I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir/umur : 03 Maret 2003 (14 tahun)
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan terakhir : SMP
Status pernikahan : Belum Menikah
Status pekerjaan : Pelajar SMP
Alamat : jl. Cawang III RT 5/5 kb pala makasar
Tanggal masuk perawatan : 08 April 2017
A. Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan tidak mau berbicara.
B. Keluhan Tambahan
Pasien mengurung diri, pasien teriak-teriak, pasien mendengar bisikan-bisikan.
2. Gangguan Medik
Pasien tidak pernah dirawat di Rumah Sakit karena penyakit lain, tidak ada riwayat
kejang, trauma kepala, kecelakaan ataupun operasi.
Selama masa kehamilan, ibu Pasien tidak pernah mengalami gangguan kesehatan.
Pasien lahir cukup bulan, dalam keadaan normal dan ditolong oleh bidan. Selama
kelahiran tidak ada trauma lahir dan cacat bawaan. Pertumbuhan dan perkembangan
Pasien sewaktu bayi sesuai dengan usianya. Tidak pernah ada riwayat demam kuning,
demam campak maupun kejang demam. Pasien merupakan anak keempat dari lima
bersaudara.
Kehidupan beragama
Pasien seorang penganut agama Islam. Pasien termasuk rajin sholat dan mengaji.
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adik pasien perempuan.
F. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ke 1 dari 2 bersaudara.
Keterangan :
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pasien perempuan berusia 14 tahun dengan penampilan fisik yang sesuai dengan
usianya. Pasien bersikap kurang kooperatif. Penampilan sesuai dengan usia, kulit
coklat, rambut berwarna hitam pendek. Pada saat wawancara, Pasien berpakaian santai,
memakai kaos berwarna biru tangan pendek, celana panjang pink. Kebersihan diri
Pasien cukup terjaga.
2. Kesadaran
Kesadaran Neurologik : Compos mentis
Kesadaran Psikiatri : Terganggu
2 Isi pikir
o Preokupasi : Tidak ada
F. PENGENDALIAN IMPULS
Kurang Baik, selama wawancara Pasien dapat berlaku dengan tenang namun terkadang
pasien tampak murung dan sedih
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik (Pasien tidak pernah terlibat perkelahian ataupun
masalah selama di rawat di RS Polri)
2. Uji daya nilai : Baik (Pasien mengatakan bahwa perkelahian adalah hal yang
tidak baik)
3. RTA : Terganggu
4. TILIKAN
Derajat 1 : Penyangkalan total dalam penyakitnya
PEMERIKSAAN PENUNJANG
8 april 2017
HB 12,1 g/dl
HT 38%
Lekosit 6100 u/l
Trombosit 245000 /ul
Urin Lengkap : Keton +
Leukosit +
Sedimen leukosit 5-7
Bakteri +
Kehamilan (-)
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien datang ke IGD RS Polri pada hari minggu tanggal 8 April 2017, dengan keluhan
pasien tidak mau berbicara, mengurung diri, teriak-teriak, dan mendengar bisik-
bisikan.
Pasien tambah merasa sedih dan merasa dikucilkan oleh teman sekelasnya, dan
membuat konsentrasi pasien berkurang. Saat dirumah, pasien mengurung diri dikamar
dan tidak berbicara dengan keluarga maupun lingkungan sekitar dan merasa badanya
sakit-sakit,orang tua pasien menyebutkan bahwa pasien pernah melakukan perbuatan
yang membahayakan dirinya. Beberapa hari kemudian pasien bercerita kepada ibunya
bahwa pasien mendengar suara bisikan mengenai dekatnya hari kiamat, dan pasien
melihat semua wajah orang dirumah dan dilingkungan sekolahnya seperti terbalik dan
pasien mengaku pernah melihat kaki kakek-kakek di sekolah, pasien pun merasa
diikuti.
FORMULA DIAGNOSTIK
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan
urutan untuk evaluasi multiaksial, seperti berikut :
o Aksis I
o Aksis V
DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik
Tidak ada riwayat trauma kepala, kejang atau gangguan fisik lainnya. Tidak ada faktor
genetik pada keluarga.
b. Psikologis
Mood : Anhedonia
Afek : Sempi
gangguan persepsi : Halusinasi auditorik, visual
Proses pikir : Inkoheren
Isi pikir : Waham Nihilistik
Tilikan : Derajat 1
c. Lingkungan dan Sosioekonomi
Terdapat masalah dengan lingkungan sosial dalam pertemanan
DIAGNOSIS
Diagnosis kerja : Episode Depresi Berat dengan Gejala Psikotik. (F32.3)
Diagnosis banding :
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Ad Fungsionam : dubia ad malam
RENCANA TERAPI
a. Psikofarmaka
Zypnea 1x5 mg
Cipralex 1x5 mg
b. Psikoterapi
Kepada pasien
DEFINISI
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk
perubahan pola tidur, nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa
putus asa, tak berdaya dan gagasan bunuh diri.
Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang",
meliputi seluruh tubuh, suasana perasaan dan pikiran. ia juga mempengaruhi pola
makan dan tidur. Gangguan ini tidak sama dengan seorang yang dalam keadaan
kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami gangguan depresi tidak dapat
"menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada keadaannya seperti
semula. Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala tersebut mengakibatkan
terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya dari seseorang dan
gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih lama. Penatalaksanaan yang sesuai dapat
menolong seseorang yang mengalami depresi untuk cepat kembali seperti semula lebih
baik. Definisi gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan
rasa sedih yang dalam dan berkepanjangan. Penderita hilang minat (interest) pada
sesuatu yang sebelumnya menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan
perubahan-perubahan lain pada dirinya misalnya berkurangnya energi, mudah lelah dan
berkurangnya aktivitas, konsentrasi dan perhatian yang berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan tidak berguna, pandangan masa
depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.
EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan
prevalensi seumur hidup kira-kira 15 % dan kemungkinan sekitar 20%-25 % terjadi
pada wanita dan 10%-12% pada laki-laki.
Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali
lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan
depresi berat kira-kira 40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20
dan 50 tahun.
Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi
gangguan depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari
20 tahun. Jika pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alkohol dan zat-zat lain pada kelompok usia tersebut.
Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua
yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau berpisah.
ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor-
faktor dibawah ini berperan :
Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan
depresi berat adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik (norepineprin
dan serotonin). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan pada beberapa
pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan
serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di
trombosit.
Faktor neurokimiawi lain seperti adenylate cyclase, phospotidylinositol dan
regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab. Kelainan pada
neuroendokrin utama yang menarik perhatian dalam adalah sumbu adrenal, tiroid dan
hormon pertumbuhan. Neuroendokrin yang lain yakni penurunan sekresi nokturnal
melantonin, penurunan pelepasan prolaktin karena pemberian tryptopan, penurunan
kadar dasar folikel stimulating hormon (FSH), luteinizing hormon (LH) dan penurunan
kadar testosteron pada laki-laki.
Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita
gangguan depresi berat kemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan depresi berat.
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada kembar
monozigotik adalah kira-kira 50 %, sedangkan pada kembar dizigotik mencapai 10
sampai 25 % terjadi gangguan depresi berat.
Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah
lama direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan
tersebut telah dilaporkan untuk pasien dengan gangguan depresi berat.
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset
satu episode depresi adalah kehilangan pasangan.
Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan
hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain
itu, derajat psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan
pemulihan, kembalinya gejala dan penyesuaian pasca pemulihan.
PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter
aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi
impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di
celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut
di post sinaps sistem saraf pusat.
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu
reseptor 5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme
biokimiawi depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.
Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena
menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik).
Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah
neurotransmiter lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin,
asetilkolin dan dopamin. Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu
atau beberapa neurotransmiter aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada
sistem limbik. Oleh karena itu teori biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas
norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya
neurotransmisi akibat kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh
bukti-bukti klinis yang menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-
obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang
menghambat re-uptake dari neurotransmiter atau pemberian obat MAOI (Mono Amine
Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotransmiter oleh enzim
monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang
menyebutkan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas
neurotransmisi serotogenik yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau
kelebihan serotonin semata. Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan
pada sistem serotonergik, jadi depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem
serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis yang belakangan ini dibuktikan dengan
pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective Serotonin Re-uptake Enhancer)
yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan menghambat. Dengan
demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem neurotransmisi
menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi.
Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan
pengembangan obat-obat anti depresan.
GAMBARAN KLINIS
Suatu mood depresif, kehilangan minat dan kegembiraan serta berkurangnya
energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah
kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas merupakan tiga gejala utama depresi.
Gejala lainnya dapat berupa :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang.
Gejala-gejala diatas dialami oleh pasien hampir setiap hari dan di nilai berdasarkan
ungkapan pribadi atau hasil pengamatan orang lain misalnya keluarga pasien.
DIAGNOSIS
Adanya gejala psikotik dalam gangguan depresi berat mencerminkan penyakit yang
parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk. Faktor berikut ini telah
dihubungkan dengan prognosis yang buruk : durasi episode yang lama, disosiasi
temporal antara gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial
pramorbid yang buruk. Pasien dengan gangguan depresi berat dengan gejala psikotik
hampir selalu memerlukan obat antipsikotik disamping antidepresan atau mungkin
memerlukan terapi elektrokonvulsif (ECT) untuk mendapatkan perbaikan klinis.
Berikut kriteria diagnosis gangguan depresi berat yang disertai gejala psikotik menurut
DSM-IV :
A. Adanya 5 atau lebih gejala-gejala berikut yang telah berlangsung dalam 2 minggu
yang sama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya. Sekurangnya satu dari
gejala dimana salah satunya adalah mood depresif atau kehilangan minat atau rasa
senang.
Catatan : jangan memasukan gejala-gejala yang jelas karena kondisi medis umum
atau waham dan atau halusinasi tidak serasi mood.
1. Mood depresi berlangsung sepanjang hari pada hampir setiap hari sebagaimana
dikeluhkan secara subjektif (merasa sedih atau hampa) atau pengamatan yang
dilakukan orang lain (misalnya terlihat sedih).Catatan: pada anak dan remaja dapat
berupa mood yang mudah tersinggung.
2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua
aktifitas sepanjang hari hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh
keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna tanpa diet atau peningkatan berat badan
( perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau peningkatan atau
penurunan nafsu makan hampir setiap hari. Catatan: pada anak terjadi kegagalan
mencapai berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia pada hampir setiap harinya.
5. agitasi atau retardasi psikomotor pada hampir tiap hari (dapat dilihat oleh orang
lain, tidak semata-mata perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi
lamban).
6. kelelahan atau kehilangan tenaga pada hampir setiap harinya.
7. perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau tidak tepat (mungkin
bersifat waham) pada hampir setiap harinya (tidak semata-mata mencela diri sendiri
atau menyalahkan karena sakit).
8. Kehilangan kemampuan berpikir atau memusatkan perhatian atau membuat
keputusan pada hampir setiap harinya (baik oleh keterangan subjektif atau menurut
pengamatan orang lain).
9. pikiran yang berulang tentang kematian ( bukan hanya perasaan takut mati),
bunuh diri tanpa perencanaan atau usaha bunuh diri atau adanya rencana spesifik
mengakhiri hidup.
B. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
C. Gejala-gejala menyebabkab penderitaaan yang bermakna klinis atau hambatan
sosial,pekerjaan atau fungsi penting kehidupan lainnya.
D. Gejala-gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat
(medikasi,penyalahgunaan obat) atau kondisi medis umum (misalnya hipotiroid).
E. Gejala tidak lebih baik diterangkan oleh dukacita (misalnya kematian seseorang
yg dicintai), atau menetap lebih dari 2 bulan, atau ditandai oleh gangguan
fungsional yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga,ide bunuh diri,
gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
Ringan : Beberapa, jika ada, gejala yang melebihi dari yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gejala menyebabkan hanya gangguan ringan dalam fungsi
pekerjaan atau dalam aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan orang
lain.
Sedang : Gejala atau gangguan fungsional berada diantara ringan dan parah
Parah tanpa ciri psikotik : Beberapa gejala adalah melebihi dari yang diperlukan
untuk membuat diagnosis, dan gejala dengan jelas mengganggu fungsi pekerjaan
atau aktivitas sosial yang biasanya atau hubungan dengan orang lain.
Dengan ciri psikotik : Waham atau halusinasi. Jika mungkin sebutkan apakah ciri
psikotik adalah sejalan dengan mood atau tidak sejalan dengan mood.
Ciri psikotik sejalan dengan mood : Waham atau halusinasi yang isi
keseluruhannya adalah konsisten dengan tema depresif tipikal tentang
ketidakberdayaan pribadi, rasa bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau
hukuman yang layak diterima.
Ciri psikotik yang tidak sejalan dengan mood : Waham atau halusinasi yang
isinya tidak memiliki tema depresif tipikal tentang ketidakberdayaan pribadim rasa
bersalah, penyakit, kematian, nihilisme, atau hukuman yang layak diterima.
Termasuk disini adalah gejala tertentu seperti waham kejar (tidak secara langsung
berhubungan dengan tema depresif), sisip pikiranm siar pikiran, waham
dikendalikan.
PENATALAKSANAAN
Bila diagnosa depresi sudah dibuat, maka perlu dinilai taraf hebatnya gejala
depresi dan besarnya kemungkinan bunuh diri. Hal ini ditanyakan dengan bijkasana
dan penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran bunuh diri
kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang
tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di
cegah. Bila sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping
psikoterapi dan obat anti depresan.
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan
farmakoterapi adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat.
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku, telah diteliti tentang manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi
berat.
Psikosis kronik
Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola
perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan pembentukan hubungan profesional
antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat
diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya.
Terapi Farmakologi
Saat merencanakan intervensi pengobatan, penting untuk menekankan kepada
penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan sesuai dengan perjalanan gangguan
depresif:
Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
Penggolongan Antidepresan
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Efek samping :
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung dengan
perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.
Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan menimbulkan antara
lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia, serta gangguan potensi dan
akomodasi, keringat berlebihan.
Sedasi
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek
antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia, mengakibatkan gangguan
fungsi seksual.
Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan bertambahnya
nafsu makan dan berat badan.
Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul antara lain
gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala dan otot.
Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :
a) Imipramin
Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg
sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi, gangguan
untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.
b) Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg
sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO, gagal jantung,
kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro adrenergik,
dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau adrenalin,
meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik, kombinasi
dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan SSP, anti kolinergik,
penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan, simetidin. Monitoring hitung
darah dan fungsi hati, gangguan untuk mengemudi.
c) Amitriptilin
Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300
mg sehari.
Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif sumsum tulang,
kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.
Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi, bersama
depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik opiate mempotensiasi
efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan depresif saluran napas, bersama
reserpin meniadakan efek antihipertensi
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal menurun,
glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui, epilepsi.
d) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa,
tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam, influenza,
gastroentritis.
2. Antidepresan Generasi ke-2
Mekanisme kerja :
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini menghambat resorpsi
dari serotonin.
NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak berkhasiat
selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin. Terdapat beberapa
indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.
Efek samping :
Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala, gangguan tidur
dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara, disfungsi seksual dengan
ejakulasi dan orgasme terlambat.
Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan menggigil, konvulsi,
dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan koordinasi. Kebanyakan terjadi pada
penggunaan kombinasi obat-obat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium
atau triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3 minggu. Gejala ini
dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida, propanolol).
Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau sama sekali
tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :
a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis
tunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan ginjal,
gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi
kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh diri.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,
insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.
e) Mianserin
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan atau
dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes,
insufiensi hati, ginjal, jantung.
f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat
efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung,
tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian
terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi
atau menjalankan mesin.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis hati,
penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat
3. Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)
Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi luas
dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin,
epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini, sehingga
menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen.
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua enzim
ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap
inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin,
dan serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin.
Dopamin dan tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem
enzim ini mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic
menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna ke
dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan inhibitor
ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan metabolism
amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan bahwa terapi
MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation) adrenergic
dan serotoninergik.
Farmakokinetik
Absorpsi/distribusi Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI
tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan
fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi
MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari.
Metabolisme/ekskresi metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,
isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama
melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah
penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam
3 sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui
urin sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus asetilator lambat:
Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis
standar
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi atipikal
(eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi antidpresif
lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif; riwayat
penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan
serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian
bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk
antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron;
simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP;
antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi.
Peringatan
Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan
depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan depresinya
dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality),
atau perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan dengan pemakaian
antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya pengurangan jumlah obat
secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa antidepresan berperan dalam menginduksi
memburuknya depresi dan kemunculan suicidality pada penderita tertentu.
Antidepresan meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh
diri (suicidality) dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang
menderita gangguan depresif mayor serta gangguan psikiatrik lainnya.
Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah;
tidak dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau berkondisi
lemah atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular, atau
pemberian bersama obat-obatan atau makanan tertentu. Karakteristik gejala krisis dapat
berupa: sakit kepala pada daerah oksipital (belakang) yang dapat menjalar ke daerah
frontal (depan), palpitasi (tidak beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher,
nausea, muntah, berkeringat (terkadang bersama demam atau kulit yang dingin),
dilatasi pupil, fotofobia. Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai
sakit dada. Pendarahan intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan tekanan darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi jangan
bergantung sepenuhnya pada pembacaan tekanan darah, melainkan penderita harus
sering pula diamati. Bila krisis hipertensi terjadi, hentikan segera penggunaan obat dan
laksanakan terapi untuk menurunkan tekanan darah.
Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda
sejalan dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa adrenergik
seperti fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek hipotensif berlebihan.
Tangani demam dengan pendinginan eksternal.
Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan
makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan dalam
waktu 2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein yang telah
disimpan lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat menyebabkan krisis
hipertensif pada penderita yang menggunakan MAOI. Juga peringatkan penderita
untuk tidak mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat- obatan yang mengandung
amin simpatomimetik selama terapi dengan MAOI. Instruksikan kepada penderita
untuk tidak mengkonsumsi kafein dalam bentuk apapun secara berlebihan serta
malaporkan segera adanya sakit kepala atau gejala lainnya yang tidak biasa,
Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri,
tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau terapi
lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk melakukan
penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit.
Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu
SRRI dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang
fatal termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi
cepat pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang
meningkat menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang
baru saja menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI. Bila terjadi
pengalihan dari SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian.
Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum
mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah
antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas,
hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit,
kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak
14 hari diantara penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik.
Pemutusan obat: Pemutusan obat dapat menyebabkan nausea, muntah, dan kelemahan.
Suatu sindrom putus obat setelah pemutusan mendadak jarang terjadi. Tanda dan gejala
penghentian dapat bervariasi mulai dari mimpi buruk dengan agitasi sampai psikosis
yang jelas dan konvulsi. Sindrom ini umumnya dapat mereda dengan
PROGNOSIS
Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini
cenderung merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami relaps.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif memiliki
kemungkinan 50 % untuk pulih di dalam tahun pertama.
Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam
dua tahun pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah
jauh lebih rendah dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi
psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua
episode depresi.