Anda di halaman 1dari 24

A.

DEFINISI

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang berat badan
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi.
Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah lahir. Dahulu bayi
baru lahir yang berat badannya kurang atau sama dengan 2500 gram ( 2500 gram)
disebut bayi prematur. Tetapi ternyata morbiditas dan mortalitas neonatus tidak hanya
bergantung pada berat badan bayi saja, tetapi juga pada maturitas bayi tersebut. BBLR
dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction/ IUGR).

Sampai saat ini BBLR masih merupakan masalah di seluruh dunia, karena
menjadi salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada masa neonatal.
Prevalensi BBLR masih cukup tinggi terutama di Negara-negara dengan sosio-
ekonomi rendah. Secara statistik di seluruh dunia, 15,5% dari seluruh kelahiran adalah
BBLR, 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka
kematiannya 20-35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir >2500
gram. Angka kejadian di Indonesia sengat bervariasi antara satu daerah dengan daerah
lain, yang berkisar antara 9-30%.

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi BBLR dibagi menjadi dua bagian, yaitu klasifikasi berdasarkan


berat lahir, dan klasifikasi berdasarkan masa gestasinya.

1. Bayi Berat Lahir Rendah dapat digolongkan menjadi 2, yaitu (Merenstein, 2002):
a. Prematur Murni/Bayi Kurang Bulan

Masa gestasi 37 minggu dan berat badan sesuai dengan berat


badan untuk masa gestasi itu, atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

b. Dismaturitas/Bayi Kecil Masa Kehamilan


Bayi lahir dengan berat badan kurang dari seharusnya untuk masa
gestasi itu, bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan
merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya tersebut (KMK).

Berat badan kurang dari seharusnya yaitu dibawah persentil ke-10


(kurva pertumbuhan intra uterin Usher Lubchenco) atau dibawah 2
Standar Deviasi (SD) (kurva pertumbuhan intra uterin Usher dan Mc.
Lean).

2. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam:
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500-2499 gr.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gr.
c. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR), berat lahir < 1000 gr.
3. Berdasarkan berat badan menurut usia kehamilan dapat digolongkan (Wong,
2004) :
a. Kecil Masa Kehamilan (KMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB dibawah
persentil ke-10 kurva pertumbuhan janin.
b. Sesuai Masa Kehamilan (SMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diantara
persentil ke-10 dan ke-90 kurva pertumbuhan janin.
c. Besar Masa Kehamilan (BMK) yaitu jika bayi lahir dengan BB diatas
persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan janin.

C. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai
berikut :
1. Berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 45 Cm,
lingkar dada 30 Cm, lingkar kepala 33 Cm.
2. Masa gestasi 37 minggu (Merenstein, 2002).
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau
lamanya gestasi; kepala relatif lebih besar dari badan, kulit tipis, transparan,
banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkorak sedikit, ubun-ubun
dan sutura lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik sehingga tungkai
abduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur dari pada bangun, tangis lemah,
pernafasan belum teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan,
dan batuk belum sempurna (Wong, 2004).

D. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Umur ibu
b. Hari pertama haid terakhir
c. Riwayat persalinan sebelumnya
d. Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
e. Kenaikan berat badan selama hamil
f. Aktivitas, penyakit yang diderita, dan obat-obatan yang diminum selama
hamil
2. Pemeriksaan Fisik
a. Berat badan <2500 gram
b. Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
c. Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Skor Ballard
b. Tes kocok (shake test), dianjurkan untuk bayi kurang bulan
c. Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar
elektrolit dan analisa gas darah.
d. Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur
kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan
akan terjadi sindrom gawat nafas.

E. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan Hipotermia
a. Menyiapkan tempat untuk resusitasi bayi pada saat baru lahir agar hangat,
kering, bersih dan penerangan yang cukup.
b. Menunda untuk memandikan bayi sampai suhu tubuh stabil.
c. Transportasi hangat, bila bayi perlu dirujuk ke bagian lain di lingkungan
rumah sakit atau ke rumah sakit lainnya, sangat penting untuk menjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan.
d. Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh
bayi, seperti kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care (KMC) atau
perawatan metode kanguru (PMK), pemancar panas, inkubator, atau
ruangan hangat yang tersedia di fasilitas kesehatan setempat sesuai
petunjuk (Tabel 1).
e. Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
f. Ukur suhu tubuh sesuai jadwal (Tabel 2).
g. Ganti segera pakaian bayi yang basah dan dingin dengan pakaian yang
hangat dan kering, memakai topi dan selimut yang hangat

Tabel 1.
(Cara Menghangatkan Bayi)

Cara Penggunaan
Kontak kulit Untuk semua bayi
Untuk menghangatkan bayi dalam waktu singkat atau
menghangatkan bayi hipotermia (32-36,4oC) apabila cara lain tidak
mungkin dilakukan
KMC Untuk menstabilkan bayi dengan berat <2500 gram, terutama
direkomendasikan untuk perawatan berkelanjutan bayi dengan berat
badan <1800 gram dan usia gestasi <34 minggu
Pemancar panas Untuk bayi sakit atau bayi dengan berat 1500 gram atau lebih
Untuk pemeriksaan awal bayi, selama dilakukan
Inkubator Penghangatan berkelanjutan bayi dengan berat <1500 gram yang
tidak dapat dilakukan KMC
Untuk bayi sakit brat (sepsis, gangguan napas berat)
Ruangan hangat Untuk merawat bayi dengan berat <2500 gram yang tidak
memerlukan tindakan diagnostic atau prosedur pengobatan
Tidak untuk bayi sakit berat (sepsis, gangguan napas berat)

Tabel 2
(Pengukuran Suhu Tubuh)

Keadaan bayi Bayi sakit Bayi kecil Bayi Bayi


sangat kecil keadaan
membaik
Frekuensi pengukuran Tiap jam Tiap 12 jam Tiap 6 jam Sekali/ hari

Perawatan metode kanguru (PMK) atau Kangaroo Mother Care (KMC)


Perawatan metode kanguru (PMK) adalah perawatan untuk BBLR dengan
melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skin-to-skin
contact). Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung
kesehatan dan keselamatan BBLR. Esensinya adalah :
Kontak badan langsung (kulit ke kulit) antara ibu dengan bayinya
secara berkelanjutan, terus-menerus dan dilakukan sejak dini.
Pemberian ASI eksklusif (idealnya).
Dimulai dilakukan di RS, kemudian dapat dilanjutkan di rumah.
Bayi kecil dapat dipulangkan lebih dini.
Setelah di rumah ibu perlu dukungan dan tindak lanjut yang memadai.
Metode ini merupakan metode yang sederhana dan manusiawi,
namun efektif untuk menghindari berbagai stres yang dialami oleh
BBLR selama perawatan di ruang perawatan intensif.

Gambar 1. Perawatan Metode Kanguru

Manfaat perawatan metode kanguru (PMK)

Secara garis besar, manfaat PMK adalah sebagai berikut :


Manfaat PMK bagi bayi
Dari berbagai penelitian menyebutkan bahwa manfaat PMK pada
bayi adalah sebagai berikut :
o Suhu tubuh bayi, denyut jantung dan frekuensi pernapasan
relatif terdapat dalam batas normal.
o BBLR lebih cepat mencapai suhu yang 36,5 C terutama dalam
waktu 1 jam pertama.
o ASI selalu tersedia dan mudah didapatkan sehingga
memperkuat sistem imun bayi karena meningkatnya produksi
ASI.
o Kontak dengan ibu menyebabkan efek yang menenangkan
sehingga menurunkan stres ditandai dengan kadar kortisol yang
rendah.
o Menurunkan respon nyeri fisiologis dan perilaku yang ditandai
dengan waktu pemulihan yang lebih singkat pada uji tusuk
tumit.
o Meningkatkan berat badan dengan lebih cepat.
o Meningkatkan ikatan bayi-ibu.
o Memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan perkembangan
kognitif yang dilihat dari lebih tingginya skor Indeks
Perkembangan Mental Bayley.
o Waktu tidur menjadi lebih lama yang antara lain ditandai
dengan jumlah waktu terbangun yang lebih rendah.
o Menurunkan infeksi nosokomial, penyakit berat, atau
infeksi saluran pernapasan bawah.
o Memperpendek masa rawat.
o Menurunkan risiko kematian dini pada bayi.
o Memperbaiki pertumbuhan pada bayi prematur.
o Dapat menjadi intervensi yang baik dalam mengangani kolik.
o Mungkin memiliki pengaruh positif dalam perkembangan
motorik bayi.
o Kelangsungan hidup pada bayi BBLR lebih cepat membaik
pada kelompok PMK daripada bayi dengan metode
konvensional pada 12 jam pertama dan seterusnya.
o Bayi yang sangat prematur tampaknya memiliki mekanisme
endogen yang diakibatkan oleh kontak antara kulit ibu dan bayi
dalam menurunkan respon nyeri.
o Waktu pemulihan yang lebih singkat pada PMK secara klinis
penting dalam mempertahankan homeostasis.
Manfaat PMK bagi ibu
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa PMK mempermudah
pemberian ASI, ibu lebih percaya diri dalam merawat bayi,
hubungan lekat bayi-ibu lebih baik, ibu sayang kepada bayinya,
pengaruh psikologis ketenangan bagi ibu dan keluarga (ibu lebih
puas, kurang merasa stres). Pada penelitian lain juga melaporkan
adanya peningkatan produksi ASI, peningkatan lama menyusui dan
kesuksesan dalam menyusui. Selain itu, bila perlu merujuk bayi ke
fasilitas kesehatan maupun antar rumah sakit tidak memerlukan
alat khusus karena dapat menggunakan cara PMK.
Manfaat PMK Bagi Ayah
o Ayah memainkan peranan yang lebih besar dalam perawatan
bayinya.
o Meningkatkan hubungan antara ayah-bayinya, terutama
berperan penting di negara dengan tingkat kekerasan pada
anak yang tinggi.
Manfaat PMK Bagi Petugas
Bagi petugas kesehatan paling sedikit akan bermanfaat dari segi
efisiensi tenaga karena ibu lebih banyak merawat bayinya sendiri.
Dengan demikian beban kerja petugas akan berkurang. Bahkan
petugas justru dapat melakukan tugas lain yang memerlukan
perhatian petugas misalnya pemeriksaan lain atau kegawatan
pada bayi maupun memberikan dukungan kepada ibu dalam
menerapkan PMK.
Manfaat PMK Bagi Institusi Kesehatan, Klinik, Rumah Saki
Sedikitnya ada 3 manfaat bagi fasilitas pelayanan dengan
penerapan PMK, yaitu lama perawatan lebih pendek sehingga
cepat pulang dari fasilitas kesehatan. Dengan demikian, tempat
tersebut dapat digunakan bagi klien lain yang memerlukan (turn over
meningkat). Manfaat lain yang dikemukakan adalah pengurangan
penggunaan fasilitas (listrik, inkubator, alat canggih lain) sehingga
dapat membantu efisiensi anggaran. Dengan naiknya turn over serta
efisiensi anggaran diharapkan adanya kemungkinan kenaikan
penghasilan (revenue)
Manfaat PMK Bagi Negara
Karena penggunaan ASI meningkat, dan bila hal ini dapat
dilakukan dalam skala makro maka dapat menghemat devisa (import
susu formula). Demikian pula dengan peningkatan pemanfaatan ASI
kemungkinan bayi sakit lebih kecil dan ini tentunya menghemat
biaya perawatan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan
pemerintah maupun swasta.
Memulai PMK
Hampir setiap bayi kecil dapat dirawat dengan PMK. PMK
pada bayi kecil dapat dilakukan dalam dua cara:
o PMK intermiten : PMK tidak diberikan sepanjang waktu
tetapi hanya dilakukan jika ibu mengunjungi bayinya yang
masih berada dalam perawatan di inkubator dengan durasi
minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari.
Metode ini dilakukan di fasilitas Unit Perawatan Khusus
(level II) dan Intensif (level III).
o PMK kontinu : PMK yang diberikan sepanjang waktu yang
dapat dilakukan di unit rawat gabung atau ruangan yang
dipergunakan untuk perawatan metode kanguru.
Bayi-bayi dengan penyakit yang berat atau membutuhkan
perawatan khusus dapat menunggu sampai sembuh sebelum
dilaksanakan PMK terus-menerus (kontinu). PMK dengan jangka
waktu yang pendek (intermiten) dapat dimulai pada bayi yang dalam
proses penyembuhan tetapi masih memerlukan pengobatan medis
(misalnya infus, tambahan oksigen dengan konsentrasi rendah).
Namun, untuk PMK yang kontinu, kondisi bayi harus dalam
keadaan stabil; bayi harus dapat bernapas secara alami tanpa
bantuan oksigen. Kemampuan untuk minum (seperti menghisap dan
menelan) bukan merupakan persyaratan utama, karena PMK
sudah dapat dimulai meskipun pemberian minumnya dengan
menggunakan pipa lambung.
Ketika bayi telah siap untuk PMK, atur waktu yang tepat
bagi ibu dan bayi. Sesi pertama ini merupakan sesuatu yang penting
dan perlu waktu serta penuh perhatian. Sarankan pada ibu agar
menggunakan pakaian yang longgar dan ringan. Gunakan ruang
khusus yang cukup hangat untuk si bayi. Anjurkan ibu untuk
membawa suami atau seorang teman pilihannya. Ini akan
memberikan semangat dan rasa aman.
Kontak kulit langsung sebaiknya dimulai secara bertahap,
perlahan-lahan dari perawatan konvensional ke PMK yang terus-
menerus. Kontak yang berlangsung kurang dari 60 menit
sebaiknya dihindari, karena pergantian yang sering akan membuat
bayi menjadi stres. Lamanya kontak kulit langsung ditingkatkan
secara bertahap sampai kalau mungkin dilakukan terus-menerus
siang dan malam dan hanya ditunda untuk mengganti popok,
sambil mengontrol suhu tubuh bayi.
Ketika ibu harus meninggalkan bayinya, bayi tersebut
dapat dibungkus dengan baik dan ditempatkan di tempat yang
hangat jauh dari hembusan angina, diselimuti dengan selimut
hangat atau jika tersedia ditempatkan dalam alat penghangat.
Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah atau
suami, nenek, dll), atau teman dekat dapat juga menolong
melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi dalam posisi
kanguru.

Gambar 2. Ayah bergilir melakukan PMK

Semua bayi memerlukan kasih sayang dan perawatan


untuk pertumbuhannya, akan tetapi BBLR lebih memerlukan
perhatian agar dapat berkembang normal disebabkan mereka telah
kehilangan atau belum sempat mendapatkan lingkungan intrauterin
yang ideal selama berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan.
Mereka bahkan sangat sensitif terhadap sinar, suara dan tindakan
yang menyakitkan selama perawatan awal. PMK adalah metode
ideal sebab bayi diayun-ayun, dipeluk, dan mendengarkan suara
ibunya saat ibu melakukan aktivitas sehari-hari. Seorang ayah pun
dapat menciptakan suasana seperti itu. Para petugas kesehatan
memiliki peranan penting guna mendorong ibu dan ayah agar mau
menunjukkan perasaan dan cinta mereka pada bayinya.
2. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
a. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan utama karena mengandung nutrisi
yang dibutuhkan oleh bayi, seperti kolostrum.
b. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi
menghisap paling kurang sehari sekali.
c. Apabila bayi yang usia kehamilan ibunya 32 34 minggu (berat badan
1500 1800 gram), seringkali refleks menelan cukup baik namun
refleks menghisap masih kurang baik, sehingga ibu dapat memerah ASI
dan ASI dapat diberikan dengan menggunakan sendok, atau pipet.
d. Apabila bayi lahir dengan usia kehamilan ibu < 32 minggu (berat badan
1250-1500 gram), bayi belum memiliki refleks hisap dan menelan yang
baik, maka ASI perah diberikan dengan menggunakan pipa lambung/
orogastrik (sonde).
e. Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat
lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
i. Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/ kgBB/ hari sampai
tecapai sejumlah 180 mL/ kg/ hari
ii. Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan kenaikan berat badan bayi
agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/ kg/ hari
iii. Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI sampai 200 mL/ kg/ hari
iv. Timbang berat badan bayi setiap hari
3. Pencegahan Infeksi
BBLR mudah sekali terkena infeksi. Hal ini disebabkan oleh karena
daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, serta bayi relatif belum mampu
untuk membentuk antibodi dan meningkatkan kemampuan fagositosisnya dan
reaksi terhadap proses peradangan belum baik. Oleh karena itu, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi, antara lain :
Memastikan semua peralatan untuk resusitasi bayi telah didesinfeksi atau
dalam keadaan steril.
Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi.
Merawat tali pusat bayi agar tetap bersih, dan tidak kotor (perawatan tali
pusat).
Mngoleskan zalf antibiotik untuk mata pada mata bayi untuk mencegah
infeksi pada mata bayi.
Membersihkan tempat tidur bayi segera sesudah tidak dipakai lagi,
membersihkan kulit dan tali pusat bayi dengan baik.
Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah penularan
terhadap bayi yang sehat (infeksi nosokomial).

4. Pemantauan Tumbuh Kembang


a. Pantau tumbuh kembang bayi secara periodik (hari ke 2, 7, 14, 21)
b. Amati kenaikan berat badan setelah pemberian ASI dalam 7 hari
c. Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berat badan sekurangnya
100 gram/ 1 minggu
d. Penilaian status antropometri bayi, yaitu pertambahan panjang badan,
kenaikan berat badan, dan lingkar kepala.
e. Kenaikan tinggi badan atau panjang badan 0,5 cm 1 cm/ minggu
f. Penilaian perkembangan bayi meliputi motorik, sensorik, psikososial
dan kemandirian
5. Pengenalan Tanda Bahaya
a. Bayi tampak sianosis
b. Tidak mau menyusu
c. Penurunan kesadaran
d. Lemah atau bayi tidak aktif
e. Bayi merintih
f. Kejang
g. Demam atau tubuh teraba dingin
h. Retraksi dinding dada (Tarikan dinding dada kearah dalam)
i. Sesak napas (dyspnea)
j. Henti napas (apnea)
k. Henti jantung (cardiac arrest)
F. KOMPLIKASI
Bayi berat lahir rendah berisiko untuk hipotermia, hipoglikrmia,
hiperbilirubinemia, respiratory distress syndrome, sepsis, problem feeding, patent
ductus arteriosus, enterokolitis nekrotikan, dan perdarahan serebral. Semakin kecil
bayi semakin tinggi risiko. Semua Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBSLR) harus
dikirim ke perawatan khusus atau unit neonatal.
1. Hipotermia
Hipotermia adalah pengukuran suhu aksilar dengan hasil kurang dari
36,0oC. Sedangkan suhu normal yang seharusnya pada bayi baru lahir adalah
36,0 36,5oC atau 96,8 97,7oF, dan pada suhu basal (rektal) antara 36 ,5
37,5oC atau 97,7 99,5oC.
Prinsip suhu tubuh normal : produksi panas = hilanganya panas

a. Klasifikasi hipotermia :
i. Hipotermia ringan (cold stress) : 36 36,5oC
ii. Hipotermia sedang : 32 36oC
iii. Hipotermia berat : <32oC
b. Faktor Risiko Hipotermia :
i. Bayi prematur dan bayi-bayi kecil;
ii. Kelainan bawaan;
iii. Gangguan saraf sentral, seperti perdarahan intrakranial, konsumsi obat-
obatan, dan asfiksia;
iv. Sepsis;
v. Tindakan resusitasi yang lama;
vi. IUGR.
c. Tanda dan Gejala
i. Akral dingin
ii. Bayi tidak mau minum
iii. Kurang aktif
iv. Kutis mamorata
v. Takipneu/takikardia
d. Diagnosis
Pengukuran suhu aksila secara rutin dapat menunrunkan angka kejadia
hipotermia pada bayi baru lahir. Tetapi pengukuran suhu rektal lebih baik pada
saat bayi terlahir 24 jam pertama dan beguna juga untuk mendeteksi anus
imperforatus.

10 MANAJEMEN PROTEKSI THERMAL


Tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermia serta menjaga suhu tubuh bayi
tetap dalam keadaan normal yaitu antara 36,5 37,5oC.
1. Persiapkan ruang melahirkan yang hangat;
2. Lakukan pengeringan segera setelah bayi lahir;
3. Lakukan metode kontak kulit dengan kulit;
4. Lakukan pemberian ASI segera atau IMD;
5. Tidak segera memandikan/menimbang bayi;
6. Berilah pakaian dan selimut bayi yang adekuat;
7. Lakukan rawat gabung bersama ibu;
8. Transportasi hangat;
9. Resusitasi hangat;
10. Dan lakukan pelatihan dan sosialisasi rantai berat.

2. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah <45
mg/dl (2,6 mmol/dl)
a. Faktor predisposisi
i. Prematuritas
ii. Hipotermia
iii. Hipoksia
iv. Diabetes ibu
v. Infus glukosa pada ibu dalam persalinan
vi. IUGR.
b. Manifetasi klinis
i. Asimptomatik : lebih berbahaya;
ii. Simptomatik
c. Gejala
Kecemasan atau tremor, apati, episode sianosis, konvulsi, serangan
apneu intermitten atau takipneua, menangis lemah atau dengan frekuensi
tinggi, lemas atau lesu, sukar makan, dan mata berputar, serta adanya episode
berkeringat, pucat mendadak, hipotermia, dan henti serta gagal jantung.
d. Terapi
Batasan gula darah :
o <20 mg/dl (bayi prematur)
o <30 mg/dl (bayi matur 72 jam setelah lahir)
o <40 mg/dl (bayi matur >72 jam sesudah lahir)
o <45 mg/dl (bayi dan anak)
e. Prinsip terapi
i. Bila untuk anak sadar dan kooperatif berikan glukosa oral.
ii. Bila anak terdapat perubahan status mental berikan glukosa bolus 10%
Dengan kejang 2 ml/kgBB Loading dose
Tanpa kejang 4 ml/kgBB
Dengan kecepatan 1 ml/menit
Maintenance : D 10% 8 mg/kgBB/menit
iii. Bila tidak terdapat akses iv dan anak tidak dapat diberi glukosa secara
oral maka berikan glukagon 0,5 1 mg sc atau im.
3. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 SD atau lebih
dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90. Ikterus
neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus
pada kulit dan sklera akibat akumulai bilirubin indirek yang berlebih. Ikterus akan
mulai pada bayi dengan kadar bilirubin darah 5 7 mg/dl.
a. Klasifikasi Ikterus :
i. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologi adalah kadar bilirubun indirek pada minggu
pertama >2 mg/dl;
ii. Ikterus patologi
Adalah ikterus yang :
o Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan;
o Peningkatan atau akumulasi bilirubin >5 mg/dl/hari;
o Disertai dengan tanda-tanda penyakit yang mendasari pada
setiap bayi (muntah, letargi, malas menetk, penurunan berat
badan yang cepat, apneu, takipneu, atau suhu yang tidak stabil);
o Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi yang cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi yang kurang bulan.

Tabel 6. Tanda-tanda Diagnostik Berbagai Tipe Ikterus Neonatorum


Sifat Kadar puncak Angka
Ikterus
reaksi bilirubin akumulasi
Umur
Diagnosis Van bilirubin Keterangan
Muncu
Hilang mg/dl dalam
den (mg/dl/hari
l
hati
Bergh )
Ikterus fisiologi
Cukup bulan Indirek 2-3 hari 4-5 hari 10- 2-3 <5 Berhubungan dengan
12 tingkat kematangan
Prematur Indirek 3-4 hari 7-9 hari 15 6-8 <5
Hiperbilirubinemia akibat faktor metabolik Hipoksia, kegawatan
pernapasan, tidak
ada karbohidrat
Cukup bulan Indirek 2-3 hari Variasi >2 Minggu
Pengaruh hormonal:
pertama
kretinisme, hormon
Prematur Indirek 3-4 hari Variasi >15 Minggu
Faktor-faktor
pertama
genetik: sindrom
Crigler-Najjar,
hiperbilirubinemia
familial sementara
Obat-obatan: vitamin
K, novobion
Status hemolitik Indirek Dapat Variasi Tak Variasi Biasanya >5 Ertiroblastoasis: Rh,
dan hematoma muncul terbat ABO, status
pada 24 as hemolitik kongenital:
jam sferositosis dan
pertama nossferositosis.
Infantil piknositosis.
Obat-obatan: vitamin
K
Perdarahan
terselubung-
hematoma
Faktor-faktor Indirek Dapat Variasi Tak Variasi Biasanya >5 Infeksi : sepsis
campuran dan muncul terbat bakteri, pielonefritis,
hemolitik dan direk 24 jam as hepatitis,
hepatotoksik pertama toksoplasmosis,
penyakit inkusi
sitomegali, rubela
Cedera Indirek Biasany Variasi Tak Variasi Variabel Obat-obatan: vit. K
hepatoseluler dan a 2-3 terbat biasanya >5 Atresis biliaris,
direk hari as galatosemia,
hepatitis dan infeksi.
Sumber: Brown AK: Pediatric Clin North Am 9: 589, 1962 dalam Ilmu Kesehatan Anak
Nellson-2000
b. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia Indirek
i. Diabetes pada ibu
ii. Ras (Cina, Jepang, Korea, dan Amerika Asli)
iii. Prematuritas
iv. Obat-obatan (Vit. K3, Novobion)
v. Tempat yang tinggi
vi. Polisitemia
vii. Jenis kelamin laki-laki
viii. Trisomi-21
ix. Kehilangan berat bdan (dehidrasi atau kehabisan kalori)
x. Pembentukan feses lambat
xi. Riwayat keluarga
Jadi proses metabolisme bilirubin dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-hepatik,
intra hepatik, dan pasca hepatik. Pada pre-hepatik, gangguan yang terjadi biasanya
akibat dari hemolisis eritrosit, sedangkan itrehepatik lebih sering terjadi akibat adanya
proses inflamasi seperti yang terjadi pada hepatitis B, dan pada pasca hepatik terjadi
akibat adanya obstruksi pada kanalikuli hepatika akibat adanya batu atau tumor. pada
bayi baru lahir gangguan yang tersering terjadi adalah pada fase pre-hepatik, dimana
pada bayi baru lahir terjadi hemolisis eritrosit yang lebih cepat (70-90 hari) sedangkan
hepar belum berfungsi maksimal. Produksi bilirubin pada bayi baru lahir adalah 8-10
mg/kgBB/hari, sedangkan dewasa 3-4 mg/kgBB/hari.
c. Manifestasi Klinis
Sklea, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut, dan ekstremitas
berwarna kuning.

d. PENATALAKSAAN HIPERBILIRUBINEMIA
Tujuan terapi adalah mencegah kadar bilirubi indirek dalam darah
mencapai kadar neurotoksisitas. Terapi dapat dilakukan dua cara, yaitu
fototerapi atau transfusi tukar. Hal ini dapat dilakukan jika sesuai dengan
indikasi.

Tabel 7. Indikasi Fototerapi dan Transfusi Ganti Berdasarkan Berat Badan


Berat badan
Terapi
(g)
<1000 Fototerapi
Transfusi ganti jika bilirubin 10-
12 mg/dl
1000-1500 Fototerapi jika bilirubin 7-9 mg/dl
Transfusi ganti jika 12-15 mg/dl
1500-2000 Fototerapi jika bilirubin 10-12
mg/dl
Transfusi ganti 15-18 mg/dl
2000-2500 Fototerapi jika bilirubin 13-15
mg/dl
Transfusi ganti jika 18-20 mg/dl
>2500 dan Fototerapi jika 12-15 mg/dl
bayi sakit Transfusi ganti jika 18-20 mg/dl

4. Necrotizing Enterocolitis (NEC)


Penyakit saluran cerna yang serius pada bayi yang baru lahir dan ditandai
dengan bercak nekrosis atau nekrosis difus pada mukosa atau submukosa usus serta
vaskularisasi usus. Insidensi terjadinya dihubungkan denga umur kehamilan yang
kurang, dan merupakan komplikasi yang penting yang terjadi pada kelahiran
premature. Terhitung 7,5 % kasus EKN sebagai penyebab kematian neonatal.
a. Tanda dan gejala umum EKN :
i. Distensi abdomen dan nyeri tekan;
ii. Toleransi minum buruk;
iii. Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung;
iv. Darah pada feses (+).
b. Gangguan sistemik :
i. Apneu
ii. Terus mengantuk atau tidak sadar
iii. Demam atau hipotermia
c. Cara mendiagnosis :
i. Rontgen abdomen yang akan terlihat gambaran dilatasi usus, paucity of
gas, fixed loop, pneumatosis intestinal, portal venous gas, dan
pneumoperitoneum.
ii. USG : berfungsi untuk mendeteksi adanya komplikasi.
d. Tiga stadium berdasarkan tanda klinis:
i. Apnea, bradikardi, letargi, distensi abdomen, dan muntah;
ii. Pneumatosis intestinal + tanda-tanda di stadium I;
iii. Penurunan tekanan darah, bradikardi, asidosis, DIC, dan anuria.
e. PENATALKSANAAN
i. Pengelolaan dasar
Menghentikan nutrisi per oral. Dekompresi saluran cerna
dengan pipa nasogastrik. Observasi tanda-tanda vital, perdarahan
saluran cerna, masukan/keluaran cairan, elekterolit, dan tanda sepsis.
Antibiotik kombinasi Ampisilin p.o, im, atau iv
o Usia 7 hari 50 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
o Usia >7 hari 75 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis
Gentamisin i.m atau i.v
o Usia 7 hari
BB <1000 g dan usia kehamilan <28 mgg, 2,5
mg/kgBB/hari dosis tunggal
BB <1500 g dan usia kehamilan <34 mgg 2,5
mg/kgBB/dosis/18 jam
BB >1500 g dan usia kehamilan 34 mgg 2,5
mg/kgBB/dosis/12 jam
o Usia > 7 hari
BB <1200 g 2,5 mg/kgBB/dosis/18-24 jam
BB 1200 g 2,5 mg/kgBB/dosis/8 jam
ii. Foto Abdomen serial (setiap 6-8 jam)
iii. Stadium I
Nutrisi p.o dihentikan dan pemberian minum dapat diberikan
sesudah 3 hari perbaikan.
Antibiotik diberikan selama 3 hari
iv. Stadium II
Nutrisi p.o dihentikan selama 2 mgg. Pemberian minum dapat
mulai diberikan 7-10 hari sesudah pemeriksaan radiologis tidak tampak
pneumatosis.
Nutrisi parenteral 90-110 kal/kgBB/hari
Oksigen
Antibiotik selama 7-10 hari
Na bikarbonat 2 mEq/kgBB jika terjadi asidosis mtabolik
Dopamin 2-4 g/kgBB/mnt memperbaiki sirkulasi darah usus.
v. Stadium III
Sesuai stadium II, disertai ventilator mekanik jika dibutuhkan.
Pembedahan dilakukan bila keadaan kilinis meburuk, tidak
memberikan respon terhadap pengobatan di atas, sentinel loop menetap
selama 24 jam, massa abdomen kuadran bawah, eritena dinding
abdomen (tanda peritonitis), dan perforasi usus spontan.
5. Respiratory Distress syndrom
Dikenal juga sebagai respiratory distress sydrom yang idiopatik, hyaline
membrane disease merupakan keadaan akut yang terutama ditemukan pada bayi
prematur saat lahir atau segera setelah lahir, lebih sering pada bayi dengan usia gestasi
dibawah 32 yang mempunyai berat dibawah 1500 gram. Kira kira 60% bayi yang
lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
Bangunan paru janin dan produksi surfactan penting untuk fungsi respirasi
normal. Bangunan paru dari produksi surfaktan bervariasi pada masing-masing bayi.
Bayi prematur lahir sebelum produksi surfactan memadai. Surfactan, suatu senyawa
lipoprotein yang mengisi alveoli, mencegah alveolar colaps dan menurunkan kerja
respirasi dengan menurunkan tegangan permukaan. Pada defisiensi surfactan, tegangan
permukaan meningkat, menyebabkan kolapsnya alveolar dan menurunnya komplians
paru, yang mana akan mempengaruhi ventilasi alveolar sehingga terjadi hipoksemia
dan hiperkapnia dengan acidosis respiratory. Reduksi pada ventilasi akan
menyebabkan ventilasi dan perfusi sirkulasi paru menjadi buruk, menyebabkan
keadaan hipoksemia. Hipoksia jaringan dan acidosis metabolik terjadi berhubungan
dengan atelektasis dan kegagalan pernafasan yang progresif.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
biasanya setelah 3 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama diperlukan,
kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.
a. Etiologi
i. Prematuritas dengan paru paru yang imatur (gestasi dibawah 32
minggu) dan tidak adanya, gangguan atau defisiensi surfactan.
ii. Bayi prematur yang lahir dengan operasi Caesar.
iii. Penurunan suplay oksigen saat janin atau saat kelahiran pada bayi
matur atau premature
b. Patofisiologi
Pada bayi dengan RDS, dimana adanya ketidakmampuan paru untuk
mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur
menyebabkan gagal pernafasan karena imaturnya dinding dada, Parenchyma
paru, dan imaturnya endothelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada
akhir ekspirasi.
Pada bayi RDS disebabkan oleh menurunnya jumlah surfaktan atau
perubahan kualitatif surfaktan, dengan demikian menimbulkan
ketidakmampuan alveoli untuk ekspansi. Terjadi perubahan tekanan intra extra
thoracic clan menurunnya pertukaran udara.
Secara alamiah perbaikan mulai setelah 24 48 jam. Sel yang rusak
akan diganti. Membran hyaline, berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrate serum (saringan serum protein), di
fagosit oleh makrofag. Sel cuboidal menempatkan pada alveolar yang rusak
dan epithelium jalan nafas, kemudian terjadi perkembangan selo kapiler baru
pada alveolar. Sintesis surfaktan memulai lagi clan kemudian membantu
perbaikan alveoli untuk pengembangan
c. Manifestasi Klinis
i. Takipneu
ii. Retraksi interkostal dan sterna
iii. Pernapasan cuping hidung
iv. Sianosis
v. Penurunan daya komplain paru
vi. Penurunan suara nafas, Ronchi +
vii. Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan
viii. Hipoksemia
d. Pemeriksaan Penunjang
i. Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
ii. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
iii. Analisa gas darah
iv. Imatur lecithin / sphingomyolin (L/S)
e. Penatalaksanaan
i. Pemberian oksigen
ii. Pertahankan nutrisi adekuat
iii. Pertahankan suhu lingkungan netral
iv. Diet 60 kal/hari (sesuaikan dengan protocol yang ada) dengan asam
amino yang mencukupi untuk mencegah katabolisme protein dan
ketoasidosis endogenous
v. Pertahankan PO2 dalam batas normal
vi. Intubasi bila perlu dengan tekanan ventilasi positif
f. Komplikasi
i. Ketidakseimbangan asam basa
ii. Pneumothoraks, hipotensi, asidosis
iii. Pneumodiastinum, PDA, BPD.
iv. Sianosis
v. Penurunan daya komplain paru
vi. Hipotensi sistemik
vii. Penurunan keluaran urine
viii. Penurunan suara nafas, Ronchi +
ix. Tachicardi pada saat terjadi asidosis dan Hipoksemia
6. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan teratur,
sehingga dapat menurunkan oksigen dan menimbukan karbon dioksida yang dapat
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut. Semua tipe BBLR bisa
kurang, cukup atau lebih bulan, semuanya berdampak pada proses adaptasi
pernapasan waktu lahir sehingga mengalami asfiksia lahir. Bayi BBLR membutuhkan
kecepatan dan keterampilan resusitasi.
Asfiksia intrapartum sering terjadi pada bayi kecil masa kehamilan, karena
bayi ini tidak mendapatkan nutrisi dari plasenta secara adekuat hingga akhir masa
intra uteri. Sehingga tidak ada makanan glukosa dari ibu, persediaan karbohidrat
rendah, dan oksigenasi terbatas. Asfiksia ini berhubungan dengan gangguan
perkembangan lebih lanjut pada bayi kecil masa kehamilan.
7. Perdarahan Intrakranial
Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial (otak) pada neonatus.
Bayi mengalami masalah neurologis, seperti gangguan mengendalikan otot
(cerebral palsy), keterlambatan perkembangan dan kejang
8. Sepsis
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala
sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat
berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang
memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari.
(Surasmi, 2003). Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit
sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur,
dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007). Sepsis
neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah
kelahiran. (Mochtar, 2005)
a. Faktor yang mempengaruhi terjadinya sepsis:
i. Faktor maternal terdiri dari:
Ruptur selaput ketuban yang lama
Persalinan prematur
Amnionitis klinis
Demam maternal
Manipulasi berlebihan selama proses persalinan
Persalinan yang lama
ii. Lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis,
tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik
perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai
pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian
susu formula.
iii. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat
badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari
penjamu. (Wijayarini,2005)
b. Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu:
i. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta
dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah
janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta
antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza,
parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan
toksoplasma.
ii. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada
vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya
terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus
masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian
menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau
port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh
kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).
iii. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi
sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di
luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot).
Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui
luka umbilikus. (Surasmi, 2003)
c. Faktor predisposisi
Terdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu
maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap
kemungkinan terjadinya sepsis.
Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama
kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia,
diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama,
partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.
Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak
menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang
penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian
minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.
d. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak
spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum
meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak
ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada
saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot
pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung; Tanda dan
gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan
sianosis; Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi
abdomen, malas atau tidak mau minum, diare; Tanda dan gejala pada sistem
saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia,
fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur; Tanda dan gejala
hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan,
splenomegali.
e. Pencegahan
i. Pada masa antenatal
Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara
berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di
derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan
segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
ii. Pada saat persalinan
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang
artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan
tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal
mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan
ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan
secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan
selaput lendir.
iii. Sesudah persalinan
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung
bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan
lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan
peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan
invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci
tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah
memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai
pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel
yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang
berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional,
sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
(Sarwono, 2004)
f. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan
metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian
cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi.
Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau
ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai
hasil tes resistensi.
Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200
mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari,
dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3
atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali
pemberian; Eritromisin 500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
(Surasmi,2003)
G. Prognosis
Prognosis BBLR ini tergantung dari berat-ringannya masa perinatal, misalnya
usia gestasi (semakin muda usia gestasi atau semakin rendah berat lahir, maka
semakin tinggi risiko kematiannya), risiko terjadinya asfiksia atau iskemia otak,
sindroma gangguan pernapasan, dsb. Prognosis ini juga bergantung dari keadaan
sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan,
persalinan dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, gizi, pencegahan
infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, dan lain-lain).

Anda mungkin juga menyukai