengertian ini sangat berbeda
jika ditinjau dari aspek hukum sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1548 KUHPerdata.
Secara umum perjanjian sewa menyewa dapat diartikan sebagai suatu persetujuan
bahwa pihak yang satu berkewajiban untuk memberikan kenikmatan atas suatu benda kepada
pihak lainnya dengan harga tertentu dan pihak lain menyetujui untuk pembayaran itu. Saat
merujuk pada KUHPerdata, sewa menyewa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak
yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan
dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang
oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.5
Pemberian kenikmatan tersebut hanya dapat dilakukan jika penyewa telah sepakat
disertai membayar sejumlah uang sesuai dengan kesepakatannya. Atas dasar itu, dia sudah
dapat menikmati benda yang disewa dengan nyaman, dalam perjanjian sewa-menyewa
kendaraan bermotor pihak penyewa akan diberikan kendaraan sesuai dengan pilihannya
apabila si penyewa telah sepakat dengan pihak yang menyewakan dengan memenuhi
persyaratan serta membayar biaya sewa yang telah disepakati.
Sehubungan dengan hal itu H.F.A. Vollmar menyatakan6 :
Essensialia daripada perjanjian sewa menyewa seperti yang dirumuskan dalam
Pasal 1548 KUHPerdata singkatnya adalah bahwa para pihak harus memperoleh
sepakat tentang benda dan harga, sedangkan sebagai unsur ke tiga ada kalanya
disebut waktu tertentu, tetapi itu adalah tidak pada tempatnya, hal mana ternyata
di bawah ini. Jadi, jika mengenai benda dan harga ada persesuaian dengan
perjanjian jual beli, perbedaan besar ada dalam hal, bahwa berdasarkan hal yang
terakhir ini bendanya beralih kedalam eigendom, sedangkan pada perjanjian sewa
menyewa, si penyewa hanyalah mendapat nikmat (sementara) daripada
bendanya.

5
Pasal 1548 KUH Perdata.
6
H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II, (Jakarta, Rajawali, 1984). Hal. 322.
32

Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa maksud diadakannya perjanjian sewa


menyewa adalah penikmatan atas suatu benda tertentu dengan cara membayar sewa untuk
suatu waktu tertentu. Penikmatan inilah sebagai salah satu unsur yang ditekankan pada Pasal
1548 KUHPerdata. Penikmatan itu tidak terbatas sifatnya. Seluruh kenikmatan harus dapat
dinikmati oleh si penyewa atas barang yang disewa karena pemilik barang memang
berkewajiban memberikan kenikmatan itu pada si penyewa.
Peraturan mengenai sewa menyewa yang termuat dalam Bab VII Buku III KUHPerdata
berlaku untuk segala jenis persewaan, baik itu untuk barang yang bergerak maupun untuk
barang yang tidak bergerak, baik yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai
waktu tertentu. Waktu tertentu bukanlah syarat yang mutlak untuk adanya suatu perjanjian
sewa menyewa. Dalam perjanjian sewa menyewa yang terpenting adalah adanya kesepakatan
mengenai barang yang akan disewa dan harga sewa yang akan diterima oleh pihak yang
menyewakan.
Waktu tertentu meskipun bukanlah syarat yang mutlak untuk adanya suatu perjanjian
sewa menyewa, akan tetapi dalam praktik kehidupan sehari-hari para pihak seringkali tidak
lupa menetapkan suatu waktu tertentu sebagai batas masa persewaan. Selain itu, itikad baik
para pihak dalam pembuatan perjanjian sewa menyewa menjadi sangat penting juga karena
jika hal ini diabaikan, dapat dipastikan akan muncul masalah dikemudian hari.
Sejalan dengan hal itu, A. Qirom Syamsudin Meliala menyatakan :
Tiap orang yang membuat suatu perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik.
Asas itikad baik ini dapat dibedakan antara itikad baik yang subyektif dan itikad
baik yang obyektif. Itikad baik yang subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran
seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak dalam
sikap bathin seseorang pada waktu melakukan perbuatan hokum. Sedangkan
itikad baik dalam pengertian obyektif maksudnya bahwa pelaksanaan suatu
perjanjian itu harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa-apa yang
dirasakan sesuai dengan yang patut dalam masyarakat.7

Pembuatan perjanjian sewa menyewa (termasuk sewa menyewa kendaraan bermotor)


sudah biasa dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat karena dengan adanya tersebut, dapat
membantu para pihak, baik itu pihak penyewa maupun yang menyewakan. Jadi, mereka
sama-sama saling diuntungkan. Penyewa dapat diuntungkan dengan kenikmatan benda
daribenda yang disewakan dan yang pihak yang menyewakan dapat diuntungkan dengan
memperoleh harga sewa atas benda miliknya yang telah diberikan oleh pihak penyewa.

7
A. Qirom Syamsudin Meliala, Op. cit. Hal. 19.
33

Jadi, kendaraan bermotor yang ada dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dinikmati
dengan cara membeli saja, melainkan juga dapat dinikmati dengan sistem sewa menyewa.
Perjanjian sewa-menyewa ini pada dasarnya seperti jual beli, hanya saja perbedaannya disini
yaitu : pada perjanjian jual beli benda atau barang yang telah disepakati sudah dapat dimiliki
oleh pembeli setelah pembeli menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati kepada
penjual, sedangkan dalam perjanjian sewa menyewa ini benda atau barang yang telah
disepakati tidak dapat dimiliki oleh penyewa tetapi hanya digunakan untuk waktu yang telah
ditentukan oleh penyewa dan yang menyewakan.
Perjanjian sewa menyewa pada umumnya adalah perjanjian konsensuil, artinya
perjanjian itu telah mengikat pada detik tercapainya kata sepakat mengenai unsur-unsur
pokok yaitu barang dan harga. Atas dasar kesepakatan itu, para pihak wajib untuk memenuhi
prestasinya masing-masing. Saat ada pihak yang tidak memenuhi prestasi, sangat mungkin
akan mengakibatkan kerugian pada pihak yang lainnya.
Pada perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor akan terjadi proses bahwa pihak
yang menyewakan menyerahkan kenikmatan atas barang miliknya kepada pihak penyewa
dengan syarat pihak penyewa menandatangani surat perjanjian, sekaligus sebagai suatu bukti
dengan dibayarkannya uang sewa kendaraan tersebut. Jadi, pembayaran uang sewa kendaraan
bermotor itu dibayar lunas di muka pada waktu perjanjian dibuat. Mengenai waktu
penyewaannya tidak ada ketentuan tertentu untuk itu, maksudnya masa waktu persewaan
adalah sangat tergantung dari keinginan si penyewa itu sendiri, apakah si penyewa akan
menyewa kendaraan itu per-jam, per-hari, per-minggu, perbulan atau lebih. Pihak yang
menyewakan tidak mempermasalahkan hal itu, yang penting pembayaran uang sewanya
dibayarkan lunas pada saat perjanjian disepakati.
Secara umum agar para pihak dapat menikmati keamanan dan kenyamanan dalam
pelaksanaan perjanjian itu, pihak yang menyewakan akan menyerahkan kendaraan bermotor
dalam keadaan siap pakai disertai surat-suratnya dan perlengkapan yang lainnya. Sebaliknya,
untuk meyakinkan pihak yang menyewakan kendaraan, pihak penyewa dalam pembuatan
perjanjian itu biasanya diminta menyerahkan kartu identitas diri. Terkait demikian, para
pihak akan merasa aman dan nyaman dalam melaksanakan perjanjian itu. Kejujuran para
pihak adalah penentu utamanya.
Perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor merupakan serangkaian peristiwa yang
di mulai dari pengajuan konsep perjanjian, kesepakatan, penandatanganan surat perjanjian,
pembayaran sewa, penyerahan kendaraan, serta pemakaian kendaraan sampai dengan masa
sewa berakhir.
34

Saat dicermati, ternyata perjanjian sewa menyewa adalah termasuk perjanjian timbal
balik, yaitu ke dua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban dan hak secara
bertimbal-balik untuk melakukan prestasi. Pihak yang menyewakan, berkewajiban untuk
memberikan kenikmatan kepada penyewa dengan cara menyerahkan barang (kendaraan)
yang disewakan dalam keadaan baik dan layak pakai sesuai dengan keinginan penyewa.
Sebaliknya, penyewa berkewajiban membayar sejumlah uang tertentu sesuai kesepakatan
tentang harga sewa kendaraan tersebut.
Sejalan dengan adanya persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan suatu
perjanjian sebagaimana diatur pada Pasal 1320 KUHPerdata, maka pembuatan perjanjian
sewa menyewa kendaraan bermotor juga tidak terhindar dari adanya syarat-syarat tersebut,
baik syarat subyektif maupun syarat obyektif.
Berdasarkan hasil penelitian dalam skripsi ini maka dapat diketahui bahwa dalam
praktik pembuatan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor, terdapat syarat-syarat
tambahan atau syarat pelengkap, yaitu :
1. Syarat subyektif (pihak penyewa) yaitu :
a. Memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM);
b. Memiliki Kartu Pengenal, seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Pegawai, Kartu
Pelajar atau tanda pengenal lainnya yang diharuskan oleh pihak pemilik kendaraan
bermotor (pihak yang menyewakan). Khusus untuk wisatawan manca negara harus
memiliki Paspor sebagai syarat mutlak, selain harus memiliki Licence to Drive atau
SIM di Indonesia.
c. Bagi wisatawan domestik, harus menyerahkan uang jaminan yang besarnya ditentukan
oleh pihak pemilik kendaraan (pihak yang menyewakan). Keberadaan uang jaminan
ini adalah mutlak guna mengantisipasi apabila terjadi kerusakan akibat kelalaian pihak
penyewa, sehingga tidak dapat diganti dengan benda apapun, akan tetapi uang jaminan
ini dapat diperoleh kembali oleh pihak penyewa apabila kendaraan yang disewa
kembali dalam keadaan baik secara fisik dan yuridis seperti semula.
d. Usia dalam pembuatan perjanjian ini tidak dipermasalahkan. Yang terpenting pihak
penyewa memiliki kartu pengenal dan SIM (wisatawan domestik), serta memiliki
paspor bagi wisatawan manca negara.
2. Syarat obyektif dari kendaraan bermotor yang disewakan, yaitu :
a. Kendaraan bermotor itu dilengkapi dengan surat-surat seperti STNK.
b. Semua instrument, peralatan serta perlengkapan kendaraan bermotor itu berfungsi
dengan baik.
35

c. Kendaraan bermotor itu tidak sedang dalam perkara sehingga dapat mengganggu
kenyamanan si penyewa selama memakai kendaraan bermotor itu.
Pembuatan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor dalam praktik lebih banyak
dilakukan secara tertulis dalam bentuk standar kontrak. Meskipun demikian, tidak tertutup
kemungkinan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor itu dapat dilakukan lisan jika
dari pihak penyewa memerlukan kendaraan dalam waktu secepatnya.
Beberapa hal yang paling pokok yang ada dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor (contoh perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor, terlampir), meliputi :
1. Nama perjanjiannya adalah Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor;
2. Tanggal dibuatnya perjanjian, tujuannya untuk mengetahui kapan perjanjian itu
dibuat dan kapan masa berakhirnya;
3. Subyek hukum, yaitu para pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa ini
(pihak yang menyewakan dan pihak penyewa). Untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan dikemudian hari, maka data identitas pihak penyewa haruslah
jelas, misalnya menyangkut nama lengkap, jenis kelamin, pekerjaan, alamat rumah,
dan lain-sebagainya. Data ini sangat dibutuhkan apabila di kemudian hari terjadi
kerugian yang diderita oleh pihak yang menyewakan;
4. Obyek sewa menyewa, yaitu kendaraan bermotor baik yang kendaraan roda dua
ataupun roda empat untuk mengangkut penumpang. Keterangan yang harus dimuat
terkait dengan kendaraan bermotor yang disewakan antara lain :
a. Jenis kendaraan, misalnya : Toyota Innova, Avanza, Honda Jazz.
b. Tahun pembuatan, misalnya : 2013, 2014, 2015.
c. Nomor mesin kendaraan danNomor rangka kendaraan;
d. Nomor polisi (STNK) atas nama siapa;
e. Nomor BPKB;
f. Kelengkapan, misalnya : Radio tape, AC, dongkrak, ban serep.
Semua keterangan diatas sangat berguna untuk mencegah adanya perbuatan yang
tidak menyenangkan, seperti penipuan. Disamping itu, untuk kepastian alat bukti
terjadi pencurian.
5. Jangka waktu sewa, misalnya 1 bulan yang di mulai dari tanggal 20 Desember 2015
sampai dengan 20 Januari 2016. Jangka waktu tersebut memberikan kejelasan
tentang lamanya masa persewaan, uang sewa yang harus dibayar oleh penyewa, dan
sekaligus juga menetukan masa berakhirnya masa persewaan serta kewajiban pihak
penyewa untuk mengembalikan kendaraan;
36

6. Besarnya uang sewa, cara dan waktu melakukan pembayaran sewa. Besarnya uang
sewa misalnya Rp. 9.000.000,- per-bulan. Cara melakukan pembayaran adalah tunai
dan waktu pembayarannya sekaligus saat kendaraan diserahkan kepada penyewa;
7. Besarnya denda yang harus dibayarkan oleh pihak penyewa apabila pemakaian
kendaraan yang disewa melebihi waktu yang telah disepakati (overtime). Misalnya
pemakaian lebih (overtime) dikenakan denda sebesar Rp. 40.000,- per-jam. Hal ini
untuk menjamin hak-hak pihak yang menyewakan dan sekaligus adanya kepastian
tentang prestasi penyewa apabila terjadi overtime.
8. Pihak penyewa diwajibkan merawat dan memelihara kendaraan sebagaimana
layaknya dia seorang pemilik sendiri, tidak terbatas pada perawatan dan
pemeliharaan tetapi juga termasuk perbaikan;
9. Pihak penyewa dilarang melakukan pengalihan hak sewa kepada pihak lain tanpa
persetujuan tertulis pihak yang menyewakan;
10. Jika perjanjian sewa menyewa sudah berakhir, maka pihak penyewa diwajibkan
mengembalikan kendaraan secara utuh dalam keadaan berfungsi normal;
11. Cara menyelesaikan perselisihan. Hal ini sangat perlu dituangkan dalam perjanjian
untuk mengantisipasi jika ada sengketa yang mana dalam hal ini adalah secara non
litigasi yaitu musyawarah.
Berdasar beberapa hal yang seharusnya dimuat dalam perjanjian sewa menyewa seperti
di atas, setidak-tidaknya sudah ada norma yang mengikat (karena telah disepakati
sebelumnya) yang patut dijadikan pedoman dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa
kendaraan itu.

3.1.2 Wisatawan sebagai Penyewa Kendaraan Bermotor


Dewasa ini, Indonesia sedang giat-giatnya menggalakkan industri pariwisata. Hal ini
karena industri pariwisata sudah terbukti dapat mendatangkan devisa yang sangat besar
kepada Negara. Adanya devisa yang sangat besar itu, diharapkan dapat menambah anggaran
dalam APBN. Sementara itu, pada ujung-ujungnya APBN yang demikian besar itu, akhirnya
juga akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
37

Menurut Nuriata8 bahwa :


Pelaksanaan perjalanan wisata dari sebuah produk wisata memerlukan
pengelolaan yang baik agar pekerjaan itu dapat mencapai obyektif dari paket
produk wisata. Pengelolaan yang baik tidak akan lepas dari prinsip manajemen
sebagai proses yang terdiri dari konsep 4P (Perencanaan, Pengorganisasian,
Pengarahan dan Pengawasan).
Perencanaan dalam proses pengoperasian perjalanan wisata merupakan suatu
proses yang berisi tujuan untuk mencapai obyektif dari produk paket wisata.
Berbicara mengenai perjalanan wisata, terlebih dahulu harus dipahami mengenai
fenomena perjalanan.Perjalanan diartikan sebagai aktivitas seseorang dengan
mobilitas atau berpindah tempat, dari satu tempat ke tempat lain, dengan
pergerakan yang mempunyai tujuan tertentu.

Fenomena perjalanan terdiri dari elemen 9:


1. Manusia sebagai pelaku;
2. Tempat yang menunjukkan titik awal gerak perjalanan dan titik akhir dari
kegiatan perjalanan.
3. Waktu yang dikonsumsi dari gerak perjalanan.
4. Mobilitas perpindahan tempat dari awal gerak perjalanan sehingga akhir gerak
perjalanan.
Adapun dimensi perjalanan terdiri dari:10
1. Jarak
2. Tempat
3. Waktu

Bentuk perjalanan secara umum dikenal menjadi dua macam yaitu:11


1. Bentuk Perjalanan Bisnis (business travel)
Mempunyai tujuan perjalanan yang jelas.
2. Bentuk Perjalanan Leisure Travel
Perjalanan dilakukan secara santai, dalam waktu senggang untuk bersenang-
senang.

Perjalanan wisata merupakan sebuah perjalanan berpindah tempat dari tempat asal
menuju tempat tujuan wisata dengan tujuan perjalanan wisata. Pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata,
serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut (Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 2009). Perjalanan wisata biasa disebut tour, sekarang lazim ditulis dalam
bahasa Indonesia tour atau tur.

Kata tour berasal dari:12

8
Nuriata, Perencanaan dan Pelaksanaan Perjalanan Wisata (Konsep dan Aplikasi), (Bandung, Alfabeta,
2014). Hal. 4.
9
Ibid. Hal. 6
10
Ibid.
11
Ibid.
12
Ibid.
38

1. Kata torah, dari bahasa Hebrew, yang berarti belajar, pendidikan atau mencari sesuatu.
2. Kata tornus, dari bahasa Latin, yang berarti alat untuk menggambar lingkaran.
3. Kata tour, dari bahasa Perancis kuno, yang berarti sirkuit berputar.

Berdasar sudut pandang perusahaan perjalanan (tour organizer), tour diartikan sebagai
suatu perencanaan perjalanan yang diselenggarakan oleh perusahaan perjalanan dengan
pemanfaatan waktu yang efisien untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan atas perjalanan.
Bagi konsumen perjalanan ini termasuk tercakup di dalamnya adalah transportasi, akomodasi,
atraksi wisata dan pelayanan lainnya.Untuk memperoleh seluruh pelayanan tur, konsumen
harus memenuhi syarat membayar terlebih dahulu.
Pada praktik pembuatan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor secara umum
dikenal ada dua jenis perjanjian sewa menyewa, yaitu perjanjian sewa lepas kunci dan
perjanjian sewa dengan sopir.13
a. Perjanjian sewa lepas kunci
Perjanjian sewa lepas kunci yaitu perjanjian sewa menyewa kendaraan, dimana terjadi
setelah ada kesepakatan sehingga timbul perjanjian sewa menyewa, kendaraan yang
menjadi objek sewa menyewa diserahkan sepenuhnya kepada penyewa untuk dinikmati
kegunaannya.Secara garis besar dalam perjanjian sewa lepas kunci ini mengandung arti
bahwa setelah kendaraan diserahkan kepada penyewa maka penyewa bertanggung jawab
penuh atas kendaraan tersebut sampai berakhirnya perjanjian sewa menyewa atau
kendaraan diserahkan kepada yang menyewakan. Penyewa harus bertanggung-jawab atas
segala kerugian pada kendaraan yang disewanya misalnya jika mengalami kecelakaan,
kerusakan, dan lain sebagainya seperti tanggung jawab yang harus dipikul dalam sewa
menyewa sesuai ketentuan pasal 1564 KUHPerdata. Terkait perjanjian sewa lepas kunci
ini biasanya dilakukan dalam bentuk perjanjian tertulis mengingat adanya tuntutan
tanggung jawab yang besar dari pihak penyewa bila terjadi kerugian terhadap objek sewa.

b. Perjanjian sewa dengan sopir


Perjanjian sewa dengan sopir yaitu perjanjian sewa menyewa kendaraan, dimana terjadi
setelah ada kesepakatan sehingga timbul perjanjian sewa menyewa. Kendaraan yang
menjadi objek sewa menyewa diserahkan kepada penyewa untuk dinikmati sesuai
kegunaannya dan tujuannya, namun disertai dengan adanya sopir dari pihak yang
13
A.A. Pradnyaswari, Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa
Kendaraan (Rent Car), Artikel. Diakses dari Internet pada Jumat, 22 April 2016 pukul 12.20 WIB. Hal. 125
126.
39

menyewakan. Secara garis besarperjanjian sewa dengan sopir mempunyai pengertian


bahwa setelah terjadi perjanjian dan kendaraan diserahkan kepada penyewa beserta adanya
sopir, maka yang bertanggung jawab atas kendaraan yang menjadi objek sewa menyewa
adalah pihak yang menyewakan kendaraan. Bila terjadi kecelakaan, kerusakan dan
sebagainya atas kendaraan sewa termasuk resiko akibat adanya overmacht pada kendaraan
yang menjadi objek sewa menyewa maka penyewa sama sekali tidak bertanggung jawab
atas kerugian yang ada. Terkait perjanjian sewa dengan sopir biasanya dilakukan dalam
bentuk perjanjian lisan, penyewa biasanya hanya mendapat kuitansi pembayaran harga
sewa atau bukti transport order. Walaupun demikian, sangat dimungkinkan juga bahwa
perjanjian ini dibuat dalam bentuk tertulis. Jadi, tergantung pada saat terjadinya
kesepakatan antara pihak-pihak.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa para wisatawan kemanapun
mereka berkunjung untuk menikmati liburan atau berwisata, akan tetap bisa merasa nyaman
karena berbagai fasilitas yang telah tersedia di daerah tujuan wisata (termasuk persewaan
kendaraan bermotor). Terkait itu, para wisatawan tidak perlu repot-repot memikirkan hal-hal
kecil (sepele) misalnya jika berlibur ke suatu daerah, bagaimana transportasinya ? Dewasa ini
sudah banyak penyedia jasa yang akan melayani para wisatawan untuk menikmati
liburannya.

3.2 Kedudukan para pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor
untuk kepentingan Wisata

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perjanjian (termasuk perjanjian sewa


menyewa kendaraan bermotor) adalah merupakan suatu perbuatan hukum berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Artinya, jika para pihak yang membuat perjanjian
itu mengingkari janjinya, maka ia dapat dituntut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Setelah perjanjian dibuat secara sah, artinya para pihak pembuat perjanjian itu sudah
bersepakat untuk suatu hal tertentu, maka perjanjian itu mengikat para pihak. Atas dasar itu,
para pihak tidak dapat menghindarkan diri dari adanya kewajiban berprestasi. Perjanjian yang
sah adalah perjanjian yang telah memenuhi ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, yang
meliputi:
1. Sepakat mereka untuk mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
3. Sesuatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
40

Pada saat dipenuhinya ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, maka perjanjian itu adalah sah
sehingga mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata
menyatakan Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi para
pihak yang membuatnya. Selanjutnya, Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata Suatu perjanjian
tidak dapat ditarik kembali kecuali berdasarkan kesepakatan para pihak atau karena alasan
yang dinyatakan oleh undang-undang.
Salah satu pihak apabila ada yang tidak menghormati janji-janji (kewajiban) berarti
ada pihak yang kepentingannya dilanggar. Atas dasar itu, hukum memberikan perlindungan
atas kepentingan pihak yang dilanggar janjinya tersebut. Kepentingan yang dilindungi dalam
hukum perjanjian adalah kepentingan ekonomi. Tanggung jawab ini lahir dari adanya
pelanggaran terhadap sebuah perjanjian. Janji-janji dalam konsep hukum perikatan adalah
prestasi. Sesuai ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa :
a. memberikan sesuatu
b. berbuat sesuatu
c. tidak berbuat sesuatu
Istilah sewa menyewa berasal dari bahasa Belanda yaitu Huur onver huur, yang menurut
bahasa sehari-hari sewa artinya pemakaian sesuatu dengan membayar uang.14
Sebagaimana disebutkan di atas, perjanjian sewa menyewa dalam pasal 1548
KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang selama waktu tertentu
dan dengan pembayaran.
Pada perjanjian sewa menyewa, pihak yang menyewakan hanya menyerahkan
pemakaian dan pembayaran hasil dari barang sewaan kepada penyewa sedangkan hak
pemilik tetap berada pada tangan yang menyerahkan. Objek perjanjian sewa menyewa adalah
barang dan harga. Terkait barang bisa bergerak maupun yang tidak bergerak.
Pada perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor terdapat dua bentuk perjanjian
yang dibuat, yaitu perjanjian sewa lisan dan perjanjian sewa tertulis.15
a. Perjanjian sewa lisan.
Perjanjian sewa lisan yaitu perjanjian sewa yang dilakukan secara lisan tanpa membuat
perjanjian tertulis, cukup dengan kata kesepakatan dari para pihak. Hal ini biasanya
dilakukan bila sudah benar-benar ada kepercayaan pihak yang menyewakan kendaraan
kepada penyewa. Biasanya penyewa adalah pelanggan yang sudah sangat dipercaya pihak

14
Hilman Hadikusumo, Bahasa Hukum Indonesia, (Bandung, Alumni,1984). Hal. 102.
15
A.A. Pradnyaswari, Op.Cit. Hal. 124 125.
41

yang menyewakan. Kepercayaan itu sangat mahal nilainya mengingat besarnya tanggung
jawab yang harus dipikul jika terjadi sesuatu pada objek sewa menyewa. Perjanjian lisan
dalam sewa menyewa ini juga diakui dan diatur pada pasal 1571 KUHPerdata.
b. Perjanjian sewa tertulis.
Perjanjian sewa tertulis yaitu perjanjian sewa yang dibuat secara tertulis. Ketentuan atau
syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak sehingga timbul perjanjian sewa menyewa.
Mengenai perjanjian sewa menyewa secara tertulis ini diatur dalam ketentuan Pasal 1570
KUHPerdata. Perjanjian yang dibuat tertulis ini sekaligus merupakan alat bukti yang lebih
kuat jika dibandingkan dengan perjanjian yang dibuat secara lisan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa tujuan dibuatnya perjanjian sewa
menyewa adalah untuk memperoleh prestasi secara bertimbal balik antara pihak penyewa
dengan pihak yang menyewakan. Jika salah satu pihak tidak memenuhi prestasi, ini namanya
wanprestasi. Jadi, wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban
(prestasi) sebagimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara penyewa dengan
yang menyewakan.16

16
Salim HS, Hukum Kontrak: Teori Dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta, Sinar Grafika, 2004). Hal.
98.
42

Bagan 1 : Proses Pembuatan Perjanjian sewa Menyewa Kendaraan Bermotor

Sumber: Diolah berdasar pada contoh surat perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor
yang dilampirkan.

Wanprestasi dapat berupa:


a. tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat.
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.17

Pihak yang tidak memenuhi prestasi sesuai dengan perjanjian, maka pihak tersebut
dianggap telah melakukan wanprestasi. Apapun penyebab dari terjadinya wanprestasi
tersebut, pihak yang bersalah diancam dikenakan sanksi atau hukuman.
Hukuman atau sanksi yang dapat diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi
adalah :
1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan
ganti-rugi;
2. pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian;
3. peralihan risiko;
4. membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di depan hakim18.

Pada perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dibuat oleh para pihak, baik
pihak si penyewa maupun pihak yang menyewakan, jika perjanjian itu sudah disepakati,
maka akan mengikat para pihak tersebut. Terkait mengikatnya perjanjian itu, munculah hak
dan kewajiban secara bertimbal balik. Keadaan yang demikian, memberikan kedudukan
hukum yang seimbang dan sederajat kepada kedua belah pihak. Ini artinya, dalam perjanjian
tersebut tidak ada pihak yang memiliki kedudukan lebih tinggi antara satu sama lainnya.

17
Subekti, Op. Cit. Hal. 42.
18
Ibid.
43

Untuk lebih meyakinkan hal itu, Pasal 1548 KUHPerdata menyatakan :


Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk memberikan suatu kenikmatan suatu barang kepada
pihak lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi oleh pihak yang terakhir itu.

Saat melihat substansi pasal 1548 KUH Perdata, maka dalam praktik pembuatan
perjanjian menyewa kendaraan bermotor akan terlihat :
a. Kewajiban dan Hak Pihak yang Menyewakan
1. Kewajiban Pihak yang Menyewakan :
a. Menyerahkan kendaraan bermotor yang disewakan dalam keadaan siap pakai.
b. Menjamin keamanan dan kenyamanan atas pemakaian kendaraan tersebut.
c. Memikul beban sesuai isi perjanjian yang sudah disepakati.
2. Hak Pihak yang Menyewakan :
a. Menerima pembayaran atas harga sewa pada waktu yang telah ditentukan di dalam
perjanjian;
b. Menerima kembali barang yang disewakan setelah jangka waktu sewa berakhir.
c. Menuntut pembetulan disertai penggantian kerugian apabila penyewa ternyata
mengalihkan barang yang disewa kepada pihak ketiga, kecuali diperbolehkan di
dalam perjanjiannya.
b. Kewajiban dan Hak Pihak Penyewa
1. Kewajiban Pihak Penyewa :
a. Menandatangani surat perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor yang dibuat
oleh pihak yang menyewakan.
b. Membayar sejumlah uang atas harga sewa pada waktu yang telah ditentukan di
dalam perjanjian.
c. Melakukan pembetulan disertai penggantian kerugian apabila penyewa melakukan
perbuatan yang tidak diperbolehkan di dalam perjanjiannya.
d. Wajib memberitahu tujuan peruntukan kendaraan yang disewa.
e. Wajib membayar ganti rugi keterlambatan berupa sejumlah uang yang telah
disepakati sesuai dengan lama keterlambatan.
f. Menyerahkan kembali barang yang disewakan setelah jangka waktu sewa berakhir.
2. Hak Pihak Penyewa
a. Menerima kenikmatan atas kendaraan bermotor yang disewa.
44

b. Terjamin keamanan dan kenyamanan atas pemakaian kendaraan tersebut selama


masa sewa berlangsung.
c. Berhak menerima pembetulan atau penukaran jika kondisi kendaraan yang disewa
tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
d. Berhak menuntut ganti rugi pada pihak yang menyewakan apabila terjadi macetnya
kendaraan sewa yang disebabkan habisnya oli mesin, air radiator dan penyebab
lain yang menyebabkan penyewa mengalami kerugian waktu.
Atas dasar kederajatan dan keseimbangan kedudukan itulah maka para pihak
seharusnya memahami benar tentang hak dan kewajibannya dalam menjalankan isi perjanjian
itu. Jadi, secara yuridis normatif, hak dan kewajiban para pihak dalam suatu perjanjian sewa
menyewa kendaraan bermotor yang dibuat oleh penyewa (wisatawan) dengan pihak yang
menyewakan kendaraan bermotor adalah sederajat dan seimbang (tidak boleh berat sebelah).

3.3 Upaya yang dapat dilakukan apabila terjadi Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa
Menyewa Kendaraan Bermotor untuk kepentingan Wisatawan

1.3.1. Bentuk Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor


untuk kepentingan Wisatawan

Perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor apalagi untuk kepentingan wisatawan


dalam pelaksanaannya tentunya tidak selalu berjalan lancar. Seringkali ditemukan adanya
berbagai faktor yang terjadi dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa tersebut. Guna
menyatakan salah satu pihak itu bersalah atau tidak dalam pelaksanaan perjanjian (khususnya
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisatawan), maka para
pihak harus benar-benar paham tentang isi perjanjian yang dibuatnya, baik yang dibuat secara
lisan, ataupun yang tertulis.
Istilah wanprestasi/ingkar janji, berasal dari bahasa Belanda yang artinya prestasi yang
buruk. Wanprestasi terjadi jika dalam perjanjian salah satu pihak tidak melakukan
kewajibannya, baik karena sengaja ataupun karena kelalaian.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, wanprestasi dengan istilah bahasa indonesia yaitu ketiadaan
perlaksanaan janji, walaupun demikian beliau tetap berpegang istilah wanprestasi.19

19
Wirjono Prodjodikoro. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. (Bandung, Alumni,
1981). Hal. 45.
45

Wanprestasi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan somasi. Salah satu pihak
(debitur) dinyatakan wanprestasi jika :
1) Sama sekali tidak memenuhi prestasi;
2) Tidak tunai memenuhi prestasi;
3) Terlambat memenuhi prestasi;
4) Keliru memenuhi prestasi.
Terkait dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor oleh
wisatawan, maka bentuk wanprestasi yang bisa terjadi antara lain :
1. penyewa mengembalikan mobil dalam keadaan rusak akibat kelalaian penyewa misalnya
pada saat memarkir kendaraan bermotor yang disewanya tersebut. Hal ini jelas tidak
sesuai dengan yang ada dalam perjanjian, karena di dalam naskah perjanjian tercantum
bahwa penyewa diwajibkan merawat dan memelihara kendaraan bermotor selama dalam
masa sewa, ketika menggunakan kendaraan bermotor yang disewanya, penyewa
seharusnya bertindak sebagai "bapak rumah yang baik", sehingga ia harus menjaga kondisi
barang yang disewanya tersebut sebagaimana saat diserahkan. Berdasarkan macam
wanprestasi yang telah disebutkan diatas, hal ini tergolong dalam wanprestasi "keliru
memenuhi prestasi".
2. Penyewa tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian, yaitu menjaga, merawat dan
memelihara kondisi kendaraan bermotor selama dalam masa sewa. Untuk itu pihak
penyewa harus memenuhi kewajiban untuk mengganti biaya perbaikan atas kerusakan
pada kendaraan bermotor yang ditimbulkannya, sebagaimana dimuat dalam Pasal 1564
KUHPerdata yang menyatakan bahwa : Si Penyewa bertanggung jawab untuk segala
kerusakan yang diterbitkan pada barang yang disewa selama waktu sewa, kecuali jika ia
membuktikan bahwa kerusakan itu terjadi di luar salahnya. Sejalan dengan hal itu, Pasal
1243 KUHPerdata yang menyatakan bahwa :Penggantian biaya, rugi dan bunga karena
tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang
telah dilampaukannya.
46

Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa akibat hukum yang ditanggung debitur
yang tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi) yang berupa memberikan atau mengganti:
1. Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos yang nyata-nyata telah
dikeluarkan kreditur.
2. Rugi, yaitu segala akibat negatif yang menimpa kreditur akibat kelalaian
debitur atau kerugian nyata yang didapat atau diperoleh pada saat perikatan itu
diadakan, yang timbul sebagai akibat ingkar janji.
3. Bunga, yaitu keuntungan yang diharapkan namun tidak diperoleh kreditur20.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diketahui bahwa pelaksnaan perjanjian sewa
menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisatawan tidak selamanya berjalan mulus.
Ada kalanya terdapat ganjalan dalam pelaksanaan perjanjian itu.Ganjalan inilah yang dapat
mengganggu pelaksanaan perjanjian itu. Saat itu dibiarkan maka akan berpeluang merugikan
salah salah satu pihak dalam perjanjian itu. Terkait itu, apapun bentuk ganjalan yang dapat
menghambat pelaksanaan perjanjian, apalagi yang berpotensi menimbulkan kerugian akibat
adanya wanprestasi, harus sesegera mungkin untuk diatasi (diselesaikan).Terkait demikian,
maka ketenangan dan ketentraman serta kenyamanan dalam melaksanakan isi perjanjian sewa
menyewa kendaraan bermotor bisa tercapai, dan para pihak merasa puas, apalagi ini
menyangkut dunia pariwisata.

1.3.2. Cara Menyelesaikan Wanprestasi dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan


Bermotor untuk kepentingan Wisatawan

Sebagaimana telah ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa perjanjian
yang dibuat oleh para pihak mengikat pihak-pihak yang membuatnya seperti mengikatnya
undang-undang. Disini para pihak dituntut untuk memenuhi perjanjian yang mereka buat.
Begitu juga jika tidak dipenuhinya prestasi sehingga disebut dengan istilah wanprestasi, baik
yang terjadi secara sengaja atau karena overmacht. Jika hal itu terjadi, maka kedua belah
pihak sudah seharusnya berupaya menyelesaikan masalah tersebut sehingga tidak akan
merugikan salah satu pihak.
Pada praktik terdapat berbagai penyebab yang dapat menimbulkan adanya wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk wisatawan.
Misalnya, karena ketidaksengajaan, atau akibat kejadian atau keadaan yang diluar
kemampuan salah satu pihak untuk menghindarinya.

20
Mariam Darus Badrulzaman,Hukum Perikatan, (Bandung, Alumni, 1983). Hal. 28.
47

Umpamanya kendaraan bermotor yang menjadi obyek perjanjian sewa-menyewa itu


mengalami kerusakan yang berat, namun bukan karena kesalahan pihak penyewa. Misalnya,
pada waktu kendaraan bermotor sewaan diparkir ditempat yang seharusnya, ternyata
kendaraan bermotor tersebut ditabrak oleh kendaraan lain sehingga mengalami kerusakan
berat dan membutuhkan biaya perbaikan yang cukup besar. Pada keadaan demikian, pihak
yang menyewakan berpendapat bahwa pihak penyewalah yang harus menanggung perbaikan
tersebut. Sebaliknya, pihak penyewa sendiri merasa tidak bersalah atas terjadinya kerusakan
tersebut. Akibatnya, tidak tercapai kata sepakat antara kedua belah pihak untuk
menyelesaikan masalah kerusakan itu.
Penyelesaian wanprestasi pada perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor ini, para
pihak seharusnya melaksanakan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai
akibat dari wanprestasi yang dilakukannya. Hal ini terjadi terutama pada wanprestasi yang
dilakukan oleh pihak penyewa, dan akibat kesalahan atau kelalaiannya. Misalnya saja
penyewa dengan sengaja memakai kendaraan bermotor yang disewanya melebihi jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian sewa. Terkait demikian, penyewa wajib membayar
tambahan uang sewa, sesuai dengan lamanya waktu yang dilewati oleh pihak penyewa dalam
memakai kendaraan bermotor tersebut.
Saat melihat berbagai penyebab yang dapat menimbulkan kerugian dalam perjanjian
sewa menyewa kendaraan bermotor, pada akhirnya sangat berpeluang akan terjadi
wanprestasi. Pada saat terjadi wanprestasi, maka tidak mungkin dibiarkan begitu saja,
melainkan harus segera diselesaikan agar tidak menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
Ada berbagai cara yang dapat ditempuh oleh para pihak untuk menyelesaikan
wanprestasi. Setidaknya ada 2 (dua) cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan
wanprestasi, yaitu melalui :
1. jalur non litigasi; dan
2. jalur litigasi.
Masing-masing jalur tersebut memiliki keunikan sendiri-sendiri seperti cara, atau
proses yang harus dilakukan, dan akibat hukumnya dalam menyelesaikan wanprestasi
tersebut.
48

Ad. 1 Jalur Non Litigasi


Cara penyelesaian wanprestasi melalui jalur non litigasi sudah tidak asing lagi. Cara
penyelesaian dengan cara non litigasi pada umumnya lebih disukai oleh para pihak yang
sedang menghadapi suatu permasalahan. Hal itu dapat ditempuh dengan cara musyawarah
untuk mencapai mufakat, melalui kesepakatan untuk melakukan perdamaian, dan lain
sebagainya.
Penyelesaian sengketa dengan cara non litigasi merupakan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan menghasilkan
kesepakatan yang bersifat win-win solution atau saling menguntungkan satu sama lain yang
dijamin kerahasiaannya, terhindar dari kelambatan yang diakibatkan karena prosedur dan
administrasi. Penyelesaian masalah dilakukan secara komprehensif dalam kebersamaan dan
tetap menjaga hubungan baik. Jadi, kelebihan cara non litigasi ini adalah karena sifat
kerahasiaannya dan hasil keputusannya tidak dipublikasikan.
Sejalan dengan hal itu, penyelesaian wanprestasi dalam perjanjian sewa menyewa
kendaraan bermotor pada praktiknya sering dilakukan secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Biasanya masing-masing pihak tidak akan berkeberatan dengan hasil kesepakatan
yang dicapai.
Penyelesaian wanprestasi melalui cara ini, hanya bisa tercapai pada wanprestasi yang
benar-benar merupakan kesalahan pihak penyewa dan bersifat ringan. Terkait nilai kerugian
yang harus dipikul tidak terlalu besar sehingga mudah untuk menyelesaikannya. Contohnya
adalah apabila si penyewa terlambat mengembalikan kendaraan yang disewanya akibat telah
habis masa sewanya karena suatu hal yang tak terduga, maka pihak penyewa harus membayar
ganti rugi karena terlambat mengembalikan kendaraan yang disewanya, yang mana telah
diatur dalam pasal 1244 KUHPerdata Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum
mengganti biaya, rugi dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada
waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak
dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemaunya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada
pihaknya.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penyelesaian wanprestasi melalui cara ini adalah
tidak dibutuhkan waktu yang lama, tidak berbelit-belit, biayanya murah dan kedua belah
pihak dapat menerima hasil kesepakatan itu dengan sukarela, serta tidak ada yang merasa
dirugikan.
49

Dalam praktiknya penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi wanprestasi dalam


perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor adalah dengan cara negoisasi karena para
pihak sudah memahami hak dan kewajibannya masing-masing.

Ad. 2 Jalur Litigasi


Penyelesaian wanprestasi apabila dengan cara non litigasi tidak berhasil, maka pihak
yang merasa dirugikan sudah tentu tidak boleh bertindak sesuai kemauannya sendiri untuk
mengembalikan hak-haknya. Apabila hal itu terjadi, perbuatan itu sangat mungkin termasuk
kategori perbuatan melanggar hukum.
Jalur litigasi adalah sistem penyelesaian wanprestasi melalui lembaga peradilan.
Prosesnya di mulai dari pengajuan gugatan / tuntutan ganti kerugian atas terjadinya
wanprestasi. Apabila hakim gagal mendamaikan para pihak, maka hakim wajib memeriksa
dan mengadili perkara tersebut. Biasanya jika sudah diajukan gugatan ke pengadilan, para
pihak sangat sulit untuk didamaikan. Oleh karena itu, pemeriksaan perkara akan diteruskan
sampai adanya putusan hakim. Jadi, jika perkaranya sudah sampai diajukan ke pengadilan,
maka rasanya sudah tidak mungkin akan dicapai sebuah win win solution atau solusi yang
memperhatikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, hakim harus menjatuhkan putusan
dimana salah satu pihak pasti akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak
yang kalah.
Pihak yang kalah jika tidak dapat menerima isi putusan, maka dia punya hak untuk
melakukan upaya hukum. Apabila pihak yang kalah tidak melakukan upaya hukum atau dia
melakukan upaya hukum yang suatu saat juga tetap akan ada pihak yang kalah dan menang.
Maka setelah melewati waktu 14 hari putusan pengadilan tingkat pertama tersebut dibacakan
dihadapan para pihak maka akan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Saat
putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap, maka selanjutnya dapat dilakukan eksekusi.
Perlu menjadi perhatian adalah bahwa proses penyelesaian perkara di pengadilan
membutuhkan waktu yang relatif lama sesuai dengan prosedur yang berlaku, dan juga
membutuhkan biaya yang kadang-kadang tidak sedikit.
Atas dasar kenyataan yang demikian, jika terjadi wanprestasi dalam pelaksanaan
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisatawan, selama ini lebih
banyak diselesaikan dengan cara non litigasi (musyawarah). Penyelesaian yang demikian
biasanya tidak berbelit-belit, prosesnya sederhana, biayanya murah dan rasa kekeluargaan
masih tetap terpelihara.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan :

1. Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh Wisatawan memuat
berbagai hal yang terkait perjanjian sewa menyewa itu, termasuk kewajiban dan hak
masing-masing pihak (baik pihak yang menyewakan maupun pihak penyewa). Jadi, isi
perjanjian sewa menyewa kendaraan bermotor antara lain harus memuat : nama perjanjian,
tanggal pembuatan, subyek hukum, obyek sewa menyewa, besarnya uang sewa, jangka
waktu, besarnya denda, adanya larangan untuk mengalihkan kendaraan yang disewa,
kewajiban memelihara dan merawat, serta pengembalian kendaraan jika masa sewa sudah
berakhir.
2. Kedudukan para pihak dalam Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor untuk
kepentingan Wisata adalah sama. Terkait itu, masing-masing pihak memiliki kewajiban
yang sama untuk memenuhi prestasi (secara bertimbal-balik). Masing-masing pihak
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan prestasi.
3. Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak yang menyewakan apabila terjadi wanprestasi
dalam perjanjian sewa-menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisatawan adalah
semaksimal mungkin diupayakan penyelesaian secara musyawarah untuk mencapai
mufakat. Terkait yang sering dijadikan perselisihan adalah adanya ganti rugi akibat
wanprestasi, mengenai pembayaran dan jangka waktunya tergantung pada hasil
musyawarah tersebut. Saat hal ini diabaikan oleh pihak penyewa, pihak yang menyewakan
dapat memberikan surat peringatan tertulis yang tidak dapat dipungkiri oleh penyewa
dengan tujuan agar si penyewa memenuhi kewajibannya. Surat peringatan tersebut,
biasanya tidak akan menimbulkan masalah jika si penyewa menyadari kewajiban dan mau
memenuhi prestasinya. Cara ini dilakukan karena pada hakekatnya pihak yang
menyewakan ingin selalu menjaga citra yang baik dan penuh pengertian sehingga
penyewa dapat terus menjadi pelanggan yang bisa memberi keuntungan kepada pihak
yang menyewakan kendaraan bermotor. Apabila cara-cara yang demikian tidak mampu
untuk menyelesaikan perselisihan, maka pihak yang menyewakan kendaraan bermotor
dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri setempat yang berwenang untuk itu.

50
51

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan :

1. Hendaknya kepada para pihak yang akan membuat perjanjian sewa menyewa kendaraan
bermotor untuk kepentingan wisatawan, sebelum menandatangani surat perjanjian
tersebut, agar benar-benar mencermati isi dari perjanjian yang akan ditandatangani itu,
agar para pihak memahami kewajiban dan haknya masing-masing.
2. Hendaknya kepada para pihak yang akan membuat suatu perjanjian (termasuk perjanjian
sewa menyewa kendaraan bermotor untuk kepentingan wisatawan), tidak boleh
mengabaikan norma-norma yang berlaku dengan tujuan tertentu (misalnya mencari
keuntungan semata). Terkait itu, dalam perjanjian tersebut, pihak yang menyewakan perlu
mencantumkan cara penyelesaian yang dapat dilakukan apabila terdapat perselisihan.
3. Hendaknya kepada kedua pihak, jika pihak penyewa yang membutuhkan kendaraan
secepatnya, maka dapat melakukan perjanjian sewa menyewa secara lisan sebagaimana
telah diatur dalam pasal 1571 KUHPerdata, dengan catatan bahwa bila sudah ada rasa
saling percaya berdasarkan pada pengalaman sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1982.

Ali Safaat, Muhammad, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi
Pers, Jakarta, 2006.

Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233
Sampai 1456 BW, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid II, Rajawali, Jakarta,
1984.

Hilman Hadikusumo, Bahasa Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1984.

Marhaenis Abdulhay, Hukum Perdata Material, Pradnya Paramita, Jakarta.


1984.

Mariam Darus Badrulzaman. Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1983.

------------------------------, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,


Bandung, 2001.

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, PT Alumni, Bandung, 1986.

Noemin S., Pengembangan Hukum Ekonomi, Elips, Jakarta, 1998.

Nuriata, Perencanaan dan Pelaksanaan Perjalanan Wisata (Konsep dan


Aplikasi), Alfabeta, Bandung, 2014.

Oka. A. Yoeti. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa. 1994.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. (Jakarta, PT Kencana Prenada Media


Group, 2014)

Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta


Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985.

Salim, H.S., Hukum Kontrak :Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar
Grafita, Jakarta, 2004.

Salim HS, Abdullah, dan Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan


Memorandum Of Understanding PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2007.

Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran (LP3ES, Jakarta, Anggota IKAPI, 1989)

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1985


Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, 1996.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya


Paramita, Jakarta, 1982.

Suryodiningrat, Azas Azas Hukum Perikatan, Transito, Bandung, 1985.

Sri Soedewi Maschoen Sofwan, Hukum Badan Pribadi, Seksi Hukum Perdata
FH UGM, Yogyakarta, 1997.

Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Persetujuan


Tertentu, Alumni, Bandung, 1981.

----------------------------, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti,


Bandung, 1989.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata

C. Jurnal / Makalah / Artikel / Internet


http://www.antaranews.com/berita/481248/kunjungan-wisatawan-asing-ke-bali-
meningkat. Artikel berita dengan judul Kunjungan Wisatawan Asing ke
Bali Meningkat, oleh: I K Sutika. Diakses pada tanggal 09 Juni 2015, pukul
22.53 WITA.

https://afandyamd.wordpress.com/2012/07/01/hukum-perjanjian diakses pada


2 Desember 2015
https://rohmadijawi.wordpress.com/hukum-kontrak/diaksespada 17 Desember
2015
https://tourismeconomic.wordpress.com/2012/10/29/wisata-pariwisata-
wisatawan-kepariwisataan-unsur-unsur-pariwisata/diakses 17 Desember
2015
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37992/4/Chapter%20II.pdfdiaks
espada 17 Desember 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/kendaraan_bermotor diaksespada 4 Desember 2015

ISO 3833:1977. International Organization for Standardization. Diakses tanggal


2011-08-22.
Planet Kreativity diakses pada 4 desember 2015, pukul 07.25
https://yanhasiholan.wordpress.com/2012/05/09/hukum-perjanjian/ diakses pada
3 Januari 2016
http://tidakdijual.com/content/hukum-perikatan-2 diakses 3 Januari 2016

http://ppsdma.bpsdm.dephub.go.id/web/wp-content/uploads/2015/07/DASAR-
DASAR-TRANSPORTASI-UDARA.docx. diaksespada 3 Januari 2016
Contoh : Perjanjian SMKBuW

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA


KENDARAAN BERMOTOR UNTUK WISATAWAN

Pada hari ini Kamis, tanggal dua puluh satu bulan April tahun dua ribu enam belas,
kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ......................................
Pekerjaan : ......................................
Alamat : ......................................
Untuk selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.

Nama : ......................................
Pekerjaan : ......................................
Alamat : ......................................
Untuk selanjutnya disebut Pihak Kedua.

Selanjutnya kedua belah pihak setuju untuk melakukan perjanjian sewa menyewa satu
unit kendaraan bermotor dengan spesifikasi sebagai berikut :
Merek / jenis : ......................................
Tahun : ......................................
No Polisi : ......................................

Adapun syarat sewa menyewa sebagai berikut :


1. Harga sewa Rp. ..00.000,- perhari, harga tersebut sudah termasuk PPh sebesar
% dan dibayar pada awal periode sewa oleh pihak pertama.
2. Harga sewa merupakan harga tetap yang tidak akan berubah selama perjanjian
sewa ini berlangsung.
3. Masa sewa adalah 1 Minggu sejak tanggal berlakunya perjanjian ini.
4. Bahan bakar selama masa sewa ditanggung oleh pihak kedua.
5. Kerusakan kecil seperti Busi, ban dalam, helmet ditanggung kedua belah pihak.
6. Kerusakan besar mengakibatkan biaya diatas seratus ribu rupiah ditanggung
oleh kedua belah pihak, seperti penggantian ban luar dan lain-lain.
7. Kehilangan atau kerusakan diakibatkan oleh kecelakaan ditanggung oleh
asuransi kendaraan pihak pertama dan biaya administrasi yang timbul
ditanggung pihak kedua.
8. Kedua belah pihak dibebaskan dari segala macam tuntutan ganti rugi atau
tanggung jawab jika terjadi bencana alam.
9. Pihak pertama tidak diperkenankan menyewakan atau memindah-tangankan ke
pihak ketiga selama perjanjian masih berlaku.
10.Bila pihak Pertama atau Pihak kedua bermaksud memutuskan kontrak sewa
menyewa, maka kedua belah pihak harus memberitahukan selambat-lambatnya
1 hari sebelumnya.

Demikian Perjanjian Sewa menyewa ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya, dibuat rangkap dua (bermeterai) dan ditandatangani bersama serta
mempunyai kekuatan hukum yang sama.

Pihak Kedua, Pihak Pertama,


Meterai
Rp. 6.000

........................................ ........................................
Sumber : Diambil dari Internet (diolah oleh Penulis).
Contoh : Perjanjian SMKB

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA


KENDARAAN BERMOTOR

Pada hari ini Kamis, tanggal dua puluh satu bulan April tahun dua ribu enam belas,
kami yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ......................................
Pekerjaan : ......................................
Alamat : ......................................
Untuk selanjutnya disebut sebagai Pihak Pertama.
Nama : ......................................
Pekerjaan : ......................................
Alamat : ......................................
Untuk selanjutnya disebut Pihak Kedua.

Selanjutnya kedua bela pihak setuju untuk melakukan transaksi sewa menyewa satu unit
kendaraan bermotor dengan spesifikasi sebagai berikut :
Merek / jenis : ......................................
Tahun : ......................................
No Polisi : ......................................

Adapun syarat sewa menyewa sebagai berikut :


1. Harga sewa Rp. ..000.000,- perbulan, harga tersebut sudah termasuk PPh sebesar 3 %
dan dibayar pada akhir periode sewa setiap bulannya oleh pihak pertama.
2. Harga sewa merupakan harga tetap yang tidak akan berubah selama perjanjian sewa
ini berlangsung.
3. Masa sewa adalah 3 tahun sejak tanggal berlakunya perjanjian ini.
4. Bahan bakar, Oli Kendaraan dan service tiap bulannya di tanggung oleh pihak kedua.
5. Kerusakan kecil seperti Busi, ban dalam, helmet ditanggung bkedua belah pihak.
6. Kerusakan besar mengakibatkan biaya diatas seratus ribu rupiah di tanggung oleh
kedua belah pihak, seperti penggantian ban luar dan lain-lain.
7. Kehilangan atau kerusakan diakibatkan oleh kecelakaan ditanggung oleh asuransi
kendaraan pihak pertama dan biaya administrasi yang timbul di tanggung pihak
kedua.
8. Kedua belah pihak dibebaskan dari segala macam tuntutan ganti rugi atau tanggung
jawab jika terjadi bencana alam.
9. Pihak pertama tidak diperkenankan menyewakan atau memindah tangankan ke pihak
ketiga selama perjanjian masih berlaku.
10.Bila pihak Pertama atau Pihak kedua bermaksud memutuskan kontrak sewa
menyewa, maka kedua belah pihak harus memberitahukan selambat-lambatnya 3
minggu sebelumnya.

Demikian Perjanjian Sewa menyewa ini dibuat agar dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya dan dibuat rangkap dua dengan dilampirkan materai serta mempunyai
kekuatan hukum yang sama.

Pihak Kedua, Pihak Pertama,


Meterai
Rp. 6.000

........................................ ........................................

Sumber : Diambil dari Internet (diolah oleh Penulis).

Anda mungkin juga menyukai