TINJAUAN PUSTAKA
6
terhadap lingkungan dapat menjadi pengaruh yang negatif terhadap kesehatan dan
karena perilaku manusia pula maka fasilitas kesehatan disalahgunakan oleh manusia
yang akhirnya berpengaruh kepada status kesehatan.5
7
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik. Cara pandang ini menekankan
pada melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang
bersifat lintas sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan
dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau
pemulihan kesehatan. Dengan diterapkannya paradigma ini, diharapkan mampu
mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka
sendiri melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan
yang bersifat promotif dan preventif.6
Paradigma Sehat atau cara pandang atau pola piker pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, menyeluruh, bahwa masalah kesehatan dipengaruhi banyak
faktor dan multidimensional yang upayanya lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan kesehatan yang lebih dikenal dengan preventif
dan promotif.6
Perubahan pemahaman tentang konsep sehat dan sakit serta makin kayanya
khasanah ilmu pengetahuan dengan informasi tentang determinan penyebab
penyakit yang multifaktorial, telah menggugurkan paradigma pembangunan
kesehatan yang lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif
dan rehabilitatif. Pentingnya penerapan paradigma pembangunan kesehatan baru,
yaitu paradigm sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan
bangsa yang bersifat proaktif. Paradigma sehat tersebut merupakan model
pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang mampu mendorong
masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri
melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif dan preventif. Paradigma sehat ini pertama kali disampaikan
oleh Menteri Kesehatan RI Prof. Dr. F. A. Moeloek dalam Rapat Sidang DPR
komisi VI pada tanggal 15 September 1998.6
8
dan kemanusiaan secara keseluruhan. Paradigma sehat adalah perubahan mental
dan watak dalam pembangunan.6
Paradigma sehat adalah perubahan sikap dan orientasi, yaitu sebagai
berikut:
a. Pola pikir yang memandang kesehatan sebagai kebutuhan yang bersifat
pasif, menjadi merupakan keperluan dan bagian dari hak asasi manusia
(HAM).
b. Sehat bukan hal yang konsumtif, melainkan suatu investasi karena
menjamin tersedianya SDM yang produktif secara sosial dan ekonomi.
c. Kesehatan yang semula hanya berupa penanggulangan yang bersifat
jangka pendek ke depannya akan menjadi bagian dari upaya
pengembangan SDM yang bersifat jangka panjang.
d. Pelayanan kesehatan tidak hanya pelayanan medis yang melihat bagian
dari yang sakit/penyakit, tetapi merupakan pelayanan kesehatan
paripurna yang memandang manusia secara utuh.
e. Kesehatan tidak hanya sehat jasmani, tetapi juga sehat mental dan sosial.
f. Pelayanan kesehatan tidak lagi terpecah-pecah (fragmented), tetapi
terpadu (integrated).
g. Fokus kesehatan tidak hanya penyakit, tetapi juga bergantung pada
permintaan pasar.
h. Sasaran pelayanan kesehatan bukan hanya masyarakat umum (pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan umum), melainkan juga masyarakat
swasta (pelayanan kesehatan untuk perorangan/pribadi, misalnya
homecare).6
9
Kesehatan merupakan salah satu dari tiga faktor utama yang sangat
menentukan kualitas sumber daya manusia, disamping pendidikan dan pendapatan
(ekonomi). Oleh karena itu, kualitas kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan.
Sehat juga merupakan karunia Tuhan yang perlu disyukuri. Mensyukuri karunia
dapat ditunjukan dengan perkataan, perasaan, dan perbuatan. Bersyukur dengan
perbuatan ditunjukan dengan memelihara kesehatan dan berupaya untuk
meningkatkannya.7
Memelihara dan meningkatkan kesehatan lebih efektif daripada mengobati
penyakit. Oleh karena itu, upaya peningkatan kesehatan (promosi) dan pencegahan
penyakit (preventif) perlu ditekankan tanpa mengesampingkan upaya
penyembuhan dan pemulihan. Derajat kesehatan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Faktor lingkungan dan
perilaku memiliki konstribusi yang sangat besar terhadap kualitas derajat
kesehatan. Di pihak lain, faktor lingkungan dan perilaku terkait dengan banyak
sektor di luar kesehatan.7
Adanya transisi demografis dan epidemologis, tantangan global dan
regional, perkembangan iptek, tumbuhya era desentralisasi, serta maraknya
demokratisasi disegala bidang, mendorong perlunya upaya peninjauan kebijakan
yang ada serta perumusan paradigma baru dibidang kesehatan. Berdasarkan
paradigma sehat, dirumuskan visi, misi dan strategi pembangunan kesehatan.Visi
Indonesia Sehat 2015.7
10
b. Perilaku sehat, yaitu bersikap proaktif memelihara dan meningkatkan
kesehatan (contoh: aktifitas fisik, gizi seimbang), mencegah resiko
terjadinya penyakit (contoh: tidak merokok), melindungi diri dari
ancaman penyakit (contoh: memakai helm dan sabuk pengaman, JPKM),
berperan aktif dalam gerakan kesehatan (contoh: aktif di posyandu).
c. Pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata, yang menjangkau
semua lapisan masyarakat tanpa adanya hambatan ekonomi, sesuai
dengan standar dan etika profesi, tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat, serta memberi kepuasan kepada pengguna jasa.8
C. Desa Siaga
1. Pengertian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Desa siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
terutama bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.9
Menurut Kemenkes RI, 2011, Desa Siaga Aktif merupakan pengembangan
dari Desa Siaga, yaitu:
11
a.
Penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar
yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesahatan Desa atau
sarana kesehatan yang ada di wilayah tersebut seperti, Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) atau sarana kesehatan lainnya.
b.
Memilki Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang
melaksanakan upaya survailans berbasis masyarakat (pemantauan
penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan, dan perilaku),
penanggulangan bencana dan kedaruratan kesehatan, serta penyehatan
lingkungan.9
12
dan kedaruratan kesehatan, survailans berbasis masyarakat (meliputi
pemantauan penyakit, kesehatan ibu, pertumbuhan anak, lingkungan,
dan perilaku), serta penyehatan lingkungan.
5) Meningkatkan ketersediaan sumber daya manusia, dana, maupun
sumber daya lain, yang berasal dari pemerintah, masyarakat dan
swasta/dunia usaha, untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif.
6) Meningkatkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah
Tangga.9
13
5. Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
Kriteria Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yaitu:
a.
Kepedulian Pemerintahan Desa atau Kelurahan dan pemuka masyarakat
terhadap Desa dan Kelurahan Siaga Aktif yang tercermin dari keberadaan
dan keaktifan Forum Desa dan Kelurahan.
b.
Keberadaan Kader Pemberdayaan Masyarakat/Kader Kesehatan Desa dan
Keluraha Siaga Aktif.
c.
Keberadaan UKBM dan melaksanakan (a) penanggulangan bencana dan
kedaruratan kesehatan, (b) survailans berbasis masyarakat, (c) penyehatan
lingkungan.
d.
Tercakupnya pendanaan untuk pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif dalam Anggaran Pembangunan Desa atau Kelurahan serta dari
masyarakat dan dunia usaha.
e.
Peran serta aktif masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam
kegiatan kesehatan di Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
f.
Peraturan di tingkat desa atau kelurahan yang melandasi dan mengatur
tentang pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.
g.
Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga.10
14
Desa atau Kelurahan Siaga Aktif
Kriteria
Pratama Madya Purnama Mandiri
15
1. Forum Desa/ Ada tetapi Berjalan, Berjalan Berjalan Setiap
Kelurahan belum tetapi belum Setiap Bulan
berjalan rutin setiap triwulan
Triwulan
2. KPM/Kader Sudah ada, Sudah ada, Sudah ada, Sudah ada 9
Kesehatan minimal 2 miinimal 3-5 minimal 6-8 orang atau
orang Orang Orang Lebih
3. Kemudahan Ya Ya Ya Ya
Akses
Pelayanan
Kesehatan
Dasar
4. Poyandu & Posyandu ya, Posyandu dan Posyandu dan Posyandu dan
UKBM UKBM 2 UKBM 3 UKBM 4 UKBM
lainnya aktif lainnya tidak lainnya aktif lainnya aktif lainnya aktif
aktif
5. Dukungan dana Sudah ada Sudah ada Sudah ada Sudah ada
untuk kegiatan dana dari dana dari dana dari dana dari
kesehatan di Desa pemerintah pemerintah pemerintah Pemerintah
dan Kelurahan: Desa dan Desa dan Desa dan Desa dan
Pemerintahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan Kelurahan
desa dan serta serta satu serta dua serta dua
Kelurahan belum ada sumber daya sumber daya sumber daya
Masyarakat sumber Lainnya lainnya Lainnya
Duniausaha daya
lainnya
6. Peran serta Ada peran Ada peran Ada peran Ada peran
Masyarakat dan aktif Aktif Aktif Aktif
Organisasi masyarakat masyarakat masyarakat Masyarakat
Kemasyarakatan dan tidak dan peran dan peran dan peran
ada peran aktif satu aktif dua aktif dua
aktif ormas Ormas ormas Ormas
7. Peraturan Kepala
Desa atau Belum ada Ada, belum Ada, sudah Ada, sudah
peraturan Bupati/ direalisasikan direalisasikan Direalisasikan
Walikota
8. Pembinaan PHBS Pembinaan Pembinaan Pembinaan Pembinaan
16
di Rumah Tangga PHBS PHBS PHBS PHBS
kurang minimal 20% kurang dari kurang dari
dari 20% rumah tangga 40% rumah 70% rumah
rumah tangga Tangga
tangga
17
5) Bantuan/dukungan yang diharapkan10.
c. Musyawarah Desa dan Kelurahan
Musyawarah Desa/Kelurahan dapat dilakukan secara berjenjang dengan
terlebih dulu menyelenggarakan Musyawarah Dusun atau Rukun Warga.
Musyawarah Desa/Kelurahan bertujuan untuk mensosialisasikan tentang
adanya masalah kesehatan dan program pengembangan Desa dan
Kelurahan Siaga Aktif, kesepakatan tentang urutan prioritas masalah,
kesepakatan tentang UKBM yang hendak dibentuk baru atau diaktifkan
kembali, memantapkan data potensi desa atau potensi kelurahan,
menggalang semangat dan partisipasi warga desa atau kelurahan untuk
mendukung pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.10
d. Perencanaan Partisipatif
1) KPM dan lembaga kemasyarakatan mengadakan pertemuan guna
menyusun rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif
untuk dimasukkan kedalam Rencana Pembangunan Desa/Kelurahan.
2) Rencana pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif mencakup :
UKBM yang akan dibentuk baru atau diaktifkan kembali.
Sarana yang akan dibangun baru atau direhabilitasi (misalnya
Poskesdes, Polindes, Sarana Air Bersih, Jamban Keluarga, dan lain-
lain).
3) Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan biaya operasionalnya.
Hal-hal yang dapat dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dan atau
bantuan, disatukan dalam dokumen tersendiri. Sedangkan hal-hal yang
memerlukan dukungan Pemerintah dimasukkan ke dalam dokumen
Musrenbang Desa atau Kelurahan untuk diteruskan ke Musrenbang
Kecamatan dan Kabupaten/Kota.10
e. Pelaksanaan Kegiatan
1) Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM), Kader Kesehatan dan
lembaga kemasyarakatan memulai kegiatan dengan membentuk
UKBM-UKBM yang diperlukan, menetapkan kader-kader
pelaksananya, melaksanakan kegiatan-kegiatan swadaya atau yang
sudah diperoleh dananya dari donatur.
18
2) Kegiatan tersebut dilaksanakan secara teratur swakelola oleh
masyarakat dengan didampingi Perangkat Pemerintahan serta dibantu
oleh para KPM dan Fasilitator. Jika dibutuhkan dapat difasilitasi oleh
Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat.
3) Pencatatan dan pelaporan kegiatan10.
f. Pembinaan Kelestarian
Pembinaan kelestarian Desa/Kelurahan Siaga Aktif pada dasarnya
merupakan tugas dari KPM/kader kesehatan, Kepala Desa/Lurah,
Perangkat Desa/Kelurahan dengan dukungan dari berbagai pihak,
utamanya pemerintah daerah dan Pemerintah.10
D. Manajemen Puskesmas
Puskesmas merupakan tulang punggung penyelenggaraan upaya pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah kerjanya berperan dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar memperoleh derajat kesehatan
yang optimal. Puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan baik upaya kesehatan
masyarakat tingkat pertama dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
dibutuhkan manajemen Puskesmas yang dilakukan secara terpadu dan
berkesinambungan agar menghasilkan kinerja Puskesmas yang efektif dan efisien.11
Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,
Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses penyelenggaraan yang
dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu, berdasarkan atas hasil analisis
situasi yang didukung dengan data dan informasi yang akurat (evidence
based).Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya
yang tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik
dan benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan11.
19
Manajemen Program/Pelayanan Kesehatan Puskesmas dilaksanakan melalui
tiga tahapan, yaitu Perencanaan (P1), Penggerakan-Pelaksanaan (P2), dan
PengawasanPengendalian-Penilaian (P3). Perencanaan (P1) adalah tahap menyusun
rencana usulan kegiatan (RUK) dan rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) yang
didasari oleh fakta dan data. Penggerakan-Pelaksanaan (P2) adalah tahap
melaksanakan hal-hal yang sudah tercantum dalam RPK dan mendorong
pencapaiannya melalui lokakarya mini (lokmin) secara berkala. Pengawasan-
Pengendalian-Penilaian (P3) adalah tahap memantau perkembangan pencapaian
(yang juga dilakukan melalui lokmin berkala), melakukan koreksi pelaksanaan
kegiatan, dan menilai pencapaian kegiatan pada pertengahan dan akhir tahun.
Penguatan manajemen Puskesmas melalui pendekatan keluarga akan terjadi baik
dalam tahap P1, tahap P2, maupun tahap P3.
20
Perencanaan
1. tingkat urgensinya (U), yakni apakah masalah tersebut penting untuk segera diatasi
2. keseriusannya (S), yakni apakah masalah tersebut cukup parah
3. potensi perkembangannya (G), yakni apakah masalah tersebut akan segera menjadi
besar dan/atau menjalar
21
4. kemudahan mengatasinya (F), yakni apakah masalah tersebut mudah diatasi
mengacu kepada kemampuan keluarga/RT/RW/Kelurahan/Desa/Kecamatan/
Puskesmas
22
3. cara memecahkan masalah kesehatan kecamatan adalah melalui rapat Tim
Manajemen Puskesmas untuk (a) merumuskan alternatif pemecahan masalah
kesehatan, serta (b) memilih dan menetapkan pemecahan masalah kesehatan yang
paling sesuai (misalnya melalui metode pembobotan dan penilaian).
23
2.
Menggerakan pelaksanaan upaya kesehatan secara efesien dan efektif
3.
Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan penilaian kinerja Puskesmas
4.
Mengelola sumber daya secara efisien dan efektif
5.
Menerapkan pola kepemimpinan yang tepat dalam menggerakkan, memotivasi,
dan membangun budaya kerja yang baik serta bertanggung jawab untuk
meningkatkan mutu dan kinerjanya.11
Siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan
rutin berkesinambungan, yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya
kesehatan secara bermutu, yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur,
diawasi dan dikendalikan sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan
ditingkatkan dalam satu siklus Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A). Untuk menjamin
bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas berjalan secara efektif dan
efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas yang juga dapat berfungsi sebagai
penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim terdiri atas penanggung
jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung sepenuhnya oleh jajaran
pelaksananya masing-masing. Tim ini bertanggung jawab terhadap tercapainya target
kinerja Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan yang bermutu.11
Upaya kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara merata dan bermutu
sesuai standar, diwujudkan dengan bukti adanya perbaikan dan peningkatan
pencapaian target indikator kesehatan masyarakat dan perseorangan. Seperti
menurunnya angka-angka kesakitan penyakit yang menjadi prioritas untuk ditangani,
menurunnya angka kematian balita, angka gizi kurang dan atau gizi buruk balita dan
maternal, menurunnya jumlah kematian maternal, teratasinya masalah-masalah
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya, dan lainnya. Diperlukan dukungan
sumber daya yang memadai baik dalam jenis, jumlah maupun fungsi dan
kompetensinya sesuai standar yang ditetapkan, dan tersedia tepat waktu pada saat
akan digunakan. Dalam kondisi ketersediaan sumber daya yang terbatas, maka
sumber daya yang tersedia dikelola dengan sebaik-baiknya, dapat tersedia saat akan
digunakan sehingga tidak menghambat jalannya pelayanan yang akan dilaksanakan11
Manajemen sumber daya dan mutu merupakan satu kesatuan sistem
pengelolaan Puskesmas yang tidak terpisah satu dengan lainnya, yang harus dikuasai
24
sepenuhnya oleh tim manajemen Puskesmas dibawah kepemimpinan kepala
Puskesmas, dalam upaya mewujudkan kinerja Puskesmas yang bermutu, mendukung
tercapainya sasaran dan tujuan penyelenggaraan upaya kesehatan di Puskesmas, agar
dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat di wilayah
kerjanya. Manajemen Puskesmas akan mengintegrasikan seluruh manajemen yang
ada (sumber daya, program, pemberdayaan masyarakat, sistem informasi Puskesmas,
dan mutu) didalam menyelesaikan masalah prioritas kesehatan di wilayah kerjanya 11
E. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan atau pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan
oleh tenaga professional untuk ibu hamil selama masa kehamilannya, yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan12.
Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa
kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun
perinatal.12
1. Tujuan Pelayanan Antenatal Care
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah:
25
a.
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang janin.
b.
Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu
dan janin.
c.
Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan.
d.
Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
maupun bayi dengan trauma seminimal mungkin.
e.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
f.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal12
Salah satu upaya pokok Puskesmas adalah Program Kesehatan Ibu dan Anak,
dimana pelayanan antenatal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program
tersebut. Pelayanan atenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya dengan baik dan melahirkan bayi yang sehat12.
2. Standar Pelayanan Antenatal
Unsur penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi adalah memberikan pelayanan dan pemeliharaan kesehatan sewaktu hamil
secara memadai serta sedini mungkin. Menurut Departemen Kesehatan
(1990), standar pelayanan antenatal adalah sebagai berikut:
a.
Kunjungan Pertama
Anamnese, riwayat kehamilan, penyakit yang diderita pada kehamilan
sekarang, riwayat kesehatan anggota keluarga, pemeriksaan umum,
pemeriksaan khusus kebidanan, pemeriksaan laboratorium terutama
haemoglobin (Hb), pemberian imunisasi TT, pemberian obat dan vitamin,
perawatan payudara, penyuluhan tentang :
1)
Gizi dan KB Postpartum
2)
Kebersihan perorangan
3)
Imunisasi TT, kunjungan ulang dan lain-lain12.
b.
Kunjungan Ulang
Anamnese, pemeriksaan umum, kebidanan dan laboratorium,
pemberian imunisasi TT, pemberian vitamin dan obat, penyuluhan
kesehatan sehubungan dengan kesehatan kehamilan12.
26
3. Pelayanan Antenatal di Puskesmas
a.
Konsep Pemeriksaan Antenatal
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan antenatal di
tingkat puskesmas dilakukan sesuai dengan standar pelayanan antenatal di
tingkat puskesmas dimulai dengan urutan sebagai berikut:
1)
Anamnese, meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB,
kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.
2)
Pemeriksaan umum, meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus
kebidanan,
3)
Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa.
4)
Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT), dan tablet besi
(Fe).
5)
Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku
sehari-hari, perawatan payudara dan Air Susu Ibu (ASI), tanda-tanda
risiko, pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya,
persalinan oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan, serta
pentingnya untuk melakukankunjungan pemeriksaan ulang12
b.
Kunjungan Ibu Hamil
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), kunjungan ibu hamil
adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.15
Istilah kunjungan di sini dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan, atau sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi
ibu hamil di rumahnya atau posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan
secara berkala yang dibagi menjadi beberapa tahap, seperti:
1)
Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)
Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan pada trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai
12 minggu.
2)
Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4).
Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksan kehamilan
27
dan pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24
minggu.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kunjungan
antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa kehamilan
dengan distribusi kontak sebagai yaitu minimal 1 kali pada trimester I (K1),
usia kehamilan 1 12 minggu, minimal 1 kali pada trimester II, usia
kehamilan 13 24 minggu, dan minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan
K4), usia kehamilan > 24 minggu13.
c.
Jadwal Pemeriksaan
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) pemeriksaan kehamilan
berdasarkan kunjungan antenatal dibagi atas12:
1)
Kunjungan Pertama(K1) Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat
kehamilan, (3) Riwayat kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat
sosial ekonomi, (6) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan,
(7) Penyuluhan dan konsultasi.14
2)
Kunjungan keempat (K4) Meliputi : (1) Anamnese
(keluhan/masalah), (2) Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan, (3) Pemeriksaan psikologis, (4) Pemeriksaan laboratorium
bila ada indikasi/diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan normal,
terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan Risiko
Tinggi/Resti), (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan
dan rujukan)13.
Menurut Mochtar (2000) Jadwal pemeriksaan antenatal yang
dianjurkan adalah:
a. Pemeriksaan pertama kali yang ideal yaitu sedini mungkin ketika
haid terlambat satu bulan.
b. Periksa ulang 1 kali sebulan sampai kehamilan 7 bulan
c. Periksa ulang 2 kali sebulan sampai kehamilan 9 bulan
d. Periksa ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan
e. Periksa khusus bila ada keluhan/masalah13.
d.
Pelaksana Pelayanan Antenatal
Pelaksana pelayanan antenatal adalah dokter, bidan (bidan di
puskesmas, bidan di desa, bidan praktek swasta), pembantu bidan, perawat
bidan dan perawat yang sudah dilatih dalam pemeriksaan kehamilan.
28
Pelayanan antenatal di desa dapat dilakukan di polindes, posyandu atau
kunjungan ke rumah.14
4. Cakupan Pelayanan Antenatal Care
Cakupan pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah
mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah
kerja.Cakupan kunjungan baru/pertama ibu hamil (K1) dipakai sebagai
indikator jangkauan (aksesibilitas) pelayanan, angka cakupan K1 diperoleh dari
jumlah K1 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1
tahun14.
Dalam pengelolaan program KIA disepakati bahwa cakupan ibu hamil
adalah cakupan kunjungan ibu hamil yang keempat (K4), yang dipakai sebagai
indikator tingkat perlindungan ibu hamil. Angka cakupan K4 diperoleh dari
jumlah K4 dalam 1 tahun dibagi jumlah ibu hamil di wilayah kerja dalam 1
tahun14.
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) KIA adalah alat manajemen untuk
memantau cakupan, antara lain : kunjungan K1, kunjungan K4, deteksi dini
Risiko Tinggi (Resti) ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
serta kunjungan neonatal (KN) di suatu wilayah kerja dalam 1 tahun. Menurut
Direktorat Bina Kesehatan Keluarga (1990), penyelenggaraan pelayanan
antenatal di wilayah kerja puskesmas mencakup kebijaksanaan umum dan
kebijaksanaan operasional14.
a.
Kebijaksanaan Umum meliputi :
1)
Memberikan pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang pelayanan
yang telah ditetapkan.
2)
Meningkatkan peran serta masyarakat (suami, keluarga, kader) dalam
menunjang penyelenggaraan pelayanan atenatal dengan pendidikan
dan penyuluhan.
3)
Meningkatkan mutu dan jumlah tenaga pelaksana maupun fasilitas
pelayanan antenatal.
4)
Mengintegrasikan cakupan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan
menurunkan Missed Opportunity14.
b.
Kebijakan Operasional meliputi ;
1)
Menemukan kehamilan dengan risiko tinggi sedini mungkin
29
2)
Menanggulangi adanya kelainan risiko tinggi sedini mungkin
3)
Melakukan upaya pencegahan neonatal tetanus dengan pemberian
imunisasi TT sebanyak 2 (dua) kali selama kehamilan dengan selang
waktu minimal 4 (empat) minggu
4)
Pemberian tablet tambah darah pada setiap ibu hamil
5)
Melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 (empat) kali pada
trimester pertama 1 (satu) kali, trimester kedua 1 (satu) kali pada
trimester 3 (ketiga) 2 (dua) kali.
6)
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan atas indikasi
7)
Menyediakan sarana pelayanan antenatal sesuai dengan jenjang
pelayanan.
8)
Memberi penyuluhan kepada ibu hamil, keluarga dan suami tentang
cara hidup sehat. Perawatan payudara, gizi ibu hamil, perawatan bayi
dan tali pusat, pentingnya pemeriksaan kehamilan ke Puskesmas,
Puskesmas pembantu maupun posyandu.
9)
Memberikan pelayanan antenatal di Puskesmas pada setiap hari kerja.
10)
Melakukan rujukan intern Puskesmas di bagian KIA untuk menjaring
ibu hamil yang datang dengan keluhan lain14.
30
sosial apabila memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hal itu dapat terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, maupun dari pihak keluarga.
Faktor pendorong ini dapat positif atau negatif tergantung dari sikap dan
perilaku orang dalam lingkungannya.14
Pemanfaatan pelayanan kesehatan, termasuk pelayanan pemeriksaan kehamilan
merupakan interaksi antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang melakukan
pemeriksaan kehamilan. Aspek yang terkait dengan petugas kesehatan salah satunya
adalah faktor geografis, sedangkan dari ibu hamil salah satunya adalah faktor
perilaku.
a. Faktor Geografis
Faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasi atau
menghambat pemanfaatan pelayanan pemeriksaan kehamilan, berkaitan
dengan keterjangkauan tempat yang diukur dengan jarak tempuh, waktu
tempuh dan biaya perjalanan dari tempat tinggal ibu hamil ke puskesmas.
Pemakaian pelyanan preventif lebih banyak dihubungkan dengan akses
geografis daripada pemakaian pelayanan kuratif. Demikian juga dengan
pemeriksaan kehamilan apabila semakin banyak keluhan yang berkaitan
dengan kehamilan, dan semakin baik kualitas sumber daya pelayanan, maka
semakin berkurang pentingnya atau berkurang kuatnya hubungan antara
akses geografis dan volume pemanfaatan pelayanan pemeriksaan
kehamilan.15
Agar jangkauan pelayanan puskesmas lebih merata dan meluas,
puskesmas perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu, penempatan bidan
di desa desa yang belum terjangkau oleh pelayanan yang ada dan
Puskesmas Keliling. Kondisi geografis secara umum penduduk pedesaan
jauh dari puskesmas maupun rumah sakit sebagai tempat pemeriksaan
kehamilan sering kali menyebabkan para ibu hamil sulit untuk melakukan
pemeriksaan kehamilannya, untuk itu Depkes bekerja sama dengan dengan
31
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaksanakan strategi penyelamatan
ibu melahirkan (MPS-Making Pregnancy Safer), melalui tiga pesan, yakni
setiap perempuan usia subur harus mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkannya dan penanganan komplikasi keguguran
setiap p ersalinan harus ditolong tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi
kandungan ditangani secara cepat.15
b. Dukungan Suami
Ada beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan kemampuan
wanita dalam beradaptasi terhadap kehamilan, misalnya lingkungan sosial,
dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan yang
diberikan oleh suami dan keluarga dapat memengaruhi persepsi terhadap
kehamilan dan memengaruhi tingkat kecemasan dan mekanisme koping
yang ibu alami15.
Dukungan oleh suami adalah bentuk hubungan sosial meliputi emotional,
informational, instrumental dan appraisal. Secara rinci dijabarkan sebagai
berikut:
1) Emotional yang dimaksud adalah rasa empati, cinta dan kepercayaan
dari orang lain terutama suami sebagai motivasi.
2) Informational adalah dukungan yang berupa informasi, menambah
pengetahuan seseorang dalam mencari jalan keluar atau memecahkan
masalah seperti nasehat atau pengarahan.
3) Instrumental menunjukkan ketersediaan sarana untuk memudahkan
perilaku menolong orang yang menghadapi masalah berbentuk materi
berupa pemberian kesempatan dan peluang waktu.
4) Appraisal berupa pemberian penghargaan atas usaha yang dilakukan,
memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasi yang dicapai
serta memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan
kepercayaan akan kemampuan individu15.
Memeriksakan kehamilan sejak dini dalam hal ini suami dapat
mendukung isterinya agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik,
menyediakan transportasi atau dana untuk biaya konsultasi. Suami
seharusnya menemani istrinya konsultasi, sehingga suami dapat belajar
32
mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Kematian ibu dapat
dicegah bila suami dapat mengenal komplikasi-komplikasi potensial dan
selalu siaga untuk mencari pertolongan bila hal itu terjadi15.
Dengan menemani isteri pada saat pemeriksaan kehamilan, suami akan
lebih banyak mendapatkan informasi sehingga lebih siap menghadapi
kehamilan dan persalinan isterinya. Selain itu isteri juga lebih merasa aman
dan nyaman diperiksa bila ditemani suaminya 15.
Suami seseorang yang terdekat dengan isteri, suami dianggap paling
memahami kebutuhan isteri. Saat hamil seorang wanita mengalami
perubahan baik fisik maupun mental. Suami sebaiknya memahami
perubahan ini dan dapat lebih bersabar. Suami diharapkan tidak terlalu
cemas agar tidak memengaruhi kondisi emosi isteri. Suami dapat membantu
merencanakan kelahiran oleh tenaga bidan terlatih dan menyiapkan dana
untuk persiapan biaya kelahiran. Suami juga dapat menyusun waktu yang
tepat untuk menyediakan transportasi dan bahanbahan yang diperlukan15.
Salah satu peran suami dalam menurunkan angka kematian ibu adalah
suami dapat memastikan persalinan isterinya ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih dan dapat berjalan dengan aman. Untuk itu suami perlu diberikan
pengetahuan mengenai persiapan persalinan yang meliputi komponen
pembuatan rencana persalinan (tempat, tenaga penolong, transportasi, siapa
yang menemani ibu bersalin, biaya, siapa yang menjaga keluarganya yang
lain) dan membuat rencana siapa pembuat keputusan utama jika terjadi
kegawatdaruratan dan siapa pembuat keputusan bila pembuat keputusan
utama tidak ada15.
c. Dukungan Sosial
Sumber-sumber dukungan sosial memberikan arti yang berbeda bagi
masing-masing individu. Dukungan sosial yang berarti bagi seseorang
mungkin tidak berarti bagi orang yang lain. Dukungan sosial dapat berasal
dari orang-orang yang penting yang dekat (significant others) bagi individu
yang membutuhkan bantuan. Dukungan sosial bisa berasal dari partner,
anggota keluarga, teman. Dalam hubungan antar manusia terdapat tiga
sumber dukungan sosial, yaitu: atasan atau penyelia, rekan sekerja dan
33
keluarga, termasuk suami-istri dan anggota keluarga tidak kalah perannya
walau hanya dalam bentuk dukungan emosional15.
Gottlieb dalam Koentjoro berpendapat dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan
yang diberikan oleh keakraban sosial atau dapat dikatakan karena adanya
kehadiran mereka mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi
pihak penerimanya.15
Dukungan suami masuk didalam lingkup dukungan sosial, dimana
yang dimaksud dari dukungan sosial adalah bentuk dukungan dan hubungan
yang baik untuk memberikan kontribusi penting pada kesehatan. Dukungan
sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan secara emosional yang
mendasari tindakan. Hal tersebut akan membuat orang merasa diperhatikan,
dicintai, dimuliakan dan dihargai15.
d. Karakteristik Ibu
Karakteristik merupakan ciri khas yang mempunyai sifat khas dengan
watak tertentu seperti tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti)
yang membedakannya dengan orang lain. Karakteristik adalah ciri-ciri
khusus yang mempunyai sifat yang khas sesuai dengan watak yang dimiliki
seseorang15.
Menurut Freud dalam Soedarsono karakteristik adalah kumpulan tata nilai
yang terwujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran,
sikap dan perilaku, yang akan ditampilkan secara mantap. 16 Karakteristik
merupakan aktualisasi diri seseorang potensi dari dalam dan internalisasi
nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui pendidikan, percobaan,
pengorbanan dan pengaruh lingkungan, menjadi nilai yang intrinsik yang
melandasi sikap dan perilaku. Notoadmodjo mengatakan bahwa karakteristik
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, umur,
sikap perilaku, etnis, jenis kelamin, pendapatan dan spiritual (keyakinan).5
Menurut Teddy terdapat 2 karakteristik yang memengaruhi individu dan
perilakunya yaitu:
1) Karakteristik lingkungan terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan
situasi.
34
2) Karakteristik individu terdiri dari motivasi dan keterlibatan,
pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup dan demografi (umur, jenis
kelamin, suku, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan)15.
Faktor-faktor yang memengaruhi wanita dalam melakukan pemeriksaan
kehamilan adalah: pendidikan ibu, pendidikan suami, status perkawinan,
ketersediaan sarana kesehatan, biaya, pendapatan rumah tangga, pekerjaan
perempuan, paparan media dan memiliki riwayat komplikasi obstetri.
Kepercayaan budaya dan ide-ide tentang kehamilan juga memiliki pengaruh
pada penggunaan pelayanan antenatal. Paritas secara statistik memiliki efek
negatif yang signifikan terhadap kehadiran memadai. Sementara perempuan
paritas lebih tinggi cenderung menggunakan pelayanan antenatal kurang, ada
interaksi usia perempuan dengan kunjungan antenatal.17
e. Pendidikan
Status Pendidikan seseorang akan memengaruhi seseorang dalam
menggunakan pelayanan kesehatan. Banyak penelitian yang menyatakan
bahwa penggunaan layanan kesehatan meningkat seiring dengan peningkatan
jenjang pendidikan. Peningkatan pendidikan juga meningkatkat pengetahuan
dan kepedulian serta akses terhadap informasi yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi. Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung
mempunyai jumlah pemeriksaan kehamilan lebih baik15.
Wanita berpendidikan tinggi memulai pemeriksaan kehamilan lebih awal
daripada wanita yang berpendidikan rendah15.
f. Pekerjaan
Penelitian yang dilakukan oleh Sjofiatun, menyebut bahwa status ibu
bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perawatan kehamilan
di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan18. Perempuan yang bekerja
lebih memanfatkan pelayanan antenatal care dibandingkan ibu rumah tangga
dan ibu yang tidak bekerja.Wanita yang bekerja cenderung memulai antenatal
care lebih awal. Wanita yang bekerja di luar rumah selama kehamilan secara
signifikan berhubungan terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan.
35