Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam aspek kehidupan
selain berpengauh positif, pengaruh yang ditimbulkan semakin meningkat.,
dengan mudahnya manusia melakukan kegiatan dan gaya hidup kurang sehat
meningkatkan prevalensi Penyakit tidak menular .Penyakit Tidak Menular
(PTM) menjadi penyebab kematian secara global. Data WHO menunjukan
bahwa dai 57 juta kematian yang tejadi didunia pada tahun 2008, sebanyak 36
juta atau hampir dua pertiganya disebabkan Penyakit Tidak Menular. Secara
global telah terjadi transmisi epidemiologi dari penyakit menular menjadi
tidak menular. Penyakit seperti Hipertensi dan Gula Darah adalah penyakit
kronis yang prevalensinya meningkat setiap tahunnya (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010; Yenny, 2006).
Hipertensi adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah lebih
dari 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg..Hipertensi memang dapat
dikatakan sebagai pembunuh diam-diam atau the silent killer. Hipertensi
umumnya terjadi tanpa gejala (asimptomatis). Hal ini dapat berlangsung
bertahuntahun, sampai akhirnya penderita (yang tidak merasa menderita)
jatuh ke dalam kondisi darurat, dan bahkan terkena penyakit jantung, stroke
atau rusak ginjalnya. Komplikasi ini yang kemudian banyak berujung pada
kematian. Dalam Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
diselenggarakan Departemen Kesehatan tahun 1972, ia masih berada pada
urutan ke-11. Pada SKRT tahun 1986, secara mengejutkan naik menduduki
urutan ke-3, dan sejak SKRT tahun 1992, kemudian 1995, lalu 2001,
posisinya telah mencapai urutan ke-1. Hanya dalam tempo 20 tahun, dari
urutan ke-11 melesat ke urutan ke-1, dan bertahan sampai saat ini (Hartono,
2011).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat
disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia
kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja dari insulin, atau
keduanya (Purnamasari, 2009). Prevalensi diabetes mellitus (DM) pada

1
dewasa (usia 20-70 tahun) sebanyak 285 juta orang pada tahun 2010 dan akan
meningkat menjadi 438 juta orang pada 2030 (RISKESDA, 2013).
Faktor-faktor yang mempengaruhi Hipetensi dan Diabetes Melitus
sangat terkait dengan faktor genetik, usia, kebiasaan / Life Style. Paien yang
mengalami penyakit ini akan bepengaruh bagi semua aspek kehidupanya baik
secara Bio-psiko-sosial dan spiritual. Dengan pendekatan strategi patient
self-management education and support diharapkan dapat mencegah
komplikasi akut dan menurunkan komplikasi jangka panjang.
Penatalaksanaan untuk terapi pasien Hipetensi dan Diabetes Melitus harus
secara holistik dan kompehensif (ADA,2014).
Ilmu kedokteran keluarga adalah disiplin ilmu dokte yang
mempelajari tentang dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit
terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga untuk penyakit pasien.
Pelayanan kedoktean keluarga melakukan bebeapa prinsif yaitu
compehensive (promotif, pefentif, kuratif, rehabilitatif, paliatif), integrated,
dan holistik (Bio-Psiko-Sosial-Spiritual). Dengan mengedepankan prinsip
pelayanan kedoktean keluaga dihaapkan dapat mengelola penyakit Hipertensi
dan Diabetes Meletus tipe 2 (Wiyoko,dkk.2015)

B. Profil Puskesmas Wirobrajan


Puskesmas Wirobrajan adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kota Yogyakarta yang memiliki wilayah kerja di Wirobrajan. Puskesma
memiliki satu puskesmas induk yaitu Puskesmas Wirobrajan dengan
Puskesmas Pembantu Tegalmulyo. Puskesmas Wirobrajan terletak di Jl.
Bugisan WB III/437 Yogyakarta, tepatnya di Kelurahan Patangpuluhan,
Kecamatan Wirobrajan, sebelah barat Kota Yogyakarta dengan batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah utara : Kecamatan Tegal Rejo
2. Sebelah timur : Kecamatan Ngampilan dan Mantrijeron
3. Sebelah selatan : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
4. Sebelah barat : Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul
Puskesmas Wirobrajan mempunyai luas wilayah kerja 1,78 Km2
dengan pembagian kelurahan menjadi tiga kelurahan yang terdiri dari :
Kelurahan Pakuncen yang terletak dibagian utara dengan 58 RT dan 12 RW,

2
Kelurahan Wirobrajan terletak dinagian tengah dengan 56 RT dan 12 RW, dan
Kelurahan Patangpuluhan terletak dibagian selatan dengan 51 RT dan 10 RW.
Jumlah keluarga Pakuncen berjumlah 3296 KK dengan jumlah
penduduk 10710 dengan perbandingan laki-laki 5233 dan perempuan 5477
orang. Jumlah penduduk di Kelurahan Wirobrajan 9.534 jiwa terdiri 2968 KK,
dengan perbandingan 4691 laki-laki dan 4843 perempuan. Dan Kelurahan
Patangpuluhan yang terdiri 2353 KK, 7.517 jiwa, dengan perbandingan 3.666
laki-laki dan 3.851 perempuan.
Puskesmas Wirobrajan belum dilengkapi dengan fasilitas awat inap
akantetapi dilengkapi dengan fasilitas UGD dan Ambulance yang setiap saat
dapat digunakan pada jam kerja. Kegiatan pelayanan secara umum meliputi :
Balai Pengobatan Umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), BKIA/KB,
Unit Farmasi, UKS, Konseling Gizi, Kesehatan Lingkungan, Promosi
Kesehatan (Promkes), Poli Lansia, KRR. Pelayanan khusus kepada balita dan
usila dilaksanakan pada kegiatan-kegiatan luar gedung yaitu kegiatan
Posyandu.
Untuk mencapai sasaan wilayah kerja Puskesmas Wirobajan dokte
keluarga memiliki peranan penting didalamnya karena sebagai penapis (goal
keeper) ditingkat pelayanan primer.Berikut adalah 10 besar diagnosis pada
pasien yang berkunjung ke Puskesmas Wirobrajan 1 Agustus 2015 hingga 31
Agustus 2015 (diunduh tanggal 29 November 2015) :

3
Tabel 1. DiunduhRekapitulasi 10 Besar Diagnosis Pasien Puskesmas
Wirobrajan
Periode 1 Oktober 2015 - 31 Oktober 2015

Diunduh pada tanggal 29 November 2015 pukul 13.30 WIB

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang
dapat dirumuskan adalah:
1. Bagaimana menegakkan diagnois holistik pada paien ini?
2. Apakah dampak penyakit hipetesi dan diabete melitus tipe 2 pada
pasien dan pada keluaganya?
3. Bagaimana manajemen kompehensif yang dapat diberikan pada pasien
ini?
D. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Presentasi Kasus ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
ujian kepaniteraan klinik program pendidikan profesi di bagian Ilmu
Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Puskesmas Wirobrajan
Yogyakarta.
2. Tujuan khusus

4
Memberikan informasi serta pengetahuan mengenai bentuk pelayanan
kedokteran dengan pendekatan kedokteran keluarga pada penderita
penyakit. Salah satunya dengan menganalisis penyebab, perilaku atau gaya
hidup apakah telah mendukung pengobatan farmakologi atau tidak. Selain
itu juga penyuluhan dilakukan dengan titik berat agar pasien dan
keluarganya menjadi mengetahui lebih banyak tentang hipertensi dan
diabetes melitus tipe 2 sehingga dapat diminimalisir terjadinya komplikasi
yang terjadi dalam hail ini tekit kasus Hipetensi dan Diabete melitus.

E. Manfaat tulisan
1. Manfaat untuk puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan
umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan
peran puskesmas.
2. Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai saran ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
3. Manfaat untuk pasien
Dengan dilakukan kegiatan ini pasien dapat diketahui secara mendapam
tentang penyakit Hipetensi dan Diabetes melitus sehingga dapat
ditegakkan diagnosis holistik serta dapat mendapatan pelayanan yang
kompehenif.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI
1. Definisi
Menuut Permenkes No 5 tahun 2014 tentang Panduan Praktis
Klinis bagi Dokte di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Hipertensi
adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah lebih dari 140
mmHg dan atau diastolik 90 mmHg. Kondisi ini sering tanpa gejala.
Definisi lain Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan
tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Pusat Data dan Infomasi
Kementian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

2. Etiologi
Mayoitas paien dengan tekanan daah tinggi penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti/ idiopatik. Sekita 90 % penyakit hipetensi
merupakan kategori hipetensi primer atau penyebabnya idiopatik,
sedangkan 10 % kaena penyakit lain yaitu hiperteni sekunder. Yang
menyebabkan hipeteni ini adalah penyakit ginjal, tumo adrenal, penyakit
tiroid, obtructive sleep apnea, penyalah gunaan alkohol dan obat-obatan
(Bill,et.al, 2015)

3. Klasifikasi
Klasifikasi menurut panduan Pusat Data dan Infomasi Kementian
Kesehatan Republik Indonesia (2014) hipertensi terbagi menjadi:
a). Berdasarkan penyebab :
1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90%
penderita hipertensi.
2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

6
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
b) Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik, Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang
meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
c) Terdapat jenis hipertensi yang lain:
1) Hipertensi Pulmonal
Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan
darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan
sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan aktivitas.
Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi penyakit
berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi pulmonal primer
sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan, lebih
sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1,
angkakejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk,
dengan mean survival / sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-
3 tahun.
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada
National Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis
lebih dari 35 mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih
dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih 30 mmHg pada
aktifitas dan tidak didapatkan adanya kelainan katup pad a jantung
kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak
adanya kelainan paru.

7
2) Hipertensi Pada Kehamilan
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat
pada saat kehamilan, yaitu: Preeklampsia-eklampsia , Hipertensi
kronik, Preeklampsia pada hipertensi kronik, dan Hipertensi
gestasional atau hipertensi yang sesaat.
Klaifikasi lain hipetensi adalah Krisis Hipertensi.Merupakan
suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan daah yang sangat tinggi
yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah tejadi kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg,
dikategorikan sebagai hipertensi emegency atau hipertensi ugensi :
a) Hipetensi Emergensi
Merupakan tekanan daah yang meningkat ektrim disertai dengan
kerusakan ogan target akut yang besifat pogresif, sehingga tekanan
darah harus segea diturunkan segera (dalam hitungan menit-jam)
untuk mencegah keusakan ogan lebih lanjut. Contoh gangguan
organ taget akut adalah encephalopathy , perdarahan intrakranial,
gagal ventrikel kiri akut disetai edema paru, STEMI, dan eklamsia
atau hipeteni beat dalam kehamilan (Yogiantoro, 2009).
b) Hipetensi Ugensi
Hipetensi yang ditandai sangat tingginya tekanan darah tanpa
disetai kerusakan ogan target yang pogresif. Tekanan darah
diturunkan dengan obat antihiperteni oral ke nilai tekanan darah
pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam mpai bebeapa hari
(Yogiantoro, 2009).

4. Faktor Resiko
Dengan kemajuan dalam penelitian mengenai hipertensi ternyata
masih banyak lagi faktor yang berperan dalam mekanisme pengaturan
tekanan darah yang belum termasuk dalam teori mosaic.
Multifaktorial yang dihubungkan dengan patogenesis hipertensi
primer yang terutama terdiri dari 3 elemen penting yaitu :
1. Faktor genetic

8
2. Rangsangan lingkungan : terutama asupan garam, stress dan
obesitas
3. Adaptasi struktural yang membuat pembuluh darah dan jantung
membutuhkan tekanan yang lebih tingi dari fungsi normalnya.
Ketiga elemen ini saling terkait dimana pengaruh lingkungan
yang berlebihan dibutuhkan untuk mencetuskan predisposisi genetik
sedangkan perubahan struktural kadang-kadang dipercepat oleh faktor
genetik (Majid, 2010).
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
1) Faktor genetik
Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan
yang dijumpai maupun dari penelitian - Kejadian hipertensi
lebih banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot dari
pada heterozigot, apabila salah satu diantaranya menderita
hipertensi. - Kejadian hipertensi primer dijumpai lebih tinggi
3,8 kali pada usia sebelum 50 tahun, pada seseorang yang
mempunyai hubungan keluarga derajat pertama yang
hipertensi sebelum usia 50 tahun (Majid, 2010;Bell,et.al,2015).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempengauhi egulasi tekanan darah. Fakta
mengatakan homon sex mempengauhi sistem renis
angiotensin. Secaa umum tekanan daah laki-laki lebih tinggi
daipada peempuan (Bell,et.al,2015)
3) Umur
Beberapa penelitian terbukti emkin tinggi usia eseorang maka
emakin tinggi tekanan daahnya, sebgian tejadi pada usia diatas
65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah laki-laki lebih
tinggi daipada perempuan, etelah 65 tahun tekanan darah pada
peempuan lebih tinggi dai-pada laki-laki (Yogianto, 2009).
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Riwayat pola makan
Keseimbangan garam Garam merupakan hal yang amat
penting dalam patofisiologi hipertensi primer. Apabila asupan
garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi hipertensi
beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam antara

9
5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%.
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung GFR
(glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti
oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure
natriuresis) sehingga kembali kepada keadaan hemodinamik
yang normal. Pada penderita hipertensi, mekanisme ini
terganggu dimana pressure natriuresis mengalami reset dan
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan
natrium, disamping adanya faktor lain yang berpengaruh
(Majid, 2010).

10
2) Konsumsi alkohol belebih
3) Aktifitas fisik berkurang
Berkuangnya aktifitas menyebabkan resiko hipeteni lebih
besa pada seorang yang rajin melakukan aktifitas fisisk
(Bill,et.al, 2015)
4) Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan
menaikkan tekanan darah. Nikotin besifat toksik terhadap
jaringan saraf baik sistolik maupun diastolik (Yogianto,
2009).
5) Obesitas
Obesitas Banyak penyelidikan menunjukkan bahwa terdapat
korelasi yang positif diantara obesitas (terutama upper body
obesity) dan hipertensi. Bagaimana mekanisme obesitas
menyebabkan hipertensi masih belum jelas. Akhir-akhir ini
ada pendapat yang menyatakan hubungan yang erat diantara
obesitas, diabetes melitus tipe 2, hiperlipidemia dengan
hipertensi melalui hiperinsulinemia (Majid, 2010)
6) Dislipidemia
Beberapa kelaianan terkait kenaikan profil lipid dapat
meningkatkan tekanan darah (Yogiantoro, 2009).
7) Pikososial dan stess
Stress Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga
oleh aktivitas saraf simpatis (melalui cathecholamin maupun
renin yang disebabkan oleh pengaruh cathecolamin) yang
dapat meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah
menetap tinggi (Majid, 2010).

11
4. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis
di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah (Gayton,2008).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008; Gayton,2008).

5. Penatalakanaan
Menuut Permenkes No 5 tahun 2014 Penatalaksanaan pada kasus
Hipetensi meliputi Modifikasi gaya hidup, dan famakologi.
a. Modifikasi Gaya hidup

12
Penderita prehipertensi dan hipertensi sebaiknya melakukan
modifikasi gaya hidup seperti pada tabel bagian beikut :
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Untuk Pasien Hipetensi menurut
PERMENKES No 5 Tahun 2014

b. Farmakologi
Menurut JNC VIII (2014) tardapat 9 rekomendasi :
1) Pada pasien berusia 60 tahun,
Mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik 150
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi
hingga tekanan darah sistolik tujuan <150 mmHg dan tekanan
darah diastolik tujuan <90 mmHg (rekomendasi kuat - level
A). Jika terapi menyebabkan tekanan darah sistolik yang lebih
rendah (misalnya <140 mmHg) dan terapi ditoleransi dengan
baik tanpa efek samping pada kesehatan dan kualitas hidup,
maka tidak perlu penyesuaian dosis (pendapat ahli level E).
2) Pada pasien berusia <60 tahun,
Mulai terapi farmakologi pada tekanan darah diastolik 90
mmHg dan terapi hingga tekanan darah diastolik tujuan <90
mmHg (untuk usia 30-59 tahun, rekomendasi kuat - level A;
untuk usia 18-29 tahun, pendapat ahli - level E).

13
3) Pada pasien berusia <60 tahun,
Mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik 140
mmHg dan terapi hingga tekanan darah sistolik tujuan <140
mmHg (pendapat ahli level E).
4) Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik,
mulai terapi farmakologi pada tekanan darah sistolik 140
mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi
hingga tekanan darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan
darah diastolik tujuan <90 mmHg (pendapat ahli - level E).
5) Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes, mulai terapi
farmakologi pada tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik 90 mmHg dan terapi hingga tekanan
darah sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik
tujuan <90 mmHg (pendapat ahli - level E)
6) Pada populasi non-kulit hitam secara umum, termasuk yang
mempunyai diabetes, terapi antihipertensi awal harus meliputi
diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB
(rekomendasi sedang - level B). Rekomendasi ini berbeda
dengan JNC 7 di mana panel merekomendasikan diuretik jenis
thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien.
7) Pada populasi kulit hitam secara umum, termasuk yang
mempunyai diabetes, terapi antihipertensi awal harus meliputi
diuretik jenis thiazide atau CCB (untuk populasi kulit hitam
secara umum: rekomendasi sedang - level B; untuk populasi
kulit hitam dengan diabetes: rekomendasi lemah - level C).
8) Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik
(PGK), terapi antihipertensi awal (atau add-on) harus meliputi
ACE inhibitor atau ARB untuk memperbaiki outcome ginjal.
Hal ini diaplikasikan pada semua pasien PGK dengan
hipertensi tanpa memperhatikan ras atau status diabetes
(rekomendasi sedang - level B).
9) Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan darah tujuan. Jika tekanan darah

14
tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan terapi, tingkatkan dosis
obat awal atau tambahkan dengan obat kedua dari salah satu
golongan obat dalam rekomendasi no.6 (diuretik jenis thiazide,
CCB, ACE inhibitor, atau ARB). Dokter harus terus menilai
tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi hingga
tekanan darah tujuan tercapai. Jika tekanan darah tujuan tidak
dapat tercapai dengan 2 obat, tambahkan dan titrasi obat ketiga
dari daftar yang diberikan. Jangan gunakan ACE inhibitor dan
ARB bersamaan pada pasien yang sama.

15
Alogaritma Penatalaksanaan Hipetensi Menuut JNC VIII (2014) :

Pasien hipertensi 18 tahun

Intervensi gaya hidup

Tetapkan target tekanan darah dan mulai anti hipertensi berdasarkan usia, ada tidaknya DM serta PGK

Usia 60 th Usia < 60 th Semua usia dengan DM,


Semua
tanpa
usia,
PGKPGK dengan atau tanpa DM

Target tekanan darah sistolik


Target
< 150
tekanan
mmHgdarah
diastol
sistolik
< 90 <mmHg
140
Target
mmHg tekanan
diastoldarah
< 90 sistolik
mmHgTarget
< 140
tekanan
mmHg darah
diastol
sistolik
< 90<mmHg
140 mmHg diastol <

Diuretik golongan tiazid atau penghambat ACE atauDiuretik


ARB ataugolongan
CCB, tunggal
tiazid atau CCB
kombinasi
Penghambat
tunggal atau
ACE
kombinasi
atau ARB, tunggal atau kombinasi dengan ob

Pilih strategi titrasi obat:


Maksimalkan dosis obat pertama sebelum menambahkan obat kedua
Tambahkan obat kedua sebelum obat pertama mencapai dosis obat maksimal
Mulai dengan 2 obat beda kelas atau dalam bentuk obat kombinasi

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak
Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan
Untuk strategi A dan B tambahkan titrazid, penghambat ACE, ARB, atau CCB
(gunakan obat dari kelas yang belum digunakan dan hindari kombinasi ACE ARB)
Untuk strategi C titrasi dosis obat sampai maksimal

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan


Untuk strategi A dan B tambahkan titrazid, penghambat ACE, ARB, atau CCB
(gunakan obat dari kelas yang belum digunakan dan hindari kombinasi ACE ARB)
Untuk strategi C titrasi dosis obat sampai maksimal

Ya
Tekanan darah sesuai target?
Tidak

Kembali tekankan modifikasi gaya hidup dan pengobatan


Tambahkan obat dari kelas baru (misal beta bloker, agonis aldosteron atau yang lain)
Dan/ atau rujuk kedokter spesialis

Tidak Ya
Tekanan darah sesuai target? Lanjutkan pengobatan dan kontrol

Gambar 1. Alogaitma Penatalaksanaan Hipertensi Menuut JNC VIII

16
Tabel 3. Beberapa Jenis Antihipertensi Oral
Dosis/hari
Kelas Obat Subkelas Contoh Obat (Frekuansi Efek samping
dosis harian)
Diuretik Hidroklortiazid Hipokalemia, hiperurisemia,
Tiazid 12,5-50 mg (1)
(HCT) hipoglikemia, peningkatan
Klordaridon 12,5-25 mg (1) kolesterol dan trigliserid
Loop diuretic Furosemid 20-80 mg(2) Hipokalemia, hiperurisemia
Diuretik Hiperkamemia,
Amilorid 5-10 mg(1-2)
hemat kalium ginekomastia
Penyekat Propanolol 40-160 mg (1- Bronkospasme, bradikardia,
2) blok jantung, rasa lelah,
Atenolol 25-100 mg (1) peningkatan trigliserid
Bisoprolol 2,5-10 mg (1)
Penghambat Captopril 25-100 mg (2)
ACE Batuk-batuk, hiperkalemia,
Ramipril 2,5-20 mg (1) azotemia, angioedema
Lisinopril 10-40 mg (1)
ARB Valsartan 80-320 mg (1-
2)
Irbesatran 150-300 mg
Hiperkalemia, azotemia
(1)
Losatran 25-100 mg (1-
2)
CCB Nondihidropi Verapamil 120-360 mg
ridin (1)
Edema, Konstipasi
Diltiazem 120-540 mg
(1)
Dihidropiridi Amlodipin 2,5-10 mg (1)
n Edema, Konstipasi,
Nifedipin 30-60 mg (1) bradikardia, blok jantung
(Lepas lambat)
Agonis Klonidin Mulut kering, pusing,
0,1-0,8 mg (2) sedang ringan, kelelahan,
depresi, edema
Sentral Reserpin Angina, bradikardia,
0,1-0,25 mg sinkrop, pusing, depresi,
(1) mimpi buruk, diskinesia,
tardif, letargi
Hiperkalemia,
Antagonis
Spironolakton 25-50 mg (1) ginekomastia, hiponatremia,
Aldosterone
ruam

17
18
B. DIABETES MELITUS
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah kelainan metabolic yakni ditemukan
ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat, akibat gangguan pada
mekanisme insulin yang normal, menimbulkan hiperglikemia, glikosuria,
poliuria, rasa haus, rasa lapar, badan kurus, dan kelemahan (Dorlan,
2008). Menurut ADA 2014 Diabetes mellitus adalah penyakit kronis
yang kompleks yang memerlukan kontrol yang rutin dimana memiliki
resiko multifaktorial, dengan pendekatan strategi glicemik kontrol untuk
penetalaksanaannya. Dengan pendekatan strategi patient self-
management education and support diharapkan dapat mencegah
komplikasi akut dan menurunkan komplikasi jangka panjang.
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang dapat
disebabkan berbagai macam etiologi, disertai dengan adanya
hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau gangguan kerja
dari insulin, atau keduanya (Purnamasari, 2009).

2. Epidemiologi
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa klit putih berkisar antara 3%-
6% dari jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes
meningkat cepat dalam 10 tahun terakhir. Di Amerika Serikat, penderita
diabetes meningkat dari 6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi
20.676.427 jiwa di tahun 2010.4 Di Indonesia, kekerapan diabetes
berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa tempat yaitu di
Pekajangan 2,3% dan di Manado 6% (Ndaha, 2014).

3. Klaifikasi
Jenis danTipe Diabetes Melitus ADA 2014 :
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Pada Diabetes Melitus Tipe satu dikenal dengan Diabetes
tergantung Insulin. Tipe ini berkembang jika sel-sel Beta Pnkreas
memproduksi insulin terlalu sedikit atau tidak memproduksi sama
sekali, yang disebabkan autoimunitas atau idiopatik. Diabetes Tipe
1 disebabkan karena kerusakan sel beta yang menyebabkan

19
defisiensi insulin abslut. Penderita Diabetes Tipe 1 ini sekitar 5-
10% penderita DM (ADA, 2014).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 dikenal sebagai Diabetes tidak
tergantung insulin. Diabetes tipe ini berkembang ketika tubuh masih
menghasilkan insulin tetapi tidak cukup dalam pemenuhannya atau
bisa juga insulin yang dihasilkan mengalami resistensi yang
menyebabkan insulin tidak dapat bekerja secara maksimal. Kondisi
pada pasien tipe 2 bervariasi, mulai dari resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertasi resistensi insulin. Sekitar 90-95% penderita DM adalah
Diabetes Tipe 2 (ADA, 2014).
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
DMG diakibatkan dari kombinasi kemampuan reaksi dan
pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup. Biasanya terjadi pada
kehamilan dan akan sembuh setelah melahirkan. Penderita DMG
terjadi 2-5% dari seluruh kehamilan (ADA, 2014).
d. Diabetes Melitus Tipe Lain
DM disebabkan karena kelainan genetic, penyakit pancreas,
obat, infeksi, antibody, sindroma penyakit lain. Diabetes tipe lain
dapat juga disebabkan defek genetik fungsi insulin, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia (ADA, 2014).

20
Klasifikasi menurut PEKENI (2011) :
Tabel 4. Klasifikasi Diabetes Melitus Menurut PERKENI (2011).

4. Faktor Resiko
Faktor risiko pada penyakit diabetes melitus tipe 2 dalam Suyono
(2009) dibagi menjadi dua kategori yaitu faktor resiko yang tidak dapat
diubah dan faktor resiko yang dapat diubah. Berikut adalah macam-
macam faktor resiko yang terdapat pada penderita DM tipe 2 yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan
tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik (Suyono,
2009).
2) Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes
sering muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut,
terutama setelah usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya
berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin
(Suyono, 2009).
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Stres
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar

21
serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek penenang sementara
untuk meredakan stres, tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya
bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus (Suyono,
2009).
2) Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan
resiko terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat
merusak pankreas, sedangkan berat badan lebih (obesitas)
mengakibatkan gangguan kerja insulin ( resistensi insulin)
(Suyono, 2009).
3) Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan
mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau
aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan. Sedangkan
faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas
minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit
(Suyono, 2009).
4. Obesitas
5. Merokok
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi
berhubungan dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada
sistem renin-angiotensin dan konsekuensi metabolik yang
meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan
dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/
disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi
bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh darah
(Suryono, 2009).

5. Patofisiologi
Pancreas adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di
belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang
berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau

22
Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormone insulin
yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Insulin
yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan
menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak
dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah
meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1
(Suryono, 2008).

Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa


normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap)
insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan
sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM
tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor)
kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM
tipe 1, bedanya adalah pada DM tipe 1 disamping kadar glukosa
tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa
ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang
baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di
samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan
transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai
bahan bakar untuk metabolisme energy ( Ndraha, 2014; Purnamasari
& Poewantoro, 2011).

6. Penegakan Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM seperti tersebut di bawah ini.

23
Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah
dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga
pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.
3. Dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
Alogaitpa Penegakan Diagnosis DM menuut PERKENI 2011, PERMENKES,
2014 :

24
7. Penatalaksanaan
Tujuan Penatalakanaan Pengelolaan Diabetes Melitus menuut
PERKENI (2011) :
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian
glukosa darah.

25
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui
pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku (PERKENI,2014).

Pilar Penatalaksanaan Diabetes Mellitus tediri dari 4 komponen yaitu


edukasi, Terapi Gizi Medis, Latihan Jamani, Inteveni Famakologi
(Berdasarkan PERKENI 2011) :

a. Edukasi
Perlunya edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
penyakit diabetes melitus secara jelas. Meliputi penyebab, faktor
resiko, komplikasi,dll. Diperlukan edukasi untuk mengubah
perilaku pasien yang kurang sehat menjadi perilaku dengan pola
hidup sehat. Untuk mencapaikeberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan
motivasi. Pasien juga diberi pengetahuan untuk rajin mengontrol
kadar gula darahnya yang dapat dilakukan secara mandiri atau
dengan rutin kontrol ke puskesmas.
b. Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari
penetalaksanaan Diabete Melitus total. Kunci keberhasilan TNM
adalah ketertiban secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta paien dan keluaganya).
Prinsip pengaturan makanan pada disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing. Menekankan perntingnya keteraturan makan
dalam jadwal makanan, jenis, dan jumlah makanan, teutama
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa atau insulin
(PERKENI, 2011).

26
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
1) Karbohidrat

o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan


energi.
o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
o Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang
berserat tinggi.
o Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga
yang lain
o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti
gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian
(Accepted- Daily Intake)
o Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat
diberikan makanan selingan buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak

o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan


kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan
energi.
o Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
o Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak
tidak jenuh tunggal.
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
o Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
3) Protein

27
o Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
o Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,
cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk
susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.
4) Serat
o Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes
dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat,
dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
o Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
5) Pemanis alternatif
o Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah
gula alkohol dan fruktosa.
o Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol.
o Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu
diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
c. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara
teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit),
merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2.
Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan
tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain
untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah (PERKENI,2011;Tjokronegoro, 2012).

28
Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan
(PERKENI,2011;Tjokronegoro, 2012)..
d. Terapi Farmakologis
Pada diabetes tipe II terdapat tiga jenis obat, yaitu:
Obat hipoglikemik oral (OHO) yang dibagi menjadi 4 golongan:
Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea
dan glinid
Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin,
tiazolidindion
Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Penghambat absorpsi glukosa, penghambat glukosidase alfa

29
30
8. Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus
Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk menilai hasil terapi DM, hal yang paling mudah dilakukan
adalah dengan memantau kadar glukosa darah. Untuk memantau kadar
glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Waktu pemeriksaan PGDM
bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan yang pada umumnya
terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada
saat sebelum makan, 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal
glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan
di antara siklus tidur(untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang
kadang tanpa gejala),atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic
spells (PERKENI,2011).
Kriteria Pengendalian Diabetes Mellitus
Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan
pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes
terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang
diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang
diharapkan. Untuk usia > 60 tahun dengan komplikasi kada glukosa daah
bisa lebih tinggi (puaa 100-125 mg/dl) dan sesudah makan 145-180 mg/dl.
Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan
pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.

9. Komplikai
Komplikasi lambat diabetes sangat meningkatkan resiko akan
penyakit jantung dan pembuluh, antara lain hipertensi dan infark

31
jantung. Selain itu komplikasi diabetes mellitus dibagi 2 yaitu
komplikasi akut dan kronis (Tjay dan Rahardja, 2002).
a. Komplikasi akut
1) Ketoasidosis metabolik
Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang di
tandai oleh trias, teritama diakibatkan oleh defisiensi insulin
absolut atau insulin relatif.
2) Hipoglikemik
Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya di
sebabkan peningkatan kadar insulin yang kurang tepat atau
asupan karbohidrat kurang.
3) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes
tanpa di sertai adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat,
tanpa hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
b. Komplikasi kronis
1) Mikroangiopati
a) Retinopati diabetikum
Disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina.
Faktor terjadinya retinopati diabetikum adalah lamanya
menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah,
faktor sistemik (hipertensi, kehamilan).
b) Nefropati diabetikum
Ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi
dalam urin yang disebabkan adanya kerusakan pada
glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan faktor resiko
dari gagal ginjal kronik.
c) Neuropati diabetikum
Ditandai dengan hilangnya refleks. Selain itu juga bisa
terjadi poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu
sindrom yang di tandai dengan gangguan pada satu atau
lebih akar saraf dan dapat di sertai dengan kelemahan
motorik, biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
2) Makroangiopati
a) Penyakit jantung koroner
Diawali dengan berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM

32
sendiri tidak meningkatkan kada LDL, namun sedikit
kadar LDL pada DM tipe 2 sangat bersifat atherogeni
karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.
b) Kaki diabetik
4 faktor utama yang berperan dalam terjadinya kaki
diabetik adalah kelainan vaskular (angiopati) contohnya
pada ateroskerosis, kelainan saraf (neuropati otonom dan
perifer), infeksi, perubahan biomekanika kaki.

33
C. TENSION HEADCHE
1. Definisi
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri
kepala tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering
dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan
stres. Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang mempunyai
perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan kemampuan diri sendiri
dan mudah menjadi gentar dan tegang. Pada akhirnya, terjadi
peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga. Pada saat itulah terjadi
gangguan dan ketidakpuasan yang membangkitkan reaksi pada otot-otot
kepala,leher, bahu, serta vaskularisasi kepala sehingga timbul nyeri
kepala (PERMENKES No 3, 2014).
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai
semua usia, namun sebagian besar pasien adalah dewasa muda yang
berusiasekitar antara 20-40 tahun (PERMENKES No 3, 2014).
2. Etiologi
Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya TTH adalah :
Tension (keteganggan) dan stress.
Tiredness (Kelelahan).
Ansietas (kecemasan).
Lama membaca, mengetik atau konsentrasi (eye strain)
Posture yang buruk.
Jejas pada leher dan spine.
Tekanan darah yang tinggi.
Physical dan stress emotional (Sasongko, 2010).
3. Manifestasi Klinik
Gejala klinis pada Tension Headache (PERMENKES No 3, 2014):
Pasien datang dengan keluhan nyeri yang tersebar secara difus dan
sifat nyerinya mulai dari ringan hingga sedang.
Nyeri kepala tegang otot biasanya berlangsung selama 30 menit
hingga 1 minggu penuh.
Nyeri bisa dirasakan kadang-kadang atau terus menerus.

34
Nyeri pada awalnya dirasakan pada leher bagian belakang kemudian
nyeri kepala bagian belakang selanjutnya menjalar ke bagian depan.
Selain itu, nyeri ini jugadapat menjalar ke bahu.
Tidak disertai mual ataupun muntah tetapi anoreksia mungkin saja
terjadi.
Gejala lain yang juga dapat ditemukan seperti insomnia (gangguan
tidur yang sering terbangun atau bangun dini hari), nafas pendek,
konstipasi, berat badan menurun, palpitasi dan gangguan haid.
Pada nyeri kepala tegang otot yang kronis biasanya merupakan
manifestasi konflik psikologis yang mendasarinya seperti kecemasan
dan depresi. pasien
Nyeri kepala dirasakan seperti kepala berat, pegal, rasa kencang pada
daerah bitemporal dan bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling
kepala.
Nyeri kepala tipe ini tidak berdenyut.

4. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis TTH adalah dengan anamnesis dan pemeiksaan
fisik (PERMENKES No 3, 2014)::
a. Anamnesis
Bagian yang mendukung adalah adanya faktor psikis yang melatar
belakangi dan karakteristik gejala nyeri kepala (tipe, lokasi,
frekuensi dan durasi nyeri) harus jelas.
b. Pemeriksaan Fisik
o Tidak ada pemeriksaan fisik yang berarti untuk mendiagnosis
nyeri kepalategang otot ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda vital
harus normal, pemeriksaan neurologis normal.
o Pemeriksaan yang dilakukan berupa pemeriksaan kepala dan leher
serta pemeriksaan neurologis yang meliputi kekuatan motorik,
refleks, koordinasi, dansensoris.
o Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui adanya
peningkatan tekanan pada bola mata yang bisa menyebabkan sakit
kepala.
o Pemeriksaan daya ingat jangka pendek dan fungsi mental pasien
juga dilakukan dengan menanyakan beberapa pertanyaan.

35
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan berbagai
penyakit yang serius yang memiliki gejala nyeri kepala seperti
tumor atau aneurisma dan penyakit lainnya.
c. Pemeriksaan Penunjang
Tidak diperlukan

5. Penatalaksanaan
Berikut adalah penatalaksanaan untuk Tension Headache atau Tension
Type Headache (TTH) menuut PEMENKES RI No 3 Tahun 2014 :
a. Timbulkan rasa empati pada pasien
Pembinaan hubungan empati awal yang hangat antara dokter
dan pasien merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk
keberhasilan pengobatan. Penjelasan dokter yang meyakinkan pasien
bahwa tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau
otaknya dapat menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak
atau penyakit intrakranial lainnya. Penilaian adanya kecemasan atau
depresi harus segera dilakukan. Sebagian pasien menerima bahwa
kepalanya berkaitan dengan penyakit depresinya dan bersedia ikut
program pengobatan sedangkan pasien lain berusaha
menyangkalnya. Oleh sebab itu, pengobatan harus ditujukan kepada
penyakit yang mendasari dengan obat anti cemas atau anti depresi
serta modifikasi pola hidup yang salah, disamping pengobatan nyeri
kepalanya.
b. Farmakoterapi
Saat nyeri timbul dapat diberikan beberapa obat untuk menghentikan
atau mengurangi sakit yang dirasakan saat serangan muncul.
Penghilang sakit yang sering digunakan adalah:
o Acetaminophen
o NSAID seperti aspirin, ibuprofen, naproxen,dan ketoprofen.
Pengobatan kombinasi antara acetaminophen atau aspirin
dengan kafein atau obat sedatif biasa digunakan bersamaan.
o Cara ini lebih efektif untuk menghilangkan sakitnya, tetapi
jangan digunakan lebih dari 2 hari dalam seminggu dan
penggunaannya harus diawasi oleh dokter.
c. Konseling dan Edukasi

36
1) Keluarga ikut meyakinkan pasien bahwa tidak ditemukan
kelainan fisik dalam rongga kepala atau otaknya dapat
menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak atau penyakit
intrakranial lainnya.
2) Keluarga ikut membantu mengurangi kecemasan atau depresi
pasien, serta menilai adanya kecemasan atau depresi pada pasien.

37
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J
Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 13 Desember 1957
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Alamat : Mancasan Wb 2 RT 40/RW 09, Wirobrajan.
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjahit
Status Perkawinan : Janda
Pendidikan Terakhir : Tamatan SD
Nomor Rekam Medis : 1282
Kunjungan Puskesmas : 28-11-2015
Kunjungan Rumah : 28-11-2015
Jaminan Kesehatan : 00016119652251

B. Autoanamnesis
1. Keluhan Utama :
Leher kenceng dan kenceng dan nyeri kepala dan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Wirobrajan dengan tujuan utama
untuk kontrol tekanan darah tinggi dan gula darah. Saat datang ke
puskesmas pasien juga mengeluh nyeri kepala, leher terasa kencang dan
susah tidur. Keluhan ini diarasakan paien sudah 3 hari. Awalnya pasien
merasakan leher teasa berat kemudia menjalar ke kepala. Pasien
mengatakan bahwa akhir-akhir ini sangat sibuk dengan pekejaannya dan
lupa makan, minum dan kurang istirahat. Pasien sangat terganggu dengan
keluhan yang dialami sehingga tidak bisa menjahit lagi untuk
menyelesaikan pesanan pelanggannya. Pasien merasa enakan bila tidur dan
istirahat dan keluhan muncul lagi bila memikirkan pesanan pasien yang
belum jadi.Pasien sudah mengobati dengan membeli obat diwarung
Bodrex dan minum obat rutin dari puskesmas akan tetapi keluhan yang
dirasakan belum berkurarang.
Pasien merupakan seorang yang utin datang ke Pukema Wirobajan
untuk mengontrolkan diri tekanan darah tinggi dan gula darah. Pasien

38
mengetahui menderita tekanan darah tinggi pada tahun 2011 karena
diopname karena tidak sadarkan diri, pada saat itu tensi pasien 250/130
mmHg. Dua tahun setelah mengalami tensi tinggi paien di diagnois
mengalami Diabetes Melitu tipe 2. Pasien terdiagnosis Diabetes Melitu
tipe 2 untuk pertamakalinya saat memerikaakan diri ke Pukemas dan
didapatkan Gula darah puasa 220 mg/dl serta gula darah 2 jam post
prandial 300 mg/dl.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pada tahun 2011 pasien pertamakalinya mengetahui menderita
Hipetensi karena diopname di RSUP DR. Sardjito kaena jatuh tidak
sadarkan diri , pada saat itu tensi pasien 250/130 mmHg sehingga paien
dirawat di rumah akit selama 8 hari. Dua tahun setelah mengalami tensi
tinggi paien di diagnois mengalami Diabetes Melitu tipe 2. Pasien
terdiagnosis Diabetes Melitu tipe 2 untuk pertamakalinya saat
memerikaakan diri ke Pukemas karena badan tidak enak dan pegal-pegal
dikaki kemudian dilakukan tes Gula Darah didapatkan hasil Gula darah
puasa 220 mg/dl serta gula darah 2 jam post prandial 300 mg/dl. Riwayat
rawat inap di RSUD Wirosaban pada tahun 2014 akibat alergi Aspilet.
Riwayat penyakit lain seperti Stroke (-), Kolesterol tinggi (-).

39
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : Ayah, Ibu, Adik kandung nomer 2, Adik
kandung nomer 3, Adik kandung nomer 6.
Riwayat Diabetes : Adik kandung nomer 8.
Riwayat Jantung : Ayah, Adik kandung nomer 5, Adik
kandung nomer 7.
Riwayat Stroke : Ibu

5. Riwayat Personal Sosial Lingkungan (RPSL).


- Pendidikan :
Pasien lulusan SD. Sebenenya pasien ingin melanjutkan sekolahnya
menjadi seorang guru akantetapi keinginanya itu tidak dapat tecapai
karena ia harus membantu kedua orang tuanya mencari uang untuk
menghidupi adik-adiknya.

- Riwayat sosial :
Hubungan pasien dengan kelurga dalam satu rumah kurang
baik. Pasien tinggal di rumah bersama anak nomer 2 dan istrinya, anak
nomer 3 beserta istri dan anaknya. Pasien sering berkonflik dengan
kedua menantunya yang tinggal satu rumah karena kedua menantunya
sangat malas tidak mau melakukan pekerjaan rumah tangga, sering
belanja dan sangat tidak pedulu kepada pasien. Hubungan menantu ke
2 dan menantu ke 3 juga tidak baik kaena meraka saling iri satu sama
lain. Hubungan pasien dengan menantu nomer 4 juga tidak baik karena
menantunya seoang janda yang usianya beda 14 tahun dengan anaknya
dan juga tidak memperdulikan pasien. Hubungan pasien dengan anak-
anaknya sangat baik. Hubungan pasien dengan tetangga kurang baik.
Pasien jarang keluar rumah ke tetangga sebelah karena sakit hati anak
ke empat pasien dituduh menghamili janda dan dilarang keluar oleh
anak ke empat pasien.

40
- Riwayat perkawinan :
Pasien menikah dengan suaminya pada tahun 1978 akan tetapi suami
meninggal pada tahun 2004 akibat gagal ginjal dan hipetensi yang
dialami suaminya , pada penikahanya pasien dikaruniai 4:
o Anak petama : Jenis kelamin laki-laki berusia 35 tahun yang
tinggal besama istri dan anaknya tinggal tidak dalam satu rumah
dengan pasien.
o Anak kedua : Jenis kelamin laki-laki berusia 34 tahun yang
tinggal satu rumah dengan pasien besama istri. Dalam pernikahan
mereka selama sebelas tahun belum dikaruniai anak.
o Anak ketiga : Jenis kelamin laki-laki berusia 31 tahun yang
tinggal satu rumah dengan pasien besama istri dan kedua anaknya.
o Anak ketiga : Jenis kelamin laki-laki berusia 29 tahun tinggal
bersama istri dan anaknya. Tidak dalam satu rumah dengan paien.

- Riwayat pekerjaan :
Pasien seorang penjahit yang sering menerima pesanan seprei,
perbaikan baju dari tetangga sekitar rumah. Pasien sangat sibuk dengan
pekejaannya meskipun sudah tua karena pasien harus mencukupi
kebutuhan hidupnya sendiri . Pasien sering lupa waktu bila harus
menyelesaikan jahitan pesanan pelanggan hingga lupa untuk istirahat
dan makan. Pasien bisa 13 jam tanpa istiahat didepan mesin jahit untuk
menyeleaikan pesanan pelanggannya. Bila pesanan pelanggan belum
seleai pasien sangat khawatir sehingga harus diselesaikan walaupun
waktu istirahatnya menjadi sedikit. Selain menjahit pasien juga seorang
ibu umah tangga yang harus mengurusi semua urusan rumah tangga
seperti mencuci baju, mencuci piring dan bersih-bersih rumah karena
kedua menantunya tidak mau membantu pasien.
- Lingkungan tempat tinggal :
Pasien tinggal di tempat yang cukup padat penduduk, jarak antar
rumah sangat berdekatan. Jalan didepan rumah sangat sempit harus
masuk gang-gang sempit yang hanya bisa dilalui sepeda atau motor.
Kondisi rumah dalam satu atap tesekat dengan bahan triplek menjadi 3
bagian rumah yaitu rumah pasien, anak ke dua dan anak ketiga. Kondisi

41
rumah agak berantakan terdapat hewan peliharaan kucing dan burung.
Sirkulasi dan pencahayaan kurang memadai akan tetapi lantai pasien
udah berkeramik.

- Gaya hidup :
o Pola makan
Pasien makan 3 x sehari dengan menu makanan rebus-rebuan, pasien
mau makan sayu dan buah, mengurangi makanan yang asin-asin,
akan tetapi tekadang paien lupa untuk makan karena kesibukannya
dengan jahitan yang harus segera diselesaikan.
o Olahaga
Pasien jarang olahraga, hanya melakukan senam lansia 3 x selama
satu bulan yang dilakukan di Balai Desa karena terlalu sibuk dengan
pekejaannya. Olahaga lain tidak dilakukan hanya aktivitas fisik ibu
rumah tangga.
o Istirahat
Waktu istirahat pasien tidur pasien sekitar 6 jam an, pasien eing uah
tidur karena memikirkan kejaan yang belum selesai terkadang pasien
melembur menyelesaikan jahitan.
o Kebiasaan
Pasien tidak meokok dan minum-minuman keras, hanya saja di
rumah tesebut anak pasien nomer 2 adalah perokok yang sering
merokok di dalam rumah.
o Manajemen Stress
Bila menghadapi masalah pasien akan menyelesaikan segera maalah
itu apabila terjadi pada anak-anak kandungnya, akan tetapi bila
masalah tersebut terjadi pada manentunya pasien hanya bisa diam
karena tidak pernah didengarkan.

42
- Riwayat keluarga :
Pasien adalah anak empat dari 10 bersaudara. Pasien merupakan
seorang janda yang tinggal besama kedua anak dan menantu seta cucu
dalam satu atap tapi rumah tersebut terdapat sekat pembatas.

6. Review Sistem
a. Sistem saraf pusat : Kepala nyeri terasa berat.
b. Sistem saraf perifer : dalam batas normal
c. Sistem kardiovaskular : dalam batas normal
d. Sistem respirasi : dalam batas normal
e. Sistem gastrointestinal : dalam batas normal
f. Sistem urinary : dalam batas normal
g. Sistem muskuloskeletal : Leher terasa berat.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Kesan dan Keadaan Umum : Compos Mentis, baik.
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 165/100 mmHg
Nadi : 84 x/menit, regular, isi, dan tegangan cukup
Suhu : 36,2oC
Pernafasan : 21 x/menit
3. Antropometri
Tinggi Badan : 157 cm
Berat Badan : 64kg
IMT : 25,9
4. Status Gizi : Obesitas Grade I
5. Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Simetri, mesosefal
Rambut : Lurus, warna hitam dan sebagaian sudah
beruban
6. Pemeriksaan Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : reflek cahaya (+/+), isokor
7. Pemeriksaan Hidung : Secret (-/-), epitaksis (-/-)
8. Pemeriksaan Telinga: Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
9. Pemeriksaan Leher
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kelenjar Inn : Tidak membesar, nyeri (-)
JVP : Tidak meningkat
10. Pemeriksaan Dada

43
Pulmo:
Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-), deformitas (-),
retraksi (-)
Palpasi : simetris, ketertinggalan gerak (-), vokal fremitus
normal
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V
Perkusi : batas jantung kanan atas: SIC II parasternal
dextra. Kanan bawah: SIC IV parasternal dextra. Kiri atas: SIC II
parasternal sinistra. Kiri bawah: SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising (-)
11. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-)
Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit.
Palpasi : supel,nyeri tekan (-) hepar lien tak teraba,massa (-)
Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut.
12. Pemeriksaan Ekstermitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas Bebas Bebas Bebas
Tonus Normal Normal Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Edema - - - -
Akral Hangat Hangat Hangat Hangat
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tremor - - - -
Pulsatil Normal Normal Normal Normal
Nadi Reguler Reguler Reguler Reguler

D. Monitoring Tekanan Darah dan Kadar Glukosa Darah


Pengukuan pada Januari November 2015 :
No Tanggal TD GDS GDP 2JPP
1 02 01 - 2015 150/90 mmHg 70 mg/dl 94 mg/dl
2 14 01 - 2015 140/90 mmHg
3 18 02 - 2015 140/80 mmHg 92 mg/dl 118 mg/dl
4 25 02 - 2015 160/90 mmHg
5 04 03 - 2015 170/90 mmHg 113 mg/dl 114 mg/dl
6 19 03 - 2015 140/90 mmHg

44
7 30 03 - 2015 150/90 mmHg 110 mg/dl 113 mg/dl
8 18 04 - 2015 160/100 mmHg
9 01 05 - 2015 140/900 mmHg
10 09 06 - 2015 150/90 mmHg 114 mg/dl 116 mg/dl
11 18 06 - 2015 160/100 mmHg
12 03 08 - 2015 160/90 mmHg
13 02 9 2015 150/90 mmHg 114 mg/dl 115 mg/dl
14 1 10 2015 160/90 mmHg 72 mg/dl 123 mg/dl
14 07 11 - 2015 140/80 mmHg 109 mg/dl
15 28 11 - 2015 160/100 mmHg 106 mg/dl

E. Diagnosis Kerja
Hipertensi Stage 2 tidak terkontrol, Diabete Melitus tipe 2 terkontol, Tension
Headache.
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
R/ Metformin tab mg 500 no XV
S 1 dd tab 1
R/ Amlodipin tab mg 10 no XXX
S 1 dd tab 1 (pagi)
R/ Paracetamol tab mg 500 no X
S 1 dd tab 1 (bila leher berat)

2. Non Famakologis
Edukasi, meliputi :
a. Penyakit dan komplikasi penyakit yang diderita pasien.
b. Modifikasi gaya hidup sehat
Menjaga pola hidup sehat untuk mendapatkan kualitas hidup yang
baik
Menjaga berat badan ideal
Makan-makanan dengan gizi seimbang.
Melakukan olahaga aeobik sepeti jalan sehat dilakukan 3-5 kali
seminggu dengan durasi 30 menit.
Kurangi beban kerja dan istirahat yang cukup.

45
BAB IV
PEMBAHASAN

A. ANALISIS KASUS
Diagnosis klinis pada pasien ini adalah Hipertensi Stage 2 tidak
terkontrol, Diabete Melitu tipe 2 terkontol, Tenion Headache.. Diagnosis
tersebut didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis pasien mengetahui menderita
Hipetensi sejak 4 tahun yang lalu dan diabetes mellitus tipe 2 sejak 2 tahun
lalu. Pasien rutin kontrol ke puskesmas setiap 14 hari sekali untuk mengambil
obat, untuk cek tekanan darah, dan sebulan sekali untuk cek gadar glukosa
darah. Pasien mengaku minum obat hipertensi dan diabetes melitus teratur
setiap hari sesuai anjuran dokter puskesmas.
Illness merupakan keaadaan sakit yang dirasakan oleh manusia yang
didapat dari penyakit tersebut (bersifat subyektif). Illness terdiri dari beberapa
komponen, yaitu perasaan, pemahaman terhadap penyakit, harapan dan efek
penyakit yang dirasakan pasien terhadap fungsi hidupnya.
Berikut adalah komponen illness dan hasil yang didapat dari
pemeriksaan pasien terhadap penyakitnya:
NO KOMPONEN PASIEN
1. Perasaan Saat pasien mengetahui dirinya terkena penyakit hipetensi
dan diabete pasien sangat khawatir dan takut. Pasien
sangat takut bila nanti penyakitnya menjadi parah dan
pasien cepat meninggal.
2 Ide/Pemikiran Pasien merasa bahwa dirinya terkena hipertensi dan
diabetes karena keturunan dan pola makannan yang dahulu
tidak teratur suka makan makanan yang sembarangan
sepeti makan makanan yang manis-manis dan asin-asin.
Penyakit ini juga timbul karena terlalu banyak mikir. Bisa
sembuh bila tidak makan asin-asin, manis-manis dan tidak
mikir banyak.
3 Harapan Pasien menginginkan agar penyakit hipeteni dan diabetes
melitu yang dialami pasien sembuh sehingga pasien tidak

46
perlu minum obat lagi.
4 Efek tergadap Pasien sangat teganggu dengan sakit yang dilami karena
fungsi bila sedang kumat pasien menjadi tidak bia bekerja untuk
memenuhi kebutuhan haian dan tidak bisa melakukan
aktifitas rumah tangga.

B. Analisis Kunjungan Rumah


1. Kondisi Pasien
Kunjungan pasien ke puskesmas pada tanggal 28 November 2015 dan
kunjungan ke rumah pasien pada tanggal 28 November 2015. Saat
kunjungan ke rumah, kondii pasien nampak baik keluhan yang dialami
bekurang. Pada pemeiksaan fisik tekanan daah 150/90 mmHg, nadi 80
x/menit, respiasi 20 x/menit, suhu 360 c.
2. Pekerjaan
Pasien sehari-harinya seorang ibu rumah tangga dan eoang penjahit,
Pendidikan terakhir pasien adalah SD.
3. Keadaan Rumah
a. Lokasi Rumah
Rumah terletak di Mancasan WB II / 711 RT 43 / 09. Wirobrajan.
Rumah paien berada dikaeasan padat penduduk. Jalan didepan
rumah pasien sangat sempit hanya bisa dilalui oleh roda dua.

47
Denah menuju rumah pasien

: Rumah Pasien

b. Kondisi Rumah
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat penduduk. Pasien
tinggal dirumah sendiri. Rumah pasien dalam satu atap dibagi
menjadi tiga buah bagian yaitu untuk pasien, anak kedua dan anak
ketiga yang disekat menggunakan tripleks. Luas rumah 140 m 2
dengan kepemilikan sendii. Umah pasien merupakan rumah
permanen dengan lantai rumah dari kramik, dinding lua tembok
bagian dalam disekat dengan triplek. Atap terbuat dari genteng.
c. Ruang Rumah
Rumah terdiri dari beberapa ruangan, yaitu 3 ruang tamu beserta
ruang keluarga, 3 kamar tidur, 1 kamar mandi diluar dengan jamban
jongkok, 2 dapur, 1 teras dan halaman rumah.

48
d. Pencahayaan
Cahaya yang masuk ke ruang tamu dan ruang keluarga cukup akan
tetapi pencahayaan pada di kamar anak paien kurang karena tidak
ada jendela dan ventilasi. Pencahayaan di kama mandi cukup.
e. Kebesihan
Dibeberapa ruangan nampak agak berantakan terdapat beberapa
tumpukan baang-barang, seperti pada dapur banyak baang yang tidak
tertata.
f. Kepadatan
Tiap ruangan dalam rumah tampak sempit. Di dalam rumah disekat
menjadi 3 bagian. Pada bagian paien hanya tediri dari ruang tamu
dan kamar. Sedangkan dapur pasien ikut dapur pada rumah bagian
anak ke tiga.
g. Sanitasi dasar
a. Persediaan air bersih : sumber air minum, memasak, mandi dan
mencuci berasal dari air sanyo sumur.
b. Jamban keluarga : memiliki jamban keluarga di luar rumah
berupa WC jongkok.
c. Sarana pembuangan air limbah : limbah kamar mandi dan dapur
dialirkan ke dalam saluran menuju selokan bagian belakang
rumah. Septic tank berada pada bagian belakang rumah. Jarak
septic tank jengan sumur kurang lebih 10 meter.
d. Tempat pembuangan sampah : terdapat tempat pembuangan
sampah di depan rumah.
e. Halaman : Halaman rumah elatif sempit dengan tedapat bebeapa
tanaman hijau.

49
Denah rumah pasien

4 7
U
5
6
2
3
10 m 8

14 m

Keteangan:
1. Ruang tamu dan ruang jahit pasien
2. Kamar pasien
3. Kamar anak nomer 3
4. Dapur dan ruang makan anak nomer 3
5. Ruang tamu anak nomer 3
6. Dapur dan ruang makan anak nomer
7. Kamar anak nomer 4
8. Ruang tamu anak nomer 4
9. Kama mandi

: Pintu

: Jendela

50
h. Indikator Rumah Sehat
KOMPONEN
No RUMAH YANG KRITERIA NILAI BOBOT
DINILAI
JUMLAH JIWA 7
JUMLAH KK 2
KOMPONEN
I 31
RUMAH
Tidak ada 0
Ada, kotor , sulit dibersihkan dan
1
1 Langit-langit rawan kecelakaan 31
Ada, bersih, dan tidak rawan
2
kecelakaan
Bukan tembok (terbuat dari
1
ayaman bambu/ilalang)
Semi pemanen/setengah
tembok/pasangan batu/bata yang
2
2 Dinding tidak diplester / papan yang tidak 93
kedap air
Permanen (tembok/pasangan batu
bata yang di plester) papan kedap 3
air
Tanah 0
Papan/ayaman bambu dekat
dengan tanah / plesteran yang 1
3 Lantai 62
retak dan berdebu
Diplester/ubin/keramik/papan
2
( rumah panggung)
Tidak ada 0
4 Jendela kamar tidur 31
Ada 1
Jendela ruang Tidak ada 0
5 31
keluarga Ada 1
Tidak Ada 0
Ada, luas ventilasi permanen
1
6 Ventilasi <10% dari luas lantai 31
Ada, luas lantai ventilasi
2
permanen >10% dari luas lantai
7 Lubang asap dapur Tidak ada 0 31
Ada, lubang ventilasi dapur <10%
1
dari luas lantai
Ada, lubang ventilasi >10% dari 2
luas lantai dapur (asap keluar

51
sempurna)
Tidak terang, sehingga tidak dapat
8 Pencahayaan 0
dipergunakan untuk membaca
Kurang terang sehingga kurang
jelas untuk membaca dengan 1
31
normal
Terang dan tidak silau sehingga
dapat dipergunakan untuk 2
membaca dengan normal
SARANA
II 25
SANITASI
1 Jenis sarana
Tidak ada 0
Sarana air bersih Ada, bukan milik sendiri dan tidak
1
(SGL/SPT/PP/KU/ memenuhi syarat kesehatan
PAH Ada, milik sendiri dan tidak
2
1=SGL memenuhi syarat kesehatan 100
2=PAM Ada, bukan milik sendiri dan
3
3=SPT memenuhi syarat kesehatan
Ada, milik sendiri dan memenuhi
4
syarat kesehatan
2 Jamban (Sarana Jenis Sarana
Pembuangan Tidak ada 0
Kotoran) Ada, buka leher angsa, tidak ada
1= Leher angsa tutup disalurkan ke sungai atau 1
2= cemplung kolam
3=cubluk Ada, bukan leher angsa dan di
tutup (leher angsa) disalurkan ke 2 75
sungai atau kolam
Ada, bukan leher angsa ada tutup,
3
septic tank
Ada, leher angsa ada tutup, septic
4
tank
3 Sarana Pembuangan Tidak ada, sehingga tergenang
0
Air Limbah (SPAL) tidak teratur dihalaman rumah
Ada, diresapkan tetapi mencemari
sumber air (jarak dengan sumur 1
kurang dari 10 meter) 25
Ada, dialirkan keselokan terbuka 2
Ada, dialirkan keselokan tertutup
(saluran kota) untuk diolah lebih 3
lanjut

52
4 Sarana Pembuangan Tidak ada 0
Sampah (Tempat Ada, tetapi tidak kedap air dan
1
Sampah) tidak ada tutup 75
Ada, kedap air dan tidak tertutup 2
Ada, kedap air dan tetutup 3
III PERILAKU
44
PENGHUNI
1 Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
kamar Kadang-kadang 1 44
Setiap hari dibuka 2
2 Membuka Jendela Tidak pernah dibuka 0
ruang keluarga Kadang-kadang 1 44
Setiap hari dibuka 2
3 Membersihkan rumah Tidak pernah dibuka 0
dan halaman Kadang-kadang 1 88
Setiap hari 2
4 Membuang tinja bayi Dibuang sembarangan(Sungai,
0
dan balita ke jamban kolam, kebun, dll) 44
Kadang-kadang ke jamban 1
Setiap hari dibuang ke jamban 2
5 Membuang sampah Dibuang sembarangan (sungai,
0
pada tempat sampah kolam, kebun,dll) 88
Kadang-kadang ke tempat sampat 1
Setiap hari ke tempat sampah 2
TOTAL HASIL PENILAIAN 924
Rumah
STATUS RUMAH SEHAT Tidak
Sehat

Penetapan skor kategori rumah sehat sebagi berikut :


Cara menghitung hasil penilaian = nilai xbobot
a. Rumah sehat : 1.068 s.d 1.200
b. Rumah tidak sehat : <1.068

53
i. Pedoman Umum Gizi Sehari-hari (PUGS)
No PUGS Jawaban Skor
1. Syukuri dan nikmati anekaragaman Ya 1
makanan
2. Banyak makan sayur dan cukup buah- Ya 1
buahan
Biasakan mengkonsumsi lauk pauk yang
3. Ya 1
mengandung protein tinggi
Biasakan mengkonsumsi anekaragam
4. Ya 1
makanan pokok
5. Batasi pangan manis, asin, dan berlemak Ya 1
6. Biasakan sarapan Ya 1
7. Biasakan minum air putih yang cukup dan Ya 1
aman
8. Biasakan membaca label pada kemasan Ya 1
pangan
9. Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih Ya 1
Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan
10. Tidak 0
pertahankan berat badan yang normal
TOTAL 9
Interpretasi
Nilai PUGS 90%
Keluarga menerapkan pedoman umum gizi seimbang

j. Indikator PHBS
Identifikasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

No Jawaba
Indikator / Pertanyaan Skor
. n

1 Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan - -

2 Pemberian Asi eksklusif pada bayi usia 0 - 6


- -
bulan

3 Menimbang berat badan balita setiap bulan - -

4 Menggunakan air bersih yang memenuhi


Ya 1
syarat kesehatan

5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Ya 1

54
6 Menggunakan jamban sehat Ya 1

7 Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk


di rumah dan lingkungannya sekali Ya 1
seminggu

8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap


Ya 1
hari

9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Ya 1

10 Tidak Merokok Tidak 0

Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS, rumah tangga pasien tergolong


keluarga tidak berperilaku hidup bersih. dan sehat.

C. PERANGKAT PENILAIAN KELUARGA


Berikut ini adalah perangkat keluarga yang terdiri ata family genogram,
family map, bentuk kelurga, family life cycle, family life line, family APGAR,
family SCREEN.
1. Genogram
Anggota keluaga yang berada dalam satu atap rumah :
Pendidika
No Nama Anggota Usia Pekejaan
n
1 Ny. J Pasien 58 tahun Penjahit SD
2 Tn.Tm Anak nomer 2 34 tahun Supir SMA
Istri anak Ibu rumah
3 Ny.Tm 30 tahun SMA
nomer 2 tangga
Tukang
4 Tn.TA Anak nomer 3 31 tahun SMA
Sayur
Istri anak Tukang
5 Ny.TA 27 tahun SMA
nomer 3 sayur
Cucu pasien
6 H dari anak 6 tahun - SD
nomer 3
Cucu pasien
7 B dari anak 3 tahun - -
nomer 4

55
GENOGRAM Keluarga Ny. J Tanggal pembuatan : 28 November 2015

Tn.P HT,
HT, J ST

HT, G, HT,
D HT J,HT DM
HT
ST HT DM J
5Oth 58 B,C, 50 th 45th 40th 35th 30th
D

30th 42
35th 30th 31th 27th 29
31th
Tn.S Ny.S Tn.Tm Ny.Tm Tn.TA Ny.TA th Tn.Ttg Ny.Ttg

5th 2th 1th 5th


5th 2th 3th

Keterangan

: Laki-laki HT : Hipetensi B : Breadwiner

: Perempuan DM : Diabetes Melitus C : Caregiver

: Pasien ST : Stroke D : Decision Maker

: Meninggal J : Jantung
56
: Tinggal satu atap/rumah G : Gagal Ginjal
2. Family Map
Tn. S Ny. S Tn.Tm

An.H Ny. J Ny.Tm

An.B

Ny. TA
Tn.Ttg Ny.Ttg

: Fungsional

: Disfungsional
3. Bentuk Keluarga
Bentuk keluarga pasien ini adalah extended family. Keluarga inti dengan
tambahan keluarga lain. (Goldenberg, 1980)
4. Family Life Cycle
Keluarga ini adalah launching childen karena dalam satu atap masih ada
pasien, anak-anaknya, menantu dan cucu-cucunya (Cater &
McGoldick,1989).
5. Family APGAR
Merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur sehat atau
tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rusen, Geyman dan
Leyton, dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga/tingkat kesehatan keluarga.

57
Respon
Hampir
Hampir
Kriteria Pertanyaan Kadang tidak
selalu
(1) pernah
(2)
(0)
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing-masing anggota keluarga sudah
Adaptasi
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
Kemitraan
terhadap permasalahan yang saya
hadapi
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan keluarga saya untuk
Pertumbuhan
mengembangkan kemampuan yang
saya miliki
Saya puas dengan kehangatan / kasih
Kasih saying
sayang yang diberikan keluarga saya
Saya puas dengan waktu yang

Kebersamaan disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total 3
8-10 = fungsi keluarga baik ( Highly functional family)
Klasifikasi 4-7 = fungsi keluarga kurang baik (Modeetely dysfunctional family)
0-3 = keluarga tidak fungsional (Severely dysfunctional family)
Berdasarkan skor APGAR keluarga pasien tergolong dalam keluarga
Kesimpulan
tidak fungsional.

6. Family SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologi
Social - o Hubungan pasien dengan
keluarga tidak begitu baik
teutama dengan menantu dari
anak nomer 2,3,dan 4 pasien

58
sangat sakit hati karena tidak
pernah diperhatikan dan
tidak mau membantu pasien.
o Hubungan pasien dengan
tetangga juga kurang baik,
pasien jarang berinteraksi
karena dilarang anak dan
sakit hati dengan omongan
tetangga tentang anak pasien
yang dituduh menghamili
janda.
Pasien tidak percaya pada obat obat -
Cultural
herbal atau pengebotan alternatif.
Pasien dan keluarganya beragama -
islam. Pasien rajin mengikuti shalat
Religious wajib maupun shalat sunah. Pasien
mengikuti pengajian di majid sekitar
rumah.
Pasien merasa kekurangan
- dalam hal perekonomian
olehkaena itu pasien
masih bekeja keras untuk
Economy
memenuhi kebutuhan
hidupnya karena hanya
diberi anaknya
Rp.100.000,-/bulan.
- Pasien seorang lulusan SD.
Pemahaman pasien
tentang penyakitnya masih
ada beberapa hal yang
masih tidak paham. Pasien
Education
mengatakan penyakitnya
bisa sembuh dan tidak
perlu minum obat lagi bila
tidak makan gula dan
garam.
Pasien selalu memeriksakan diri ke -
tenaga kesehatan bila sakit. Pasien
Medical
memiliki jaminan kesehatan
Jamkesmas.

59
Tahu Usia Life event/crisis Severity of
n illness

1974 17 th Kerja ditoko untuk Stresor


membantu memenuhi psikologis
kebutuhan keluaga.

1977 20 th Mau melanjutkan sekolah Stresor


guru tapi tidak tercapai. psikologis

1978 21 th Menikah -

1980 23 th Melahirkan anak petama

1981 24 th Melahikan anak kedua

1984 27 th Melahirkan anak ketiga

1986 29 th Melahikan anak keempat

2001 44 th Suami didiagnosis Hipetensi Stresor


dan Gagal ginjal psikologis

2004 47 th Suami meninggal dan Stresor


pasien harus bekerja psikologis
menyekolahkan anaknya
sendiri sebangai orang tua
tunggal.

2011 54 th Anak dituduh menghamili Stresor


seorang janda dan psikologis
menikahinya sehingga
banyak tetangnga yang
menjelek-jelekaan anaknya.

2011 54 th Pasien didiagnosis


hipetensi. Paien tidak
sadakan dirikemudian
dibawa ke Rumah Sakit
RSUP Sadjito selama 8 hari.

2012 55 th Pasien sering konflik


dengan menantunya karena
masalah keuangan. Pasien
mencari uang sendiri tanpa
bantuan anak-anaknya.

2013 56 th Pasien didiagnosis DM

2014 57 th Masuk rumah sakit kaena


alegi Aspilet.

2015 58 th Cucu mengalami HFMD


dirawat dirumah sakit.
60
7. Family Life Line

61
D. Diagnostik Holistik
Hipetensi Stage 2 Tidak Terkontrol, Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol,
Tension Headache , Riwayat Alergi Aspilet pada Wanita Paruh Baya Perokok
Pasif dan Status Gizi Obesitas dengan Kekhawatian serta Kurang
Pengetahuan Akan Penyakitnya dengan Fangsi Keluarga yang Tidak Sehat
Sering Berkonflik dengan Menantunya dan Interaksi dengan Tetangga Sekitar
Kurang dalam Rumah Tangga yang Tidak Berprilaku Hidup Besih dan Sehat.

E. Manajemen Komprehensif
1. Promotif
Edukasi kepada pasien dan keluarganya (minimal dilibatakan 1 orang
anggota keluarga) tentang :
a. Gambaran tentang sakit hipertensi, dan diabetes melitus adalah
penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikendalikan dan hal ini tergantung pada pasien diri sendiri. Serta
memberikan penjelasan bahwa Tension Headache adalah penyakit
yang timbul bila ada suatu stressor dan bukan merupakan kelainan
pada otak.
b. Gambaran tentang penyebab, gejala, faktor resiko, komplikasi serta
penggelolaan pada hipertensi,.diabetes melitus dan Tension
Headache.
c. Menjelaskan pentingnya modifikasi gaya hidup hipertensi dan
diabetes melitus dengan makanan gizi seimbang, aktifitas fisik
teratur, pola istirahat yang cukup, manajemen stres yang baik dan
hindari rokok. Jelaskan pentingnya manajemen stress yang baik
kepada pasien terkait Tension Headache yang dialami pasien.
d. Pentingnya minum obat secara teratur sesuai dengan rekomendasi
dokter dan kontrol bila ada keluhan.
e. Pentingnya monitoring tekanan darah dan gula darah secara rutin
minimal 1 bulan sekali, dan HbA1c tiap 3 bulan sekali atau minimal
2 kali dalam setahun.
f. Pentingnya penurunan berat badan untuk pengelolaan penyakit
hipertensi, diabetes mellitus dan obesitas yang dialami pasien.
g. Pentingnya support keluarga dalam pengelolaan penyakit hipertensi ,
diabetes mellitus, dan Tension Headache yang dialami oleh Pasien.

62
h. Pentingnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dalam
kehidupakan sehari-hari.

2. Preventif
a. Mengubah gaya hidup dan memperbanyak konsumsi sayur dan buah,
mengurangi asupan garam hingga maksimal 6 gram/hari,
menghindari konsumsi teh dan kopi (asupan gula), menghindari
jeroan, gorengan, makanan pedas, bersantan dan minuman bersoda
(pola makan DASH dan 3J).
b. Aktifitas fisik atau olahraga rutin selama 30 menit hampir setiap hari
dengan diikuti senam kaki diabetes setiap pagi hari.
c. Lakukan manajemen stress yang baik.
d. Hindari asap rokok dan istirahat yang cukup 6-8 jam per hari.
e. Minum obat secara teratur sesuai dengan rekomendasi dokter dan
kontrol bila ada keluhan.
i. Memonitoring tekanan darah rutin sebulan 2 kali, cek gula darah
sewaktu atau puasa sebulan sekali, hbA1c tiga bulan sekali atau
minimal 2 kali dalam setahun.
f. Konsultasi dengan bagian gizi untuk menurunkan berat badan.
g. Screening anggota keluarga untuk penyakit hipertensi dan diabetes
melitus.
h. Konseling CEA (Catharsis-Education-Action) bila pasien khawatir
terhadap penyakitnya.
i. Konseling CCC (Client Centered Counseling) dan terapi SEFT
(Spiritual Emotional Freedom Technique) untuk meringankan
stressor psikologis yang dihadapi pasien tekait konflik dengan
menantu dan tetangga pasien.

3. Kuratif
Pengobatan Hipetensi
Berdasarkan JNC VIII pemberian obat hipertensi yang sesuai untuk
pasien ini adalah Amlodipin 10 mg diberikan satu kali setiap pagi
diberikan selama 15 hari. Amlodipin adalah obat Golongan Obat
Hipertensi CCB Cal
Pengobatan Diabetes Melitus

63
Berdasarkan PERKENI 2011, pengendalian kadar gula darah dapat
memakai kombinasi 2 obat anti hiperglikemi oral. Pada pasien ini,
pilihan terapi yang dapat dilakukan adalah metformin 500mg
diberikan 3x1, setelah atau pada saat makan dan glimepirid 1 mg
diberikan 1 kali, diminum setiap pagi sebelum makan
Pengobatan Tension Headache

R/ Metformin tab mg 500 no XV


S 1 dd tab 1
R/ Amlodipin tab mg 10 no XXX
S 1 dd tab 1 (pagi)
R/ Paracetamol tab mg 500 no X
S 1 dd tab 1 (bila leher berat)

4. Rehabilitatif
Pada pasien ini belum memerlukan terapi palliatif

5. Palliatif
Pada pasien ini belum memerlukan terapi palliative

64
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil laporan kasus, analisis catatan medis, dan kunjungan


rumah dapat ditarik kesimpulan bahwa diagnosis pasien yaitu Hipetensi
Stage 2 Tidak Terkontrol, Diabetes Melitus Tipe 2 Terkontrol, Tension
Headache , Riwayat Alergi Aspilet pada Wanita Paruh Baya Perokok
Pasif dan Status Gizi Obesitas dengan Kekhawatian serta Kurang
Pengetahuan Akan Penyakitnya dengan Fangsi Keluarga yang Tidak
Sehat Sering Berkonflik dengan Menantunya dan Interaksi dengan
Tetangga Sekitar Kurang dalam Rumah Tangga yang Tidak Berprilaku
Hidup Besih dan Sehat.
2. Penyakit Hipetensi, Diabetes Melitus Tipe 2, dan Tension Headache
yang dialami oleh pasien dapat mengganggu fungsi pasien dalam
melakukan aktifita harian dan menggangu pekejaan pasien.
3. Dokter keluarga melalui puskesmas dapat menjadi salah satu bagian
yang berperan dalam menangani kasus Penyakit Hipetensi, Diabetes
Melitus Tipe 2, dan Tension Headache secara holistik, mulai dari
promotif, preventif, dan kuratif. Pada kasus ini pasien belum
memelukan peawatan rehabilitatif dan paliatif.

B. SARAN

1. Bagi mahasiswa
a.Berusaha lebih memperdalam dan menerapkan ilmu-ilmu kedokteran
keluarga dalam menganalisis pasien maupun keluarga pasien.
b. Meningkatkan profesionalisme dalam menjalankan tugas sebagai
pengalaman sebelum terjun secara langsung ke dalam masyarakat.
2. Bagi puskesmas
a.Terus melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara
menyeluruh dengan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
b. Terus melakukan kerja sama dalam bidang pendidikan ilmu

65
kesehatan dengan instansi-instansi pendidikan agar terdapat kerja
sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

66

Anda mungkin juga menyukai