Anda di halaman 1dari 14

PETUNJUK PRAKTIKUM

TEKNIK PANGAN

DISUSUN OLEH:
STAFF PENGAJAR DAN TIM ASISTEN
LABORATORIUM REKAYASA PANGAN DAN HASIL PERTANIAN

NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
ASISTEN :

LABORATORIUM REKAYASA PANGAN DAN HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan diwajibkan mengenakan pakaian rapi, sopan dan bersepatu.


2. Praktikan wajib membawa dan mengenakan jas praktikum selama kegiatan
praktikum berlangsung.
3. Praktikan dilarang meninggalkan kegiatan praktikum tanpa persetujuan atau
ijin dari asisten Laboratorium yang bertugas.
4. Praktikan wajib membawa materi/diktat/modul, serta bahan-bahan percobaan
yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan praktikum, bagi yang tidak
membawa maka diharuskan mengulang praktikum.
5. Praktikan wajib hadir 15 menit sebelum kegiatan praktikum dilaksanakan,
untuk mengikuti pre-test.
6. Praktikan yang tidak siap mengikuti kegiatan praktikum dapat dikenakan
sanksi atau mengulang praktikum.

Semarang, Mei 2017


PERTEMUAN PERTAMA

Percobaan 1. Transfer Panas

Pendahuluan

Transfer panas atau pemindahan panas adalah salah satu dari disiplin
ilmu teknik termal yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan
panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik dan
merupakan suatu bentuk dari energi yang dapat ditransfer atau dipindahkan dari
suatu sistem ke sistem yang lain sebagai akibat perbedaan temperatur dan
fenomena ini terjadi ketika suatu objek yang berbeda temperatur dibawa masuk ke
kontak thermal, aliran panas dari objek yang temperatur tinggi ke temperatur yang
lebih rendah (Cengel, 2003).

Konduksi termal adalah pertukaran mikroskopis langsung dari energi


kinetik partikel melalui batas antara dua sistem. Ketika suatu objek memiliki
temperatur yang berbeda dari benda atau lingkungan di sekitarnya, panas mengalir
sehingga keduanya memiliki temperatur yang sama pada suatu
titik kesetimbangan termal.

Transfer panas pada bahan pangan merupakan satu fenomena transfer yang
penting dalam pengolahan. Panas yang digunakan untuk menaikkan suhu
makanan atau panas diambil dari bahan makanan seperti halnya pada proses
pendinginan atau pembekuan. Panas berperan dalam merangsang atau
menghambat suatu reaksi kimiawi atau proses inaktivasi enzim. Panas sendiri
berpengaruh terhadap perubahan aroma, rasa serta struktur bahan pangan yang
diolah (Wirakartakusumah, 1992). Mekanisme panas yang dipindahkan ke atau
dari dalam bahan pangan terbagi menjadi tiga, yaitu secara konduksi, konveksi
dan radiasi. Mode konduksi merupakan transfer panas dari molekul ke molekul.
Mode konveksi terjadi pergerakan bahan secara curah (bulk) dari bahan yang
bersuhu tinggi ke bagian bahan yang bersuhu rendah. Mode radiasi dengan
gelombang elektromagnet.

Tujuan

Tujuan Praktikum
Praktkum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui dan mengaplikasikan
metode transfer panas terhadap bahan pangan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan Percobaan
Mengetahui waktu perambatan transfer panas dengan media air pada suhu
yang telah ditetapkan.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang perlu disiapkan oleh praktikan (per kloter) adalah susu
UHT Full Cream 250 ml dan Buavita Orange Juice 250 ml. Alat dan bahan
yang disediakan oleh laboratorium adalah beaker glass 100 ml, waterbath,
thermometer, pengaduk.

Metode Percobaan

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.


2. Siapkan penangas air dan panaskan air hingga suhu 80oC.
3. Masukkan beaker glass yang telah diukur luas permukaan dan tingginya
ke dalam penangas air.
4. Panaskan beaker glass hingga suhunya mencapai suhu yang sama dengan
media air.
5. Siapkan sampel (susu dan jus jeruk) sebanyak masing-masing 50 ml dan
cek suhu awal sampel.
6. Masukkan sampel ke dalam beaker glass yang telah dipanaskan.
7. Panaskan sampel sambil diaduk selama 5 menit dan cek suhu sampel yang
diperoleh.
8. Lakukan hal yang sama tetapi aduk selama 10 menit dan cek suhu yang
diperoleh sampel.
9. Bandingkan nilai koefisien konveksi dan suhu yang telah diperoleh dengan
perhitungan secara teoritis.

Data yang Dibutuhkan

1. Luas permukaan beaker glass yang tercelup


2. Volume beaker glass yang tercelup
3. Waktu pemanasan
4. Suhu awal susu (sampel)
5. Suhu awal jus jeruk (sampel)

Tabel Pengamatan

Suhu Pengadukan 10 menit


Sampel
Aktual Teoritis
Susu
Jus Jeruk

Perhitungan

Persamaan perpindahan panas secara konveksi


TaT h . A .t
=
TaTi .c p .V

Keterangan:
Ta : suhu permukaan wadah/gelas (K)
T : suhu sampel setelah pemanasan (K)
Ti : suhu awal sampel/sebelum pemanasan (K)
h : koefisien konveksi (W/m2 K)
A : luas permukaan wadah yang tercelup (m2)
T : waktu (s)
: massa jenis sampel (kg/m3)
susu = 1030 kg/m3
jus jeruk = 1063,6 kg/m3
cp : panas spesifik (J/kg K)
susu = 3,831 kJ/kg K
jus jeruk = 3,882 kJ/kg K
V : volume (m3)

Pembahasan

Data yang dipakai adalah data KLOTER. Pembahasan tidak terbatas,


namun sebaiknya mencakup hal berikut:
1. Perbandingan antara hasil aktual dan teoritis
2. Fenomena yang terjadi pada saat transfer panas dan pada bahan pangan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi transfer panas pada fenomena tersebut.
1.
PERTEMUAN KEDUA

Percobaan 2. Pengeringan

Pendahuluan

Proses pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah


permukaan benda sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang.
Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya perbedaan temperatur yang
signifikan antara dua permukaan. Perbedaan temperatur ini ditimbulkan oleh
adanya aliran udara panas di atas permukaan benda yang akan dikeringkan yang
mempunyai temperatur lebih dingin. Pengeringan zat padat berarti pemisahan
sejumlah kecil air atau zat cair lain dari bahan padat, sehingga mengurangi
kandungan sisa zat cair di dalam zat padat itu sampai suatu nilai terendah yang
dapat diterima. Pengeringan biasanya merupakan alat terakhir dari sederetan
operasi, dan hasil pengeringan biasanya siap untuk dikemas (McCabe, 2002).
Beberapa pengering dapat menangani segala jenis bahan, tetapi ada pula yang
sangat terbatas dalam hal sampel yang ditanganinya.
Pembagian pokok pengering dibagi menjadi dua, yaitu pengering dimana
zat yang dikeringkan bersentuhan langsung dengan gas panas (biasanya udara)
disebut pengering adiabatik (adiabatic dryer) atau pengering langsung (direct
dryer). Kedua, pengering dimana kalor berpindah dari zat ke medium luar,
misalnya uap yang terkondensasi, biasanya melalui permukaan logam yang
bersentuhan disebut pengering non adiabatik (non adiabatic dryer) atau pengering
tak langsung (indirect dryer).
Pengeringan makanan memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama sebagai
sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan kerusakan
makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan dengan
kadar air yang rendah. Enzim yang mengakibatkan perubahan kimia pada
makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air (Geankoplis, 1993). Tujuan
kedua adalah untuk meminimalkan biaya distribusi bahan makanan, karena bahan
makanan yang telah dikeringkan akan memiliki berat yang lebih rendah dan
ukuran yang lebih kecil.

Tujuan

Tujuan praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengerti prinsip dari
metode pengeringan pada bahan pangan dan manfaat dilakukannya pengeringan
pada bahan pangan.

Tujuan percobaan
Melakukan pengeringan pada bahan pangan berupa ubi kuning dan daun
salam sesuai dengan metode yang telah ditetapkan.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan oleh praktikan adalah ubi ungu


sebanyak 2 buah (kelompok ganjil), 15 lembar daun salam utuh (kelompok
genap), dan grafik psikometrik (psychrometric chart).
Alat-alat yang dipersiapkan oleh laboratorium adalah oven pengering, Aw
meter, timbangan, pisau, wadah.

Metode Percobaan

1. Kupas dan iris ubi ungu dengan ketebalan 2 mm sebanyak 10 irisan dan
timbang masing-masing sampel.
2. Timbang berat masing-masing daun salam utuh atau per lembar. Tempatkan
pada jaring-jaring oven (sebelum dioven).
3. Masukkan termometer bola basah bola kering ke dalam oven, amati berapa
suhu bola basah yang terbaca selama 10 menit.
4. Lihat psychrometric chart untuk mencari nilai suhu bola kering berdasarkan
nilai RH yang telah ditentukan dan bola basah yang diketahui.
5. Setelah nilai suhu bola kering diketahui, gunakan oven tengah dan atur suhu
hingga mencapai 100oC, sesuaikan perlakuan yang digunakan {kondensasi
(putar kiri) dan heat (putar kanan)}.
6. Lihatlah pada suhu berapa, nilai bola kering telah tercapai.
7. Masukkan sampel dengan suhu tersebut selama 5 jam.
8. Hitung kadar air (jam ke-0 dan jam ke-5) dan Aw sampel keduanya tiap jam
(jam ke 0, 1, 2, 3, 4, 5).

Ketentuan

Kelompok Nilai RH Sampel Perlakuan Perlakuan


Kel. 1-6 Kel. 7-12
1 dan 7 15 Daun salam Heat Kondensasi
2 dan 8 15 Ubi ungu Heat Kondensasi
3 dan 9 20 Daun salam Heat Kondensasi
4 dan 10 20 Ubi ungu Heat Kondensasi
5 dan 11 25 Daun salam Kondensasi Heat
6 dan 12 25 Ubi ungu Kondensasi Heat
*Oven Pengering (menggunakan yang tengah)
*Sekrup kiri (kondensasi), kanan (heat)
*Nilai RH dikontrol menggunakan Higrometer Digital.

Pengamatan

1. Menentukan nilai bola basah dan bola kering serta suhu pengeringan.
2. Penghitungan kadar air tiap sampel, pada jam ke-0 dan jam ke-5.
3. Pengukuran Aw tiap sampel tiap sampel, tiap jam.

Rumus Kadar Air

B(C A)
Kadar Air ( )= x 100
B

Keterangan:

A = Bobot cawan kosong


B = Bobot sampel
C = Bobot sampel + cawan setelah dipanaskan
Tabel Pengamatan

Paramete Jam ke Jam ke Jam ke Jam ke Jam ke Jam ke


Sampel
r 0 1 2 3 4 5
Daun Kadar Air
Salam Aw
Kadar Air
Ubi Ungu
Aw

Pembahasan

Data yang dipakai adalah data KELAS. Pembahasan tidak terbatas, namun
sebaiknya mencakup hal berikut:
2. Konsep pengeringan pada bahan pangan.
3. Faktor yang mempengaruhi fenomena pengeringan pada bahan pangan.
4. Karakteristik bahan pangan yang telah mengalami proses pengeringan.
5. Perlakuan yang mempertahankan atau menjaga kadar air dan Aw pada bahan
pangan.
6. Perbedaan perlakuan dan sampel yang digunakan pada proses pengeringan.

PERTEMUAN TIGA

Percobaan 3. Proses Termal

Pendahuluan

Proses termal merupakan sebuah proses yang dirancang khusus dengan


memanfaatkan panas untuk menginaktivasi atau membunuh mikroba yang
terdapat di dalam pangan. Proses termal dilakukan untuk mengurangi jumlah
mikroba pembusuk yang dapat menurukan masa simpan dan kualitas dari pangan.
Dalam desain proses termal terdapat 2 hal penting yang harus diketahui, yaitu
karakteristik ketahanan panas mikroba dan profil pindah panas dari medium
pemanas ke dalam bahan pada titik terdinginnya (Hariyadi dan Wulandari, 2012).
Karakteristik ketahanan panas dapat dinyatakan dengan nilai D dan nilai
Z. Nilai D adalah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk mengurangi populasi
mikroba sejumlah 1 log siklus pada suhu tertentu. Semakin besar nilai D
menunjukkan bahwa bakteri tersebut tahan terhadap panas pada suhu tertentu.
Nilai Z adalah suhu yang diperlukan untuk menurunkan atau meningkatkan 1
siklus log nilai D. Semakin besar nilai Z berarti mikroba tersebut daya tahannya
akibat perubahan suhu sangat besar dan sebaliknya jika nilai Z kecil maka
mikroba sangat peka terhadap perubahan panas (Mailia et al., 2015).
Nilai F0 merupakan waktu yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba
target hingga mencapai level tertentu pada suhu tertentu. Apabila proses yang
dilakukan adalah proses sterilisasi, maka nilai F0 diartikan sebagai nilai sterilisasi.
Sedangkan apabila prosesnya adalah pasteurisasi maka nilai F 0 diartikan sebagai
nilai pasteurisasi. Nilai F0 standar yang biasa digunakan pada proses sterilisasi
adalah 121.1 oC (Hariyadi dan Wulandari, 2012).

Tujuan

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengerti prinsip proses
termal pada bahan pangan dan manfaat dilakukannya pemanasan pada bahan
pangan.

Tujuan Percobaan
Melakukan pemanasan pada bahan pangan dengan suhu yang berbeda, lalu
melakukan uji kualitas pada bahan pangan setelah dipanaskan.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan oleh praktikan (per kloter) adalah


susu sapi segar (dalam keadaan dingin) sebanyak 1 liter.
Alat-alat yang dipersiapkan oleh laboratorium adalah pH meter, tabung
reaksi, panci, kompor, alumunium foil, sendok, data logger, dan thermocouple.

Metode Percobaan

1. Siapkan alat serta bahan yang dibutuhkan


2. Sterilisasi peralatan yang dibutuhkan (tabung reaksi dan gelas ukur)
3. Cek pH awal susu segar.
4. Panaskan 250 ml susu segar hingga mencapai 70oC dan 100oC dengan holding
time selama 20 detik. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan data
logger dan thermocouple.
5. Cek pH susu setelah pemanasan.
6. Masukkan susu yang telah dipanaskan ke dalam 9 buah tabung reaksi steril
sebanyak 10 ml dan ditutup rapat dengan alumunium foil.
7. Sisakan satu tabung dalam keadaan terbuka untuk diukur penurunan suhunya
dengan data logger.
8. Rendam tabung reaksi di dalam air dan diamkan hingga suhu tidak lagi
berubah.
9. Siapkan 4 buah tabung berisi susu sebanyak 10 ml yang tidak diberi perlakuan
panas sebagai kontrol.
10. Simpan susu pada suhu ruang dan cek perubahan pH nya pada jam ke-0, 3, 5,
24 (pengukuran pH dilakukan duplo).

Data yang Diperoleh

1. Profil suhu pemanasan


2. Perubahan pH

Pengamatan
1. Perubahan pH
2. F0

Tabel Pengamatan

Suhu pH
(oC) Awal 0 jam 3 jam 5 jam 24 jam
Kontrol
70

100

Pembahasan

Data yang dipakai adalah data KLOTER. Pembahasan tidak terbatas, namun
sebaiknya mencakup hal berikut:
1. Hubungan antara pH awal
susu dengan perubahan pH susu setelah pemanasan pada penyimpanan
selama 24 jam.
2. Hubungan antara nilai F0
dengan pH susu yang diperoleh.
3. Fenomena yang terjadi dalam
proses pemanasan.
4. Faktor-faktor dalam proses
yang mempengaruhi pH.
5. Kesalahan-kesalahan apa
yang mungkin terjadi pada saat percobaan

DAFTAR PUSTAKA

Cengel, Y. 2003. Heat Transfer: A Practical Approach Second Edition. McGraw


Hill, New York.

Geankoplis, C. J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. University of


Minnesota, Minnesota.
Hariyadi, P. dan N. Wulandari. 2012. Parameter Kecukupan Proses Thermal.
Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.

Mailia, R., B. Yudhistira, Y. Pranoto, S. Rochdyanto, dan E. S. Rahayu. 2015.


Ketahanan panas cemaran Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Bacillus cereus dan bakteri pembentuk spora yang diisolasi dari proses
pembuatan tahu di Sudagaran Yogyakarta. Agritech. 35 (3): 300-308.

McCabe, W. L. 2002. Unit Operation of Chemical Engineering. McGraw Hill,


Singapore.

Wiratakusumah, M. A., K. Abdullah, dan A. M. Syarief. 1992. Sifat Fisik Pangan.


PAU Pangan Gizi IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai