1. Definisi Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada
tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut
(Idries, 1997). Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi
sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan
teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh
karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death.
Mati adalah kematian batang otak (Idries, 1997).
2. Manfaat
Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau
matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak
wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat
kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan
dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban.
Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian (AlFatih II, 2007).
3. Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama
lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan
ikut berpengaruh (Idries, 1997).
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab
terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries,
1997). Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks,
elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak
terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis,
akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus
seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik
dan tenggelam (Idries, 1997).
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap
organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu
sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat
(Budiyanto, 1997).
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu
dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).
5. Tanda Kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa
menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan
dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain :
1) Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat.
2) Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.
3) Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.
4) Badan dingin setelah 12 jam post mortem.
5) Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.
6) Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu,
aliran, dan keadaan airnya.
7) Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu (98,40 F - suhu rectal 0
F) : 1,50 F (Gonzales, 1954).
5.2.4 Pembusukan
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan mayat
adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk
terutama Klostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan
berupa H2S, HCN, dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan HbS
yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan yaitu adanya
mikroorganisme dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian
seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya
pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian bawah yaitu dari
sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan disertai bau busuk.
Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lidah
terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya seperti
feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas,
aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan, pembuluh
darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva membengkak, kuku
terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya larva lalat.
Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar
prostat dan uterus non gravid.
Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian.
Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat
kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab
kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva
lalat.
Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu :
1) Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.
2) Suhu optimal yaitu 21-370 C mempercepat pembusukan.
3) Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4) Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.
5) Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
6) Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).
7) Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat
pembusukan.
8) Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen,
stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.
9) Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami pembusukan.
Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu kematian sebagai
tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk menaksir lama kematian, serta
dapat membedakannya dengan bulla intravital (Al-Fatih II, 2007).
5.2.6 Mummifikasi
Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan
dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan akan menjadi
gelap, keras dan kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam
tubuh, sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi
dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa bulan; yang
dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara (Idries, 1997)
DAFTAR PUSTAKA