Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini bukan hanya membawa
kesejahteraan bagi umat manusia di segala bidang kehidupan, tetapi juga
menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Salah satu akibat yang tidak diharapkan
tersebut adalah meningkatnya kuantitas maupun kualitas tindak kejahatan. 1

Pola bekas gigitan (bite mark) pada kulit terutama dipengaruhi oleh tekanan
dan lamanya waktu gigitan. Selain itu faktor-faktor lain seperti faktor mekanis dan
fisiologis berperan dalam munculnya bite mark. Bite mark pada manusia yang paling
sering terdiri atas abrasi dangkal dengan atau tanpa perdarahan dan muncul
lengkungan. Kehadiran bukti fisik seperti bite mark dalam kasus pemerkosaan,
pembunuhan dan kekerasan dianggap sangat berharga. Bite mark adalah bukti paling
umum dalam kasus pemerkosaan. Tanda ini juga berperan dalam menentukan jenis
kekerasan fisik dan usia pelaku kriminal. Tulisan ini membahas pentingnya bite mark
sebagai bukti forensik odontologi sangat diperlukan dalam setiap kasus kriminal.2,3

Salah satu alat bukti yang dapat digunakan dalam proses identifikasi adalah sidik
bibir atau lip print. Sidik bibir merupakan garis normal dan celah dalam bentuk
keriput dan alur di zona transisi bibir manusia, antara mukosa labial bagian dalam
dan kulit luar. Sidik bibir dikenal dengan sebutan cheilosglyphia. Pola sidik bibir
bersifat stabil dan tidak mengalami perubahan oleh perbedaan iklim atau adanya
penyakit disekitar mulut. Kondisi bibir dalam keadaan terbuka, tersenyum, dan
mengecup dapat menghasilkan pola yang unik pada setiap individu.pola sidik bibir
dapat digunakan sebagai metode alternatif identifikasi individu karena polanya sangat
unik dan berbeda-beda setiap orangnya.

1
1.2. Rumusan masalah
1. Apa saja klasifikasi dari luka?

2. Bagaimana metode identifikasi dari bitemark?

3. Bagaimana metode pengambilan pola sidik bibir?

4. Bagaimana anatomi dari bibir?

5. Apa saja informasi yang dapat dari diperoleh dari identifikai melalui bitemark
dan sidik bibir?

6. Bagaimana korelasi bitemark dan sidik bibir dengan jurisprudensi kedokteran


gigi?

1.3. Tujuan

1 Mampu menjelaskan klasifikasi luka


2 Mampu melakukan identifikasi luka gigitan
3 Mampu melakukan berbagai metode identifikasi bitemark

4 Mengetahui peran analisis bite mark dalam mengidentifikasi pelaku


kejahatan dan korban pelaku kejahatan

5 Mampu melakukan berbagai metode identifikasi sidik bibir

6 Mengetahui peran analisis sidik bibir dalam mengidentifikasi pelaku


kejahatan dan korban pelaku kejahatan

7 Mampu memahami informasi yang diperolah dari identifikasi bite mark dan
sidik bibir

8 Memahami peran dokter gigi dalam identifikasi bite mark dan sidik bibir.

2
1.4 Strukturisasi

DENTAL
FORENSIK

IDENTIFIKASI KORBAN DAN


DENTAL
PELAKU
JURISPRUD
ENSI

LUKA SIDIK BIBIR


GIGITAN

HEWAN MANUS
IA

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Luka

2 .1.1Definisi
Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan
yang disebabkan banyak hal atau berbagai faktor.
Luka adalah kerusakan kontinuitas jaringan atau kuit, mukosa
mambran dan tulang atau organ tubuh lain 4
Luka adalah gangguan dari kondisi normal pada kulit 5

Jenis-jenis luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara
mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat luka 5
2.1.2 Berdasarkan derajat kontaminasi5
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat
inflamasi dan infeksi, yang merupakan luka sayat
elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi
untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus
genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka tetap
dalam
keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka
pembedahan dimana saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi

4
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama
namun luka tidak menunjukkan tanda infeksi.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar 3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi
terinfeksi spillage saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan
tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka
terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi),
fraktur terbuka maupun luka penetrasi. Kemungkinan
infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan
yang mengandung jaringan mati dan luka dengan tanda
infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa sebagai
akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk
luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

2.1.3 Berdasarkan Penyebab6


a. Vulnus ekskoriasi atau luka lecet/gores adalah cedera
pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan
benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan
lalu lintas, terjatuh maupun benturan benda tajam
ataupun tumpul.

b. Vulnus scissum adalah luka sayat atau iris yang di tandai


dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.
Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-
hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam (

5
seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur .

c. Vulnus laseratum atau luka robek adalah luka dengan


tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul.
Luka ini dapat kita jumpai pada kejadian kecelakaan
lalu lintas dimana bentuk luka tidak beraturan dan
kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa
hingga lapisan otot.

d. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat


tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka
lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda
tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek tusukan
yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.

Ciri-ciri Luka Tusuk yaitu:7


1. Kedalaman luka lebih besar dibandingkan panjang atau
lebarnya
2. Lebar luka sedikit lebih besar dibandingkan panjangnya
3. Bentuk luka tergantung senjata yang digunakan
4. Pinggiran luka lebih bersih atau mengalami laserasi disertai
dengan iritasi. Bisa juga terdapat memar, tergantung di
senjata yang digunakan
5. Arah jalannya luka ( diperiksa dengan hati-hati
menggunakan alat probe) akan memberi petunjuk mengenai
cara terjadinya cedera, misalnya karena bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan

6
6. Pada kasus tertentu, mungkin bisa ditemukan 2 bekas jejas
luka yaitu tusukan pertama dan tusukan kedua dari senjata
tersebut ke dalam tubuh

e. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang.


Luka gigitan hewan memiliki bentuk permukaan luka
yang mengikut i gigi hewan yang menggigit. Dengan
kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan
tersebut.

f. Vulnus combutio adalah luka karena terbakar oleh api


atau cairan panas maupun sengatan arus listrik. Vulnus
combutio memiliki bentuk luka yang tidak beraturan
dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang
menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa.

Klasifikasi Luka Bakar :5


1. Luka bakar derajat 1 (Luka bakar epidermal)

Luka akibat terkena panas dari api, benda panas dan cairan
panas yang suhunya tidak mencapai titik didih, bisa juga
akibat cairan kimia. Luka berupa kemerahan, waktu
penyembuhan bisa antara beberapa jam sampai beberapa
hari

2. Luka bakar derajat 2 (Luka bakar epidermal)

Luka karena benda panas atau cairan panas yang suhunya


mencapai titik didih atau lebih tinggi. Lapisan kulit
superfisial hanya sedikit yang rusak. Pada awalnya terdapat

7
lasikel yang akan teras sakit dan warnanya akan menjadi
hitam

3. Luka bakar derajat 3 ( Luka bakar epidermal)

Luka bakar ini akibat cairan yang suhunya diatas titik


didih. Lapisan superfisial kulit seluruhnya rusak sehingga
pada penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut.
Ujung persarafan juga terpapar dan hal ini mengakibatkan
rasa nyeri yang hebat.

4. Luka bakar derajat 4 (Luka bakar dermoepdimal)

Seluruh jaringan kulit mengalami kerusakan. Ujung saraf


juga ikut rusak, sehingga pada luka bakar ini rasa nyeri
tidak ada. Jaringan parut yang terbentuk akan mengalami
kontraksi. Luka akan terkelupas pada hari ke lima atau ke
enam dan penyembuhannya berjalan lambat

5. Luka bakar derajat 5 (Luka bakar dalam)

Pada keadaan ini kerusakan juga meliputi fasia otot dan


hampir selalu mengakibatkan defomitas

6. Luka bakar derajat 5 (Luka bakar dalam)

Keadaan ini biasanya fatal. Jika tidak meninggal maka


biasanya mengakibatkan kerusakan anggota badan

g. Vulnus Schlepetorum adalah luka tembak yang disebabkan


oleh penetrasi anak peluru atau persentuhan peluru dengan
tubuh. Termasuk dalam luka tembak adalah luka penetrasi

8
ataupun perforasi. Luka penetrasi terjadi bila anak peluru
memasuki suatu objek dan tidak keluar lagi, sedangkan pada
luka perforasi anak peluru menembus objek secara
keseluruhan. Luka dalam luka tembak dapat berupa
keduanya, baik luka penetrasi maupun luka perforasi.
Peluru yang ditembakkan kekepala dapat menembus kulit
dan tengkorak sebelum akhirnya bersarang didalam otak.
Hal ini menimbulkan luka penetrasi pada kepala dan luka
4
perforasi pada tengkorak dan otak

Klasifikasi Luka Tembak


1) Luka Tembak Masuk
Bagian yang penting dalam pemeriksaan luka tembak
adalah pemeriksaan luka tembak masuk karena pengertian luka
tembak adalah penetrasi anak peluru ke dalam tubuh, maka perlu
dikaji tentang yang terjadi pada waktu peluru menembus kulit.
Selain luka masuk yang merobek tubuh, maka dipinggir luka
akan terbentuk cincin memar disekeliling luka masuk (contusion
ring), sebetulnya ini lebih tepat disebut luka lecet. Diameter luka
memar ini menggambarkan kaliber peluru yang menembus. Oleh
karena itu perlu diukur dengan teliti. Bila cincin memar bulat
berarti peluru menembus tegak lurus. Bila lonjong maka peluru
menembus miring. Arah dan sudut kemiringan luka tembak
masuk dapat ditentukan dari bagian yang lebih lebar dari cincin
memar6

Bentuk cincin memar tidak bisa teratur, ini dihubungkan


dengan kemungkinan peluru yang menembus kulit tidak bulat lagi
karena berubah bentuk, misalnya peluru rikoset karena mengenai
benda lain dulu seperti dinding, pohon, dan lain-lain atau peluru
memuai karena panas atau peluru yang ujungnya sengaja dibelah6

9
Luka tembak pada tulang, khususnya tulang pipih akan
menunjukkan kelainan yang khas, sehingga walaupun pada
korban telah mengalami pembusukan masih tetap akan dapat
dikenali dari bagian sebelah mana peluru masuk dan pada bagian
mana pula peluru tersebut keluar. Luka tembak pada kepala
merupakan contoh yang baik untuk melihat kelainan dimaksud6
a. Pada tempat masuknya peluru, lubang yang terjadi pada
tabula eksterna akan lebih kecil dibandingkan dengan
lubang pada tabula interna, sehingga membentuk corong
yang membuka ke dalam.
b. Pada tempat keluarnya peluru, lubang yang terjadi pada
tabula interna akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
lubang pada tabula eksterna, sehingga membentuk corong
yang membuka keluar.
c. Tembakan pada tulang panjang walaupun tidak memberikan
gambaran yang khas, tetapi merupakan petunjuk dari mana
peluru datang yaitu melihat fragmen tulang yang terangkat
atau terdorong, bila peluru datang dari sebelah kanan maka
fragmen tulang akan terdorong ke sebelah kiri.
d. Pada luka tembak tempel dapat dijumpai pengotoran berwarna
hitam yang ditimbulkan oleh butir-butir mesiu yang tidak
terbakar atau sebagian terbakar, yang menempel pada tepi
lubang yang terbentuk pada tengkorak atau tulang.

2) Luka Tembak Keluar


Jika peluru yang ditembakkan dari senjata api mengenai
tubuh korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan
keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana
peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bila

10
mana peluru yang masuk kedalam tubuh korban tidak terbentur
dengan tulang, maka saluran luka yang terbentuk yang
menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar
dapat menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat sesuai
dengan tembakan6

Ciri khusus yang sekaligus merupakan perbedaan pokok


dengan luka tembak masuk adalah: tidak adanya kelim lecet,
bentuk luka tembak keluar lebih besar. Adapun faktor-faktor
yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka
6
tembak masuk adalah
a. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas
sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang.
b. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan
gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras,
peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), ini
disebut tumbling.
c. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan disebut yawing.
d. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen, fragmen-fragmen
ini akan menyebabkan bertambah besar luka tembak keluar.
e. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut
terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat
robekan tambahan, sehingga akan memperbesar luka tembak
keluarnya.

Pada beberapa keadaan luka tembak keluar justru lebih kecil


6
dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan
a. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar
berkurang, sehingga kerusakannnya, akan lebih kecil, perlu
diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan

11
kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan
kecepatannya.
b. Adanya benda yang menahan atau menekan kulit pada daerah
dimana peluru akan keluar, yang berarti menghambat
kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila
dibandingkan dengan luka tembak masuk.

Luka tembak keluar di daerah kepala dapat seperti bintang


(stellate) . Bentuk bintang tersebut disebabkan oleh karena akibat
tembakan dimana tenaganya diteruskan ke segala arah,
fragmen-fragmen tulang yang terbentuk turut terdorong
keluar dan menimbulkan robekan-robekan baru yang dimulai
8
dari pinggir luka dan menyebar secara radier.

Beberapa variasi luka tembak keluar seperti luka tembak


keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan
oleh karena tenaga peluru tersebut hampir habis atau ada
penghalang yang menekan pada tempat dimana peluru akan
keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah, dan
tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah
tersebut. Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah
peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena:6
a. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat
sendiri luka tembak keluar.
b. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang
tersebut terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan
tempat keluarnya peluru.
c. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka
tembak masuk (tandem bullet injury), dan di dalam tubuh
ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat

12
yang berbeda.

Tabel 1. Perbedaan Luka Tembak Masuk dan Luka Tembak


Keluar

Luka Tembak Masuk Luka Tembak keluar


Ukurannya kecil, karena Ukurannya lebih besar dan
peluru menembus kulit lebih tidak teratur dibanding
seperti bor dengan kecepatan luka tembak masuk, karena
tinggi kecepatan peluru berkurang
sehingga menyebabkan
robekan jaringan
Pinggiran luka melekuk Pinggiran luka melekuk keluar
kearah dalam karena peluru karena peluru menujukeluar
menembus kulit dari luar
Pinggiran luka mengalami abrasi Pinggiran luka tidak
mengalami abrasi
Bisa tampak kelim lemak Tidak terdapat kelim lemak
Pakaian masuk kedalam Disekitar luka tampak
luka, dibawa oleh peluru kelim ekimosis
yang masuk
Pada luka bisa tampak
hitam, terbakar, kelim tatu,
atau jelaga
Pada tulang tengkorak,
pinggiran luka bagus
bentuknya
Bisa tampak berwarna
merah terang akibat adanya
zat karbon monoksida

13
Tidak ada mirip kerucut
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tampak seperti gambaran
Perdarahan hanya sedikit Perdarahan lebih banyak
Pemeriksaan radiologi atau lingkaran timah atau zat besi
analisa aktivitas netron disekitar luka tidak ada
mengungkapkan adanya

14
Jarak Luka Tembak
Peluru yang menembus tubuh bisa ditembakkan dari
berbagai jarak. Untuk kepentingan medikolegal penentuan
jarak luka tembak ini sangat penting. Jarak luka tembak
dibagi atas 4 yaitu:

1) Luka Tembak Tempel (Contact Wounds)


Terjadi bila laras senjata menempel pada kulit. Luka
masuk biasanya berbentuk bintang (stellate) karena tekanan
gas yang tinggi waktu mencari jalan keluar akan merobek
jaringan. Pada luka didapati jejas laras, yaitu bekas ujung
laras yang ditempelkan pada kulit. Gas dan mesiu yang
tidak terbakar didapati dalam jaringan luka. Didapati kadar
CO yang tinggi dalam jaringan luka. Luka tembak tempel
biasanya didapati pada kasus bunuh diri. Oleh karena itu
sering didapati adanya kejang mayat (cadaveric spame). Luka
tembak tempel sering didapati di pelipis, dahi, atau dalam
mulut4
Luka tembak tempel di daerah pelipis mempunyai ciri:
luka berbentuk bundar dan terdapat jejas laras. Luka tembak
tempel di daerah dahi mempunyai ciri: luka berbentuk bintang
dan terdapat jejas laras. Luka tembak tempel di dalam mulut
mempunyai ciri : luka berbentuk bundar dan kemungkinan
3
besar tidak terdapat jejas laras

2) Luka Tembak Sangat dekat (Close Wound)


Luka tembak masuk jarak sangat dekat sering disebabkan
pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat ( 15 cm), maka
akan didapati cincin memar, tanda- tanda luka bakar, jelaga
dan tatu disekitar lubang luka masuk. Pada daerah sasaran
tembak didapati luka bakar karena semburan api dan gas panas,
kelim jelaga (arang), kelim tatu akibat mesiu yang tidak
terbakar dan luka tembus dengan cincin memar dipinggir

15
6
luka masuk

3) Luka Tembak Dekat (Near Wound)


Luka dengan jarak dibawah 70 cm akan meninggalkan
lubang luka, cincin memar dan tatu disekitar luka masuk.
Biasanya karena pembunuhan. Pada luka tembak penting
sekali memeriksa baju korban. Harus dicocokkan apakah
lubang ditubuh korban setentang dengan lubang dipakaian.
Dalam hal ini baik pada luka tembak dekat, sangat dekat,
dan juga luka tembak tempel, perlu diperhatikan
kemungkinan tertinggalnya materi-materi asap dan tatu
dipakaian korban, karena pada tubuh korban hanya didapati
luka dengan cincin memar yang memberikan gambaran luka
tembak jauh. Oleh karena itu bila korban luka tembak tidak
memakai pakaian, jangan menentukan jarak luka tembak
7
sebelum memeriksa pakaiannya

4) Luka Tembak Jauh (Distand Wound)


Disini tidak ada kelim tatu, hanya ada luka tembus oleh
peluru dan cincin memar. Jarak penembakan sulit atau hampir
tak mungkin ditentukan secara pasti. Tembakan dari jarak
lebih dari 70 cm dianggap sebagai tembakan jarak jauh, karena
7
partikel mesiu biasanya tidak mencapai sasaran lagi

2.2 Bitemark

2.2.1 Bitemark Hewan (Gigitan Hewan)9


Bite mark hewan umumnya terjadi sebagai akibat
dari penyerangan hewan peliharaan kepada korban yang
tidak disukai dari hewan tersebut. Apabila korban hidup
mengalami kejadian tersebut, biasanya ini terjadi tanpa
instruksi dari pemeliharanya. Bila instruksi dari
pemeliharaanya maka hal ini sering terjadi pada hewan
khususnya anjing yang berjenis herder atau doberman

16
yang memang khusus dipelihara oleh pawang anjing di
jajaran kepoisian, terutama untuk menangkap pelaku atau
tersangka.

a. Bite mark Anjing


Bite mark anjing biasanya terjadi pada serangan
atas perintah pawangnya atau induk semangnya. Hal ini
terjadi pada jajaran kepolisian demi mengejar pelaku atau
tersangka, dan selalu bite mark terjadi pada hewan buas
lainnya antara lain harimau, singa, kucing, serigala.

b. Bite mark Hewan Pesisir Pantai


Bite mark ini terjadi apabila korban meninggal
ditepi pantai atau korban meninggal dibuang di pesisir
pantai sehingga dalam beberapa hari atau beberapa
minggu korban tersebut digerogoti oleh hewan laut, antara
lain kerang, tiram.

c. Bite mark Hewan Peliharaan


Bite mark ini terjadi sebagai akibat dari tidak
adanya makanan yang dikonsumsi oleh hewan peliharaan
dalam beberapa waktu yang agak lama sehingga sangatlah
lapar sedangkan pemeliharanya sangat sayang akan hewan
peliharaannya sehingga ia siap mengorbankan tubuhnya
jadi santapan hewan tersebut.9

Vulnus Morsum Serpentis


Vulnus morsum serpentis atau luka gigitan ular termasuk kasus yang
sering ditemukan.10 Tidak semua gigitan ular berbisa. Terdapat sekitar 40 spesies
dari ular berbisa yang terbagi dalam dua famili:
1. Elapidae bertubuh pendek, memiliki gigi taring depan yang kuat. Yang
termasuk dalam spesies ini adalah ular kobra, ular karang, dan ular laut.
2. Viperidae memiliki kepala yang berbentuk segitiga dan panjang.

17
Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas
taring,
(B) Ular berbisa dengan bekas taring

Klasifikasi keracunan akibat gigitan ular berbisa (Parrish):


Derajat 0
Yaitu dengan tidak ada tanda-tanda keracunan,
hanya terdapat bekas taring dan gigitan ular, nyeri
minimal dan terdapat edema dan eritema kurang dari 1
inci dalam 12 jam, pada umumnya gejala sistemik yang
lain juga tidak ditemukan.

Derajat 1
Terjadi keracunan minimal, terdapat bekas taring dan gigitan, terasa
sangat nyeri dan edema serta eritema seluas 1-5 inci dalam 12 jam, tidak
ada gejala sistemik.

Derajat 2
Terjadi keracunan tingkat sedang, terdapat bekas taring dan gigitan,
terasa sangat nyeri dan edema serta eritema seluas antara 6-12 inci dalam
12 jam. Kadang-kadang dijumpai gejala sistemik seperti syok, mual, gejala
neurotoksi, pembesaran kelenjar getah bening regional.

18
Derajat 3
Terjadi keracunan yang hebat, terdapat bekas
taring dan gigitan, terasa sangat nyeri dan edema serta
eritema yang luasnya lebih dari 12 inci dalam 12 jam.
Juga dijumpai gejala sistemik seperti hipotensi, petekhiae,
ekimosis, serta syok.

Derajat 4
Terjadi keracunan sangat berat, terdapat bekas
taring dan gigitan yang multiple, tersapat edema serta
eritema lokal pada bagian distal ekstremitas dan gejala
sistemik berupa gagal ginjal, koma, dan sputum berdarah.

Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular


berbisa. Beberapa spesies ular yang tidak berbisa dapat
terlihat menyerupai ular berbisa. Namun beberapa ular
berbisa dapat dikenali melalui, bentuk, warna, kebiasaan
dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam.
Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga,
ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan
terdapat bekas taring.10

Vulnus Morsum Canis


Vulnus morsum canis atau luka gigitan anjing adalah cedera yang
disebabkan oleh gigitan anjing yang terkadang dapat mengakibatkan infeksi dan
penyakit rabies.

19
Gambar 2. Kasus gigitan anjing

Gigitan anjing terdiri dari beberapa stadium:


Stadium Prodromal
Pada stadium ini gejalanya tidak spesifik, nyeri kepala, demam yang
diikiuti dengan anoreksia, mual muntah, malaise, kulit hipersensitif, serak dan
pembesaran kelenjar limfe regional.
Masa Perangsangan Akut (Agitasi)
Stadium ini ditandai adanya kecemasan,
berkeringat, gelisah oleh suara atau cahaya terang, salvias,
insomnia, nervouseness, spasme otot kerongkongan,
tercekik, sukar menelan cairan bahkan ludah, hidrofobia,
kejang-kejang, dan kaku.
Masa Kelumpuhan
Hal ini dapat terjadi akibat kerusakan sel saraf,
penderita menjadi kebingungan, sering kejang-kejang,
inkontinensiaurin, stupor, koma, kelumpuhan otot-otot dan
dapat berujung kematian.

Analisa bite mark hanya dilakukan pada korban yang terdapat bekas
gigitan manusia karena bite mark oleh hewan dapat segera diketahui melalui pola
gigitan yang sesuai dengan morfologi gigi hewan pelaku. Maka tim identifikasi
maupun tim penyidik harus dapat membedakan dengan segera bitemark hewan
ataupun bitemark manusia di tempat kejadian perkara atau pada tubuh korban.9

20
2.2.2 Bitemark Manusia

Menurut William Eckert pada tahun 1992, bahwa yang dimaksud dengan
bite mark ialah tanda gigitan dari pelaku yang tertera pada kulit korban dalam
bentuk luka, jaringn kulit maupun jaringan ikat dibawah kulit sebagai akibat dari
pola permukaan gigitan dari gigi-gigi pelaku melalui kulit korban. Luka adalah
gangguan atau hilangnya kontunuitas jarigan yang disebabkan oleh suatu enegi
mekanik eksternal.11

Menurut Sopher pada tahun 1976 bahwa bite mark, baik bite mark yang
ditimbulkan oleh hewan berbeda dengan manusia oleh karena perbedaan
morfologi dan anatomi gigi geligi serta bentuk rahangnya

Menurut susunan gigi geligi, gigi terbagi atas :12

1. Homodontal ialah gigi geligi yang mempunyai bentuk yang sama.


Misalnya pada ikan.

2. Heterodontal ialah gigi geligi yang mempunyai bermacam-macam bentuk


dan fungsi, misalnya pada anjing, kucing, kera serta manusia. Karena
manusia termasuk golongan heterodontal maka gigi geligi dibagi dalam
beberapa golongan yaitu :

a. Golongan insisivus : gigi seri, yang gunanya untuk


mengiris/memotong makanan.

b. Golongan kaninus : gigi taring yang gunanya untuk mengiris dan


menyobek makanan.

c. Gigi premolar : gigi geraham kecil, yang gunanya untuk menyobek


makanan dan membantu menggiling makanan.

d. Golongan molar : gigi geraham besar, yang gunanya untuk


mengunyah, menumbuk, dan menggiling makanan karena mempunyai
permukaan kunyah yang lebar dengan banyak tonjolan-tonjolan dan
lekukan-lekukan.

21
Pola gigitan mempunyai derajat perlekukan sesuai dengan kerasnya
gigitan, pada pola gigitan manusia terdapat enam kelas yaitu:

1. Kelas I : Bite mark terdapat jarak dari gigi insisivus dan kaninus.
2. Kelas II : Bite mark kelas II seperti bite mark kelas I, tetapi terlihat cusp
bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp lingualis tetapi derajat
bite marknya masih sedikit.
3. Kelas III : Bite mark kelas III derajat luka lebih parah dari kelas II yaitu
permukaan gigi insisivus telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan
mempunyai derajat lebih parah dari bite mark kelas II.
4. Kelas IV : Bite mark kelas IV terdapat luka pada kulit dan otot di bawah
kulit yang sedikit terlepas atau rupture sehingga terlihat bite mark
irregular.
5. Kelas V : Bite mark kelas V terlihat luka yang menyatu bite mark
insisivus, kaninus dan premolar baik pada rahang atas maupun bawah.
6. Kelas VI : Bite mark kelas VI memperlihatkan luka dari seluruh gigitan
dari rahang atas dan rahang bawah dan jaringan kulit serta jaringan otot
terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan pembukaan mulut.

Pola gigitan pada jaringan tubuh manusia sangatlah berbeda tergantung


organ tubuh mana yang terkena. Adapun pola gigitan pola gigitan tersebut adalah
sebagai berikut:9

1. Bite Mark Heteroseksual

Bite mark pada pelaku-pelaku hubungan intim antar lawan jenis


dengan perkataan lain hubungan seksual antara pria dan wanita
terdapat penyimpangan yang sifatnya sedikit melakukan penyiksaan
yang menyebabkan lawan jenis sedikit kesakitan atau menimbulkan
rasa sakit.

a. Bite mark dengan Aksi Lidah dan Bibir

Bite mark ini terjadi pada waktu birahi antara pria dan wanita.

b. Bite mark Pada Sekitar Organ Genital

22
Bite mark ini terjadi akibat pelampiasan dari pasangannya atau
istrinya akibat cemburu buta yang dilakukan pada waktu suaminya
tertidur pulas setelah melakukan hubungan seksual.

c. Bite mark Pada Organ Genital

Bite mark ini modus operasinya sama dengan seperti tersebut


diatas yaitu pelampiasan emosional dari lawan jenis atau istri
karena cemburu buta. Biasanya hal itu terjadi pada waktu korban
tertidur lelap setelah melakukan hubungan intim.

2. Bite mark child abused

Bite mark ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan dengki dari teman ibunya,
atau ibu anak tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai, lebih lincah,
lebih komunikatif dari anaknya sendiri maka ia melakukan pelampiasan dengan
rencana oleh karena di tunggu pada waktu korban tersebut melewati samping atau
depan rumahnya dan setelah kemudian melakukan gigitan, ibu tersebut melarikan
diri melalui jalan yang sempit.

Bite mark ini dapat terjadi pada mereka masyarakat


menengah ke bawah yang umumnya penghuni dari flat
atau kondominium sehingga terdapat jalan sempit antar
bangunan yang dipakai oleh sang ibu untuk melarikan
diri.

Lokasi bite mark pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung, bahu
atas, leher.8

pada waktu korban tersebut melewati samping atau depan rumahnya dan setelah
kemudian melakukan gigitan, ibu tersebut melarikan diri melalui jalan yang
sempit.

Bite mark ini dapat terjadi pada mereka masyarakat

23
menengah ke bawah yang umumnya penghuni dari flat
atau kondominium sehingga terdapat jalan sempit antar
bangunan yang dipakai oleh sang ibu untuk melarikan
diri.

Lokasi bite mark pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung, bahu
atas, leher.10

Tipe-tipe gigitan ada berapa macam, yaitu :

1. Haemoage : titik perdarahan kecil

2. Abrasi : tidak ada bekas kersakan kulit

3. Luka memar : pembuuh darah putus, memar, biru, lebam

4. Luka laserasi : tertusuk/sobek pada kullit

5. Pengirisan : tusukan yang rapi pada kulit

6. Avulsi : kulit terkeupas

7. Artifact : digigit hingga bagian tubuh terpotong

Kuatnya suatu gigitan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Clear Defined : tekanan tergambar pada kulit

2. Obviously Define : terdapat lekukan jelas pada kulit

3. Quite Noticable : terjadi luka

4. Lacerated : kulit ditekan secara kasar sehingga rusak dari tubuh

3.Bibir

Analisa Bukti Bekas Gigitan Manusia9

Untuk analisa bekas gigitan ada beberapa teori um


um dengan beberapa cara sesuai dengan beratnya kasus.

24
Teori Pertama

1. Bekas gigitan dicetak menggunakan bahan cetak muccos statis yang detail.
2. Diperoleh duplikat bekas gigitan dalam bentuk model dental stone.
3. Tersangka dicetak giginya lalu dibandingkan dengan model bekas gigitan.

Teori Kedua

1. Bekas gigitan difoto dengan foto 3 dimensi.


2. Gigi geligi tersangkadicetak.
3. Dilakukan perbandingan foto dimensi dengan gigi geligi tersangka.

Teori Ketiga
1. Bekas gigitan difoto dengan foto hitam putih yang diberi ukuran milimeter
sebagai tolak ukur.
2. Foto bekas gigitan diperbesar sesuai asli (life size).
3. Tersangka ducetak giginya.
4. Print (jelas) dari permukaan oklusal/insisal diambil
5. Dilakukan perbandingan antara foto bekas gigitan dan cetakan gigi tersan
gka.

2.2.3 Analisa Bite mark pada manusia9

Analisa bite mark dilakukan hanyalah korban


terdapat bite mark manusia. Karena Bite mark oleh hewan
dapat segera diketahui. Maka tim identifikasi maupun tim
penyidik haruslah dengan lincah dapat membedakan
segera bite mark hewan maupun bite mark manusia di
tempat kejadian perkara atau pada tubuh korban.

1. Bahan-bahan analisa

Apabila dilakukan pencetakan pada bite mark


manusia haruslah digunakan bahan cetak yang flow
sistem antara lain alginat dan sejenisnya. Kemudian untuk
organ tubuh yang bulat adalah yang paling sulit untuk
dilakukan pencetakan ini dicetak menggunakan masker
dari kain keras yang digunting dan dibentuk sesuai dengan
daerah sekitar bite mark sehingga bahan cetak yang flow

25
sistem tidak berhambur keluar dari daerah sekitar bite
mark karena dijaga oleh masker yang digunakan tersebut.

2. Cara Mencetak Bite mark

Mencetak bite mark terdapat berbagai cara antara


lain dengan menggunakan mangkok cetak dari masker
kain keras atau dengan menggunakan kain sepanjang
diameter cetakan dan berlapis-lapis. Selanjutnya diaduk
bahan cetak yang flow sistem ditempatkan dan ditekan
dengan getaran pada sekitar bite mark kemudian mangkok
cetak diisi setengah dari mangkok oleh bahan yang flow
sistem kemudian disajikan satu dengan bahan flow sistem
bite mark.

3. Hasil Cetakan

Hasil cetakan dari Bite mark menghasilkan suatu


model dari gips yang telah di cor dari model negatif
kemudian dicekatkan giginya pada okludator atau
artikulator apabila gigitannya tidak stabil. Hal ini
dapat diketahui jika terdapat bite mark rahang atas
maupun rahang bawah.

4. Kontrol Bite mark

Kontrol bite mark dilakukan melalui artikulator


dengan model cetakan pada selembar malam merah atau
keju sehingga menampakkan Bite mark.

2.2.4 Perbedaan Bite Mark Hewan dan Manusia

Pola gigitan yang ditimbulkan oleh hewan berbeda


dengan manusia karena perbedaan morfologis dan
anatomi gigi geligi serta bentuk rahangnya.

26
Tabel 2 . Perbedaan Bite Mark Hewan dan
Manusia 13

Hewan Manusia

Anjing : bentuk lengkung hampir persegi, Rahang berbentuk U dengan bagian taring
menyempit pada bagian depan dengan tanda tidak bergelombang dengan tegas, indentasi
taring yang menonjol. lebih luas dan dalam.

Kucing : lengkungan melingkar kecil dengan


tusukan taring, sering bersamaan dengan tanda
cakaran kuku.

Pola gigitan pada hewan buas yang dominan


membuat perlukaan adalah gigi kaninus yang
berbentuk kerucut.

Gigitan hewan karnivora cenderung adanya Gigitan manusia cenderung meninggalkan luka
pencabikan sehingga menimbulkan luka disebabkan oleh tekanan seperti lecet,; memar
terbuka. dan laserasi.

Umunya pola gigitan hewan lebih besar


daripada pola gigitan manusia, dikarenakan
bentuk dari rahang hewan yang lebih besar

Target gigitan hewan biasanya tangan dan kaki Target gigitan manusia biasanya berlokasi di
kelenjar mamae (pada kasus heteroseksual),
pada tangan, pipi, bahu (pada kasus
penganiayaan anak kecil)

3. Lip Print ( Sidik Bibir )

3.1 Anatomi Bibir

Bibir merupakan dua lipatan otot yang membentuk

27
gerbang mulut, terdiri dari bibir bagian atas dan bibir
bagian bawah. Bibir luar ditutup oleh jaringan kulit,
sedangkan bagian dalam ditutupi oleh mukosa mulut.12
Menurut The American Join Committee of Cancer, bibir
merupakan bagian dari cavum oris, mulai dari perbatasan
vermilion-kulit dan meliputi seluruh vermilion saja. Bibir
terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vernilion, dan mukosa.
Bibir bagian atas disusun oleh tiga unit, yaitu 2 lateral dan
1 medial. Cuspid bow adalah proyeksi ke bawah dari unit
philtrum yang memberi bentuk bibir dengan khas.
Proyeksi linier tipis yang memberi batas bibir atas dan
bawah secara melingkar pada batas kutaneus dan
vermilion disebut white roll. Bibir bagian bawah memiliki
1 unit yaitu bagian mental crease yang memisahkan bibir
dengan dagu.13

Gambar 3. Anatomi Permukaan Bibir

Persyarafan sensoris bibir atas berasal dari cabang


syaraf kranialis V (N. trigeminus) dan N. infraorbitalis.
Bibir bawah mendapat innervasi sensoris dari Nervus
mentalis. Inervasi motorik bibir berasal dari syaraf
kranialis VII (N. facialis). Ramus buccalis N.facialis
mempersyarafi Muscularis orbicularis oris dan Musculus
levator labii. Ramus mandibularis N. facialis
menginervasi M. orbicularis oris dan M. depressor labii.
Otot bibir terdiri dari kelompok otot sfingter bibir

28
(orbicularis oris) dan otot dilator yang terdiri dari satu seri
otot kecil yang menyebar keluar dari bibir. Fungsi otot
sfingter bibir adalah untuk merapatkan bibir, sedangkan
fungsi otot dilator bibir adalah untuk membuka bibir.14

Bibir merupakan jaringan lunak yang melindungi


mulut. Bibir memiliki variasi dalam bentuk dan warna.
Bibir dalam keseharian memiliki peran penting antara lain
berbicara, minum, menghisap, meniup dan sebagainya.
Pada tubuh yang terbakar sering dijumpai bibir tertutup
rapat bila sudah meninggal sebelum api membakar tubuh
mereka, tetapi akan ditemukan bibir terbuka lebar pada
kasus terbakar hidup-hidup. Dalam kekerasan pada bayi
sering ditemukan luka robek pada frenulum bagian atas.15

3.2 Pengertian Sidik bibir

Setiap manusia dilahirkan dengan ciri fisik yang


berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Salah satu
perbedaan yang khas yaitu alur atau pola yang terdapat
pada bibir masih banyak yang belum mengetahuinya.
Salah satu peneliti dari Jepang yang bernama Suzuki telah
meneliti sidik bibir untuk identifikasi forensik dan studi
pewarisan sifat.18

Sidik bibir didefinisikan sebagai gambaran alur


pada mukosa bibir atas dan bawah, dan oleh Suzuki
dinamakan figura linearum labiorum rubrorum. Garis-
garis normal atau alur pada bibir memiliki karakteristik
yang individual sama halnya seperti yang terdapat pada
sidik jari.14

Sidik bibir merupakan kumpulan lekukan yang


terdapat pada tepian vermilion atau bagian merah bibir.

29
Lekukan-lekukan tersebut diantaranya dapat berupa garis
vertikal, pola bercabang, pola retikuler, dan pola
perpotongan.15 Sidik bibir sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti sejak kapan pembentukannya, namun ada
yang berpendapat bahwa sidik bibir telah dapat diamati
saat bayi berusia empat bulan. Ilmu yang mempelajari
sidik bibir dinamakan Cheiloscopy.13 Penelitian mengenai
sidik bibir pertama kali dilakukan oleh seorang
antropologis bernama Fischer pada tahun 1902.

Sidik bibir dapat digunakan sebagai salah satu


metode penunjang dalam proses identifikasi karena
memiliki pola tekstur mukosa bibir yang stabil.
Domiaty13 melaporkan bahwa sidik bibir bersifat stabil
dan tidak berubah meskipun usia bertambah. Pernyataan
ini juga didukung oleh Tsucihashi16 yang berpendapat
bahwa sidik bibir bersifat tetap. Selain stabil, sidik bibir
juga memiliki sifat yang unik.

3.3 Klasifikasi Pola Sidik Bibir

Beberapa peneliti melakukan identifikasi dan


mengklasifikasikan pola sidik bibir, namun belum ada
kesepakatan mengenai pola sidik bibir yang digunakan
sebagai acuan internasional.

30
Gambar 4. Pola Sidik Bibir (Suzuki & Tsuchihashi Tipe I-V)

Santos (1967) mengklasifikasikan lekukan pada


bibir dan membaginya menjadi 4 tipe yaitu : 1) Garis
lurus 2) Garis bergelombang 3) Garis bersudut 4) Garis
berbentuk sinus).16

Renaud (1973) membagi pola sidik bibir menjadi


10 tipe. Domiaty et al mengganggap bahwa klasifikasi
menurut Renaud inilah yang paling lengkap.18

Gambar 5. Pola Sidik Bibir Menurut Renaud

Keterangan :

31
3.4 Jenis sidik bibir

Prinsip Locard mengatakan bahwa apabila dua


benda bersentuhan maka, masing-masing benda akan
meninggalkan bekas atau jejas pada benda lain yang
disentuhnya. Prinsip ini merupakan prinsip yang dianut
dalam pemeriksaan barang bukti tindak pidana dalam hal
persentuhan bibir dengan benda lain yang dilakukan
dengan sengaja ataupun tidak sengaja.20

Pada kasus kriminal, ditemukannya sidik bibir


pada suatu benda menunjukkan bahwa bibir seseorang
telah menyentuh benda lain yang dapat dikaitkan dengan
kemungkinan orang tersebut terkait dengan kasus kriminal
tersebut. Bibir tanpa lipstik yang menyentuh benda lain
dapat meninggalkan bekas atau jejas pada benda yang
disentuhnya namun tidak dapat terlihat secara kasat mata,
sidik bibir ini disebut sidik bibir laten. Untuk
membuktikan adanya sidik bibir tersebut maka harus
digunakan beberapa alat bantu supaya sidik bibir tersebut
dapat terlihat dan nantinya dapat dianalisis polanya. 19
Sedangkan sidik bibir yang tertinggal pada suatu benda
dan dapat terlihat disebut sidik bibir tampak, sidik bibir ini
sering tertinggal jika bibir orang yang memakai lipstick
menyentuh benda lain. Hal ini disebabkan lipstick
mengandung substansi kompleks yang mengandung
beberapa komponen20

3.5 Metode pengambilan dan

32
pendokumentasian sidik bibir

Penelitian tentang sidik bibir sampai sekarang


belum banyak dilakukan. Salah satu faktor penyebabnya
kemungkinan adalah sidik bibir merupakan lapangan studi
yang baru dikembangkan. Hal lainnya adalah belum
adanya kesepakatan mengenai metode pencetakan antara
satu peneliti dengan peneliti lainnya.16

Teknik pembuatan gambaran atau cetakan sidik


bibir masih memerlukan perbaikan melalui percobaan
lebih lanjut, demikian pula dengan penyimpanannya
sehingga diperoleh cetakan yang akurat.19 Beberapa
metode pengambilan sidik bibir diantaranya yaitu
menggunakan kertas karton tipis dan pewarna bibir,
lateks, scotch tape, fotografi, bahan cetak gigi, kaca
preparat, dan fingerprint hinge lifter. Berdasarkan hasil
pengambilan sidik bibir, pengambilan sidik bibir yang
paling mudah dilakukan yaitu dengan menggunakan
kertas karton tipis dan hasil yang didapatkan cukup jelas.17

Tersangka yang diduga sebagai orang yang


meninggalkan sidik bibir, harus diperiksa dan dianalisis
sidik bibirnya. Pengambilan dan pendokumentasian sidik
bibir dapat dilakukan secara langsung. Untuk
mendapatkan hasil yang optimal pemilihan metode
pengambilan sidik bibir harus dilakukan dengan benar.20

a. Metode lipstik

Metode pendokumentasian dan pengambilan sidik


bibir menggunakan lipstick dapat dilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu metode single motion dan
metode Prabhu. Dalam metode single motion dibutuhkan

33
beberapa alat dan bahan antara lain, lipstik berwarna
merah, selotif transparan lebar 0,9 cm, gunting, kertas
putih polos, kaca pembesar dan kertas tissue.5 Sedangkan
pada metode Prabu diperlukan alat dan bahan antara lain
kertas putih, lipstick, glass plate, dan kaca pembesar.15,17

Gambar 6. Alat dan Bahan yang digunakan dalam metode lipstik.17

Tahapan pengambilan dan pendokumentasian sidik


bibir dengan menggunakan metode lipstik yaitu, lipstik
dioleskan pada bibir subyek secara merata, kemudian
selotif ditempelkan pada bibir yang telah diolesi lipstik,
lalu ditekan secara perlahan setelah itu selotif ditarik satu
arah, dari kanan ke kiri atau kiri ke kanan.

34
Gambar 7. Prosedur tehnik pengambilan sidik
bibir dengan menggunakan metode lipstick.17

Perbedaan antara metode single motion dan


metode prabu terletak pada cara penempelan selotif ke
bibir subjek, jika pada metode single motion selotip
ditempelkan searah dari arah kanan ke kiri atau sebaliknya
kemudian selotif dilepas searah, akan tetapi jika metode
prabu, selotif ditempelkan pada bibir bagian tengah
kemudian baru selotif ditekankan pada bibir bagian kanan
dan kiri.16,17

b. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan


cetak gigi

Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir


dapat dilakukan dengan menggunakan bahan cetak
kedokteran gigi seperti alginat, dan elastomer (polyvinyl
siloxane). Munakhir (1995) melaporkan bahwa hasil
cetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat
memberikan hasil yang cukup detail sehingga mudah
dianalisa dan dapat bertahan lama. Dalam metode ini
dibutuhkan alat dan bahan antara lain, mangkuk karet,
spatula, alginat, dan sendok cetak perorangan (custom
tray).16,18

Gambar 8. Alat dan Bahan yang digunakan dalam metode bahan cetak alginat.17

Tahapan pencetakan sidik bibir dengan


menggunakan alginat dilakukan dengan cara pertama-

35
tama bibir pasien diolesi vaselin kemudian, adonan alginat
diaduk dan dituangkan ke seluruh permukaan bibir
kemudian ditekan dengan menggunakan sendok cetak
perorangan yang telah disesuaikan dengan ukuran bibir
subjek, setelah alginat agak mengeras, sendok cetak
diangkat dan akhirnya didapatkan cetakan negatif dari
sidik bibir. Setelah itu cetakan tersebut diisi dengan
menggunakan gips biru.

Gambar 9. Prosedur pencetakan sidik bibir dengan menggunakan alginat.17

Pengambilan dan pendokumentasian sidik bibir


dapat dilakukan dengan bahan cetak lain yaitu polyvinyl
siloxane. Vorghese11 melaporkan bahwa dengan
menggunakan bahan cetak elastomer, dapat dihasilkan
hasil cetakan sidik bibir yang sangat detail. Dalam metode
ini dibutuhkan alat dan bahan antara lain mangkuk karet,
spatula, polyvinyl siloxane, dan sendok cetak perorangan
(custom tray), vaselin dan aplicating gun.17

Gambar 10. Alat dan bahan yang digunakan dalam metode pencetakan dengan
menggunakan polyvinyl siloxane.17

36
Tahapan pencetakan sidik bibir dengan
menggunakan polyvinyl siloxane dilakukan pertama- tama
bibir pasien diolesi vaselin, kemudian bahan light body
dioleskan keseluruh permukaan bibir dengan
menggunakan alat bantu aplicating gun, lalu sendok cetak
perorangan yang telah isi dengan menggunakan heavy
body ditekankan ke bibir yang telah terolesi light body ,
kemudian ditunggu sampai 15-20 menit, setelah agak
mengeras sendok cetak diangkat dan akhirnya didapatkan
cetakan negatif sidik bibir setelah itu cetakan tersebut diisi
dengan menggunakan dental plaster.

Gambar 11. Prosedur


pencetakan sidik bibir
dengan menggunakan
polyvinyl siloxane.18

c. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan fotografi

Sidik bibir dapat didokumentasikan secara


langsung dengan menggunakan foto konvensional
maupun foto digital. Pemanfaatan foto digital lebih sering
digunakan karena hasilnya dapat dilihat langsung
sehingga pengambilan foto dapat diulang jika hasilnya
kurang bagus. Selain itu hasil foto dapat dilakukan
perbaikan kualitas gambar dengan menggunakan beberapa
bantuan software seperti Adobe Photoshop. Tsucihasi9
merupakan salah satu peneliti yang mengembangkan
metode fotografi untuk pengambilan dan

37
pendokumentasian sidik bibir dengan menggunakan
kamera medical Nikkor F200.19

d. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan


bubuk sidik jari

Sidik bibir dapat tertinggal pada sebuah benda


seperti pada kain atau kemeja yang tidak dapat terlihat
oleh mata. Dalam kasus ini sidik bibir dapat
divisualisasikan dengan menggunakan bantuan bahan
bubuk sidik jari serta bahan pewarna seperti lysochorme
dye. Penggunaan bahan lysocrome dye akan sangat
optimal jika diaplikasikan pada bahan yang memiliki
porusitas, seperti kain, kertas tissue. Beberapa alat dan
bahan yang dibutuhkan dalam metode ini adalah kuas,
bubuk sidik jari atau bahan pewarna lysocrome dye.

Tahapan pengambilan sidik bibir dengan


menggunakan bubuk sidik jari yaitu subjek
diinstruksiikan untuk menempelkan bibir ke sebuah
kertas, Kemudian kertas yang telah terdapat sidik bibir
laten tersebut, ditaburkan bubuk sidik jari, lalu diratakan
dengan menggunakan kuas sampai terlihat sidik bibir
yang menempel pada kertas tersebut.17,19

3.6 Pola Sidik Bibir dalam Identifikasi Individu

Sidik bibir dapat digunakan dalam identifikasi


individu. Identitas yang mendukung pengidentifikasi dari
suatu korban dapat berupa identitas biologis atau non
biologis. Identitas non biologis dapat berupa kartu tanda
penduduk, surat izin mengemudi, pakaian, dan lain-lain.
Identitas biologis dapat berupa tulang belulang, gigi
geligi, darah, sidik jari, rambut, profil DNA, dan identitas

38
pada bibir.11Pola sidik bibir bersifat stabil dan tidak
mengalami perubahan oleh perbedaan iklim atau adanya
penyakit di sekitar mulut. Kondisi bibir dalam keadaan
terbuka, tersenyum, dan mengecup tetap menghasilkan
pola yang unik pada setiap individu. Hal ini tidak
mengalami perubahan walaupun individu mengalami
trauma, penyakit, serta perawatan bedah yang bias
mengubah bentukm dan warna bibir. Meskipun masih
kontroversi, pola sidik bibir masih dapat digunakan
sebagai metode alternative identifikasi individu karena
polanya sangat unik. 16

3.7 Pola Sidik Bibir dalam Identifikasi Jenis Kelamin

Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pola


sidik bibir dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis
kelamin individu. Pola garis vertikal lebih umum
ditemukan pada perempuan dan pola berpotongan lebih
banyak ditemukan pada laki-laki.17Identifikasi sidik bibir
lebih mudah dilakukan pada kelompok usia 21-40 tahun
karena perubahan usia dapat memengaruhi ukuran dan
bentuk bibir sehingga dapat mengubah bentuk pola sidik
bibir yang dihasilkan. Tidak ada satupun pola sidik bibir
yang memiliki kesamaan, sehingga pengelompokan dapat
dilakukan lebih mudah. Variasi juga ditemukan untuk
membedakan jenis kelamin.14 Pola sidik bibir tipe I
merupakan pola sidik bibir yang paling banyak muncul
pada kelompok jenis kelamin pria dan tipe IV banyak
ditemukan pada jenis kelamin wanita. Pola tipe III paling
sedikit muncul pada jenis kelamin wanita, sedangkan pola
tipe V paling sedikit dijumpai pada jenis kelamin pria
dengan menggunakan klasifikasi Suzuki.13

39
3.8 Identifikasi Sidik Jari Terhadap HubunganDarah

Suatu kepercayaan luas yang dianut adalahteori darah keturunan


yang menyatakan bahwa faktor genetik yang berada pada kedua orang tua
berpindah dengan cara tertentu ke dalam sel tertentu pada suatu reproduksi
seksual.15

Beberapa keluarga dapat dikenali karena adanya sifat


yang nampak jelas, seperti halnya bibir. Akan tetapi
kebanyakan sifat-sifat lainnya sekalipun pada beberapa
orang tidak secara konsisten tampak dari generasi ke
generasi. Salah satu hipotesis Mendel mengatakan bahwa
sifat-sifat ditentukan oleh sepasang unit, dan hanya
sebuah unit yang diteruskan kepada keturunannya oleh
induknya. 19

Gen setiap anak berhubungan dengan sifat yang


diwariskan oleh kedua orangtuanya. Beberapa sifat telah
diturunkan dari seorang induk pada anaknya, termasuk
sidik bibir baik bersifat dominan, maupun resesif. Sidik
bibir bersifat tetap sejak lahir, seperti halnya sidik jari.9

Setelah melakukan penelitian yang cukup lama, beberapa peneliti


menyimpulkan bahaw sidik bibir bersifat tetap. Sidik bibir dapat diamati mulai
anak berusia empat bulan. Pertambahan usia tidak menyebabkan perubahan yang
berarti pada sidik bibir, namun terjadi pengurangan volume dan unsur penunjang
seperti kehilangan gigi atau terjad resesi gusi. Sidik bibir bersifat genetik dan
individual. Anak-anak memiliki pola sidikbibir yang sama dengan orang tua
mereka walaupun lokasinya berbeda (berada pada kuadran bibir yang berbeda)
sehingga sidik bibir dari setiap orang bersifat unik, berbeda antara satu orang
dengan orang lainnya.13

40
3.9 Keunggulan dan Kelemahan Metode

1. Metode lipstick 20,23

Keunggulan: alat yang digunakan mudah dan praktis, sederhana, tidak mahal,
dan tidak membutuhkan waktu yang lama

Kelemahan: belum terdapat standar warna bakuu dari lipstik yang digunakan dan
tidak semua subjek mau diaplikasikan lipstik, terutama laki-laki.

2. Metode cetak alginat dan elastomer20

Keunggulan: dapat menghasilkan cetakan tiga dimensi sehingga memudahkan


ma, dan proses analisis, hasil cetakan tahan lama dan bahan alginat mudah
didapatkan

Kelemahan: kurang praktis, waktu pencetakan yang lama (30 menit untuk alginat
dan 45 menit untuk elastomer), dan tidak optimal jika di aplikasikan pada subjek
masal.

3. Metode fotografi

Keunggulan: sidik bibir tahan lama sehingga dapat digunakan untuk second
opinion di kemudian hari, proses pengambilan yang praktis, dan dapat
diaplikasikan pada subjek masal20

Kelemahan: masih belum adanya standar SOP dari teknik fotografi, jika hasil
foto kurang maksimal akan mnyulitkan dalam proses analisa, alat dan bahan yang
digunakan mahal.23

4. Metode dengan bahan bubuk sidik jari 20,23

Keunggulan: dapat memvisualisasikan sidik bibir laten sehingga dapat


didokumentasikan dan dianalisis

Kelemahan: bahan yang digunakan baik bubuk sidik jari maupun lysochrome dye

41
relatif mahal dan kurang praktis

4 Dental Jurisprudensi

4.1 Pengertian

Dental Jurisprudensi merupakan prinsip hukum dalam dunia kedokteran gigi, serta
hubungan antara seorang dokter gigi, dental theraphy, serta dental higienis kepada
pasien, masyarakat, dan sebagainya.24

Dalam kaitannya dengan dental jurisprudensi, seorang dokter gigi dalam


melakukan praktek kedokteran gigi diharapkan dapat memahami masalah -
masalah yang berhubungan dengan etika dan hukum yang berkaitan dengan
praktik kedokteran gigi dan dapat menerapkan etika kedokteran gigi serta hukum
yang berkaitan dengan praktik kedokteran gigi secara profesional, serta dapat
melakukan pelayanan kesehatan Gigi Mulut sesuai dengan kode etik.24

Seorang dokter gigi juga harus memiliki kemampuan dasar dalam


menerapkan filosofi, hukum dan etika kedokteran gigi, menjaga kerahasiaan
profesi, membedakan hak dan kewajiban dokter dan pasien secara professional,
membangun komunikasi dan hubungan terbuka dan jujur serta saling menghargai
dengan pasien, pendamping pasien dan sejawat, serta dapat menyelesaikan
masalah-masalah yang berhubungan dengan tanggungjawab administratif,
pelanggaran etik, disiplin dan hukum yang diberlakukan bagi profesi Kedokteran
Gigi berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.24

4.2 Hubungan Dental Jurisprudensi dan Kedokteran Gigi Forensik 25

Ilmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran


untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Keberadaan dokter gigi
forensik atau dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana,
atau tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang mutlak dan tidak
dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan haruslah dilakukan dan didukung
oleh ilmu pengetahuan (scientific investigation).

42
Agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, dokter
sebagai ahli dibutuhkan berkaitan dengan fungsi bantuan hukum, dimana segala
upaya bermuara pada mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai
manusia.Dalam hal ini bantuan yang diberikan dokter dalam bentuk keterangan
ahli sebagai alat bukti yang sah (pasal 185 KUHAP butir 1). Keterangan ahli dapat
diberikan secara tertulis (Visum et Repertum) maupun secara lisan di depan
sidang pengadilan.

Dari segi yuridis, setiap dokter adalah ahli, baik dokter itu ahli ilmu
kedokteran kehakiman ataupun bukan.Oleh sebab itu setiap dokter dapat dimintai
bantuannya untuk membantu membuat terang perkara pidana oleh pihak yang
berwenang. Akan tetapi supaya dapat diperoleh suatu bantuan yang maksimal,
permintaan bantuan itu perlu diajukan pada dokter yang memiliki keahlian yang
sesuai dengan objek yang akan diperiksa, misalnya untuk objek yang berkaitan
dengan gigi (untuk kepentingan identifikasi) sebaiknya dimintakan bantuan
kepada dokter gigi.

Sebagai saksi ahli independen, dokter gigi dapat membantu pengadilan


dalam dua cara, yaitu dengan memberikan pendapat ahli berdasarkan pengetahuan
dan pengalamannya terhadap fakta dan menginformasikan pengadilan mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan keahlian khusus mereka.

Dokter gigi terlibat dalam kasus persidangan karena keahlian, pengetahuan


dan area khusus yang dimilikinya untuk memberikan bukti medis.Dokter gigi juga
memainkan peranan penting dan tidak terpisahkan dalam gugatan hukum tersebut.
Untuk itu dokter gig berhak untuk mendapatkan informasi lengkap tentang kasus,
peran dokter gigi didalamnya, dan hal lain yang mungkin diminta dalam
memberikan bukti medis berupa dokumen yang relevan dan informasi klinis
mengenai kasus kepada penyidik atau pengacara yang meminta untuk hadir di
persidangan. Apabila pengacara atau penyidik memiliki pertanyaan untuk
informasi lebih lanjut dan dokter mengalami kesulitan dalam menjawabnya, di
luar negeri terdapat MDO (Medical Defence Organization) untuk dimintai
bantuan.Di Indonesia dokter dapat berkonsultasi pada Komite Medikolegal
Dokter Indonesia atau bisa langsung kepada ahli Kedokteran Forensik.

43
Penyampaian pendapat oleh saksi dan ahli terlebih dahulu harus meminta
dan/atau mendapat izin Ketua Sidang dan setelah diberikan kesempatan oleh
Ketua Sidang. Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya (pasal 7 KODEKI). Saksi ahli haruslah
bersikap jujur, obyektif, menyeluruh, ilmiah dan tidak memihak (imparsial).Ia
juga diharapkan untuk menghindari berbicara terlalu banyak, berbicara terlalu
dini, dan berbicara dengan orang yang tidak berhak mendengar. Penyerahan alat
bukti atau berkas perkara lainnya melalui panitera pengganti/petugas persidangan
yang ditugaskan untuk itu.

Dalam pelaksanaan persidangan, dokter berhak tidak menjawab


pertanyaan yang diajukan kepadanya apabila pertanyaan tersebut dianggap tidak
sesuai ataupun tidak berada dalam ruang lingkup (wewenang) ilmu
kedokteran.Jawaban dari pertanyaan yang tidak sesuai tersebut disampaikan
dalam bahasa yang sopan dan tegas. Sebagai contoh: Maaf Pak hakim, saya
bukan tidak bisa menjawab, namun pertanyaan tersebut untuk saksi mata, bukan
untuk dokter.

Setelah saksi memberi keterangan, ia tetap hadir di sidang kecuali hakim


ketua sidang member izin untuk meninggalkannya (pasal 167 KUHAP butir 1).
Sebagai saksi atau ahli yang telah hadir memenuhi panggilan dalam rangka
memberikan keterangan di semua tingkat pemeriksaan, dokter berhak mendapat
penggantian biaya menurut perundang-undangan yang berlaku.Hak ini
disampaikan oleh pejabat yang melakukan pemanggilan kepada dokter (pasal 229
KUHAP).25

BAB 3

KESIMPULAN

44
1. Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan yang
disebabkan banyak hal atau berbagai faktor. Luka sering digambarkan
berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan menunjukan derajat
luka. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang atua manusia.
Luka gigitan hewan atua manusia memiliki bentuk permukaan luka yang
mengikuti gigi hewan atau manusia yang menggigit. Dengan kedalaman
luka juga menyesuaikan gigitan hewan atau manusia tersebut.
2. Bite Mark adalah pola permukaan kunyah maupun permukaan hasil
gigitan oleh hewan maupun manusia yang masing-masing individu sangat
berbeda yang mengakibatkan putusnya jaringan kulit, dan dibawahnya
pada jaringan tubuh manusia, bite mark mempunyai suatu gambaran dari
anatomi gigi oleh hewan maupun manusia yang masing-masing individu
sangat berbeda. Analisa bite mark dilakukan hanyalah korban terdapat bite
mark manusia. pencetakan pada bite mark manusia digunakan bahan cetak
yang flow sistem antara lain alginat dan sejenisnya.
3. Bibir merupakan dua lipatan otot yang membentuk gerbang mulut, terdiri
dari bibir bagian atas dan bibir bagian bawah. Bibir luar ditutup oleh
jaringan kulit, sedangkan bagian dalam ditutupi oleh mukosa mulut. . Bibir
terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit, vernilion, dan mukosa. Bibir bagian
atas disusun oleh tiga unit, yaitu 2 lateral dan 1 medial. Cuspid bow adalah
proyeksi ke bawah dari unit philtrum yang memberi bentuk bibir dengan
khas.
4. Sidik bibir merupakan kumpulan lekukan yang terdapat pada tepian
vermilion atau bagian merah bibir. Lekukan-lekukan tersebut diantaranya
dapat berupa garis vertikal, pola bercabang, pola retikuler, dan pola
perpotongan.
5. Untuk mendapatkan hasil yang optimal pemilihan metode pengambilan
sidik bibir harus dilakukan dengan benar. Metode yang dilakukan dapat
berupa:

a. Metode pengambilan sidik bibir menggunakan lipstick

b. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan


cetak gigi

45
c. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan
fotografid.

d. Metode pengambilan sidik bibir dengan menggunakan bahan


bubuk sidik jari.

6. Dental Jurisprudensi merupakan prinsip hukum dalam dunia kedokteran


gigi, serta hubungan antara seorang dokter gigi, dental theraphy, serta
dental higienis kepada pasien, masyarakat, dan sebagainya. Dalam
kaitannya dengan dental jurisprudensi, keberadaan dokter gigi forensik
atau dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana,
atau tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang mutlak dan
tidak dapat diabaikan karena suatu proses penyidikan haruslah dilakukan
dan didukung oleh ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rai B, Kaur J. Evidence-Based Forensic Dentistry. Heidelberg:


Springer. 2013. p.1-2, 6
2. Rajshekar M, Kruger E, Tennant M. Bite-mark: understanding the
role of general practitioners in orensic identification. Int Oral Health
J. 2012; 4(2):1-5
3. Sylvie Louise Avon, DMD, MSc. Forensic Odontology : The roles

46
and responsibilities of the dentist. Journal of Canadian Dental
Asociation 2004.
4. Kozier, Erb, Blais, and Wilkinson. (1995). Fundamental of Nursing
Concept Proses and Practise. California:Addison WesleyPublishing
Company. Inc
5. Taylor L, La Mone. (1997). Fundamentals of nursing: the art and
science of nursing care B. Third Edition. Philadhelpia: Lippincott
6. Idries, A.M., 1997. Luka Akibat Tembakan Senjata Api. Dalam:
Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta:
Binarupa Aksara
7. Amir, A., 2004. Autopsi Medikolegal. Edisi Kedua. Medan:
Ramadhan, 1-35. , 2011. Luka Tembak. Dalam: Ilmu
Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Medan: Ramadhan, 91-103
8. Chadha, V.P., 1995. Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi.
Edisi Kelima. Jakarta: Widya Medika, 78.
9. Lukman D. 2006. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik 2. Jakarta: CV
Sagung Seto.
10. Suchai Suteparuk MD. Bites and Stings in Thailand. Division of
Toxicology Chulanlongkorn University.
11. Guidelines for The Clinical Management of Snakes Bites in The
South-East Asia Region. World Health Organization. 2005.
12. Wangidjaja I. Anatomi gigi. Jakarta: EGC Buku Kedokteran; 2002.
Hal. 31-47.
13. Lukman D. Ilmu kedokteran gigi forensik 2. Jakarta; CV Sagung
Seto. 2006. Hal.1-4, 115-133.
14. Fenglan Z, Guilinisa, Jiang T, Lili J. Character analysis of viger lip
prints in Xinjiang. Chinese Journal of Anatomy 1999: 24-7
15. Singh NN, Brave V, Kahanna S. Natural dyes versus lysochrome
dyes in cheiloscopy: a comparative studies evaluation. J Forensic
Dent Sci 2010; 2 : 11-7
16. M.djosemedi M. Bibir, sidik bibir, ilmu kesehatan, dan antropologi
ragawi: Integrasi Antara Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Banyu

47
Biru Offset 20012:2:12,15,20-2,114-5
17. Singh H, Chikkara P. Ritusingroha. Lip prints as evidence. J
Puncab Acad Forensic Med Toxicol 2011; 11:24
18. Leeson CR. Textbook of histology. Jakarta: EGC 1996:
327-8
19. Rensburg JV. Oral Biology. Neuroburg: Quintessence
Publishing: 1995: 125
20. Venkatesh R, David MP. Cheiloscopy: an aid for personal
identification. J Forensic Dent Sci: 2011;3: 67-70
21. North Gupta S, Gupta K, Gupta O. A study of morphological
patterns of lip prints in relation to gender of Indian population.
JOBCR 2011
22. Prabhu RV, Dinkar AD, Prabhu VD. Collection of lip prints as
a forensic evidence at crime scene-an insight. JOHR . 2010
23. Rhandawa K, Narang RS, Arora PC. Study of the effect of age
changes on lip prints pattern and its reliability in sex
determination. J Forensic Odontososmatol . 2011.
24. Atmaji, dkk . Metode Pengambilan Sidik Bibir Untuk Kepentingan
Identifikasi Individu, Jurnal PDGI. 2013
25. Vorghese R, et al. 2005. Application of cheiloscopy in determining
individuality a cross sectional study: Rajhu Ghandi University
26. Konsil Kedokteran Indonesia.Standar Kompetensi Dokter Gigi
Indonesia. Jakarta; 2015. P.8
27. Susanti R. Peran Dokter Sebagai Saksi Ahli di Persidangan. Jurnal
Kesehatan Andalas; 2013. P. 101-104

48

Anda mungkin juga menyukai