Anda di halaman 1dari 16

Hipotiroid Kongenital

Anggia Lestari
102010170
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta, Indonesia
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061, Fax. 021-5631731
Email : anggialestari91@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

Hipotiroid kongenital merupakan suatu bentuk kelainan berupa defisiensi hormon tiroid
(tiroksin dan triiodotironin) yang diderita sejak lahir. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
gangguan primer di kelenjar tiroid, gangguan di hipotalamus dan pituitari, kurangnya iodium
serta pemakaian bahan goitrogenik oleh ibu selama masa kehamilan. Berbagai bentuk
pemeriksaan seperti antropometri, tes denver, skor apgar hipotiroid, uji tapis dan radiologi
dapat membantu diagnosis penyakit ini selain mengacu pada gejala klinis yang tampak.
Penanganan yang cepat menghindari resiko timbulnya gangguan pertumbuhan / kretinisme
dan retardasi mental pada anak di kemudian hari.

1
A. Anamnesis
Pasien anak yang mengalami hipotiroidisme secara umum terlihat kurang aktif
dibandingkan anak-anak sebayanya. Pada neonatus umumnya gejala ini belum tampak
dengan jelas. Sehingga kemungkinan kasus ini baru terungkap ketika bayi sudah berusia
lebih dari 3 bulan. Orangtua mungkin datang dengan keluhan adanya pembesaran pada
lidah anak, anak terlihat lemah dan perkembangannya terhambat dibandingkan
sebayanya, anak tidak buang air besar, kulitnya kering, hingga adanya goiter.1
Anamnesis yang digunakan merupakan allo-anamnesis, dimana pertanyaan diajukan
kepada orangtua. Tanyakan dulu anamnesis umum seperti usia bayi/anak dan jenis
kelamin. Setelah itu ditanyakan anamnesis khusus. Yang perlu ditanyakan untuk
kecurigaan kasus hipotiroid adalah:
Apakah ibu berasal dari daerah endemik?
Adakah riwayat hipotiroid berupa ditemukannya struma pada ibu?
Apakah ibu mengkonsumsi obat-obat anti-tiroid?
Bagaimana dengan perkembangan motorik bayi/anak tersebut?
Apakah sering mengalami konstipasi?
Apakah ada tonjolan di daerah abdomen khususnya di sekitar pusat?
Apakah waktu lahir, bayi mengalami kuning lebih dari 3 hari?
Apakah bayi memiliki riwayat berat badan lahir rendah?

Untuk memastikan anamnesis, lanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kita perhatikan adalah adanya tanda-tanda
hipotiroid meliputi:
Lihat keadaan umum, apakah bayi tampak lemas dan jarang bergerak.
Adanya hernia umbilikalis.
Tipe wajah bayi yang khas dengan makroglosi (ekspresi bodoh).
Perhatikan fontanella pada bayi, apakah terdapat pelebaran maupun ada bagian
yang terbuka.
Adanya goiter.
Perhatikan panjang bayi / tinggi anak. Apakah ada hambatan pertumbuhan.

Pemeriksaan tanda vital meliputi pemeriksaan suhu, denyut nadi, tekanan darah dan
frekuensi pernapasan. Bayi dengan hipotiroidisme kongenital umumnya mengalami
hipotermia disertai penurunan tekanan nadi.1

2
Pemeriksaan yang juga dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik ialah
antropometri pada bayi dan anak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai derajat
perkembangan fisik anak.

Pada bayi (usia 0 2 tahun) bentuk pemeriksaan antropometri yang dilakukan ialah:

Pemeriksaan panjang badan


Menggunakan infantometer. Panjang badan bayi normal menurut usia hingga 6
bulan:
Usia 1 bulan : 49,8 54,6 cm
Usia 2 bulan : 52,8 58,1 cm
Usia 3 bulan : 55,5 61,1 cm
Usia 4 bulan : 57,8 63,7 cm
Usia 5 bulan : 59,8 65,9 cm
Usia 6 bulan : 61,6 67,8 cm
Pemeriksaan berat badan
Dapat menggunakan weight infant scale maupun dacing. Berat badan bayi normal
dapat dihitung dengan rumus:
Untuk usia 1-6 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 600) gram
Untuk usia 7-12 bulan : Berat badan lahir + (usia dalam bulan x 500) gram
Untuk usia 1-5 tahun: 2n + 8 kg, dimana n adalah usia dalam tahun
Untuk memantau berat badan bayi dan kecepatan pertumbuhannya dapat
digunakan kartu menuju sehat.2
Pemeriksaan lingkar kepala
Ukuran rata-rata lingkar kepala untuk bayi perempuan umumnya antara 31-38 cm,
bayi laki-laki 32-36 cm. Ukuran lingkar kepala bayi akan bertambah sebanyak 2-3
cm setiap bulannya untuk 3 bulan pertama, 1 cm setiap bulannya untuk 3 bulan
berikutnya dan akan terus melambat seiring dengan bertambahnya usia.1

Sedangkan bila usia diatas 2 tahun, bentuk pemeriksaan antropometri yang dilakukan
ialah:

Pemeriksaan tinggi badan


Dapat menggunakan stadiometer.
Pemeriksaan berat badan
Menggunakan timbangan berat badan.
Pemeriksaan lingkar lengan atas

Selanjutnya, dapat dilakukan Denver Development Screening Test II. Tes ini dilakukan
dengan tujuan untuk menilai 4 aspek pertumbuhan bayi dan anak, yaitu:

1. Personal Sosial

3
2. Motorik Halus
3. Motorik Kasar
4. Bahasa

Dibawah ini merupakan kriteria hasil pemeriksaan tes Denver

Abnormal, bila:

Didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih


Dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan Plus 1 sektor atau
lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang
lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.2

Meragukan, bila:

Pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih


Pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.

Tidak dapat dites : Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi
abnormal atau meragukan.

Normal : Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.

Umumnya pada bayi dan anak dengan hipotiroid, didapatkan gangguan perkembangan
motorik dan bahasa. Pada halaman selanjutnya dilampirkan contoh formulir tes Denver.

Gambar 1: Formulir Tes Denver I

Diunduh dari : http://journals.tums.ac.ir/full_text.aspx?


org_id=59&culture_var=en&journal_id=4&issue_id=1914&manuscript_id=16376&segment=en

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan apgar hipotiroid pada bayi
dan anak. Tabel dibawah ini berisi gejala klinis dan besar skor yang diberikan.3

Gejala dan Tanda Skor


Hernia umbilikalis 2
Tipe wajah khas (edematous) 2
Pucat, dingin, hipotermia 1
Makroglosi 1
Hipotonia 1
Ikterus > 3 hari 1
Fontanella posterior terbuka (>3 cm) 1
Kulit kasar kering 1
Konstipasi 1

4
BB lahir > 3,5 kg 1
Kehamilan > 40 minggu 1
Kromosom Y tidak ada 1

Tabel 1: Skor Apgar Hipotiroid

5
Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1932

Dicurigai hipotiroid bila didapati skor >5

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fungsi Tiroid
Pada pemeriksaan penunjang, dianjurkan pemeriksaan fungsi tiroid. American
Thyroid Association menganjurkan pemeriksaan fungsi tiroid pada neonates untuk
mengetahui secara dini apakah bayi menderita hipotiroidisme serta mencegah bayi
dari efek kekurangan hormon tiroid tersebut di kemudian hari.
Bentuk pemeriksaan fungsi tiroid yang diperlukan ialah pemeriksaan kadar Thyroid
Stimulating Hormon (TSH) serta kadar T4 bebas. Pada bayi yang baru lahir kadar
TSH berkisar antara 1.3 - 19 IU/mL, kemudian menurun menjadi 0.610 IU/mL
saat berusia 10 minggu, 0.47.0 IU/mL saat 14 minggu dan terus menurun saat
remaja dan dewasa menjadi 0.44.0 IU/mL. Sedangkan kadar T4 pada bayi baru
lahir adalah 13,4 19,8 g/100 ml dan akan menurun saat bayi berusia 7 10 hari
yaitu sekitar 10,4 18,4 g/100 ml.1,2
Pada hipotiroid primer didapatkan penurunan kadar hormon tiroid (T4 dan T3) serta
peningkatan kadar TSH. Peningkatan kadar TSH ini terjadi karena feedback negatif
akibat penurunan kadar hormon tiroid. Pada kondisi subklinis dimana gejala klinis
belum terlihat didapatkan peningkatan kadar TSH, namun kadar hormon tiroid masih
dalam batas normal.
Pada hipotiroidisme sekunder dan tersier didapatkan kadar TSH dan hormon tiroid
bebas yang rendah. Bila mendapatkan hal ini, maka perlu dilakukan tes provokasi
dengan memberi TRH. Pada hipotiroidisme sekunder tidak didapati peningkatan
kadar TSH, sedangkan pada hipotiroidisme tersier akan didapati peningkatan kadar
TSH.3

Radiologi
Dapat dilakukan pemeriksaan scanning thyroid dengan bantuan Technetium (Tc-99m
pertechnetate). Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya goiter pada janin.

6
Gambar 2: USG Goiter Janin
Diunduh dari: http://sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=902

D. Diagnosis Utama
Hipotiroid kongenital merupakan suatu kelainan dimana jumlah hormon tiroid berada
pada level dibawah normal. Gambaran klinis yang terlihat adalah didapatkan bayi dengan
wajah tipikal (ekspresi bodoh) dengan pembesaran lidah/makroglosi dan fontanela
major/frontal dan atau fontanella occipital yang terbuka lebar. Bayi umumnya mengalami
ikterus fisiologis lebih dari tiga hari, yang di kemudian hari diikuti dengan hambatan
perkembangan motorik dan mental. Selain itu juga didapati gagguan perkembangan
bicara. Bayi dan anak dengan hipotiroidisme umumnya terlihat kurang aktif dibandingkan
dengan sebayanya.3

E. Diagnosis Banding
Ada beberapa keadaan yang dapat dibandingkan dengan hipotiroidisme kongenital, yaitu:
1. Sindrom Down
Merupakan kelainan dimana didapatkan 1 tambahan kromosom 21. Seperti pada
hipotiroidisme kongenital, bisa didapati adanya retardasi mental, hambatan
pertumbuhan, hipotonia dan makroglosi. Namun ada beberapa hal lain yang menyertai
sindrom Down yang tidak ditemukan pada hipotiroidisme kongenital, seperti bentuk
garis tangan yang tipikal, gangguan jantung kongenital dan pemisahan otot abdomen.3

7
Gambar 4: Single Transverse Palmar Crease pada penderita Sindrom Down
Diunduh dari: http://www.humanhand.com/simian.html

2. Dwarfism
Dwarfism (cebol) yaitu gangguan pertumbuhan akibat gangguan pada fungsi
hormon pertumbuhan / growth hormone. Gejalanya berupa badan pendek, gemuk,
muka dan suara imatur (tampak seperti anak kecil), pematangan tulang yang
terlambat, lipolisis (proses pemecahan lemak tubuh) yang berkurang, peningkatan
kolesterol total / LDL, dan hipoglikemia. Biasanya intelengensia / IQ tetap normal
kecuali sering terkena serangan hipoglikemia berat yang berulang.Hormon
pertumbuhan ini diproduksi oleh somatrotop (bagian dari sel asidofilik) yang ada
di kelenjar hipofisis. Hormon ini merupakan hormon yang penting untuk
pertumbuhan setelah kelahiran dan metabolisme normal karbohidrat, lemak,
nitrogen serta mineral.

F. Gejala Klinis
Umumnya gejala defisiensi hormone tiroid tidak terlihat saat bayi baru lahir. Deteksi
didasarkan pada tanda dan gejala yang umumnya mulai terlihat paling lambat 6-12
minggu setelah kelahiran. Berikut ini merupakan tabel yang memperlihatkan gejala klinis
yang mungkin ditemukan pada penderita hipotiroid kongenital.2

Umur (bln)
Gejala dan Tanda
1-3 4-6 7-24
Gejala

8
Konstipasi 65 48 59
Masalah Makan 60 61 35
Letargi 55 48 31
Respiratorik 30 13 1

Tanda
Hernia Umbilikalis 68 65 44
Makroglosi 65 91 100
Gambaran Wajah Khas 25 91 100
Ikterus Neonatal 28 17 15
Tangisan parau 23 30 21
Tabel 2: Persentase Gejala dan Tanda Hipotiroid Kongenital

Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1934

Gambaran wajah khas menunjukkan adanya miksudema pada bayi. Suara yang parau
terjadi akibat miksudema pada pita suara. Hipotirodisme berkepanjangan mungkin
menyebabkan timbulnya hipotonia muscular yang disertai kelumpuhan mental,
hipotermia, hernia umbilikalis, konstipasi, bradikardia, tekanan nadi yang rendah disertai
pembesaran jantung dan penurunan voltase EKG.
Gangguan metabolic juga dapat dialami, dimana terjadi gangguan sekresi ADH.
Pemberian makanan secara paksa dapat menyebabkan hiponatremia dan intoksikasi
cairan. Sebagian besar bayi menderita anemia yang tidak berespon terhadap pemberian
zat besi. Retardasi mental yang terjadi mungkin akibat dari terlambat berkembangnya
sistem saraf pusat. Perkembangan sistem saraf pusat hingga 2-3 tahun bergantung kepada
kadar hormon tiroid. Kemunculan hipotiroidisme setelah masa ini tidak menyebabkan
retardasi mental.2,3

G. Etiopatogenesis
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya hipotiroidisme kongenital pada
bayi. Berbagai kelainan tersebut dapat berasal dari kelenjar tiroid maupun dari luar
kelenjar tiroid yang mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid.
1. Gangguan embriogenesis tiroid (disgenesis tiroid)
Dapat terjadi pada 1 dari 4000 bayi yang baru lahir. Kasus disgenesis lebih sering
terjadi pada bayi perempuan disbanding bayi laki-laki dengan ratio 2:1. Yang
dimaksud dengan disgenesis ialah kelenjar tiroid ektopik maupun hipoplastik, maupun
bayi dengan agenesis tiroid total. Pada bayi dengan jumlah jaringan tiroid yang
berkurang, bisa didapati kadar T3 yang normal sedangkan kadar T4 rendah. Adanya
disgenesis kelenjar tiroid dapat dihubungkan dengan tiroiditis autoimun maternal. Hal
ini mungkin terjadi akibat pemindahan faktor antitiroid transplasental berupa suatu

9
immunoglobulin yang menduduki reseptor kerja TSH sehingga menghambat kerja
TSH.2

2. Cacat bawaan pada sintesis atau pengaruh hormon tiroid


Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timblnya hipotiroidisme akibat
gangguan sintesis hormon tiroid, yaitu:
Defisiensi TSH kongenital
Pada beberap kasus ditemukan penurunan kadar T3 dan T4 disertai penurunan
TSH, namun penurunan ini tidak disertai dengan penurunan hormone hipofisis
anterior lainnya seperti LH dan FSH. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
adanya mutasi satu pasangan basa pada regio CAGYC pada gen sub unit beta
yang menyebabkan perubahan konfirmational yang mencegah pengikatan sub
unit alfa dan beta.2
Menurunnya ketanggapan TSH
Pada keadaan normal, seharusnya TSH yang berikatan pada reseptor akan
mengaktifkan hormone adenilat siklase yang akan meningkatkan cAMP sehingga
memulai sintesis hormone tiroid. Namun pada kelainan ini pengikatan TSH pada
reseptornya tidak diikuti dengan aktivasi adenilat siklase. Kelainan ini jarang
ditemukan.
Kegagalan pemekatan iodida
Untuk memulai pembentukan MIT dan DIT, diperlukan pengambilan iodium
darah ke dalam jaringan tiroid. Keadaan ini akan meningkatkan kepekatan
iodium dalam kelenjar tiroid hingga 50x lipat. Bila proses ini terganggu tentu saja
akan terjadi gangguan pembentukan MIT dan DIT yang akan mengganggu
sintesis hormon tiroid.2
Gangguan pembentukan iodida
Berupa gangguan dimana terdapat defisiensi enzim peroksidase yang diperlukan
untuk oksidasi iodida menjadi iodium reaktif. Meskipun demikian keadaan ini
dapat dipulihkan dengan pemberian riboflavin, sitokrom b2 teroksidasi, sitokrom
c atau NADH. Pasien ini berciri-ciri memiliki ketulian saraf kongenital pada nada
tinggi maupun ketulian komplit, gondok dalam berbagai derajat yang muncul
pada masa pertengahan maupun akhir kanak-kanak.2
Gangguan iodotirosin deiodinase
MIT dan DIT dapat bergabung membentuk T3 dan T4 (hormon tiroid). MIT dan
DIT yang tersisa akan mengalami deiodinisasi oleh enzim iodotirosin deiodinase.
Ketiadaan enzim ini menyebabkan penurunan kadar iodium karena iodotirosin
yang tidak mengalami degradasi ini akan keluar melalui urin sehingga iodium
yang seharusnya mengalami proses daur ulang menjadi terbuang. Gangguan ini

10
dapat bersifat parsial maupun total. Umumnya gangguan yang bersifat parsial
dapat berkompensasi jika pasien tinggal di daerah dengan kadar iodium yang
tinggi.2
Gangguan sintesis atau transport tiroglobulin
Gangguan ini dapat terjadi akibat ketidaknormalan sintesis tiroglobulin yang
dpaat menyebabkan penurunan iodinasi, penurunan efisiensi penggabungan MIT
dan DIT dan peningkatan iodinasi substrat alternatif. Gangguan ini dapat bersifat
kuantitatif (dimana ada penurunan sintesis tiroglobulin) maupun kulitatif (ada
produksi tiroglobulin abnormal).
Penurunan ketanggapan perifer terhadap efek hormon tiroid
Pada kelainan ini didapatkan kadar TSH yang normal, sedangkan kadar T4 dan
T3 sangat tinggi. Pada kelainan ini umumnya laju pertumbuhan, laju
metabolisme dan intelegensi normal. Pemberian T4 dan T3 eksogen tidak
meningkatkan laju metabolism. Gambaran klinisnya ialah bisu tuli dengan bercak
pada epifisis, keterlambatan umur tulang serta adanya gondok. Seiring
berjalannya usia epifisis akan menutup, gondok akan menghilang serta kadar T4
akan menjadi normal.
Terdapat dua macam gangguan, yaitu resistensi jaringan generalisata (GTHR)
dan resistensi hipofisis. Pada GTHR, sebagian jaringan lebih resisten
dibandingkan jaringan lainnya. Manifestasi klinisnya dapat berupa hiperaktivitas,
kegelisahan, takikardia dan gondok.2,3

3. Gangguan hipofisis hipotalamus


Pada hipotiroidisme kongenital sekunder dan tersier bisa didapati defisiensi dan atau
resistensi TRH, defisiensi TSH saja, panhipopituitarisme familial dan
panhipopituitarisme disertai dengan ketiadaan sela tursika, agenesis hipofisis
kongenital. Hipopituitarisme dapat disertai dengan cacat lainnya seperti
labiopalatoschisis, displasia septo optic maupun cacat genetik seperti cacat pada gen
Pit-I dan cacat autosomal resesif lainnya. Bayi dengan defisiensi TRH dicurigai
dengan nilai T4, T3, dan TSH serum yang rendah secara persisten.

4. Ingesti obat goitrogenik oleh ibu


Dahulu obat yang paling sering dianggap sebagai penyebab ialah iodida yang
diresepkan dalam bentuk ekspetoran untuk pengobatan asma dan sebagai pengobatan
tirotoksikosis pada ibu. Janin sangat sensitive terhadap hipotiroidisme yang diinduksi
iodida. Hal ini mungkin terjadi karena mekanisme kompensasi pengambilan iodida
oleh kelenjar tiroid masih imatur. Obat lainnya yang dapat menyebabkan goiter

11
neonatus serta hipotiroidisme ialah PTU, sulfonamide dan sediaan hematinik yang
mengandung kobal.2

5. Kretinisme endemis
Prevalensi kretinisme endomis yang disebabkan hipotiroidisme maternal dan fetal di
daerah defisiensi iodium berat mungkin berkisar 5-8% populasi. Defisiensi iodide
menyebabkan penurunan sintesis hormone tiroid, sekresi TSH yang meningkat,
penjeratan iodida yang meningkat serta peningkatan ratio T3 terhadap T4, serta
adanya gondok.

H. Epidemiologi
Prevalensi rata-rata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah
non endemis iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital
endemis di daerah defisiensi iodium. Penelitian di daerah Yogyakarta menunjukkan angka
kejadian 1 : 1500 hipotiroid kongenital sporadik dan 1 : 1300 bayi menderita hipotiroid
transien karena kekurangan iodium (endemis). Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid
pada awal masa kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan mngakibatkan
hambatan pertumbuhan dan retardasi mental. Angka kejadian hipotiroid kongenital di
Indonesia belum diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di
Yogyakarta, maka di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun,
diperkirakan sebanyak 1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966
sampai 3.200 bayi dengan hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir
setiap tahunnya.5

I. Penatalaksanaan
Pengobatan hipotiroidisme membutuhkan hormone tiroid eksogen. Na-L-tiroksin
merupakan obat pilihan karena potensi dan penyerapannya yang lebih baik. T4 sintetik ini
dapat menghasilkan kadar T4 dan T3 yang normal karena adanya konversi perifer.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting dalam pemantauan secara lebih lanjut. Kondisi
hipotiroid yang ringan juga tetap memerlukan perhatian. Penyesuaian dosis agar kadar T4
(normal 10-14 g/dL) dan kadar T3 (normal 70-220 ng/dL) menjadi normal juga
diperlukan.6
Bayi dengan hipotiroidisme sementara akibat penggunaan obat goitrogenik maternal tidak
perlu diobati, kecuali bila kadar T4 serum rendah dan TSH tinggi menetap selama lebih
dari 2 minggu. Terapi untuk keadaan ini dapat dihentikan setelah 8-12 minggu. Ibu
hipertiroid yang mendapat pengobatan dengan PTU dapat tetap menyusui bayinya karena
kadar obat ini dalam ASI sangat rendah.

12
Terapi berlebihan dapat menimbulkan tanda patologis seperti takikardia, kegelisahan
berlebihan, terganggunya pola tidur dan temuan lain yang mengesankan adanya
tirotoksikosis.2
Tabel dibawah ini menggambarkan dosis Na-L-tiroksin yang harus diberikan pada bayi
dan anak dengan hipotiroidisme kongenital.

Umur g/kg/hari Rentang dosis (g)


1-12 bulan 7-15 25-50
1-5 tahun 5-7 50-100
5-10 tahun 3-5 100-150
10-20 tahun 2-4 100-200
Tabel 3: Dosis Na-L-Tiroksin yang digunakan pada bayi dan anak

Diambil dari: Buku Ajar Pediatrik Rudolph, halaman 1937

J. Komplikasi
Perparahan yang dapat terjadi akibat tidak diobatinya hipotiroidisme kongenital ialah:
1. Retardasi mental
Retardasi mental terjadi akibat gangguan pembentukan sistem saraf pusat. Pada 2-3
tahun pertama kehidupan, sistem saraf pusat sangat memerlukan hormon tiroid untuk
perkembangan mielinisasi dan vaskularisasi. Selain itu kurangnya hormon tiroid dapat
mengganggu interaksi aksodendritik dan penurunan konektivitas. Pengobatan setelah
masa ini menyebabkan retardasi mental yang irreversibel.7
2. Kretinisme
Gangguan pertumbuhan dapat terjadi akibat pembentukan tulang yang berkurang
akibat defisiensi hormon tiroid. Keadaan ini dapat dipantau melalui kurva tinggi
badan terhadap usia.

K. Pencegahan
1. Menghindari konsumsi zat goitrogenik pada ibu hamil
Zat zat tersebut dapat menyebabkan goiter janin dan adanya hipotiroidisme ketika
lahir. Beberapa zat tersebut ialah iodium dalam jumlah besar, perklorat, tiosianat,
kobal, garam arsenik, garam litium, PTU, metimazol, asam aminosalat,
aminoglutetimid, fenilbutazon, kacang kedelai dan linamarin (suatu glikosida dalam
singkong).2
2. Memberi asupan iodium yang cukup
Pada daerah endemis dianjurkan pemberian suntikan yodium dalam minyak (lipiodol
40%) diberikan 3 tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6
tahun 1 cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
3. Screening test

13
Pada neonatus dapat dilakukan screening test apabila didapati ikterus fisiologis yang
lebih dari 3 hari. Screening test yang dilakukan berupa pemeriksaan kadar TSH dan
FT4. Bila didapati penurunan kadar FT4 dan peningkatan kadar TSH maka harus
dicurigai sebagai suatu hipotiroidisme primer. Bila kadar FT4 rendah dan kadar TSH
normal/rendah maka lakukan pemeriksaan TRH sebagai indikator adanya
hipotiroidisme sekunder/tersier.7

L. Prognosis
Bila pasien cepat terdiagnosis maka prognosisnya baik. Pasien yang terlambat didiagnosis
memiliki prognosis yang lebih buruk karena komplikasi (retardasi mental dan kretinisme)
yang mungkin terjadi.

KESIMPULAN

Kasus yang didapat kali ini adalah seorang ibu yang membawa bayi berusia 2 bulan ke
puskesmas karena jarang menagis, lebih sering tidur dan malas menetek. Bayi lahir cukup
bulan dan dilahirkan secara normal tanpa ada komplikasi. Keluhan lain disertai sering
konstipasi dan suara serak. Dari hasil pemeriksaan fisik bayi terlihat kuning pucat, ubun-ubun

14
besar terbuka lebar, lidah besar, dull face, hipotoni, hernia umbilikalis. Hasil pemeriksaan
kadar hormone tiroid didapati kadar TSH meningkat dan T4 menurun. Hasil diskusi belajar
mendapatkan hipotesis bahwa bayi tersebut menderita Hipotiroidisme kongenital. Kemudian
ditinjau dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sesuai
bayi tersebut didiagnosis menderita hipotiroid congenital. Sehingga hipotesis diterima bahwa
bayi berusia 2 bulan dengan keluhan jarang menangis, lebih sering tidur, dan malas menetek
disertai keluhan konstipasi dan suara serak menderita Hipotiroidisme kongenital.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid 1. Jakarta:
Percetakan Infomedika, 2007. h. 266-8.
2. Abraham MR, Julien IEH, Colin DR. Buku ajar pediatrik rudolph. Jakarta: EGC, 2002. h.
1930-8.

15
3. Vinay K, Ramzi SC, Stanley R. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: EGC, 2007.
h. 833-5.
4. Roberts CG, Ladenson PW. Hypothyroidsm. New York : Lancet, 2004. p. 793-803.
5. Aru WS, Bambang S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009. h. 1994-2015.
6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 2008. h. 433-45.
7. Van Vliet G. Hypothyroidsm in infants and children. New York: Lippincott Williams &
Wilkins, 2005. p. 1029-47.

16

Anda mungkin juga menyukai