Anda di halaman 1dari 27

karies gigi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan gigi merupakan suatu masalah kesehatan yang memerlukan penanganan

secara komprehensif, karena masalah gigi berdimensi luas serta mempunyai dampak luas

yang meliputi: faktor fisik, mental maupun sosial bagi individu yang menderita penyakit

gigi. Gigi merupakan bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh

manusia. Masalah utama kesehatan gigi dan mulut pada anak ialah karies gigi.

(Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013:60).


Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan,

dimulai dari permukaan gigi mulai dari email, dentin, dan meluas ke arah pulpa. Karies

dikarenakan berbagai sebab, diantaranya adalah karbohidrat, mikroorganisme dan air

ludah, permukaan dan bentuk gigi, serta dua bakteri yang paling umum

bertanggungjawab untuk gigi berlubang adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus.

Jika dibiarkan tidak diobati, penyakit dapat menyebabkan rasa sakit,

kehilangan gigi, dan infeksi. (Tarigan, 2013:1).

Pada anak sekolah, karies gigi merupakan masalah yang penting karena tidak saja
menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya
sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi
frekuensi kehadiran anak ke sekolah, mengganggu konsentrasi belajar, memengaruhi nafsu
makan dan asupan makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan pada akhirnya dapat
mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik. Umumnya anak- anak memasuki usia sekolah
mempunyai risiko karies yang tinggi karena pada usia sekolah ini anak-anak biasanya suka
jajan makanan dan minuman sesuai keinginannya. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan,
2013: 60).
Pada usia 6-12 tahun diperlukan perawatan lebih intensive karena pada usia tersebut

terjadi pergantian gigi dan tumbuhnya gigi baru. Pada usia 12 tahun semua gigi primer telah
tanggal dan mayoritas gigi permanen telah tumbuh. Anak memasuki usia sekolah mempunyai

risiko mengalami karies makin tinggi. Banyaknya jajanan di sekolah, dengan jenis makanan

dan minuman yang manis, sehingga mengancam kesehatan gigi anak. Ibu perlu mengawasi

pola jajan anak di sekolah. Jika memungkinkan, anak tidak dibiasakan untuk jajan di sekolah

sama sekali. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 60).


Pada anak Sekolah Dasar, secara umum anak yang mengalami karies gigi mulai dari

umur 6-12 tahun, namun dari hasil berbagai banyak penelitian yang mengalami karies gigi

diantaranya anak berusia di bawah 12 tahun, salah satunya ialah anak berusia 10 tahun.

Pemilihan anak 10 tahun karena sebelumnya perlu diketahui bahwa terjadinya karies tidak

berlangsung dalam hitungan detik, melainkan dalam hitungan bulan ataupun tahun. Dimana

karies terjadi melewati beberapa tahap dan dipengaruhi oleh beberapa faktor di dalamnya dan

melewati beberapa proses dengan adanya proses demineralisasi dan remineralisasi pada gigi.
Anak prasekolah mengalami proses pembentukan karies karena kurangnya perhatian

terhadap makanan seharihari dan menyikat gigi. Dan pada umur 3- 6 tahun berdasarkan

tahap tumbuh kembang, anak tersebut mulai melakukan sesuatu berdasarkan keinginanya

salah satunya mulai mencoba berbagai rasa makanan dalam bentuk apapun sehingga dapat

memberikan dampak buruk bagi gigi apabila anak tersebut tidak memerhatikan solusi

pencegahan timbulnya karies.


Anak yang memiliki pola makan buruk pada tahun 3-6 tahun bisa saja menimbulkan

terjadinya karies pada umur 10 tahun, karena kebiasaan buruk yang dilakukan tersebut

sebelum tanggalnya keseluruhan gigi primer (susu) pada anak umur 10 tahun. Dapat

diketahui mulai tanggalnya gigi pada anak pada usia 6-8 tahun, dan tumbuhnya gigi

permanen pada usia 12 tahun. Dari adanya hal tersebut dapat ditarik kesimpulan ingin

mengetahui anak umur 10 tahun dapat mengalami karies sebelum terjadinya penanggalan

keseluruhan gigi susu dan tumbuhnya gigi susu di umur 5-6 tahun pada rahang bawah dan

umur 7-8 tahun pada rahang atas, mengalami karies atau tidak.
Menurut WHO (2003), bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan

sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies. Menurut penelitian negara-negara

Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80- 95% dari anak- anak dibawah

umur 18 tahun terserang karies gigi. (Yohandri, 2012 dalam Tamrin, Afrida, Jamaluddin,

2014, p. 14).
Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI,2000) menyatakan bahwa 63,5%

penduduk Indonesia menderita karies aktif. Namun dibeberapa Provinsi angka tersebut lebih

tinggi dari angka nasional, seperti Kalimantan 80,2%, Sulawesi 74%, Sumatera 65,4%.

Sedangkan pada tahun 2004 berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga, prevalensi karies

gigi penduduk Indonesia mencapai 90,05%. Hasil penelitian Direktorat Kesehatan Gigi tahun

2006, di Kalimantan Barat 99%, Kalimantan Selatan 96%, Jambi 92%, Sulawesi Selatan

87%, dan Maluku 77% (Agussalim, 2011 dalam Alim, fatimah, p. 132).
Umumnya penderita gigi berlubang tersebut adalah anak-anak sesuai data Persatuan

Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Pada tahun 2007, penderita gigi berlubang di Indonesia

mencapai 72,1 %. Dari persentase ini, hanya satu persen yang berhasil ditambal. Drg Harun

Achmad, spesialis kedokteran gigi anak mengatakan, untuk wilayah Makassar tingkat gigi

berlubang mencapai 82 % dan sekitar 60 % adalah anak anak.


Survei Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010 menunjukkan prevalensi

penduduk Indonesia yang menderita karies gigi sebesar 80% 90% dimana diantaranya

adalah golongan anak. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebesar 30%

penduduk Indonesia mempunyai masalah gigi dan mulut. Dilihat dari kelompok umur,

golongan umur muda lebih banyak menderita karies gigi dibanding umur 45 tahun keatas

umur 10-24 tahun karies giginya adalah 66,8-69,5% umur 45 tahun keatas 53,3% dan umur

65 tahun keatas sebesar 43,8% keadaan ini menunjukkan karies gigi banyak terjadi pada

golongan usia produktif. (Kartikasari, Nuryanto, 2014: 415).


Di Sulawesi Selatan menunjukkan prevalensi karies sebesar 37,6% dan yang

mempunyai pengalaman karies sebesar 58,1%. Jenis perawatan yang paling banyak diterima
penduduk yang mengalami masalah gigi-mulut, yaitu pengobatan (83,6%), disusul

penambalan, pencabutan, dan bedah gigi (46,8%). Konseling perawatan, kebersihan gigi dan

pemasangan gigi tiruan lepasan atau gigi tiruan cekat relatif kecil, masing-masing 10,7% dan

4,8%. Menurut kabupaten atau kota, pengobatan paling tinggi di Gowa (94,2%), dan terendah

di Kota Pare-pare (67,9%). Penambalan, pencabutan dan bedah gigi tertinggi di Bone

(62,4%) dan terendah di Bulukumba (34,1%). Pemasangan gigi tiruan lepas/cekat terlihat

tinggi di Wajo (11,5%), Maros (9,8%). Kesadaran untuk melakukan konseling relatif sedikit

di semua kabupaten (10,7%), kecuali di Selayar (31,0%) (Riskesdas, 2007: 96).


Makassar (ANTARA News) - Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Hasanuddin, Prof Mansjur Nasir, drg PhD mengatakan, prevalensi gigi "karies" atau

berlubang di Sulawesi Selatan pada tahun 2013 masih tinggi yakni 60%. Jadi dari sekitar

delapan juta jiwa penduduk di Sulawesi Selatan, masih terdapat sekitar 60% yang mengalami

gigi karies (Mansjur, 2013, dalam Alim, Fatimah, p. 132).


Berdasarkan data awal yang diperoleh di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat

Kabupaten Gowa, pada tahun 2013 jumlah keseluruhan siswa sebanyak 177 siswa, yang

berada di kelas V (lima) berumur 10 tahun sebanyak 27 siswa. Pada tahun 2014, jumlah

keseluruhan siswa sebanyak 175 siswa, yang berada di kelas V (lima) berumur 10 Tahun

sebanyak 28 siswa. Pada tahun 2015 jumlah keseluruhan siswa sebanyak 174 siswa.
Pada Tahun 2015 jumlah siswa yang berumur 10 tahun ialah siswa yang duduk di kelas

4 sebanyak 6 orang dari 28 siswa, siswa di kelas 5 sebanyak 30 orang dari 30 siswa, dan yang

duduk di kelas 6 terdapat 1 orang siswa dari 30 siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

siswa yang berumur 10 tahun di SDI Talakuwe sebanyak 37 orang (bagian kesiswaan SDI

Talakuwe).
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut yang diuraikan di atas maka penulis

tertarik mengangkat tentang, Faktor Yang Berhubungan Dengan Timbulnya Karies Gigi

Pada Anak Umur 10 tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten

Gowa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalahnya

adalah:
1. Apakah ada hubungan pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 Tahun di

SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa?


2. Apakah ada hubungan kebiasaan menyikat gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak umur

10 Tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa?


3. Apakah ada hubungan produksi saliva dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10

Tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa?


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 tahun di SDI Talakuwe

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10

Tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


b. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan menyikat gigi dengan timbulnya karies gigi pada

anak umur 10 Tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.
c. Untuk mengetahui hubungan produksi saliva dengan timbulnya karies gigi pada anak umur

10 Tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti
Sebagai proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan

kajian ilmiah dibidang keperawatan serta syarat untuk menyelesaikan studi.


2. Manfaat bagi institusi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu dan pengetahuan yang

bermanfaat bagi dunia keperawatan dalam kesehatan khususnya mahasiswa (i) Sekolah

Tinggi Ilmu Keperawatan (Stikper) Gunung Sari Makassar mengenai karies gigi pada anak.
3. Manfaat bagi profesi perawat
Sebagai bahan referensi untuk lebih meneliti dalam melakukan tindakan keperawatan

terhadap anak yang menderita karies gigi. Memberikan sumbangsih pengetahuan di bidang

keperawatan dalam rangka pengembangan dan kemandirian profesi keperawatan.


4. Manfaat bagi tempat peneliti
Sebagai acuan bagi instansi terkait dalam menetapkan kebijakan untuk mewujudkan

peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi kesehatan gigi anak. Dapat mengupayakan
tindakan preventif karies pada anak-anak sekolah dengan jalan promosi kesehatan lewat

program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) melalui jalur program UKGS (Usaha Kesehatan

Gigi Sekolah).
5. Manfaat bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian lebih

lanjut dimasa yang akan datang khususnya bagi yang ingin meneliti tentang karies gigi pada

anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis
1. Tinjauan Tentang Karies Gigi
a. Definisi
1) Gigi
Gigi adalah jaringan tubuh yang sangat keras dibanding yang lainnya. Strukturnya

berlapis-lapis mulai dari email yang keras, dentin (tulang gigi) di dalamnya, pulpa yang berisi

pembuluh darah, pembuluh saraf, dan bagian lain yang memperkokoh gigi. Namun demikian,

gigi merupakan jaringan tubuh yang mudah sekali mengalami kerusakan. Gigi merupakan

bagian dari alat pengunyahan pada sistem pencernaan dalam tubuh manusia. (Irma, Intan,

2013: 10).
Manusia mempunyai 2 macam gigi dalam hidupnya yaitu gigi susu (gigi primer) dan

gigi tetap (gigi permanen). Gigi susu yaitu gigi yang tumbuh mulai usia 6 bulan yang

jumlahnya 20 buah. Sedangkan gigi permanen (sekunder) yaitu gigi yang berangsurangsur

tanggal, berjumlah 32 buah yang terjadi muncul usia 6 tahun sampai 14 tahun. Gigi terakhir

(molar 3) akan bererupsi pada masa usia 17 sampai 21 tahun. (Isroin, Andarmoyo, 2012: 33).
9

Adapun macam macam gigi antara lain:


a) Gigi Seri (Incisivus)
Gigi ini letaknya berada di depan, bentuknya seperti pahat dan berfungsi untuk

memotong makanan (mastikasi) dan mengiris makanan. Jumlahnya ada 8, dengan pembagian

4 berada di rahang atas dan 4 berada di rahang bawah. Gigi seri susu mulai tumbuh pada bayi

usia 46 bulan, kemudian diganti dengan gigi seri permanen pada usia 56 tahun pada rahang

bawah dan pada usia 78 tahun pada rahang atas.


b) Gigi Taring (Caninus)
Posisi gigi ini terletak pada sudut mulut, bentuknya runcing di sebelah gigi seri, dan

merupakan gigi yang paling panjang dalam rongga mulut. Fungsinya adalah untuk mengiris

makanan. Jumlahnya ada 4, dengan pembagian 2 ditiap rahang, 1 di kiri dan 1 di kanan. Gigi

susu caninus ini diganti dengan gigi caninus permanen pada usia 1113 tahun.
c) Gigi Geraham Kecil (Premolar)
Gigi ini jumlahnya 8, dengan pembagian 4 ditiap rahang, 2 di kiri dan 2 di kanan. Gigi

ini hanya ada pada gigi dewasa, dan letaknya berada di belakang caninus. Tumbuh pada usia

1011 tahun dan menggantikan posisi dari gigi molar susu. Bersama gigi molar, gigi ini

berfungsi untuk melumatkan makanan.

d) Gigi Geraham (Molar)


Gigi molar susu berjumlah 8 seperti gigi premolar, kemudian lepas pada usia 1011

tahun dan digantikan oleh gigi premolar. Sedangkan gigi molar permanen tumbuh di

belakang gigi premolar setelah gigi molar susu lepas dan digantikan oleh gigi premolar.

Jumlah dari gigi molar permanen adalah 12, dengan pembagian 6 di tiap rahang, 3 di tiap sisi

kanan dan kiri.


2) Karies Gigi
Karies dalam bahasa Indonesia, sebenarnya bukan istilah untuk lubang gigi. Dalam

sebuah situs kedokteran gigi dijelaskan bahwa Karies adalah istilah untuk penyakit infeksi,

dimana karies yang terjadi pada gigi disebut karies gigi. (Mumpuni, Pratiwi, 2013:6).
Karies gigi adalah kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh asam yang ada

dalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva. (Irma, Intan,

2013: 18).
Karies gigi pada anak umumnya terjadi pada saat mereka masih memiliki gigi susu. Hal

tersebut terjadi karena adanya plak yang menumpuk dari sisa makanan pada gigi. Proses

lepasnya gigi susu dan berganti dengan gigi tetap biasanya terjadi sejak anak usia sekolah

dasar berusia 6 sampai 8 tahun. Pada usia 12 tahun semua gigi primer telah tanggal dan

mayoritas gigi permanen telah tumbuh.


Adapun perlu diketahui jenis-jenis karies berdasarkan stadium karies:
a) Karies Superfisialis
Karies baru mengenai email saja, sedang dentin belum terkena.

Gambar 2. 1. Karies superfisialis


Sumber: Tarigan Rasinta, Karies gigi, 2013: 39

b) Karies Media
Karies sudah mengenai dentin tapi belum mengenai setengah dentin.
Gambar. 2. 2. Karies media
Sumber: Tarigan Rasinta, Karies gigi, 2013: 40

c) Karies Profunda
Karies sudah mengenai setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai

pulpa.

Gambar 2. 3. Karies Profunda


Sumber: Tarigan Rasinta, Karies gigi, 2013: 40

b. Etiologi
Ada empat kriteria utama yang diperlukan untuk pembentukan karies: permukaan gigi

(email atau dentin), bakteri penyebab karies, substrat atau makanan (seperti sukrosa), dan

waktu. Proses karies tidak memiliki hasil yang tak terelakkan, dan setiap individu berbeda

terhadap kerentanan tergantung pada bentuk gigi, kebiasaan kebersihan mulut, dan kapasitas

produksi saliva mereka. (Hongini, Aditiawarman, 2012: 40).


Gambar 2. 4. Penyebab terjadinya karies

Faktor Penyebab Terjadinya Karies:


1) Host (Gigi)
Gigi sebagai tuan rumah untuk hidupnya mikroorganisme yang ada dalam mulut.

Sembilan puluh enam persen dari enamel gigi terdiri dari mineral, mineral ini terutama

hidroksiapit, akan menjadi larut bila terkena lingkungan asam. Pada gigi produksi saliva

memainkan peranan penting terhadap kemungkinan terjadinya karies gigi. Kuman akan

menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak dapat dibersihkan dengan air liur. Jika

gigi kesulitan dibersihkan oleh air liur maka bakteri akan diubah menjadi asam yang dapat

membentuk lubang kecil pada permukaan gigi.


2) Bakteri
Mulut mengandung berbagai bakteri mulut, tetapi hanya beberapa spesies tertentu dari

bakteri yang diyakini menyebabkan gigi karies: Streptococcus Mutans dan Lactobacillus

diantara mereka. Lactobacillus Acidopilus, Actynomices Piscoccus, Nocardia spp, dan

Streptococcus Mutans yang paling dekat hubungannya dengan karies. Bakteri akan

memanfaatkan makanan terutama yang mengandung tinggi gula untuk energi dan

menghasilkan asam.
3) Substrat atau makanan
Dalam kehidupan sehari-hari kita makan-makanan yang bermacam-macam. Makanan

seperti nasi, sayuran, kacang-kacangan. Selain itu juga jenis makanan yang lengket, lunak,

dan mudah terselip di gigi dan sisa makanan yang tertinggal pada permukaan gigi bila tidak

segera dibersihkan maka akan menimbulkan bakteri sehingga merusak gigi. Frekuensi makan

lebih dari tiga kali sehari, seperti 20 menit 1 kali makan makanan manis sehingga kerusakan

gigi akan lebih cepat. (Irma, Intan, 2013:19).


4) Waktu
Proses karies dapat mulai dalam beberapa hari gigi tersebut meletus ke dalam mulut

jika diet tersebut cukup kaya karbohidrat yang cocok. Adanya kemampuan saliva untuk

mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa

proses karies tersebut terdiri atas periode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh

karena itu, bila saliva ada didalam lingkungan gigi, maka karies tidak menghancurkan gigi
dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun. (Hongini,

Aditiawarman, 2012: 42).


c. Proses Pembentukan Karies Gigi
Mulut merupakan tempat berkembangnya bakteri. Bakteri akan mengubah gula dan

karbohidrat yang dimakan menjadi asam. Bakteri ini ada yang membentuk suatu lapisan

lunak dan lengket yang disebut sebagai plak yang menempel pada gigi. Plak ini biasanya

sangat mudah menempel pada permukaan kunyah gigi, sela-sela gigi, keretakan pada

permukaan gigi, dan batasan antara gigi dan gusi. Proses hilangnya mineral dari struktur gigi

dinamakan demineralisasi, sedangkan bertambahnya mineral dari struktur gigi dinamakan

remineralisasi. Kerusakan gigi terjadi apabila demineralisasi lebih besar dari pada proses

remineralisasi.
Asam yang merusak dalam bentuk plak menyerang mineral pada permukaan luar email

gigi. Erosi yang ditimbulkan plak akan menciptakan lubang kecil pada permukaan email yang

awalnya tidak terlihat. Bila email berhasil ditembus, maka dentin yang lunak dibawahnya

dapat terkena. Bila bakteri sampai ke pulpa yang sensitif maka terjadi peradangan pulpa.

Pembuluh darah dalam pulpa akan membengkak, sehingga timbul rasa nyeri. (Ramadhan,

2010: 56).
d. Tanda dan Gejala Karies Gigi
Tanda awal dari lesi karies adalah bercak putih pada permukaan gigi, ini menunjukkan

area demineralisasi enamel, dan dapat berubah menjadi cokelat tapi akhirnya akan berubah

menjadi sebuah kavitasi (rongga). Sebuah lesi yang muncul cokelat dan mengkilat

menunjukkan karies gigi pernah hadir tapi proses demineralisasi telah berhenti,

meninggalkan noda. Sebuah bercak cokelat yang kusam dalam penampilan mungkin tanda

karies aktif. Setelah pembusukan melewati email, dentin, yang memiliki bagian-bagian ke

saraf gigi, dapat menyebabkan sakit gigi serta linu pada gigi yang berlubang apabila gigi

tersebut terkena ransangan dingin, panas, makanan asin dan manis. Rasa sakit dan linu akan

menghilang sekitar 1 sampai 2 detik setelah ransangan dihilangkan. Gigi karies juga dapat

menyebabkan bau mulut. (Hongini, Aditiawarman, 2012: 39).


e. Pencegahan Karies Gigi Pada Anak
Pengenalan karies pada tahap dini sangat diperlukan sehingga akan didapatkan hasil

yang maksimal dari tindakan preventif dan restorasi. Pada saat ini, sebagian besar anakanak

usia 5 tahun masih banyak yang belum melakukan pemeriksaan pertamanya ke dokter gigi.

Orang tua seharusnya mendorong dan membawa anak mereka untuk chek up kesehatan gigi

sesegera mungkin setelah anak memiliki gigi, yaitu biasanya pada usia 6 bulan.
Usaha usaha pencegahan karies gigi:
1) Penyuluhan diet
Diet merupakan salah satu faktor yang penting dalam melakukan pencegahan karies.

Untuk anakanak dengan masalah karies yang berat, dokter gigi harus mengevaluasi semua

faktor etiologi termasuk pola makan dan diet. (Achmad, 2012: 19).
2) Pemberian fluor
Pemberian fluor merupakan hal yang efektif dalam mencegah karies karena kombinasi

dalam penggunaannya untuk tujuan yang sama. Tujuan utama pemberian fluor adalah untuk

meningkatkan remineralisasi email gigi dan meningkatkan resistensi email terhadap

demineralisasi serta menurunkan produksi asam di dalam plak. Tambahan pemberian flour

dapat berupa tetes atau tablet. Obat ini biasanya dikumurkan dalam mulut sekitar 30 detik

kemudian dibuang.
3) Pemeliharaan oral hygiene
Pemeliharaan oral hygiene sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya karies

gigi. Tujuan dari kebersihan mulut adalah untuk meminimalkan penyakit etiologi di mulut.

(Achmad, 2010: 20).


4) Penyuluhan kesehatan gigi di sekolah
Penyuluhan tentang kesehatan gigi ini sering ditujukan pada anakanak diharapkan

mampu menjaga dirinya untuk mencegah terjadinya penyakit gigi dan mulut setelah

dilaksankan penyuluhan di sekolah, serta mampu mengambil tindakan yang tepat apabila ada

gejalagejala pada kelainan pada gigi dan mulutnya. Peningkatan pemahaman kesehatan gigi

dan mulut siswa dapat diwujudkan dengan mendirikan Usaha Kesehatan Gigi Sekolah

(UKGS). Kegiatan dari UKGS meliputi pendidikan, pencegahan, dan pengobatan akan tetapi
dapat juga menghadirkan seorang dokter gigi yang melakukan kunjungan rutin ke sekolah

tersebut bila diperlukan. (Achmad, 2010:20).


f. Perawatan Karies Gigi Pada Anak
Perawatan gigi anak memerlukan suatu perencanaan yang baik dan sehingga anak

mendapatkan perawatan yang seoptimal mungkin. Pada dasarnya perawatan gigi anak harus

tuntas artinya harus selesai tanpa menimbulkan sakit lagi.(Achmad, 2013:14).


1) Perawatan awal adalah perawatan pada masing-masing gigi yang mengawali perawatan

selanjutnya. Perawatan awal antara lain adalah pembersihan gigi, pemberian obat sistemik

(misalnya antibiotik), perawatan endodontik, dan pencabutan. Antibiotik yang diberikan

misalnya obat yang tidak berpengaruh terhadap perubahan warna gigi antara lain preparat

eritromisin, amoxillin, dan ampicillin.


2) Perawatan akhir seperti pembuatan gigi palsu, pencabutan dan penambalan gigi.
g. Pengobatan Karies
Tujuan pengobatan adalah untuk melestarikan struktur gigi dan mencegah kerusakan

lebih lanjut pada gigi. Secara umum, pengobatan dini kurang menyakitkan dan lebih murah

dibandingkan pengobatan kerusakan yang luas. Anastesia, nitroksida atau medicantiosa resep

lain mungkin diperlukan dalam beberapa kasus untuk menghilangkan rasa sakit selama atau

setelah pengobatan atau untuk mengurangi kecemasan selama pengobatan. Sebuah handpiece

gigi (bor) digunakan untuk menghapus sebagaian besar bahan yang membusuk dari gigi.

(Hongini Aditiawarman, 2012: 53).

2. Tinjauan Tentang Pola Makan


a. Definisi Pola Makan
Pola makan adalah berbagi informasi yang memberikan gambaran mengenai macam

dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. (Sri Karjati dalam Sulistyoningsih, 2012, p.

52).
Menurut Suhardjo (dalam Sulistyoningsih, 2012, p.52) Pola makan diartikan sebagai

cara seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsinya sebagai

reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial.


Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makan

dengan maksud tertentu seperti memertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit. (Depkes RI, 2009).


Pola makan anak dipengaruhi oleh media massa dan lingkungan (guru, dan teman

sebaya). Anakanak ingin mencoba makanan yang diiklankan di media televisi. Pengaruh

teman sebaya juga menjadi lebih besar karena anak usia sekolah lebih banyak menghabiskan

waktu dengan teman sebayanya dibandingkan dengan keluarganya. Peningkatan pengaruh

teman sebaya berdampak pada perilaku perihal pola dan jenis makanan pilihan mereka. Anak

secara tibatiba meminta suatu jenis makanan yang baru atau menolak makanan pilihan

mereka terdahulu, akibat rekomendasi dari temanteman sebayanya. Pengaruh guru juga

besar terhadap sikap seseorang anak terhadap jenis dan pola makan. Apa yang dipelajari

didalam kelas tentang kesehatan dan makanan bergizi harus ditunjang dengan makanan yang

tersedia di kafetaria sekolah (sulistyoningsih, 2011: 187).


b. Jenis Makanan Penyebab Karies Gigi Anak Usia Sekolah Dasar
Pola makan dan minum yaitu kebiasaan makan dan minum anak. Dimana adapun jenis

makanan yang biasa dikonsumsi yang dapat menyebabkan karies yaitu:


1) Jenis makanan yang dapat menyebabkan karies gigi
Jenis makanan yang dapat menyebabkan karies gigi meliputi : makanan yang manis

(kariogenik) dan mudah terselip disela gigi seperti permen, cokelat, kue manis, snack, keripik

manis, daging, dan sejenisnya. (Rahmadhan, 2010: 35).


Sedangkan jenis makanan karbohidrat non kariogenik seperti nasi, jagung, mie instan,

kentang, ubi jalar, singkong, sayuran, kacangan, dan buah buahan. Jenis makanan lain yang

dapat dijadikan sebagai cemilan seperti buah buahan segar, pop corn tawar, atau kacang.
Jenis minuman yaitu minuman murni (non kemasan) dan minuman kemasan. Minuman

murni seperti susu murni, teh murni, kopi murni, sirup murni, jus buah murni yaitu minuman

yang dibuat secara sederhana, dalam skala rumah tangga. Minuman kemasan seperti susu
kemasan, teh kemasan, kopi kemasan, sirup kemasan dan jus buah kemasan yaitu minuman

yang dikemas, dapat diminum secara langsung tanpa melalui proses pembuatan terlebih

dahulu. (Worotitjan, Mintjelungan, Gunawan, 2013: 61).


2) Frekuensi makan makanan yang dapat menimbulkan karies gigi.
Konsumsi makanan manis pada waktu senggang di luar jam makan. Tidak terpikirkan

untuk membersihkan gigi dan mulut setelah makan, sehingga makanan lebih berbahaya dari

pada saat dimakan bersama makanan utama seperti makan pagi dan makan siang. Frekuensi

makan lebih dari 3 kali perhari, seperti 20 menit 1 kali makan makanan manis sehingga

kerusakan gigi lebih cepat. Kuman akan menempel pada permukaan gigi karena tidak

dibersihkan giginya setelah makan dan terbentuk plak kemudian diubah menjadi asam.

Upayakan selalu membersihkan mulut dengan minum air putih setelah makanan manis masuk

ke dalam mulut. (Rahmadhan, 2010: 37).


3) Faktor yang memengaruhi pemilihan jenis makanan

Faktor yang memengaruhi pemilihan jenis makanan anak meliputi:

a) Teman sebaya

Minat, perilaku dan rutinitas makan anak berubah saat jumlah makanan yang dimakan

di luar rumah semakin banyak. Hal ini berubah karena pergaulan dengan teman sebaya dan

rasa ikutan ingin merasakan apa yang sedang dimakan temannya.

b) Media elektronik

Iklan di televisi mengenai makanan menonjolkan karakteristik makanan meliputi rasa

renyah, manis dan cokelat, sehingga anak ingin mencoba. Anak tertarik makanan yang manis

dengan warna dan bentuk yang beragam seperti permen, cokelat, biskuit dan snack manis.

c) Keberadaan tempat jajan

Di lingkungan tempat tinggal dan sekolah anak, banyak terdapat pedagang yang

menjual berbagai macam makanan, sehingga menimbulkan keinginan anak untuk membeli

makanan tersebut.

4) Pengaturan jenis makanan agar tidak terjadi karies gigi anak usia sekolah dasar
Pengaturan jenis makanan agar tidak terjadi karies gigi anak usia sekolah dasar menurut

Rahmadhan, 2010 sebagai berikut :

a) Makan-makanan yang mengandung kalsium, vitamin C, vitamin D berguna untuk

memperkuat gigi. Jenis makanan yang mengandung bahan tersebut antara lain susu, telur dan

buah-buahan.

b) Makan-makanan yang mengandung protein karena dapat menghambat terjadinya proses

karies seperti tahu, tempe, daging, ikan, telur dan kacang-kacangan.

c) Makan sayur-sayuran karena sayuran mempunyai kandungan nitrat. Bahan tersebut dapat

menghambat kerja bakteri seperti bayam dan selada.

d) Makanan yang mempunyai daya pembersih terdapat pada makanan berserat. Makanan

terdapat pada apel, jeruk, seledri, jambu air. Makanan ini baik dimakan sesudah makan atau

diantara waktu makan.

e) Atur seberapa sering dan kapan saja menikmati makanan manis. Sebaiknya dilakukan saat

jam makan utama seperti makan pagi, makan siang dan makan malam.

3. Tinjauan Tentang Kebiasaan Menyikat Gigi


a. Definisi Menyikat Gigi

Menyikat gigi adalah membersihkan gigi dari partikel makanan, plak, bakteri, dan

mengurangi ketidaknyamanan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Kebiasaan menyikat gigi

merupakan suatu kegiatan atau rutinitas dalam hal membersihkan gigi dari sisasisa makanan

untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut (Tamrin, Afrida, Jamaluddin, 2014:

17).

Dengan melihat efisiensi waktu dan saat makannya serta hasilnya, frekuensi sikat gigi

yang baik bagi anak adalah dua kali sehari. Teknik menyikat gigi pada anak harus merupakan

teknik menyikat sederhana dan mudah dimengerti.

Anak usia sekolah biasanya kurang kesadaran untuk memerhatikan perilaku kebersihan

mulut sehingga kesehatan gigi anak berkurang. Peningkatan kebersihan mulut dilakukan
dengan menggunakan sikat gigi yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi secara teratur.

Usia paling rentan terjadi karies gigi adalah usia 4-8 tahun pada gigi primer dan 12-18 tahun

pada gigi tetap.

b. Cara menyikat gigi

Cara menyikat gigi yang benar 4 tepat 5 sempurna. Dimana saat ini banyak yang

bertanya bagaimanakah cara menyikat atau membersihkan gigi yang tepat dan efektif?

Kita hanya perlu mengingat 4 tepat saja yaitu tepat alat, tepat cara, tepat waktu, dan

tepat target. Sementara kebanyakan orang maunya yang cepat cepat saja yaitu cepat mulai

dan cepat selesai yang akhirnya gigi juga jadi cepat berlubang. (Erwana, 2013:19).

1) Tepat alat
Tepat alat disini maksudnya adalah harus benar dalam memilih alat yang digunakan

untuk membersihkan gigi, yaitu sikat gigi. Berikut adalah kriteria sikat gigi yang baik ialah

gagang sikat harus lurus supaya memudahkan mengontrol gerakan penyikatan. Kepala sikat

tidak lebar, bulu sikat halus dan membuat supaya tidak melukai jaringan lunak lain seperti

pipi, gusi, saat menyikat gigi bagian belakang. Sikat gigi hendaknya diganti sekurang-

kurangnya setiap tiga bulan sekali.


2) Tepat cara
Berikut adalah gerakan menyikat gigi yang tepat :
a) Gerakan untuk bagian luar gigi depan yaitu ke atas dan ke bawah jangan digosok dengan

gerakan menyamping bolak-balik karena bisa menyebabkan gusi menjadi iritasi.

b) Bagian luar gigi belakang jangan digosok dengan gerakan naik turun, tetapi dengan gerakan

majumundur atau memutar. Gerakan naik turun tidak efektif membersihkan gigi belakang

bagian luar.

c) Untuk bagian dalam dari gigi depan dan belakang harus disikat dengan gerakan menarik.

Gambar 2. 5. Cara menyikat gigi

3) Tepat waktu
Menyikat gigi pagi hari dilakukan setelah sarapan bukan saat mandi pagi, kecuali jika

mandi paginya setelah sarapan. Sedangkan waktu menyikat gigi pada malam hari adalah
sebelum tidur, bukan setelah makan malam. Namun terdapat pula waktu menyikat gigi

sebaiknya lebih dari 2 kali sehari yaitu pada waktu selesai makan dan menjelang tidur.

Menyikat gigi setidaknya 2-3 menit. Pada kesempatan dimana kita tidak mungkin

melakukannya segera setelah makan, dianjurkan untuk berkumur dengan air putih.
4) Tepat target
Meliputi tepat membersihkan daerah yang perlu dibersihkan. Gigi bukan hanya bagian

depan dan bagian luar saja namun, gigi juga ada di bagian belakang dan dalam. Bagian ini

biasanya tidak bahkan lupa untuk dibersihkan, sehingga memudahkan terjadinya plak.
5) 5 Sempurna
Setelah 4 tepat, saatnya untuk 5 Sempurna dengan menggunakan alat bantu. Daerah

gigi dan mulut yang perlu dibersihkan adalah gigi, pipi, lidah, dan langitlangit. Jadi selain

sikat gigi, kita perlu menggunakan alat bantu. Pilihan yang bisa digunakan sebagai alat bantu

dalam membersihkan gigi adalah pembersih lidah, obat kumur, dan benang gigi.
Menurut Dingwal (2013: 52-54) peralatan yang dapat digunakan dalam pembersihan

gigi adalah sebagai berikut:


(a) Pasta gigi

Pasta gigi adalah produk pembersih mulut yang paling banyak digunakan meskipun

tidak signifikan dalam menghilangan plak. Jenis pasta gigi tertentu bermanfaat dalam

pencegahan kerusakan. Pasta gigi anak dimaksudkan untuk membersihkan dan menghaluskan

permukaan gigi geligi dan dapat memberikan rasa serta aroma yang nyaman dalam rongga

mulut. Pasta gigi untuk anak diproduksi dengan kemasan yang bergambar dan berwarna.

(Sariningsih, 2012: 206).

Dosis toksik fluorida untuk anak-anak adalah 5 mg/kg berat badan. Pasta gigi reguler

mengandung ion fluorida sampai 1 mg per gram pasta sehingga pasta seukuran kepala sikat

penuh mengandung sekitar 1,5 mg ion fluorida. (Tarigan, 2013:82).

(b) Penggunaan obat kumur

Membersihkan mulut sebagai bagian dari hygiene dasar memerlukan larutan yang

efektif dan lembut bagi pasien. Berkumur dengan menggunakan kadar flour. Berkumur flour
diindikasikan untuk anak yang berumur di atas enam tahun dan orang dewasa yang mudah

terserang karies. Kumur-kumur antiseptik yang lebih murah dan cukup efektif untuk anak

adalah air garam hangat.

(c) Benang gigi

Penggunaan benang gigi merupakan metode pilihan untuk membersihkan permukaan

celah diantara dua gigi. Benang gigi tersebut terbuat dari bundel nilon tipis atau plastik atau

pita sutra yang digunakan untuk menghilangkan makanan dan plak gigi dari gigi. Benang ini

lembut disisipkan diantara gigi dan digoreskan disepanjang sisi gigi, terutama dekat dengan

gusi.

4. Tinjauan Tentang Produksi Saliva


a. Definisi Saliva

Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dan

kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga

mulut, sekitar 90 persennya dihasilkan oleh kelanjar sub maksiler dan kelenjar parotis, lima

persen oleh kelenjar sublingual, dan lima persen lagi oleh kelenjar-kelenjar ludah yang kecil.

Sebagian besar saliva ini dihasilkan saat makan, sebagai reaksi atau ransang yang berupa

pengecapan dan pengunyahan makanan.

Komposisi saliva yang terdiri dari 99% air, dan bahan non organik, organik, serta

molekulmolekul makro termasuk bahanbahan antimikroba sangat penting artinya dalam

menjaga integritas jaringan dalam rongga mulut. Pada malam hari pengeluaran saliva lebih

sedikit. Dalam setiap militer air ludah dijumpai 10-200 juta bakteri. Jumlah maksimal bakteri

ini dijumpai pada pagi hari atau setelah sarapan. (Tarigan, 2013: 20).

Kecukupan saliva dalam rongga mulut adalah 1 cc per menit. Jika aliran produksi saliva

berkurang, di bawah cc per menit, maka harus dipertimbangkan untuk diperbaiki dengan

cara minum air lebih banyak, mengunyah permen karet untuk meransang bertambahnya air
liur dalam rongga mulut yang berguna untuk membersihkan gigi. Berkurangnya air liur dapat

meningkatkan risiko terjadinya karies pada gigi. (Sariningsih, 2014: 11).

Aliran laju saliva normal adalah 1,5-2,5 ml/menit. Laju aliran yang berkurang dari 0,7

ml/menit disebut xerostomia dimana penyakit ini menimbulkan tenggorokan kering, anak

biasa mengisap bibir, dan mengeluh sering ingin minum. (Tarigan, 2013: 83).

Mengunyah permen karet yang mengandung xylitol atau sorbitol sesudah makan

makanan yang mengandung karbohidrat akan mencegah pembentukan asam dan menetralkan

asam yang telah terbentuk karena makanan yang mengandung karbohidrat. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan keluarnya air liur sehingga akan meningkatkan efek

pembersih terhadap sisa makanan yang mengandung karbohidrat. (Tarigan, 2013:71).

b. Fungsi Saliva
1) Membentuk lapisan pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak sebagai iritan dan

mencegah kekeringan.
2) Membantu membersihkan mulut dari makanan dan bakteri yang akhirnya akan menghambat

pembentukan plak.
3) Mambantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan kalsium dan

fosfatnya.
4) Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh email yang belum sempurna

terbentuk pada saat awal setelah erupsi.


5) Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan protein amfoter.
B. Kerangka Konseptual Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka untuk meneliti faktor yang berhubungan

dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 Tahun adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 6. Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen

Karies Gigi

Kebiasaan Menyikat Gigi

Produksi Saliva
Pola Makan

Keterangan:

: Variabel Independen : Variabel Dependen

: Penghubung Antar Variabel

C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian

dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji

kebenarannya berdasarkan fakta empiris.

1. Hipotesis Nol atau Nihil (H0)


a. Tidak ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10

tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


b. Tidak ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10

tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


c. Tidak Ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10

tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


2. Hipotesis alternatif (Ha)
a. Ada hubungan antara pola makan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 tahun di

SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


b. Ada hubungan antara kebiasaan menyikat gigi dengan timbulnya karies gigi pada anak umur

10 tahun di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


c. Ada hubungan antara produksi saliva dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 tahun

di SDI Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Pola makan
Yang dimaksud pola makan dalam penelitian ini adalah pola makan atau kebiasaan
makanan yang dikonsumsi oleh responden baik kebiasaan jenis dan frekuensi makanan jajan
yang manis atau minuman manis seperti minuman kemasan, dan makanan yang mudah
terselip di gigi.
Kriteria objektif :
Baik : Jika responden mempunyai skor 5
Kurang baik : Jika responden mempunyai skor < 5
2. Kebiasaan menyikat gigi
Kebiasaan menyikat gigi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
kebiasaan menyikat gigi anak secara mandiri. kebiasaan yang dilakukan responden setiap hari
yang berhubungan dengan tata cara atau kebiasaan menyikat gigi serta frekuensi menyikat
gigi dalam sehari.
Kriteria objektif :
Baik : Jika responden mempunyai skor 5
Kurang baik : Jika responden mempunyai skor < 5
3. Produksi saliva
Produksi saliva yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan mulut
menghasilkan saliva atau air liur saat makan ataupun dalam keadaan mulut kosong, dan
mengetahui apakah tenggorokan atau mulut sering terasa kering serta kebiasaan yang
biasanya dilakukan saat produksi saliva berkurang.
Kriteria objektif :
Baik : Jika responden mempunyai skor 5
Kurang baik : Jika responden mempunyai skor < 5

4. Karies gigi
Yang dimaksud karies gigi dalam penelitian ini adalah suatu infeksi pada gigi dan
mulut dimana keadaan yang menunjukan adanya lesi atau lubang gigi yang ditandai oleh
kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (email, dentin) sehingga meluas kearah
pulpa yang dapat dilihat secara langsung, dengan adanya plak (bercak) pada gigi baik bercak
putih, cokelat, ataupun gigi yang telah berlubang serta data pendukung diketahuinya karies
telah mengenai pulpa dengan adanya keluhan nyeri pada gigi anak. Dapat diketahui melalui
observasi dan wawancara langsung pada anak tanpa adanya sebuah angket berupa kuesioner .
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam proposal ini adalah Korelasi Deskriptif dengan

menggunakan model pendekatan Cross Sectional, dimana peneliti melakukan pengukuran

variabel pada saat yang bersamaan yang tujuannya untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan timbulnya karies gigi pada anak umur 10 tahun di SDI Talakuwe

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa. (Suyanto, 2011:35).


B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat

Penelitian akan dilaksanakan di SDI Talakuwe yang berada di Desa Gentungang

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa.


2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Mei 2015
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 37 siswa yang berumur 10 Tahun.
2. Sampel

35

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik
yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007: 32).
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa yang berumur 10 Tahun yang berada di SDI

Talakuwe Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa sebesar 37 sampel diambil secara total

sampling untuk semua populasi yang ada.


3. Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling yakni suatu teknik

pengambilan sampel dengan mengambil seluruh jumlah populasi yang ada.


D. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini adalah prosedur pengumpulan data penelitian, peneliti

menggunakan alat ukur berupa daftar pertanyaan (kuesioner), wawancara, observasi, dan

dokumentasi, yang dikembangkan berdasarkan acuan tinjauan teoritis. Hasil kuesioner

didapatkan dengan menggunakan skala Guttman yaitu dengan jawaban Ya dan Tidak.
Skor untuk pertanyaan Positif Ya = 1 dan Tidak = 0, Skor untuk pertanyaan

Negatif Ya = 0 dan Tidak = 1


E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Pengumpulan data terdiri dari :
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh penelitian melalui:
1) Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti melalui wawancara

langsung dengan responden.


2) Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang ditempuh peneliti dengan membagikan

kuesioner (angket) kepada responden dengan cara mengirimkan suatu daftar pertanyaan

kepada responden untuk diisi.


3) Observasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti melalui pengamatan

dilokasi penelitian untuk mendapatkan data.


4) Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi

dan hasil penelitian dari responden, dalam bentuk tulisan, dan sebagian besar data yang

tersedia adalah bentuk surat, catatan harian, foto, dan laporan hasil penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder juga digunakan sebagai data pelengkap untuk data primer yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti seperti jumlah keseluruhan siswa SDI Talakuwe

Kecamatan Bajeng Barat Kabupaten Gowa yang berumur 10 tahun.


2. Tahap pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual (dengan mengisi kuesioner yang disediakan).

Adapun langkah langkah pengolahan data yaitu sebagai berikut:


a. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ulang atau mengecek jumlah dan meneliti

kelengkapan data yang diperlukan.

b. Coding

Setelah data masuk, setiap jawaban dikonversi ke dalam angka-angka (pengkodean)

sehingga memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.

c. Data entry

Mengisi kolomkolom atau kotak lembar kode sesuai dengan jawaban masingmasing.

d. Tabulating

Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data ke dalam suatu tabel menurut

sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga tabel mudah untuk

dianalisa.

e. Cleaning

Yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah dimasukan ke dalam kotak

lembar kode apakah ada kesalahan atau tidak.

F. Teknik Analisis data


Setelah data tersebut dilakukan editing, koding, dan tabulasi maka selanjutnya

dilakukan analisa dengan beberapa cara:


1. Analisa Univariat
Dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, dimana analisis ini menghasilkan

distribusi, frekuensi dan presentasi dari setiap variabel diteliti, baik variabel independen

maupun variabel dependen.

2. Analisa Bivariat
Dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel bebas secara sendiri dengan variabel

terikat digunakan uji statistic Chi-Square. Analisa data akan diolah dengan menggunakan

SPSS. Uji satistik digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel

dependen dengan variabel independen.


G. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Persetujuan)

Lembar persetujuan diberikan kepada calon responden yang bersedia untuk diteliti. Bila

subjek menolak, maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak subjek tersebut.

2. Anonymity (Tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi

lembar tersebut diberikan kode.

3. Contidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data tertentu yang

akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad Harun. (2010). Karies dan Perawatan Pulpa Pada anak Secara Komprehensif. Makassar:
Bimer.
Alim Sabri & Fatimah. (2014). Pola Makan dan Kebiasaan Menggosok Gigi Dengan Timbulnya
Karies Gigi Pada Anak. Journal of Pediatric Nursing,1(3), 131-136.
Erwana Ferry Agam. (2013). Seputar Kesehatan Gigi dan Mulut. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Hidayat Alimul Aziz.A. (2012). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Hongini Yundali Siti, & Aditiawarman,S.H., Hum. (2012). Kesehatan Gigi dan Mulut; Buku
Lanjutan Dental Terminology. Bandung: Pustaka Reka Cipta.
Irma Z Indah, & Intan Ayu,S. (2013). Penyakit Gigi, Mulut dan THT. Yogyakarta: Nuha Medika.
Isroin laily, & Andarmoyo Sulistyo. (2012). Personal Hygiene Konsep Proses & Aplikasi Dalam
Prakktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kartikasari Yuwan Hana, & Nuryanto. (2014). Hubungan Kejadian Karies Gigi Dengan Konsumsi
Makanan Kariogenik Dan Status Gizi Pada Anak Sekolah Dasar. Journal Of Nutrition
Collage, 3(3), 414-421.
Ramadhan Gilang Ardyan. (2010). Serba Serbi Kesehatan Gigi & Mulut. Jakarta: Bukune.
Riskesdas. (2007). Profil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2007. Makassar.
Sariningsih Endang. (2012). Gigi Busuk dan Poket Periodontal Sebagai Fokus Infeksi. Jakarta:
Elexmedia Komputindo.
Soegeng Santoso, M.Pd., & Ranti Lies Anne,M.Pd. (2009). Kesehatan dan Gizi. Jakarta: EGC
Sulistyoningsih Hariyani. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suyanto. (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika
41
Tamrin Masriadi, Afrida, & Jamaluddin Maryam. (2014). Dampak Konsumsi Makanan
Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Pada Anak
Sekolah. Journal Of Pediatric Nursing, 1(1), 014-018.
Tarigan Rasinta. (2013). Karies Gigi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Wangidjaja Itjiningsih. (2014). Anatomi Gigi, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Worotitjan Indry, Mintjelungan Christy N, & Gunawan Paulina. (2013). Pengalaman Karies Gigi
Serta Pola Makan dan Minum Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Kiawa Kecamatan
Kawangkoan Utara. Journal e-Gigi (eG),1(1), 59-68.

Anda mungkin juga menyukai