Anda di halaman 1dari 26

I.

Memahami dan Menjelaskan Aktivitas Neurofisiologis pada Gangguan Psikotik


Transmisi dopaminergik abnormal tinggi telah dikaitkan dengan psikosis dan skizofrenia.
Peningkatan aktivitas fungsional dopaminergik, khususnya di jalur mesolimbic, ditemukan
pada individu skizofrenia. Baik khas dan antipsikotik atipikal bekerja sebagian besar dengan
menghambat dopamin pada tingkat reseptor, sehingga menghalangi efek neurokimia secara
dosis-tergantung. Temuan bahwa obat-obatan seperti amfetamin dan kokain, yang dapat
meningkatkan kadar dopamin oleh lebih dari sepuluh kali lipat, sementara dapat
menyebabkan psikosis.

Hipotesis dopamin skizofrenia, sebagaimana yang pertama kali didalilkan, mengemukakan


bahwa skizofenia dikarenakan aktivitas dopamin berlebihan di dalam area limbik otak,
khususnya nukleus akumbens, sebagaimana pada stria terminalis, septum lateral dan tuberkel
olfaktori.
Jalur dopamin mesolimbik diproyeksi dari badan-badan sel dopaminergik di area tegmental
ventral dari batang otak ke terminal akson di area limbik otak, seperti nukleus akumbens.
Jalur ini telah dipikirkan memiliki peran penting pada perilaku emosional, khususnya
halusinasi pendengaran tapi juga waham dan gangguan pikiran.
Selama lebih dari 25 tahun, telah diobservasi bahwa gangguan atau obat-obat yang
meningkatkan dopamin akan mempertinggi atau menghasilkan simtom-simtom positif
psikotik dan obat-obat yang menurunkan dopamin akan menurunkan atau menghentikan
simtom positif. Observasi ini telah diformulasikan ke teori psikosis yang kadang-kadang
disebut sebagai hipotesis dopamin skizofrenia. Mungkin pemakaian istilah modern yang lebih
tepat adalah hipotesis dopamin mesolimbik dan simtom-simtom positif psikotik, sejak
diyakini bahwa hiperaktivitas spesifiknya dari jalur dopamin khusus ini yang memediasi
simtom positif dari psikosis. Hiperaktivitas dari jalur dopamin mesolimbik secara hipotetik
diperhitungkan untuk simtom positif psikotik, apakah simtom sebagai bagian dari skizofenia
atau psikosis yang diinduksi obat-obatan atau apakah simtom positif psikotik menyertai
mania, depresi, atau demensia.
Hipotesis dopamine pada skizofrenia adalah yang paling berkembag dari berbagai hipotesis,
dan merupakan dasar dari banyak terapi obat yang rasional. Beberapa bukti yang terkait
menunjukkan bahwa aktifitas dopaminergik yang berlebihan dapat mempengaruhi penyakit
1

tersebut : (1) kebanyakan obat-obat antipsikosis menyakat reseptor D2 pascasinaps di dalam


sistem saraf pusat, terutama disistem mesolimbik frontal; (2) obat-obat yang meningkatkan
aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu precursor), amphetamine (perilis dopamine),
atau apomorphine (suatu agonis reseptor dopamine langsung), baik yang dapat
mengakibatkan skizofrenia atau psikosis pada beberapa pasien; (3) densitas reseptor
dopamine telah terbukti, postmortem, meningkat diotak pasien skizofrenia yang belum
pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis; (4) positron emission tomography (PET)
menunjukkan peningkatan densitas reseptor dopamine pada pasien skizofrenia yang dirawat
atau yang tidak dirawat, saat dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang
tidak menderita skizofrenia; dan (5) perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah
terbukti mengubah jumlah homovanilic acid (HVA), suatu metabolit dopamine, di cairan
serebrospinal, plasma, dan urine.
Bagaimanapun juga, hipotesis dopamin ini masih jauh dari sempurna. Apabila,
ketidaknormalan fisiologis dopamine sepenuhnya mempengaruhi patogenesis skizofrenia,
obat-obat antipsikosis akan lebih bermanfaat dalam pengobatan pasien- tetapi obat-obat
tersebut tidak begitu efektif bagi kebanyakan pasien dan tidak efektif sama sekali bagi
beberapa pasien. Bahkan, antagonis reseptor NMDA seperti phencyclidine pada saat
diberikan kepada orang-orang yang non-psikosis, dapat menimbulkan gejala-gejala mirip
skizofrenia daripada agonis dopamine. Adanya pengklonaan (cloning) terbaru dan
karakteristik tipe multiple reseptor dopamine memungkinkan diadakannya uji langsung
terhadap hipotesis dopamine yaitu mengembangkan obat-obat yang selektif terhadap tiap-tiap
tipe reseptor. Antipsikosis tradisional dapat mengikat D2 50 kali lebih kuat daripada reseptor
D1 atau D3. sampai sekarang, usaha utama pengembangan obat adalah untuk menemukan
obat yang lebih poten dan lebih selektif dalam menyakat reseptor D2. Fakta yang
menunjukkan bahwa beberapa obat antipsikosis mempunyai dampak lebih sedikit terhadap
reseptor D2 dan belum efekti dalam terapi untuk skizofrenia, perhatian dialihkan ke peranan
reseptor dopamine yang lain dan kepada reseptor non-dopamine khusunya subtype reseptor
serotonin yang dapat memediasi efek-efek sinergistik atau melindungi dari konsekuensi
ekstrapiramidal dari antagonisme D2. Sebagai hasil pertimbangan ini, arah penelitian telah
berubah ke fokus yang lebih besar tentang komponen yang mungkin aktif bekerja pada
beberapa sistem reseptor-transmitter. Harapan yang terbesar yaitu untuk menghasilkan obatobatan dengan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dan sedikit menimbulkan efek yang tak
diinginkan, khususnya toksisitas ekstrapiramidal.
II.Memahami dan Menjelaskan Simtomatologi Gangguan Psikotik
Psikiatri berisi fenomenologi dan penelitian fenomena mental.
Tanda sign, temuan objektif dari observasi.
Simptom gejala, pengalaman subjektif yang digambarkan oleh pasien.
Sindroma adalah kelompok tanda & gejala yang terjadi bersama-sama sebagai suatu
kondisi yang dapat dikenali yang mungkin kurang spesifik dibanding gangguan atau penyakit
yg jelas.
Dalam psikiatri dipakai istilah gangguan (disorders), bukan penyakit (disease).
Diagnosis psikiatri berdasarkan sindroma.
Fungsi jiwa dalam psikiatri (pembahasan simptomatologi) :
1. KESADARAN (gangg kesadaran, gangg atensi/perhatian, gangg sugestibilitas).
Kesadaran persepsi yg dimodifikasi oleh emosi dan pikiran diri seseorang, sensorium
sering diidentikkan dgn kesadaran sensorium kearah kognitif.
2

a. Gangguan kesadaran.
1) Disorientasi gangguan mengerti waktu, tempat, orang dan situasional.
2) Pengaburan kesadaran kejernihan ingatan yg tdk lengkap disertai gangguan
persepsi dan sikap.
3) Stupor hilangnya reaksi ketidaksadaran terhadap lingkungan sekelilingnya.
4) Delirium kebingungan, kegelisahan reaksi disorientasi yg disertai rasa`takut
dan halusinasi.
5) Twilight state keadaan remang, gangguan kesadaran dg halusinasi.
6) Dream like state keadaan mimpi, gangguan kesadaran pada epilepsi
psikomotor.
7) Somnolen kesadaran rendah sebelum koma, masih bereaksi thd rangsang yg
kuat.
8) Koma vigil pasien tertidur tetapi dpt dibangunkan, mutisme akinetik.
9) Koma penurunan derajat kesadaran berat, sudah tdk ada reaksi thd rangsangan
yg kuat/nyeri.
b. Gangguan atensi/perhatian.
1) Atensi usaha yg dilakukan utk memusatkan pd bagian tertentu dari
pengalaman; kemampuan utk mempertahankan perhatian pd`suatu aktifitas;
kemampuan utk berkonsentrasi.
2) Distrakbilitas ketidakmampuan memusatkan atensi; penarikan atensi kepada
stimuli eksternal yg tdk penting atau tdk relevan.
3) Inatensi selektif hambatan atensi karena ada hal-hal yg menimbulkan
kecemasan.
4) Hipervigilensi atensi dan pemusatan yg berlebihan pd semua stimuli internal
dan eksternal; biasanya skunder dari waham.
5) Trance tak sadarkan diri karena atensi terpusat dan kesadaran berubah;
biasanya pd hipnosis.
c. Gangguan sugestibilitas.
Kepatuhan dan respon yg tdk kritis terhadap gagasan atau pengaruh.
1) 1. Folie a deux (folie`a trois) penyakit emosional yg berhubungan pada dua
orang atau lebih, salah satu orang paranoid yg lain menjadi paranoid.
2) Hipnosis modifikasi kesadaran yang diinduksi secara buatan yang ditandai dg
peningkatan sugestibilitas.
2. EMOSI (afek, mood, emosi yg lain, gangg psikologis berhubungan dg mood).
Suatu komplek keadaan perasaan dg komponen psikis, somatik dan perilaku yg
bergubungan afek dan mood.
1. Afek ekspresi emosi yg terlihat pemeriksa.
1) Afek yg sesuai (appropiate affect) irama emosi harmonis dg gagasan pikiran
atau pembicaraan yg menyertai ; afek yg luas dan penuh dimana rentang
emosional yg lengkap diekspresikan secara sesuai.
2) Afek tdk sesuai (inappropiate affect) ketidak harmonisan antara irama perasaan
emosional dg gagasan, pikiran atau pembicaraan yg menyertainya.
3) Afek tumpul (blunted affect) manifestasi penururan afek yg berat pd intensitas
irama perasaan yg diungkapkan keluar.
4) Afek terbatas (restricted affect). penurunan intensitas irama perasaan tdk
separah afek tumpul.
5) Afek datar (flat affect) tidak ada ekspresi afek; suara yg monoton; wajah tdk
ada mimik.
3

6) Afek labil (labile affect) perubahan irama afek cepat, tiba-tiba yg tdk
berhubungan dg stimuli eksternal.
2. Mood emosi yg meresap dan dipertahankan, dialami secara subjektif, dilaporkan
pasien dan terlihat orang lain.
1) Mood disforik mood tdk menyenangkan, duka nestapa, sedih dan marah.
2) Mood eutimik mood rentang normal, tdk ada mood tertekan atau melambung.
3) Mood meluap-luap (expansive mood) ekspresi perasaan seseorang tanpa
pembatasan; sering kali dg penilaian yg berlebih thd kepentingan atau makna
seseorang.
4) Mood irritabel ( irritrable mood) mood yg mudah dibuat marah atau diganggu.
5) Mood meninggi (elevated mood) mood yg ceria dg suasana keyakinan dan
senang.
6) Euforia mood yg elasi disertai rasa kebesaran.
7) Ectasy mood yg gembira luar biasanya disertai rasa gairah yg tinggi.
8) Mood depresi perasaan sedih yg psikologis.
9) Anhedonia mood yg rendah disertai hilangnya minat dan menarik diri dari
semua aktifitas rutin dan menyenagkan, biasanya disertai depresi.
10) Aleksitemia seseorang tak mampu atau sulit menggambarkan mood dan
emosinya.
3. Emosi yg lain.
1) Kecemasan perasaan ketakutan disebabkan oleh dugaan bahaya yg mungkin
berasal dari luar atau dalam dirinya.
2) Kecemasan yg mengambang (free floating anxiety) rasa takut yg meresap, tdk
terpusatkan dan tdk berhubungan dg gagasan.
3) Ketakutan kecemasan oleh adanya bahaya yg dikenal secara sadar dan
realistik.
4) Agitasi kecemasan berat disertai ketegangn motorik.
5) Panik puncak kecemasan; serangan kecemasan akut episodik dan kuat disertai
perasaan takut`dan disertai pelepasan otonomik.
6) Apati irama emosi yg tumpul disertai ketidak acuhan thd lingkungannya.
7) Abreaksional pelepasan/pelimpahan emosional setelah mengingat pengalaman
yang menakutkan.
8) Ambivalensi terdapat dua impuls/gagasan datang bersama pada orang dan
waktu yg sama.
4. Gangguan psikologis berhubungan dg mood.
Yaitu suatu tanda disfungsi somatik (iasanya otonomik) pada seseorang dan sering
berhubungan dengan depresi dan juga disebut tanda vegetatif.
1) Anoreksia hilangnya atau nafsu makan.
2) Hiperfagia meningkatnya nafsu makan dan asupan makan.
3) Insomnia hilangnya atau menurunnya kemampuan utk tidur (early, midle dan
late insomia).
4) Hiperinsomnia tidur yg berlebihan, pd depresi awas kearah bunuh diri.
5) Variasi diurnal mood secara ritmik buruk saat bangun tidur dan membaik
makin siang.
6) Penururan libido menurunnya minat/dorongan/daya seksual (depresi); atau
naik pd mania.
7) Konstipasi kesulitan dlm defikasi (b.a.b).

3. KONASI/PERILAKU MOTORIK.
Aspek jiwa dimana impuls, motivasi, harapan, dorongan, instink dan idaman
diekspresikan oleh perilaku dan atau aktivitas motorik seseorang.
a. Ekopraksi peniruan pergerakan yg patologis seseorang dari orang lain.
b. Katatonia kelainan motorik oleh karena faktor psikogenik.
1) katalepsi; posisi tdk bergerak dan dipertahankan terus agak lama.
2) agitasi katatonik/furor katatonik; aktifitas motorik teragitasi, tak bertujuan, dan
tdk disebabkan oleh stimuli eksternal.
3) rigiditas katatonik; penerimaan posisi tubuh yg kaku, disadari, menentang usaha
utk gerak.
4) stupor kataton; penurunan aktivitas motorik nyata sampai immobil dan tdk
menyadari sekelilingnya.
5) posturing katatonik; postur tdk sesuai, kaku, disadari dan dipertahankan agak lama
6) fleksibilitas serea; posisi seseorang dpt diatur spt lilin oleh pemeriksa,
dipertahankan agak lama.
c. Negativisme menahan tanpa motivasi terhadap semua usaha utk menggerakkan
atau terhadap perintah.
d. Katapleksi hilangnya tonus otot dan kelemahan sementara yg dicetuskan reaksi
emosional.
e. Stereotipik pola tindakan fisik atau bicara yg terfiksasi dan berulang.
f. Manirisme gerakan tak biasa tdk disadari, dan menjadi kebiasaan / gerakan
menyeringai pd anak
g. Otomatisme simbolik tindakan-tindakan yg otomatik mewakili aktivitas simbolik
dan tak disadari.
h. Otomatisme sugestik tindakan-tindakan otomatis tdk disadari mengikuti
sugesti/kepatuhan otomatik.
i. Hipoaktivitas (hipokinesis) penurunan aktivitas motorik & kognitif spt retardasi
psikomotor, bicara lambat dan pergerakan yg dpt terlihat.
j. Mimikri aktivitas motorik tiruan dan sederhana pd`anak-anak, tanpa disadari.
k. Agresi tindakan yg kuat, diarahkan tujuan, bisa verbal atau fisik; bagian afek
motorik dari kekasaran, kemarahan atau permusuhan.
l. Acting out (memerankan) ekspresi langsung suatu harapan atau impuls tdk
disadari dlm bentuk gerakan; fantasi yg tdk disadari dihidupkan secara impulsif dlm
perilaku.
m. Abulia penurunan impuls utk bertindak/berfikir disertai ketidak acuhan tentang
akibat tindakan.
n. Over aktifitas :
1) Agitasi psiko motor; aktifitas motorik & kognitif berlebihan tdk produktif, sebagai
respon ketegangan internal.
2) Hiperaktivitas/hiperkinesis; kegelisahan, agresif, aktifitas destruktif seringkali dg
patologi otak dasar.
3) Tik; gerakan motorik spasmodik yg tdk disadari.
4) Somnambulisme/sleep walking; tidur berjalan, aktifitas motorik saat tidur.
5) Ataksia; kegagalan koordinasi gerakan otot.
6) Akatisia; perasaan subjektif ketegangan motorik karena obat antipsikotik.
7) Kompulsi; impuls tak terkontrol utk melakukan suatu tindakan segera dan
berulang:
a) Dipsomania, kompulsif utk minum alkohol.
b) Kleptomania, kompulsif utk mencuri.
5

c)
d)
e)
f)
g)

Nimfomania, kompulsif utk melakukan koitus pd wanita.


Satiriasis, kompulsif utk koitus pd pria.
Trikotilomania, kompulsif utk mencabuti rambut.
Ritual, aktifitas kompulsif otomatik dlm sifat utk menurunkan kecemasan.
Berjudi patologis.

4. BERFIKIR (gangg umum bentuk fikir, gangg spesifik proses fikiran, gangg spesifik isi
fikir).
Aliran, gagasan simbol dan assosiasi yg diarahkan oleh tujuan dimulai oleh suatu masalah
atau suatu tugas dan mengarah pada kesimpulan yg berorientasi pd kenyataan.
a. Gangguan umum bentuk fikir.
1) Berfikir psikosis tidak mampu membedakan kenyataan dengan fantasi, tes
realitas terganggu dgn menciptakan realitas baru. Reality test pemeriksan dan
pertimbangan objektif tentang dunia diluar diri.
2) Berfikir dereistik (autistik) preokupasi dgn dunia dalam dan pribadi.
3) Berfikir tdk logis berfikir mengandung kesimpulan yg salah atau kontradiksi
internal, berikir ini bersifat patologis jika nyata dan tdk disebabkan oleh nilai
kultural.
4) Berfikir magis berfikir dimana fikiran, tindakan dan kata-kata mempunyai
kekuatan misalnya dapat mencegah penyebabkan suatu peristiwa.
5) Proses berfikir primer istilah umum berfikir magis, dereistik, tdk logis. Normal
pd mimpi dan abnormal pd psikosis.
b. Gangguan spesifik proses/arus fikir.
1) Neologisme kata baru diciptakan pasien, sering kombinasi beberapa kata, tdk
mengandung makna baru, menunjukkan keanehan psikologik pasien.
2) Word salad/gado-gado kata campurn kata dg frasa yg membingungkan.
3) Inkoherensi pembicaraan tdk logis, tdk dpt dimengerti, yg berjalan bersama
kata yg diucapkan tdk logis, tanpa tata bahasa shg terjadi disorganisasi bicara.
4) Assosiasi longgar/pengenduran assosiasi arus fikir dimana gagasan-gagasan
bergeser dari subjek satu kesubjek lainnya yg tdk berhubungan, lebih ringn dari
inkoherensi.
5) Flight of ideas verbalisasi yg cepat dan terus menerus mengakibatkan
pergeseran terus menerus dari satu ide ke ide lainnya.
6) Sirkumtansial bicara tdk langsung yg lambat dlm mencapai tujuan (mutar-2);
ditandai dg pemasukan perincian-perincian dan tanda kutip yg berlebihan.
7) Tangensial ketidakmmampuan utk mempunyai assosiasi pikiran yg diarahkan
oleh tujuan; pasien bicara tdk ada ttk awal yg sampai pd ttk akhir.
8) Perseverasi respon thd stimulus sebelumnya yg menetap setelah stimulus baru
diberikan sehingga tampak pasien mengulangi kalimat jawaban; kadang-kadang
disertai gangguan kognitif.
9) Verbigerasi pengulangan kata-kata atau frasa-frasa spesifik yg tdk mempunyai
arti.
10) Ekolalia menirukan kata-kata oleh pasien, cenderung berulang-ulang dan
menetap dan bisa`intonasinya terputus-putus.
11) Kondensasi penggabungan beberapa kata menjadi satu kata.
12) Jawaban irrelevan jawaban yg tdk sesuai dg pertanyaan , pasien mungkin
mengabaikan atau tdk memperhatikan.
13) Assosiasi bunyi assosiasi kata-kata yg mirip bunyinya tapi berbeda bunyinya,
kata-kata tdk mempunyai hubungan logis sering spt sajak atau pantun.
6

14) Assoasiasi pengertian ada kata-kata yg diidentikan persamaan fungsi, misalnya


rajawali besi maksudnya adalah kapal terbang.
15) Blocking terputusnya aliran berfikir secara tiba-tiba sebelum pikiran/gagasan
diselesaikan; setelah periode terhenti singkat pasien tdk tampak ingat apa yg tlh
dikatakan dan apa yg akan dikatakan.
c. Gangguan spesifik isi fikiran.
1) Kemiskinan isi fikiran fikiran yg memberikan sedikit informasi karena tdk ada
informasi pengertian, pengulangan kosong atau frasa yg tdk jelas.
2) Grandiositas (gagasan berlebihan/gagasan mirip waham) keyakinan palsu yg
dipertahankan dan tdk beralasan, dipertahankan secara kurang kuat dibandingkan
dg waham.
3) Preokupasi fikiran pemusatan fikiran pd ide tertentu disertai irama afektif yg
kuat spt kecenderungan paranoid ingin membunuh atau bunuh diri.
4) Egomania preokupasi pd diri sendiri yg patologis.
5) Monomania preokupasi pd suatu objek tunggal.
6) Hipokondria ketakutan/kecemasan yg berlebihan tentang kesehatan diri pasien
didasarkan bukan pd patologi organ yg nyata tetapipd interpretasi yg tdk realistik
thd tanda atau suatu sensasi fisik yg sebagai abnormal.
7) Obsesi ide yg terpaku dan patologis dari suatu fikiran atau perasaan yg tdk dpt
ditentang dan dihilangkan dari kesadaran oleh logika serta disertai kecemasan.
8) Fikiran kompulsi kebutuhan yg patologis utk melakukan suatu impuls dimana
bila ditahan akan timbul kecemasan; perilaku berulang sebagi respon suatu obsesi
atau dilakukan menurut aturan tertentu tanpa akhir yg sebenarnya dlm diri terjadi
dimasa depan.
9) Koprolali pengungkapan secara kompulsif dari kata-kata cabul.
10) Fobia rasa takut yg persisten, irrasional, berlebihan dan selalu terjadi terhadap
sesuatu jenis stimulasi atau situasi tertentu; menyebakan keinginan menghindar
stimulus atau situasi tersebut.
11) Waham keyakinan palsu didasarkan pada keyakinan yang salah tentang
kenyataan eksternal, tdk sejalan dg logika dan budaya serta tdk dpt dikoreksi dg
suatu alasan.
Waham ;
Waham yg kacau/bizare; keyakinan yg aneh, mustahil dan sangat tdk masuk
akal , misalnya fikiran pasien disedot (thought withdrawl), fikirannya disisipi
(thought insertion), fikiran disiarkan (thought broadcast) atau fikiran
dipengaruhi/diatur (thought control) mahluk lain.
Waham tersistematisasi; keyakinan adanya peristiwa yg digabungkan oleh
suatu tema tunggal, misalnya ada yg mematainya mau menculik/membunuh.
Waham nihilistik; perasaan bahwa dirinya atau orang lain dan dunianya tdk
ada atau berakhir.
Waham somatik; merasa bahwa fungsi/struktur organ tubuhnya ada
kelainan/perubahan yg patologis.
Waham sejalan dg mood; waham isinya sesuai dg mood misalnya pasien
depresi atau merupakan mood netral.
Waham paranoid; berisi fikiran-fikiran paranoid yaitu presekutorik (curiga
akan dibunuh, akan disiksa, diganggu dst), fikiran kebesaran, fikiran referensi
(setiap ada kejadian selalu dihubungkan dg dirinya), fikiran cemburu/ketidak
setiakawanan (setiap orang yg berhubungan dgnya tdk jujur).
Waham magis mistik.
7

Dll.
Fobia;
Fobia simplek; rasa takut pd objek yg jelas, tunggal dan tdk berbahaya.
Fobia sosial; rasa takut pd keramaian/banyak orang.
Akro fobia; rasa takut ditempat yg tinggi.
Agora fobia; rasa takut pd tempat yg terbuka, biasanya takut menyeberang jln.
Klaustro fobia; takut pd tempat tertutup, biasanya pd lift.
Erithro fobia; takut pd warna merah, biasanya pd darah.
Dll.
5. BICARA. (gangg bicara, gangg afasia)
Gagasan, pikiran, perasaan yg diekspresikan melalui bahasa, komunikasi dlm penggunaan
kata dan bahasa.
a. Gangguan bicara.
1) Logorrhhea suka banyak bicara, kuantitas bicara berlebih.
2) Miskin bicara (poverty of speech) pembatasan jumlah bicara yang digunakan,
jawaban mungkin monosillabic.
3) Miskin isi bicara kwantitas kata adekuat, tetapi sedikit memberi informasi
karena ketidak jelasan, kekosongan, atau frasa yg stereotipik.
4) Diprosodi hilangnya irama bicara normal (lawannya prosodi).
5) Distartri celat, cedal, kesulitan dlm artikulasi, bkn dlm penemuan kata atau
bahasa.
6) Gagap pengulangan atau perpanjangan suara atau suku kata yang sering dan
menyebabkan gangguan kefasihan bicara yg jelas.
7) Kekacauan bicara bicara`yg aneh dan disritmik, yang mengandung semburan
yg cepat dan menyentak.
b. Gangguan afasia gangguan dlm mengeluarkan bahasa.
1) Afasia motorik (afas ia ekspresif, afasia kortikal, afasia tdk fasih afasia Broka)
gangguan bicara disebabkan oleh gangguan kognitif dimana pengertiannya tetap
tetapi kemampuan untuk bicara terganggu, bicara banyak berhenti, bicara susah,
bicara tdk fasih.
2) Afasia sensorik (afasia reseptif, afasia sub kortek, afasia Wernicke, afasia fasih
membeo) kehilangan kemampuan organik utk mencari kata, bicara lancar dan
spontan, tetapi membingungkan dan tdk mengerti yg dibicarkan.
3) Afasia nominal (afasia anomia, afasia amnestik) kesulitan utk menemukan
nama yg tepat suatu benda.
4) Afasia sintatikal tidak mampu menyusun kata-kata dlm urutan yg tepat.
5) Afasia global gabungan afasia motorik dan afasia sensorik.
6. PERSEPSI (gangg persepsi, gangg yg berhubungan gangg kognitif, gangg berhubungan
dg fenomena konversi dan dissosiasi)
Suatu proses memindahkan stimulasi fisik menjadi informasi psikologis; suatu proses
mental dimana stimulasi sensoris dibawa ke kesadaran.
a. Gangguan persepsi.
1) Halusinasi
Persepsi sensoris yg palsu yg tdk disertai stimuli eksternal yg nyata, mungkin
terdapat atau tdk terdapat interpretasi waham tentang pengalaman halusinasi.
Halusinasi hipnagogik halusinasi terjadi saat akan tertidur.
8

Halusinasi hipnopompik halusinasi terjadi saat bangun tidur.


Halusinasi visual halusinasi penglihatan dapat berupa orang, benda (fisik)
atau citra yg tdk berbentuk (kilatan), sering terjadi pada kerusakan otak.
Halusinasi olfaktorik halusinasi membau sesuatu, sering terjadi pada
kerusakan otak.
Halusinasi akustik (auditorik) halusinasi dengar, ditemukan lebih 99 %
halusinasi.
Halusinasi raba (taktil, haptik) halusinasi ada sesuatu rabaan pada kulit,
adanya gerakan dibawah kulit.
Halusinasi somatik (halusinasi kinestetik) halusinasi adanya kejadian
disuatu alat/bagian tubuhnya.
Halusinasi liliput (mikroskopik) halusinasi dimana benda yg dilihat tapak
lebih kecil ukurannya.
Halusinosis halusinasi oleh karena pengunaan alkohol yg kronik.
Sinestesia halusinasi yg muncul diadahului halusinasi yang lain, misalnya
halusinasi visual didahului halusinasi pembauan.
Trailling phenomena halusinasi oleh karena pengguaan obat/zat.
2) Illusi.
Mispersepsi, misinterpretasi.
b. Gangguan persepsi yang berhubungan dengan gangguan kognitif tdk mampu
mengenali, menginterpretasikan kepentingan kesan sensorik.
1) Agnosognosia tdk mampu mengenali suatu defek neurologis.
2) Somatopagnosia (autopagnosia) tdk mengenali bagian tubuhnya sendiri.
3) Agnosia visual tdk mengenali bend/orang yg sudah dikenalnya.
4) Astereognosia tdk mengenal benda melalui sentuhan/rabaan.
5) Prosopagnosia tdk mengenali wajah.
6) Apraksia tdk mampu mengerjakan tuga stertentu.
7) Stimultagnosia tdk mampu mengerti lebih satu elemen pandangan
visualpada`suatu waktu atau mengintegrasikan bagian-bagian menjadi
keseluruhan.
c. Gangguan persepsi yg berhubungan fenomena konversi dan disosiasi.
1) Anestesia histerik hilangnya modalitas sensorik disebabkan konflik emosional.
2) Makropsia benda-benda yg dilihat tampak lebih besar dari yg sebenarnya.
3) Mikropsia benda-benda yg dilihat tampak lebih kecil dari ysebenarnya.
4) Depersonalisasi perasaan subjektif dirinya berubah terhadap lingkungannya.
5) Derealisasi perasaan subjektif lingkungannya berubah terhadap dirinya.
6) Fugue mengambil identitas baru pada amnesia dari identitas lama, pasien dapat
bertindak dg identitas baru tersebut.
7) Kepribadian ganda (multiple personality) satu orang yg tampak pd wkt yg
berbeda menjadi dua atau lebih kepribadian atau karakter yg sama sekali berbeda
(gangguan disosiasi).
7. DAYA INGAT (gangg daya ingat, tingkat daya ingat).
Fungsi dimana informasi disimpan di otak dan selanjutnya diingat kembali ke kesadaran.
a. Gangguan daya ingat :
1) Amnesia Tidak mampu sebagian atau seluruhnya untuk mengingat pengalaman
masa lalu, bisa organik atau psikogenik.
2) Amnesia anterograde; tdk mengingat sesuatu sebelum kejadian.
9

3)
4)
5)
6)
7)

Amnesia retrograde; tdk mengingat ssesuatu sesudah kejadian.


Paramnesia pemalsuan ingatan oleh distorsi pengingatan.
Konfabulasi; cerita ada sesuatu tdk mempunyai dasar kenyataan.
Deja vu; merasa sdh melihat sesuatu tetapi sebenarnya belum melihatnya.
Deja etendu (pense); merasa sdh mendengar sesuatu tetapi sebenarnya belum
mendengarnya.
8) Jamais vu; merasa belum melihat, sebenarnya sudah melihatnya.
9) Jamais etendu (pense); merasa belum mendengar, sebenarnya sdh mendengarnya.
10) Hiperamnesia peningkatan derajat penyimpanan dan pengingatan.
11) Screen memory ingatan yg dpt ditoleransi secara sadar menutupi ingatan yg
menyakitkan.
12) Represi melupakan ingatan secara tidak sadar karena tidak dapat diterima.
13) Letologika tdk mampu sementara mengingat nama suatu orang/benda.
b. Tingkat daya ingat.
1) Daya ingat segera (immediate) mengingat hal-hal yg dirasakan dlm bbrp detik
sampai menit.
2) Daya ingat baru (recent) mengingat hal-hal yg dirasakan dlm waktu hitungan
hari/minggu/bulan.
3) Jauh (remote) mengingat peristiwa jauh (tahun).
8. INTELEGENSIA (retardasi mental, demensia, pseudodemensia, berfikir konkrit, berfikir
abstrak).
Kemampuan utk mengerti mengingat menggerakkan dan menyatukan secara konstruktif
pengalaman atau pelajaran sebelumnya dlm menghadapi situasi yg baru.
Intelegensia faktor bakat.
Intelektual faktor pendidikan.
a. Retardasi mental.
Kurangnya intelegensia sampai derajat dimana terjadi gangguan pada kinerja sosial
dan pendidikan.
Borderline dibawah rata-rata. IQ kurang 90.
R.M ringan IQ 55 - 79 (debil).
R.M sedang. IQ 30 - 50 (imbecil).
R.M berat IQ kurang 30 (idiot).
b. Demensia (pikun).
Perburukan fungsi intelektual secara global tanpa pengaburan kesadaran, terjadi
karena faktor kerusakan otak.
Diskalkulia (akalkulia) hilangnya kemampuan berhitung.
Disgrafia (agrafia) hilangnya kemampuan menulis atau menyususn struktur
kata.
Aleksia hilangnya kemampuan membaca, penglihatan baik.
c. Pseudo demensia.
Ada gejala dan tanda seperti demensia yg tdk disebabkan oleh kerusakan otak dan
sering disebabkan oleh depresi.
d. Berfikir konkrit.
Berfikir harfiah, penggunaan kiasan yang terbatas tanpa pengertian nuansa arti,
pikiran satu dimensi.
e. Berfikir abstrak.
Kemampuan untuk mengerti nuansa arti, berfikir multi dimensi dgn kemampuan
menggunakan kiasan dan hipotesis dgn tepat.
10

11

9. TILIKAN (insight).
Kemampuan pasien untuk mengerti penyebab sebenarnya dan arti dari suatau situasi spt
kumpulan gejala.
a. Tilikan intelektual mengerti kenyataan objektif tentang suatu keadaan tanpa
kemampuan utk menerapkan pengetahuan dalam cara yg berguna utk mengatasi
situasi.
b. Tilikan sesungguhnya mengerti kenyataan objektif tentang suatu situasi disertai
dgn daya pendorong motivasi dan emosi utk mengatasi situasi.
c. Tilikan terganggu hilangnya kemampuan utk mengerti kenyataan objektif dari
suatu situasi.
10. PERTIMBANGAN (judgment).
Kemampuan utk menilai situasi secara benar dan utk bertindak secara tepat di dlm situasi
tersebut.
a. Pertimbangan kritis kemampuan menilai, melihat, dan memilih berbagai pilihan
didalam suatu situasi.
b. Pertimbangan otomatis kinerja reflek didalam suatu tindakan.
c. Pertimbangan terganggu hilangnya kemampuan untuk mengerti suatu situasi
dengan benar dan bertindak secara tepat.
(Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, 1997)
III.

Memahami dan Menjelaskan Aspek Skizofrenia

Definisi
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek tentang
skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai suatu sindrom,
pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan melibatkan aspek psikososiai,
psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain. Skizofrenia adalah suatu sindrom klinis
dengan variasi psikopatologi, biasanya berat, berlangsung lama dan ditandai oleh
penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi.
Mengingat kompleksnya gangguan skizofrenia, untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal,
klinikus perlu memperhatikan beberapa fase simptom gangguan skizofrenia, yaitu : fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Hasil akhir yang ingin dicapai adalah penderita
skizofrenia dapat kembali berfungsi dalam bidang pekerjaan, sosial dan keluarga.
Epidemioiogi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi terentang dari 1 sampai
1,5 persen dengan angka insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin
prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam onset dan perjalanan
penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Prognosisnya adalah lebih buruk pada laki laki dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien skizofrenia menderita
penyakit fisik dan 50% nya tidak terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian
diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah mencoba bunuh diri 1 kali
seumur hidupnya dan 10% berhasil melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya
gejala depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
12

Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol kira kina 30% sampai 50%,
kanabis 15% sampal 25% dan kokain 5%-10%. Sebagian besar penelitian menghubungkan
hal ini sebagai suatu indikator prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan
efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita temukan pada penderita
skizofrenia adalah adiksi nikotin, dikatakan 3 kali populasi umum (75%-90% vs 25%-30%).
Penderita skizofrenia yang merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga menurunkan parkinsonisme. Beberapa
laporan mengatakan skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak menikah
tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa menikah memberikan proteksi terhadap
Skizofrenia.
Etiologi
Model diatesis-stress Menurut teori ini skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan
lingkungan. Model ini berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika
dikenai stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami skizofrenia,
hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada
orang orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada
trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal menyekat
reseptor dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka
gejala psikotik diredakan.1 Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala
gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem dopaminergik.57
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek lysergic acid diethylamide
(LSD) yaitu suatu zat yang bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata
zatini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal. Kemungkinan serotonin
berperan pada skizofrenia kembali mengemuka karena penetitian obat antipsikotik
atipikal clozapine yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-HT~
lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.57
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan ganglia
basalis. Otak pada pendenta skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,
ventrikel teilihat melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemenksaaninikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distnbusi sel otak yang timbul pada
masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah
lahir.81
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi
umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti
orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang
13

mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu
dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%
berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua
orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
Gambaran klinis
Skizofrenia adalah gangguan jiwa penderitanya tidak mampu menilai realitas (Reality Testing
Ability/RTA) dengan baik dan pemahaman diri (self insight) buruk. Gejala-gejala Skizofrenia
dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu Gejala Positif dan Gejala Negatif.
Gejala Positif
a. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal).
Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun
penderita tetap meyakini kebenarannya.
b. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya
penderita mendengar suara-suara/bis-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari
suara/bisikan itu.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya
kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan
gembira berlebihan.
e. Merasa dirinya "Orang Besar", merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
g. Menyimpan rasa permusuhan.
Gejala-gejala positif amat mengganggu lingkungan (keluarga) dan merupakan salah satu
motivasi keluarga untuk membawa penderita berobat.
Gejala Negatif
a. Alam perasaan (affect) "tumpul" dan "mendatar". Gambaran alam perasaan ini dapat
terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
b. Menarik diri atau mengasingkan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan
orang lain, suka melamun (day dreaming).
c. Kontak emosional amat "miskin", sukar diajak bicara, pendiam.
d. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
e. Sulit dalam berpikir abstrak.
f. Pola pikir stereotip.
g. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba
malas (kehilangan nafsu).
Gejala-gejala negatif seringkali tidak disadari atau kurang diperhatikan pihak keluarga,
karena dianggap tidak "menganggu" sebagaimana halnya pada penderita Skizofrenia gejala
positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali terlambat membawa penderita untuk
berobat.
Gejala positif baru muncul pada episode akut, sedangkan pada stadium kronis (menahun)
gejala negatif lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala positif maupun negatif saling
berbaur, tergantung stadium penyakitnya.
Gejala Prodromal dan Residual
Sebelum seseorang secara nyata aktif (manifes) menunjukkan gejala-gejala awal yang disebut
gejala prodromal. Sebaliknya bila seorang penderita Skizofrenia tidak lagi aktif menunjukkan
gejala-gejala Skizofrenia, maka yang bersangkutan menunjukkan gejala-gejala sisa yang
disebut gejala residual.
14

Gejala-gejala prodromal atau residual adalah sebagai berikut:


a. Penarikan diri atau isolasi dari hubungan sosial (withdrawn), enggan bersosialisasi dan
enggan bergaul.
b. Hendaya (impairment) yang nyata dalam fungsi peran sebagai pencari nafkah (tidak mau
bekerja), siswa/mahasiswa (tidak mau sekolah/kuliah), atau pengatur rumah tangga (tidak
dapat menjalankan urusan rumah tangga); kesemuanya itu terkesan malas.
c. Tingkah laku aneh dan nyata, misalnya mengumpulkan sampah, menimbun makanan atau
berbicara, senyum-senyum dan tertawa sendiri di tempat umum; atau berbicara sendiri
tanpa mengeluarkan suara ("komat-kamit").
d. Hendaya yang nyara dalam higiene (kebersihan/perawatan) diri dan berpakaian, misalnya
tidak mau mandi dan berpakaian kumal (berpenampilan lusuh dan kumuh).
e. Afek (alam perasaan) yang tumpul atau miskin, mendatar, dan tidak serasi
(inappropriate), wajahnya tidak menunjukkan ekspresi dan terkesan dingin.
f. Pembicaraan yang melantur (digressive), kabur, kacau, berbelit-belit, berputar-putar
(circumstantial) atau metaformik (perumpamaan).
g. Ide atau gagasan yang aneh dan tak lazim atau pikiran magis, seperti takhyul,
kewaskitaan (clairvoyance), telepati, indera keenam, orang lain dapat merasakan
perasaannya, ide-ide yang berlebihan, gagasan mirip waham yang menyangkut diri
sendiri (ideas of reference).
h. Penghayatan persepsi yang tak lazim, seperti ilusi yang selalu berulang, merasa hadirnya
suatu kekuatan atau seseorang yang sebenarnya tidak ada. Catatan: berbeda dengan
halusinasi, yang dimaksud dengan ilusi adalah pengalaman panca indera dimana ada
sumber atau stimulus, namun ditafsirkan salah.
Baik gejala prodromal maupun gejala residual sebagaimana diuraikan di muka sewaktuwaktu dapat aktif kembali yang biasanya didahului oleh faktor pencetus, yaitu adanya stresor
psikososial yang merupakan "provokator". Oleh karena itu pemberian obat (psikofarmaka)
sebaiknya jangan terputus dan secara berkala kontrol kepada dokter (psikiater).
(Hawari, Dadang. 2007)
Kriteria Diagnositk
Pedoman Diagnostik PPDGJ-lll
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. - thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau
- thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar
dirinya (withdrawal); dan
- thought broadcasting= isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
b. - delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
- delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus);

15

delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna


sangat khas bagi dirinya, biasnya bersifatmistik atau mukjizat;
c. Halusinasi auditorik:
- suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien,
atau
- mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara berbagai
suara yang berbicara), atau
- jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain)
2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus;
arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi oleh depresi atau medikasi
neuroleptika;
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi
sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri
sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.
Tipe
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam
PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi
masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain
perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.

16

(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling
khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara
relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya.
Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan
social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid
cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik
paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon
emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadangkadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social.
Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap
intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri
(solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang
khas berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
- Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive)
dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga
perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan
tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat
dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar
orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
17

(a) stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang
memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan
metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan
afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.
Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria
untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
18

(a) Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan


psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang
(minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang
cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan
maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
- gejala negative yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan
- disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu,
tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia
lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala
yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan
skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat
puluh persen diagnosis delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya
diklasifikasikan sebagai media skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk
19

mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia


yang luas, pasien yang sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis
skizofrenia. Sebagai contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang
digunakan gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin
kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak terus
menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan skizofrenia ambang
(borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah
skizofrenik oneiroid telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat
didalam pengalaman halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata.
Jika terdapat keadaan oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk
adanya suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk skizofrenia paranoid. Dalam
pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara
progresif atau adanya system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini
menyebabkannya tidak sangat berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan,
fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan
psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan
kadang-kadang seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan
kecemasan, mereka mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang
sering sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu
asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan.
Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap
pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan,
penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia,
penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak
struktural pada pemeriksaan CT dan respon buruk terhadap pengobatan.

Diagnosis Banding
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis
psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia
disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang
paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia
akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal
dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian
klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam
20

diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya,
pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan
lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang
dapat membantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang
pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar
kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau
jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk
mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist,
dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis
nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien
skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang
menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai
pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia.
Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik.
Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum
yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder).
Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu
eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat
dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada
gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang
sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung
singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi
kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya.
Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif
berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare)
telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu
gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan
kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala
yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang
ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.

21

Prognosis
Walaupun remisi penuh atau sembuh pada skizofrenia itu ada, kebanyakan orang mempunyai
gejala sisa dengan keparahan yang bervariasi. Secara umum 25% individu sembuh sempurna,
40% mengalami kekambuhan dan 35% mengalami perburukan. Sampai saat ini belum ada
metode yang dapat memprediksi siapa yang akan menjadi sembuh siapa yang tidak, tetapi ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya seperti : usia tua, faktor pencetus jelas, onset
akut, riwayat sosial / pekerjaan pramorbid baik, gejala depresi, menikah, riwayat keluarga
gangguan mood, sistem pendukung baik dan gejala positif ini akan memberikan prognosis
yang baik sedangkan onset muda, tidak ada faktor pencetus, onset tidak jelas, riwayat sosial
buruk, autistik, tidak menikah/janda/duda, riwayat keluarga skizofrenia, sistem pendukung
buruk, gejala negatif, riwayat trauma prenatal, tidak remisi dalam 3 tahun, sering relaps dan
riwayat agresif akan memberikan prognosis yang buruk.
Terapi / Tatalaksana
1. Psikofarmaka
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek
samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian
disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan
respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat
diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan
dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya
sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif
pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol
dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan
efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang
beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi
pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan
memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular
sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat
memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia,
peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan
berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I
menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur
gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi
bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah
trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk
mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham
dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah
Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh
gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin
antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan
dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek
samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia
untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
Pengaturan Dosis
22

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:


Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak
mengganggu kualitas hidup penderita.
Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol
decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum
obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
Cara / Lama pemberian
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai
mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu
dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi).
Diturunkan setiap 2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan
2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling
sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada
umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1
tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat
timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan
gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholmnergic agent seperti
injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
2. Terapi Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Psikoterapi keluarga
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
IV.

Memahami dan Menjelaskan Ibadah Mahdhah

Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara
hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun alSunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah
(QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang
dilarang, maka tinggalkanlah (QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
23

Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek
Rasul saw., maka dikategorikan Muhdatsatul umur perkara meng-ada-ada, yang populer
disebut bidah.
Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri. Shalat, adzan, tilawatul
Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau
tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syariat, atau tidak. Atas
dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
Azasnya taat, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah,
dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Wudhu,
Tayammum
Mandi hadats
Adzan
Iqamat
Shalat
Membaca al-Quran
Itikaf
Shiyam ( Puasa )
Haji
Umrah
Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah KA + SS (Karena Allah + Sesuai Syariat)
Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah Tawhiedul ilaah (KeEsaan Allah) , dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu,
sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
o Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke
arah kabah, itu bukan menyembah Kabah, dia adalah batu tidak memberi manfaat
dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana untuk
menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana
pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144).
o Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya
sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku), sujud dan duduk. Demikian halnya
ketika thawaf dan sai, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah
yang diibadati hanya satu.
o Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah
(diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya
hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti
atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya
hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan
membaca al-Quran.
24

(Umay M. Djafar Shiddieq. 2008)

25

DAFTAR PUSTAKA
Agus D, Difungsi kognitif pada skizofrenia, dalam : majalah psikiatri, Jakarta 2005: 51-67
Agus D, Pendekatan holistik terhadap Skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta, 2005:1.
American Psychiatric Association, Schizophrenia and other psychotic disorders, in diagnostic
and statistical manual of mental disorders, 4th ed, Washington, DC, 1994:273-286.
Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan and
Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott Williams
and wilkins :2000: 1096-1109.
Gur RE, Gur RC, Schizophrenia: Brain structure and function in: Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1117-1129
Hawari, Dadang. 2007. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa: Skizofrenia. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1, 1997 :
685-729.
Kendler KS, Schizophrenia : Genetics, in : Kaplan and Sadock Comprehensive textbook of
psychiatry, 7th ed, Philadelphia: Lippincott Williams and wilkins, 2000: 1147-1169
Maramis WF, Skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7, Surabaya, 1998 :215235.
Maslim R, Penggunaan kllnis obat psikotropik, ed 2, Jakarta, 2001 : 14-22.
Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam PPDGJ III, Jakarta,
1998 :46-57.
National Institute of Mental Health, National Institutes of Health, www.nimh.nih.gov, what is
schizophrenia?
Norquist GS, Narrow WE, Schizophrenia : Epidemiology, in : Kaplan and Sadock
Comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia : Lippincott Williams and
wilkins, 2000:1110-1117.
Sapiie TWA, Patobiologi skizofrenia dan peranan serotonin dalam gejala negatif skizofrenia,
dalam majalah psikiatri, Jakarta, 2007 : 77-89
Sinaga BR, Skizofrenia dan Diagnosis banding, Jakarta 2007:12-137.
Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam : majalah psikiatri,
Jakarta 2005 :69-83.
Umay M. Djafar Shiddieq. 2008. Ibadah Mahdhah & Ghairu Mhadhah.
http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/
World Health Organization Collaborating Centre for Mental Health and Substance Abuse,
Schizophrenia : General lmformation, Australia, 1997.

26

Anda mungkin juga menyukai