Marginalisasi Perempuan Di Negeri Perempuan
Marginalisasi Perempuan Di Negeri Perempuan
Bicara tentang perempuan tidak akan pernah ada habisnya, topik ini selalu
saja renyah untuk di bahas, apalagi di negeri perempuan ini yang konon katanya
perempuan di pandang agung, dengan bukti garis keturunan menurut ibu,kita
layangkan pandang jauh kebelakang secara historis memang perempuan
mendapatkan tempat yang sangat istimewa di Minangkabau, Nama bundo
kanduang, mande rubiah seakan sakral dan mengandung magis yang kuat bagi
masyarakat minangkabau. Tambo meninggalkan potonga-potongan dari besarnya
pengaruh perempuan di negeri perempuan ini, dimana di tanah ini mengibaratkan
laki-laki (urang sumando) serupa langau di ekor kerbau, atau seperti abu diatas
tunggul, angin kencang abu melayang.
Adat yang digadang-gadang indak lakang dek paneh, indak lapuk dek
hujan, terkikis jiwa zaman, hingga terjadi pergerseran yang sangat mencolok,
kususnya terhadap perempuan, jika dulunya perempuan berada diposisi yang
aman, sekarang perempuan berada di tempat yang memprihatinkan. Mamak
kepala waris yang dulunya sifatnya hanya mengawasi sekarang beralih fungs
menjadi menguasai bahkan sampai mengekploitasi sehingga perempuan tidak
mendapatkan apa-pa lagi.
Namun sekarang ini banyak tanah pusako yang digadaikan bahkan dijual
dengan tidak lagi memperhitungkan nasib perempuan yang menjadi pewaris
dikaumnya, kasus penjualan dan penggadaian harta pusako oleh mamak ini
ibaratkan cendawan di musim hujan. Bahkan penjualan tanpa persetujuan
kemenakan membuat kasus kekerasan karena masalah tanah meningkat.
Pembunuhan terhadap mamak, pembunuhan terhadap kemenakan, hilangnya
marwah mamak dan penghulu terjadi karena kasus tanah. Dengan alasan punah,
pihak laki-laki dari satu kaum menjual harta pusakanya, sebenarnya Minangkabau
sebenarnya tidak mengenal kata punah, tidak ada dunsanak dekat pasti ada
dunsanak perempuan jauh yang berhak atas harta pusako.