Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak

dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai

dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura).

Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun. Hal yang dianggap

serius pada demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/

renjatan.

DBD dapat diderita oleh semua golongan umur, walaupun saat ini DBD lebih banyak

pada anak-anak, tetapi dalam dekade terakhir ini DBD terlihat kecenderungan kenaikan proporsi

pada kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini mempunyai mobilitas yang tinggi dan

sejalan dengan perkembangan transportasi yang lancar, sehingga memungkinkan untuk

tertularnya virus dengue lebih besar, dan juga karena adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu

DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4 yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah

penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun pada

wabah-wabah selanjutnya jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda

meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak pada golongan anak berumur 5-11 tahun,

proporsi penderita yang berumur lebih dari 15 tahun meningkat sejak tahun 1984.

1
BAB 2

LAPORAN KASUS

Sdr. T, laki-laki usia 17 tahun, bertempat tinggal di Padang RT2 RW2 Sumberagung

Sukodadi Lamongan, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah

Lamongan (RSML) pada hari Minggu tanggal 15 Januari 2017 pukul 17.03 WIB (rujukan dari

Puskesmas Sukoaji Lamongan). Pasien datang ke IGD RSML dengan keluhan muntah darah

pada hari ini sebanyak 2x, berwarna hitam menggumpal. Riwayat BAB darah - . Saat ini pasien

merasa lemas dan nyeri tekan pada ulu hati + . Pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri persendian

tangan dan kaki, dan terdapat ptekie pada leher, tangan dan perut. Riwayat mimisan + 2x SMRS,

riwayat gusi berdarah + 2 hari SMRS. Pasien sempat dirawat di Puskesmas Sukoaji Lamongan

selama 3 hari dengan keluhan panas. Pasien sudah pernah diberikan terapi infus RL sebanyak 6

flash, injeksi ranitidin, injeksi ondansentron, injeksi plasminex, injeksi cefotaxim.

Riwayat penyakit dahulu, pasien tidak memiliki hipertensi, tidak memiliki riwayat

diabetes mellitus, tidak memiliki riwayat gagal ginjal, tidak memiliki riwayat gastritis, tidak

pernah sakit demam berdarah, tidak pernah sakit typhoid, dan tidak ada alergi obat. Pasien tidak

pernah opname sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat sosial, pasien siswa kelas 2 SMA. Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu,

dan adik pasien. Pasien anak pertama, adik pasien berusia 7 tahun. Lingkungan SD banyak

nyamuk.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum lemah dengan kesadaran

composmentis, GCS 456, tekanan darah 118/78 mmHg, frekuensi nadi 111x/menit, suhu badan

36.9C, frekuensi nafas 22x/menit. Pada pemeriksaan kepala dan leher didapatkan ptechie.

2
Pemeriksaan dada tidak didapatkan kelainan, pergerakan dindang dada saat bernafas simetris dan

tidak ditemukan retraksi. Perkusi paru kanan dan kiri sonor. Tidak terdengar ronchi dan

wheezing di seluruh lapang paru. Bunyi jantung S1S2 tunggal, murmur-, gallop-. Pada

pemeriksaan abdomen tampak flat, ptekie, pada auskultasi terdengar bising usus normal, pada

palpasi hepar dan lien tidak teraba besar, pada perkusi abdomen terdengar timpani, terdapat nyeri

tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, kering, dan merah.

Terdapat anemis, tidak edem, dan tidak ikterus. Pada pemeriksaan kulit tampak ptekie pada

lengan kanan atas.

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 15 Januari 2017, didapatkan Hb 13,9 g/dl,

hematokrit 43.4%, eritrosit 4.96 juta sel/mm3, lekosit 3.4 sel/mm3 dengan komposisi neutropil

58.3 %, limposit 16.2%, monosit 22.0%, eosinopil 2.1%, basofil 1.4%. MCV 87.50fl, MCH

28.00pg, MCHC 32,00 g/dL, MPV 7fl, RDW 14%, Trombosit 10.000 keping/mm3, LED 1 4,

LED 2 11, SGOT 211 u/l, SGPT 55 u/l, Anti Dengue Ig G hasil : positif, Anti Dengue Ig M

hasil : negatif.

3
Pemeriksaan foto thorax AP tidur tidak ditemukan kelainan.

Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium penunjang, dan

pemeriksaan radiologis, maka dapat ditegakkan diagnosis hematemesis dan dengue hemorrhagic

fever. Pasien ini mendapatkan terapi O2 nasal 3 lpm, infus Asering loading 1000cc asering

2000cc/24 jam, injeksi Na metamizole 3x1 gr, injeksi pantoprazole 2x40 mg, injeksi asam

traneksamat 3x500 mg, injeksi ondansetron 8 mg prn muntah, drip cernevit 1 amp/hari, pro trf

TC 10 Kolf, hepamax po 3x1, maintenance cairan kristaloid 2000cc/24 jam.

Prognosis pasien ini secara quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad

bonam, quo ad sanationam dubia. Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga tentang

penyakit dan perjalanannya, etiologi, tujuan pengobatan yang dilakukam, komplikasi, serta

prognosis.

Tanggal 15 Januari 2017, mengeluh lemah dan muntah darah sebanyak 2x, pada

pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien 114/87 mmHg, suhu 36,7, RR 18x/menit, nadi

4
89x/mnt, didapatkan pemeriksaan laboratorium DL pukul 12:59 : leukosit 3.4, neutropil 58.3,

limposit 16.2, monosit 22.0, eosinopil 2.1, basofil 1.4, eritrosit 4.96, hb13.9, hct 43.4, MCV 87.5,

MCH 28.0, MCHC 32.0, RDW 14, trombosit 10, MPV 7, LED 1 4 , LED 2 11 , anti Dengue IgG

positif, anti Dengue IgM negatif, SGOT 211, SGPT 55, dilanjutkan transfusi trombosit 10 kolf,

dan terapi dilanjutkan. Pada pukul 23:33 didapatkan pemeriksaan laboratorium DL: leukosit 7.3,

neutropil 60.2, limposit 16.3, monosit 19.3, eosinopil 2.6, basofil 1.6, eritrosit 3.81, hb10.8, hct

33.6, MCV 88.2, MCH 28.3, MCHC 32.1, RDW 14, trombosit 149, MPV 6, LED 1 3 , LED 2 7,

dan terapi dilanjutkan.

Tanggal 16 Januari 2017 pasien mengeluh BAB lembek hitam, nyeri perut, dan tidak

mual, tekanan darah pasien 108/69 mmHg, suhu 36,3, RR 18x/menit, nadi 96 x/menit, dan

melanjutkan terapi sebelumnya, didapatkan pemeriksaan laboratorium DL: leukosit 4.8, neutropil

64.5, limposit 14.2, monosit 18.6, eosinopil 1.8, basofil 0.9, eritrosit 3.75, hb10.6, hct 32.5, MCV

86.7, MCH 28.3, MCHC 32.6, RDW 13, trombosit 16, MPV 7, LED 1 - , LED 2 - , PT 11.3,

aPTT 36.4, anti IgM Salmonella -2, Serum Elektrolit: K serum 3.8, Na serum 135, Cl serum 104,

Serum Kreatinin 1, dilanjutkan transfusi trombosit 10 kolf, dan terapi dilanjutkan. Pada 18:14

didapatkan pemeriksaan laboratorium DL: leukosit 5.3, neutropil 52.4, limposit 18.6, monosit

26.3, eosinopil 1.3, basofil 1.4, eritrosit 3.87, hb10.7, hct 33.6, MCV 86.8, MCH 27.6, MCHC

31.8, RDW 14, trombosit 30, MPV 6, LED 1 4, LED 2 11, dan terapi dilanjutkan.

Tanggal 17 Januari 2017, mengeluh muntah darah berkurang, nyeri pada ulu hati + , pada

pemeriksaan didapatkan tekanan darah pasien 94/62 mmHg, suhu 36,2, RR 18x/menit, nadi

97x/mnt, didapatkan pemeriksaan laboratorium DL: leukosit 6.2, neutropil 39.9, limposit 20.1,

monosit 35.8, eosinopil 2.5, basofil 1.7, eritrosit 3.86, hb10.7, hct 33.2, MCV 86.0, MCH 27.7,

5
MCHC 32.2, RDW 14, trombosit 16, MPV 8, LED 1 6 , LED 2 12, dilanjutkan transfusi

trombosit 10 kolf, bila ada perdarahan , dan terapi dilanjutkan.

Tanggal 18 Januari 2017, mengatakan bahwa sudah tidak ada keluhan. tekanan darah

pasien 101/63 mmHg, suhu 35.8, RR 18x/menit, nadi 74x/menit, dilakukan pemeriksaan leukosit

7.1, neutropil 48.2, limposit 21.1, monosit 25.4, eosinopil 4.0, basofil 1.3, eritrosit 3.68, hb10.4,

hct 31.9, MCV 86.7, MCH 28.3, MCHC 32.6, RDW 14, trombosit 96, MPV 6, LED 1 6, LED 2

12, SGOT 303, SGPT 180, HbsAg - , anti HCV -, dan terapi dilanjutkan.

Tanggal 19 Januari 2017, acc KRS.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak

dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai

dengan tanda-tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), ruam (purpura).

Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun. Hal yang dianggap

serius pada demam berdarah dengue adalah jika muncul perdarahan dan tanda-tanda syok/

renjatan.

Fever Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, seringkali ditandai dengan sakit

kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam, dan leukopenia sebagai gejalanya. Demam

berdarah dengue (Dengue Haemoragick Frever/DHF) ditandai dengan empat gejala klinis

utama: demam tinggi/ suhu meningkat tiba-tiba, sakit kepala supra, nyeri otot dan tulang

belakang, sakit perut dan diare, mual muntah. Fenomena hemoragi, sering dengan hepatomegali

dan pada kasus berat disertai tanda tanda kegagalan sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok

yang diakibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut Sindrom Syock Dengue (DSS) dan

sering menyebabkan fatal.

3.2 Etiologi DBD

Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod

Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat

serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing-masing saling berkaitan sifat antigennya

dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai

7
daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya

KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang

paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala

klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal.

Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue yang terdapat dalam tubuh nyamuk Aedes

aegepty (betina). Virus ini termasuk famili Flaviviridae yang berukuran kecil sekali yaitu 35-45

mm. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia,

virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit

manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius.

Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber

penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam

(masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah

akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak

dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu

minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap

untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang

hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi

penular (infektif) sepanjang hidupnya.

Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum

menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah

yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke

orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk

8
betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) daripada darah binatang. Kebiasaan

menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00.

Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu

individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia

yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga

nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan

inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi.

3.3 Bionomik Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bionomik vektor adalah tata cara atau perilaku vektor. Vektor penyakit DBD adalah

nyamuk aedes aegypti. Nyamuk ini memiliki kemampuan jarak terbang sejauh 40-100 meter dan

tidak dapat hidup diatas ketinggian 1000 meter diatas permukaan laut dan kurang dapat

berkembang biak dengan baik didaerah bersuhu rendah. Pada dasarnya dalam kehidupan nyamuk

terdapat 3 macam tempat yang dibutuhkannya, yaitu tempat untuk beristirahat (resting places),

tempat untuk mendapatkan makanan (feeding places), dan tempat untuk berkembang biak

(breeding places). Tempat berkembang biak nyamuk aedes berupa genangan air yang tidak

langsung berhubungan dengan tanah, jernih dan gelap baik yang berada di dalam ruangan

ataupun di luar ruangan. Dalam kehidupan di air, perkembangan nyamuk aedes dari telur sampai

mencapai nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7-14 hari, yaitu 2-3 hari untuk perkembangan

dari telur menjadi jentik, 4-9 hari dari jemtik menjadi pupa, 1-2 hari dari pupa menjadi nyamuk

dewasa. Berdasarkan kesenangan untuk mendapatkan darah, nyamuk aedes biasanya menggigit

manusia pada pukul 09.00-10.00 pagi dan antara pukul 16.00-17.00 petang.

3.4 Patofisiologi

9
Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vector penularan virus

Dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitan. Nyamuk Aedes aegypti merupakan

faktor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan di daerah pedesaan (daerah rural)

kedua jenis spesies nyamuk Aedes tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes aegypti

berkembangbiak di tempat lembab dan genangan air bersih. Sedangkan Aedes albopictus

berkembangbiak di lubang-lubang pohon dalam potongan bambu, dalam lipatan daun dan dalam

genangan air lainnya. Virus memasuki tubuh ke manusia melalui gigitan nyamuk menembus

kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan

replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan

memasuki sirkulasi (viremia), yang pada saat itu manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala

panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh manusia maka tubuh akan memberi reaksi.

Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan yang lain dapat berbeda,

dimana perbedaan reaksi akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan

perjalanan penyakitnya. Pada prinsipnya bentuk reaksi tubuh terhadap keberadaan virus dengue

adalah sebagai berikut:

1. Bentuk reaksi pertama

Mengendapkan bentuk netralisasi virus pada pembuluh darah kecil, kulit berupa gejala ruang

(rash).

2. Bentuk reaksi kedua

Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah darah dan

kualitas komponen-komponen pembuluh darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.

3. Bentuk reaksi ketiga

10
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma atau

cairan darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala asites dan rongga

selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi bentuk 1

dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk

reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.

3.5 Manifestasi klinik

Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa inkubasi

antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut atau suhu meningkat tiba-tiba,

sering disertai menggigil, saat demam pasien compos mentis. Gejala klinis lain yang sangat

menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat

penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa:

a. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.

b. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.

Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak

khas dijumpai pada penderita DBD adalah :

a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi.

11
c. Keluhan sistem tubuh yang lain: nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot tulang dan sendi, nyeri

otot abdomen, nyeri ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka,

pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh

dan pergerakan bola mata terasa pegal.Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara

terus-menerus dan badan terasa lemah atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-

bintik perdarahan, lembam atau ruam pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu

hati serta kadang-kadang mimisan, berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh,

panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau

keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak

mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi

lemah atau tidak teraba) kadang kesadarannya menurun.


Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut

WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.:


1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.


b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,

petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan

gusi, hematemesis dan malena.


Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah.

Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat

pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan

menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,

diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial

pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi

persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekie.

12
c. Pembesaran hati (hepatomegali).
d. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan

nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.

2. Kriteria Laboratorium

a. Trombositopeni (< 100.000 sel/ml)

b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau

lebih.

3. Derajat Penyakit DBD, menurut WHO tahun 1997

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat, yaitu :

a. Derajat I Demam disertai dengan gejala umum nonspesifik, satu-satunya

manifestasi perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniquet yang positif.

b. Derajat II Selain manifestasi yang dialami pasien derajat I, perdarahan

spontan juga terjadi, biasanya dalam bentuk perdarahan kulit dan atau

perdarahan lainnya.

c. Derajat III Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi

yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi

disertai kulit lembab dan dingin serta gelisah.

d. Derajat IV Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai

hepatomegali dan ditemukan gejala syok (renjatan) yang sangat berat

dengan tekanan darah dan denyut nadi yang tidak terdeteksi.

3.6 Diagnosis Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang sangat penting untuk memastikan diagnosis infeksi

dengue, meliputi :

13
-Uji Serologis

Uji hemaglutinasi inhibisi (uji HI) merupakan salah satu pemeriksaaan serologi untuk penderita

DBD dan telah ditetapkan oleh WHO sebagai standar pada pemeriksaan serologi penderita DBD

dibandingkan pemeriksaan serologi lainnya seperti ELISA, uji komplemen fikasi, uji netralisasi,

dan sebagainya. Apapun jenis uji yang dilakukan, konfirmasi serologis sudah pasti bergantung

pada kenaikan yang signifikan (4 kali lipat atau lebih) pada antibodi spesifik dalam sampel

serum diantara fase akut dan fase pemulihan. Kumpulan antigen untuk sebagian besar uji

serologis ini harus mencakup keempat serotipe dengue.

3.7 Pengobatan Penderita DBD

Pengobatan penderita DBD pada dasarnya bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian

cairan oral untuk mencegah dehidrasi.

1. Penatalaksanaan DBD tanpa komplikasi :

a. Istirahat total di tempat tidur.

b. Diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula atau air ditambah garam/oralit).

Bila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut

berlebihan, maka cairan intravena harus diberikan.

c. Berikan makanan lunak

d. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres,

antipiretik yang bersifat asetaminofen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena

dapat menyebabkan perdarahan.

e. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder.

2. Penatalaksanaan pada pasien syok :

14
a. Pemasangan infus yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, ringer laktat dan

dipertahankan selama 12-48 jam setelah syok diatasi.

b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam, serta

Hemoglobin (Hb) dan Hematokrit (Ht) tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

Nilai normal Hemoglobin :

Anak-anak : 11,5 12,5 gr/100 ml darah

Laki-laki dewasa : 13 16 gr/100 ml darah

Wanita dewasa : 12 14 gr/100 ml darah

Nilai normal Hematokrit :

Anak-anak : 33 38 vol %

Laki-laki dewasa : 40 48 vol %

Wanita dewasa : 37 43 vol %

c. Bila pada pemeriksaan darah didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi

darah.

3.8 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan DBD

Pencegahan penyakit DBD nyamuk penularnya harus diberantas (Aedes aegypti) sebab

vaksin untuk mencegahnya belum ada. Cara cepat memberantas nyamuk Aedes aegypti

memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya. Cara ini dikenal dengan

pemberantasan nyamuk DBD (PSN-DBD). Oleh karena tempat berkembang biaknya dirumah-

rumah dan di tempat-tempat umum maka setiap keluarga harus melaksanakan PSN-DBD

sekurang kurangnya seminggu sekali.

PSN-DBD bisa melalui penggunaan insektisida untuk langsung membunuh nyamuk

Aedes aegypti dewasa. Malation adalah insektisida yang lazim dipakai saat ini. Cara penggunaan

15
malation adalah dengan pengasapan (thermal fogging), atau pengabutan (cold fogging). Ada juga

insektisida yang bertujuan membunuh jentik-jentik nyamuk yakni abate. Cara penggunaan bubuk

abate adalah dengan menaburkan bubuk abate pada tempat yang menjadi sarang nyamuk.

Sedangkan PSN-DBD tanpa menggunakan insektisida adalah 3M, menguras bak mandi,

tempayan minimal seminggu sekali, karena perkembangan nyamuk memerlukan waktu 7-10

hari. Selanjutnya menutup tempat penampungan air rapat-rapat dan langkah terakhir dari 3M

adalah membersihkan halaman rumah dari barang-baranng yang memungkinkan nyamuk

tersebut bersarang dan bertelur.

16
BAB IV

RINGKASAN

Sdr. T, laki-laki usia 17 tahun, bertempat tinggal di Padang RT2 RW2 Sumberagung

Sukodadi Lamongan, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah

Lamongan (RSML) pada hari Minggu tanggal 15 Januari 2017 pukul 17.03 WIB (rujukan dari

Puskesmas Sukoaji Lamongan). Pasien datang ke IGD RSML dengan keluhan muntah darah

pada hari ini sebanyak 2x, berwarna hitam menggumpal. Riwayat BAB darah - . Saat ini pasien

merasa lemas dan nyeri tekan pada ulu hati + . Pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri persendian

tangan dan kaki, dan terdapat ptekie pada leher, tangan dan perut. Riwayat mimisan + 2x SMRS,

riwayat gusi berdarah + 2 hari SMRS. Pasien sempat dirawat di Puskesmas Sukoaji Lamongan

selama 3 hari dengan keluhan panas. Pasien sudah pernah diberikan terapi infus RL sebanyak 6

flash, injeksi ranitidin, injeksi ondansentron, injeksi plasminex, injeksi cefotaxim.

Riwayat penyakit dahulu, pasien tidak memiliki hipertensi, tidak memiliki riwayat

diabetes mellitus, tidak memiliki riwayat gagal ginjal, tidak memiliki riwayat gastritis, tidak

pernah sakit demam berdarah, tidak pernah sakit typhoid, dan tidak ada alergi obat. Pasien tidak

pernah opname sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat sosial, pasien siswa kelas 2 SMA. Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu,

dan adik pasien. Pasien anak pertama, adik pasien berusia 7 tahun. Lingkungan SD banyak

nyamuk.

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum lemah dengan kesadaran

composmentis, GCS 456, tekanan darah 118/78 mmHg, frekuensi nadi 111x/menit, suhu badan

17
36.9C, frekuensi nafas 22x/menit. Pada pemeriksaan kepala dan leher didapatkan ptechie.

Pemeriksaan dada tidak didapatkan kelainan, pergerakan dindang dada saat bernafas simetris dan

tidak ditemukan retraksi. Perkusi paru kanan dan kiri sonor. Tidak terdengar ronchi dan

wheezing di seluruh lapang paru. Bunyi jantung S1S2 tunggal, murmur-, gallop-. Pada

pemeriksaan abdomen tampak flat, ptekie, pada auskultasi terdengar bising usus normal, pada

palpasi hepar dan lien tidak teraba besar, pada perkusi abdomen terdengar timpani, terdapat nyeri

tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, kering, dan merah.

Terdapat anemis, tidak edem, dan tidak ikterus. Pada pemeriksaan kulit tampak ptekie pada

lengan kanan atas.

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 15 Januari 2017, didapatkan Hb 13,9 g/dl,

hematokrit 43.4%, eritrosit 4.96 juta sel/mm3, lekosit 3.4 sel/mm3 dengan komposisi neutropil

58.3 %, limposit 16.2%, monosit 22.0%, eosinopil 2.1%, basofil 1.4%. MCV 87.50fl, MCH

28.00pg, MCHC 32,00 g/dL, MPV 7fl, RDW 14%, Trombosit 10.000 keping/mm3, LED 1 4,

LED 2 11, SGOT 211 u/l, SGPT 55 u/l, Anti Dengue Ig G hasil : positif, Anti Dengue Ig M

hasil : negatif. Pemeriksaan foto thorax AP tidur tidak ditemukan kelainan.

Dari data anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium penunjang, dan

pemeriksaan radiologis, maka dapat ditegakkan diagnosis hematemesis dan dengue hemorrhagic

fever. Pasien ini mendapatkan terapi O2 nasal 3 lpm, infus Asering loading 1000cc asering

2000cc/24 jam, injeksi Na metamizole 3x1 gr, injeksi pantoprazole 2x40 mg, injeksi asam

traneksamat 3x500 mg, injeksi ondansetron 8 mg prn muntah, drip cernevit 1 amp/hari, pro trf

TC 10 Kolf, hepamax po 3x1, maintenance cairan kristaloid 2000cc/24 jam.

Prognosis pasien ini secara quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad

bonam, quo ad sanationam dubia. Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga tentang

18
penyakit dan perjalanannya, etiologi, tujuan pengobatan yang dilakukam, komplikasi, serta

prognosis.

Demam Berdarah Dengue memiliki prognosis yang buruk apabila tidak ditatalaksana

dengan cepat dan tepat, akan tetapi prognosis akan baik apabila penatalaksanaan dilakukan

secara tepat. Pada pasien ini prognosis baik, karena selama perawatan menunjukkan perbaikan

kondisi. Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan perjalanannya,

etiologi, tujuan pengobatan yang dilakukam, komplikasi, serta prognosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with Spesial Emphasis on Immunopathogenesis.

Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease. 2007; Vol 30:329-40.

2. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah

Dengue. Jakarta: WHO & Departemen Kesehatan RI; 2003.

3. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia.

Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 3: hal . 12-29.

19

Anda mungkin juga menyukai