Anda di halaman 1dari 23

RADIKALISME DALAM PEMBELAJARAN PAI

(Analisis Nilai-Nilai Radikalisme Dalam Buku Teks PAI SMA)

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama keselamatan. Ia merupakan rahmat bagi seluruh alam
jagat raya ini. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Surat Al Anbiya ayat 107
yang berbunyi wamaa arsalnaaka illa rahmatan lilaalamiin artinya dan
Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi seluruh alam (Al-Quran dan terjemahannya, 2008: 331) Ayat ini
menunjukkan bahwa islam sebagai agama rahma, islam selalu menjunjung
tinggi aspek-aspek kehidupan.
Namun sungguh sangat disayangkan bahwa beberapa dekade terakhir
islam telah berubah menjadi sebuah momok menakutkan bagi masyarakat dunia.
Hal ini disebabkan karena mencuatnya isu islam radikal. Isu islam radikal bukan
serta merta muncul akan tetapi jika kita telisik kebelakang, isu radikalisme islam
tidak lepas dari tragedi pengeboman WTC pada 11 september 2001 yang
diklaim dilakukan oleh pasukan Osama bin Laden seorang tokoh islam garis
keras. setelah peristiwa itu terjadi, Kata radikalisme islam dan terorisme
memang banyak bertebaran di media massa.(Ahmad Fuad Fanani, 2012: 4)
Tragedi WTC ternyata telah membangkitkan sentimen permusuhan antar
agama dan juga telah merusak citra islam. Islam sebagai sebuah agama yang
sangat menghargai perdamaian kini dicap sebagai agama intoleran, agama yang
mengajarkan kekerasan.(Munim A. Sirry, 2003: 27) Meskipun anggapan ini
sebenarnya bisa saja dibantah. Namun, adanya fakta bahwa kejadian teror yang
belakangan ini marak terjadi dilakukan oleh seorang atau sekelompok umat
islam yang berhaluan keras menjadi sebuah beban psikologis dan sosial bagi
umat islam yang lain. (Abu Rokhmad, 2012: 80)
Radikalisme memang tidak bisa disamakan dengan terorisme, karena
terorisme identik dengan tindak kriminal sedangkan radikalisme terkait dengan
paham atau sifat keberagamaan. Meskipun kadang kala radikalisme berubah
menjadi terorisme. Sejatinya radikalisme memang tidak boleh dipandang
1
sebelah mata atau dibiarkan tumbuh subur karena radikalisme merupakan satu
tahapan menjadi terorisme. Sebagaimana dikutip fanani dalam rizal sukma
(2004) bahwa radicalism is only one step short of terrorism Memang pada
umumnya para teroris yang melakukan tindakan destruktif dan bom bunuh diri
mempunyai pemahaman yang radikal terhadap berbagai hal khususnya agama.
Dan hal ini tampak tatkala pelaku teroris melegitimasi tindakannya dalam
paham keagamaan radikal yang ia anut. (Ahmad Fuad Fanani, 2012: 5)
Fenomena paham radikalisme dan terorisme telah menjalar keseluruh
penjuru dunia termasuk indonesia. Hal ini ditandai dengan maraknya tindakan
teror yang melanda indonesia 13 tahun teakhir. Mulai dari teror bom bali I, bali
II, hotel J.W Marriot, hotel Rits Carlton, bom buku hingga bom WC yang baru-
baru ini terjadi di sebuah pusat perbelanjaan di jakarta. Namun yang tatkala
memprihatinkan bahwa Paham radikal telah masuk dalam dunia pendidikan dan
kalangan muda. Dan hal inilah yang sangat disayangkan, bahwa dunia
pendidikan yang seharusnya tidak boleh sampai terkontaminasi paham-paham
radikal ternyata pada kenyataanya juga telah terkontaminasi.
Masuknya paham radikalisme dalam dunia pendidikan terbukti dengan
ditemukannya muatan radikal pada buku ajar Pendidikan Agama Islam dan
Budi Pekerti pada jenjang sekolah menengah. Dalam buku Pendidikan Agama
Islam dan Budi Pekerti kelas XI, cetakan ke-1 pada bab tokoh-tokoh
pembaharuan dunia Islam masa modern dinyatakan unsur radikal karena adanya
pernyataan didalamnya bahwa yang harus disembah hanyalah Allah SWT, dan
orang yang menyembah selain Allah SWT, telah menjadi musyrik dan boleh
dibunuh. (Kompas, 2 April 2015).
Hal ini juga diperkuat dengan sebuah riset yang dilakukan oleh maarif
institute pada tahun 2001 tentang pemetaan problem radikalisme di SMU Negeri
4 daerah pandeglang, cianjur, yogyakarta dan solo (Ahmad Gaus AF, 2012: 175)
menunjukkan bagaimana sekolah dapat menjadi tempat masuknya paham
radikalisme. Keberadaan sekolah dan lembaga pendidikan sebagai ruang terbuka
bagi semua organisasi-organisasi keagamaan seringkali dimanfaatkan oleh

2
segelintir orang untuk memasukkan paham-paham keagamaan mereka mulai
dari paham yang moderat hingga paham keagamaan yang radikal. Kondisi
seperti ini mempunyai konsekuensi makin banyaknya siswa yang terpengaruh
pada paham-paham radikal keagamaan.
Selaras dengan penelitian maarif institute, survei yang dilakukan oleh
lembaga kajian islam dan perdamaian (LaKIP) Jakarta menunjukkan hasil yang
sangat mengejutkan. Survei yang dilakukan antara bulan oktober 2010 hingga
2011 terhadap siswa (SMP dan SMA) di jabotabek menunjukkan bahwa 49%
siswa setuju dengan aksi radikalisme demi agama.14,2% menyatakan setuju
dengan aksi terorisme. 84,8% siswa setuju dengan penegakan syariat islam.
(Metro TV, 15 September 2012).
Hal di atas menggambarkan bahwa dunia pendidikan kita kini telah
digerogoti paham radikal. Meski riset diatas sebenarnya masih bisa
dipertanyakan kevalidanya begitupun dengan buku yang dikatakan mengandung
unsur radikal massih bisa dipertanyakan. Radikal dalam arti apa?. Namun hal
ini harus dijadikan alarm untuk mengantisipasi semakin banyaknya generasi
muda yang menganut paham radikal tersebut.
Jika kita lihat kebelakang, secara historis indonesia memang memiliki
basis islam radikal yang cukup kuat. Negara Islam Indonesia (NII) yang
diproklamirkannya pada 7 Agustus 1949 yang diketui oleh Kartusuwiryo
(Endang Turmudi dan Riza Sihbudi, 2005: 226) adalah sebuah gerakan politik
keagamaan yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya gerakan radikal di
nusantara. Disamping itu pergolakan di timur tengah serta kebangkitan idologi
jihad turut serta menyuburkan paham radikal di bumi nusantara.
Jika melihat sejarah-sejarah yang lalu memang tidak dapat dipungkiri
bahwa ideologi agama merupakan ladang yang ideal untuk menyuburkan
paham radikal karena pada dasarnya ideologi serta paham pada kebenaran
mutlak suatu agama telah melahirkan sekat-sekat pemisah di kalangan umat
beragama. Meski secara formal, kebebasan beragama telah diatur oleh undang-
undang yang ada yakni UUD 1945 pasal 29 serta Keputusan menteri agama RI
no.70 tahun 1978 tentang pedoman penyiaran agama. Namun pada
3
kenyataannya sikap eksklusif yang dapat menimbulkan konflik sangat sulit
untuk dihilangkan.(Ahmad Najib Burhani, 2001: 22)
Permasalahan yang ada sebenarnya bukan terletak pada kurangnya
peraturan yang mengatur hubungan antar umat beragama, karena pada dasarnya
banyak peraturan yang mengatur akan hal itu baik berupa peraturan normatif
yang bersumber dari Al-Quran seperti Q.S Al-Mumtahanah: 8-9, Q.S An-Nahl:
125, Al-Baqarah: 256, Al-Kafirun:6 maupun peraturan yang bersifat yuridis
yakni UU dan peraturan Pemerintah seperti UU pasal 29 dan 28. Masalah yang
ada sebenarnya terletak pada bagaimana umat beragama ataupun pemimpin
agama mengekspresikan agamanya terhadap agama lain dalam konteks
hubungan sosial. Sebuah permasalahan akan semakin meruncing manakala
pemimpin agama memiliki pandangan yang ekstrim seperti memperbolehkan
kelompoknya untuk menghancurkan kelompok yang tidak sepaham dengannya.
(Ahmad Najib Burhani, 2001: 22-23) Seperti paham Kelompok wahabi dimana
di dalamnya terdapat paham boleh membunuh orang yang tidak seagama (kafir).
Jika paham-paham yang seperti ini yang berkembang di indonesia maka
tidak mustahil akan melahirkan konflik-konflik keagamaan yang bisa
menganggu kestabilan negara. karena itu perlu kerjasama yang baik antara
pemerintah, lembaga pendidikan dan seluruh lapisan masyarakat guna
menangkal masuknya paham-paham radikal. seperti halnya yang dilakukan oleh
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta baru-baru ini,
Dalam seminar Nasional bertajuk Radikalisme Agama dalam perspektif global
dan nasional, Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, MA memaparkan
bahwa dalam Rangka mendukung upaya de-radikalisasi maka UIN jakarta akan
melakukan review bahan ajar, kurikulum perkuliahan serta melakukan
pembenahan dan penyempurnaan agar materi perkuliahan sesuai dengan
harapan yaitu mampu menjadi warning dan indzar bagi semua civitas akademik.
(Dede Rosyada, 6 Juni 2015)
Berangkat dari latar belakang di atas, penelitian dengan judul radikalisme
islam dalam pembelajaran PAI (analisis nilai-nilai radikalisme dalam buku PAI

4
tingkat SMA) menjadi sangat penting untuk dilakukan mengingat bahwa buku
PAI beserta standar isi dan kompetensinya sangat dipengaruhi oleh
kecenderungan paham penulisnya. Dimana isi dari buku tersebut dengan mudah
akan diserap oleh pelajar, sehingga akan berakibat fatal jika apa yang ada dalam
buku tersebut dipahami secara tekstual dan diyakini sebagai kebenaran mutlak.

B. PERMASALAHAN
1. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari latar belakang di atas, penulis memetakan beberapa masalah yang
berhubungan dengan nilai-nilai islam radikal dalam buku teks PAI SMA
yang menggunakan KTSP dan K.13 sebagai berikut:
a. Maraknya tindak terorisme dan radikalisme di indonesia
b. banyaknya teroris yang ditangkap beberapa tahun terakhir
c. Kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya paham-paham radikal
bagi generasi muda.
d. Masuknya paham radikal di lingkungan sekolah
e. Adanya unsur-unsur radikalisme islam dalam pembelajaran PAI
f. Rendahnya kontrol sekolah dalam mengantisipasi merebaknya paham
radikalisme di lingkungan sekolah.
g. Perlunya upaya de-radikalisasi guna mengantisipasi merebaknya paham
radikal serta tindakan terorisme di lingkungan sekolah.

2. BATASAN MASALAH
Dari identifikasi masalah tersebut di atas, maka agar penelitian ini lebih
terarah dan lebih fokus, maka penulis memberikan batasan permasalahan
pada penelitian ini yaitu:
1. Nilai-nilai radikalisme dalam buku PAI
2. Radikalisme dalam tataran ideologi bukan dalam tataran aksi.

3. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah, maka adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu nilai-nilai yang manakah yang menjadi indikasi adanya
muatan islam radikal dalam buku teks PAI tingkat SMA?
5
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai-nilai yang menjadi indikasi
adanya muatan islam radikal dalam buku teks PAI tingkat SMA.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Penulis: Secara formal-akademis, sebagai syarat untuk meraih gelar
Magister pada Program Pasca sarjana UIN jakarta di bidang PAI dan
menambah pengetahuan dan pengalaman terkait fokus penelitian.
2. Menjadi salah satu sumbangan untuk memperkaya khazanah ilmiah
dalam kajian keilmuan islam khususnya dalam bidang pengembangan
buku ajar pendidikan agama islam di SMA.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan lembaga pendidikan
dalam menyusun dan mengembangkan buku teks pendidikan agama
islam SMA di masa akan datang.

D. KAJIAN TEORI

a. Konsep Radikalisme
1) Pengertian radikalisme
Terminus radikal yang membentuk istilah
radikalisme berasal dari bahasa Latin, radix yang
berarti akar. Dengan demikian, berpikir secara
radikal sama artinya dengan berpikir hingga ke akar-
akarnya, hal tersebutlah yang kemudian besar
kemungkinan bakal menimbulkan sikap-sikap anti
kemapanan (Taher, 2004: 21). Menurut Simon Tormey
dalam International Enyclopedia of Social Sciences
(Vol.7, hal 48), radikalisme merupakan sebuah konsep
yang bersifat kontekstual dan posisional, dalam hal ini
kehadirannya merupakan antitesis dari ortodoks atau
6
arus utama (mainstream), baik bersifat sosial, sekuler,
saintifik, maupun keagamaan. Menurutnya, radikalisme
tidak mengandung seperangkat gagasan dan argumen,
melainkan lebih memuat posisi dan ideologi yang
mempersoalkan atau menggugat sesuatu (atau segala
sesuatu) yang dianggap mapan, diterima, atau menjadi
pandangan umum. (Muhammad Najib Azca, 2012: 24-
25)
Radikalisme adalah paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan
atau drastis. (Depdigbud, 1995: 808). Sedangkan Kelompok Islam
radikal adalah sebuah gerakan politik ekstrim yang berusaha
membentuk negara Islam melalui perjuangan bersenjata. Dimana
terdapat doktrin-doktrin pada kelompok untuk membenarkan tindakan
kekerasan untuk menghilangkan rezim di dunia yang dianggap kafir
saat ini. Dan karena tindakan kekerasan inilah, maka gerakan Islam
radikal seringkali di cap sebagai teroris oleh negara-negara barat
khususnya Amerika.(Francesco Cavatorta, 2005:11)
Radikalisasi adalah proses perubahan di mana kelompok
mengalami transformasi ideologi atau perilaku yang mengarah pada
penolakan prinsip-prinsip demokrasi dengan cara menuntut untuk
dilakukannya revolusi di bidang sosial politik, sosial ekonomi, dan
perubahan budaya dengan jalan kekerasan atau peningkatan tingkat
kekerasan, untuk mencapai tujuan politik. Contoh meningkatkan tindak
kekerasan dengan cara memperluas pemilihan target yaitu
memasukkan warga sipil dalam aksi bom bunuh diri.( Anshour, 2009: 6
)
Radikalisme dapat pula diartikan sebagai tindakan kekerasan
dan terorisme. Pada dasarnya radikalisasi muncul akibat adanya
kesenjangan dan marjinalisasi politik. Adapun tujuan dari kelompok-

7
kelompok radikal di indonesia adalah menciptakan negara islam.
Dalam mencapai tujuan, kelompok ini melakukan proses rekruitmen
anggota mulai dari tingkat sekolah hingga universitas. Dan biasanya
proses indoktrinasi ini dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler
agama yang ada di sekolah maupun perguruan tinggi. Ada 3 cara yang
dapat ditempuh untuk menganalisis munculnya gerakan islam radikal
di indonesia yakni:
a) Konteks historis; munculnya islam radikal di indonesia.
b) Konteks global; kebangkitan gerakan jihad
c) Implementasi syariah sebagai ideologi negara.(Wasisto Raharjo Jati,
2011: 22)
Radikalisme memiliki istilah yang beragam, ada yang
menyebut radikalisme dengan istilah fundamentalisme, ada pula yang
menyebutnya sebagai ekstrimisme bahkan ada pula yang
mengaitkannya dengan terorisme. Penamaan ini disebabkan karena
makna yang terkandung dalam istilah-istilah tersebut hampir sama.
Jika radikalisme disebut sebagai paham yang cenderung
menggunakan jalan kekerasan, maka istilah fundamentalisme
dimaknai sebagai paham yang cenderung untuk memperjuangkan
sesuatu secara radikal. (depdikbud, 1995: 281) selanjutnya
ekstrimisme dimaknai sebagai paham yang cenderung ekstrim
(keras).(Depdikbud, 1995: 255). Selanjutnya istilah terorisme sering
pula dikaitkan dengan radikalisme karena terorisme mengandung
makna penggunaan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut dalam
usaha mencapai suatu tujuan. (depdikbud, 1995: 1048).
2). Karakteristik Radikalisme
Menurut Yusuf al-Qordhowi, radikalisme atau ekstrimisme agama
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1). Kekerasan hati dan intoleransi.

8
Kekerasan hati dan intoleransi dan intoleran adalah karakteristik
radikalisme yang paling jelas. Orang yang seperti ini akan cenderung
memaksakan kehendaknya pada orang lain. Perkataannya adalah sesuatu
yang wajib untuk dituruti adapun pendapatnya adalah sebuah kebenaran.
Orang yang seperti ini akan menganggap pendapatnya mutlak benar
sedangkan pendapat orang lain salah.
2). Berpaham garis keras
Berpaham garis keras maksudnya menampakkan diri dalam bentuk
komitmen yang berlebihan, dan berusaha untuk mempengaruhi orang
lain untuk melakukan hal yang sama.
3). Memaksakan kehendak
Memaksakan kehendak maksudnya membebani orang lain tanpa
peduli tempat dan waktu untuk menerapkan ajaran-ajaran islam di negeri
non islam atau bagi orang-orang yang baru masuk islam.
4). Berlaku zalim
Memperlakukan orang secara zalim, melakukan pendekatan dengan
kekerasan, kaku dalam menganjak orang untuk masuk dalam islam.
(Yusuf Al-Qardhawi dalam Charles Kurzman, 2003: 324-328)
Menurut Martin Riesebrodt sebagaimana dikutip oleh Mumin
A.Sirry, radikalisme atau dengan kata lain fundamentalisme memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Tradisionalisme radikal
Disebut sebagai tradisionalisme radikal karena lahir dari ketegangan
antara tradisi dan modernitas serta mengambil berbagai aspek dari
keduanya. Berbagai perubahan serba cepat sebagai akibat dari
modernisasi memaksa kaum tradisional untuk mendekap dan
mempertahankan tradisi secara taken for grandted.
2. Milieu Kultural
Mileniu kultural adalah sebutan bagi suatu kelompok atau gerakan
yang identitas dan persepsi kelompok terhadap rasa kebersamaan

9
ditentukan oleh kesamaan cita-cita sosio-moral dan kriteria non
ekonomis lainnya.
3. Mobilisasi masyarakat awam
Keberhasilan paham ini dalam memobilisasi massa, bukan saja
dalam segi jumlah tapi juga dari segi militansi. (Mumin A. Sirry,
2003: 8)
3). Faktor-faktor penyebab berkembangnya radikalisme.
Persoalan radikalisme tidak boleh dipandangan dari sudut internal
agama saja tetapi memerlukan kajian literatur yang mendalam untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab kemunculannya. Radikalisme tidaklah
terjadi dalam situasi vakum tetapi memiliki keterkaitan dengan situasi
makro baik yang berkaitan dengan masalah sosial-ekonomi maupun
dengan masalah politik. (Mumin A. Sirry, 2003: 28)
Menurut Saeed Rahnema, munculnya gerakan-gerakan islam radikal
dipengaruhi oleh beberapa yaitu faktor sosial, ekonomi dan politik seperti
pertumbuhan penduduk yang cepat, persoalan gaji kelas menengah,
kesenjangan antara kaya dan miskin, kegagalan program modernisasi dan
kebijakan pembangunan, pemerintahan yang korup, rezim pemerintahan
yang diktator dan tidak demokratis, gerakan-gerakan sekuler dan liberal,
gagalnya gerakan nasionalis, serta adanya dorongan langsung dari
imprealisme dan kekuatan asing. Karena itu gerakan radikal hanya dapat
dikalahkan jika faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang
menimbulkan lahirnya gerakan ini dapat di eliminasi. (Saeed Rahnema,
2008: 2)
Ada 2 faktor yang menyebabkan munculnya ideologi islam radikal
yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya yaitu adanya
pandangan yang berbeda dalam persoalan ideologi jihad. Kalangan islam
moderat menilai jihad dapat dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan,
tidak monoton melalui perang. Sedangkan kalangan islam radikal menilai
bahwa jihad hanya dapat dilakukan melalui perang. Adapun faktor
10
eksternal yaitu munculnya islam radikal merupakan hasil dari
kolonialisme, hegemoni politik negara-negara tertentu terhadap negara
islam serta penyitaan tanah-tanah islam oleh negara-negara non islam.
(Masdar Hilmy, 2013: 12)
b. Konsep Pendidikan Agama Islam
1). Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam merupakan usaha-usaha secara
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar supaya
mereka hidup sesuai dengan ajaran islam.(Zuharini, Abdul ghofir dan
Slamet As. Yusuf, 1983: 27) sedangkan menurut Dr. Zakiyah Daradjat,
Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan
terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannyan dapat
memahami serta mengamalkan ajaran agama islam serta
menjadikannya sebagai way of life. (Zakiyah Daradjat, 1992: 86)
Menurut direktorat Pembinaan Pendidikan agama Islam apada
sekolah umum negeri atau disingkat Ditbinpaisun, Pendidikan Agama
Islam adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik
agar nantinya setelah selesai dari studinya ia dapat memahami apa yang
terkandung dalam agama islam secara kaffah, menghayati makna serta
maksud dan tujuan yang terkandung didalamnya sehingga pada
akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan agama islam yang
dianutnya itu sebagai way of life sehingga dapat mendatangkan
keselamatan dunia dan akhirat. (Zakiyah Daradjat, 1992: 88).
Adapun menurut Abdul Majid dan Dyan Andayani, Pendidikan
Agama Islam adalah usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam
rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan
mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
atau pelatihan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. (Abdul Majid dan Dyan Andayani, 2006: 132)

11
2. Fungsi dan Tujuan PAI di SMA
Adapun Fungsi Pendidikan Agama Islam di SMA yaitu untuk:
1) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta
akhlak mulia peserta didik seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan
lebih dahulu dalam lingkungan keluarga.
2) Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
3) Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial
melalui pendidikan agama Islam.
4) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik
dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan
sehari-hari.
5) Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif budaya asing yang akan
dihadapinya sehari-hari.
6) Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
7) Penyaluran siswa untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga
pendidikan yang lebih tinggi. (Abdul Majid dan Dyan Andayani, 2006:
134)
Pendidikan Agama Islam di SMA pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari PAI pada jenjang pendidikan sebelumnya yaitu mulai
dari Paud, TK, SD, SMP, hingga SMA. Pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan atas PAI bertujuan untuk meningkatkan potensi spiritual
peserta didik. Karena itu, pada jenjang pendidikan dasar, peserta didik
diarahkan agar dapat mengenal dan membiasakan diri dalam
mengamalkan ajaran agama. Selanjutnya pada tingkat pendidikan
menengah pertama peseta didik diharapkan dapat mendakwahkan serta
membudayakan ajaran dan nilai-nilai islam, selanjutnya pada tingkat
menengah atas, peserta didik diarahkan pada pembinaan kesholehan
individu dan sosial.

12
Tujuan pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun sebagaimana
dikutip oleh Ramayulis bahwa Pendidikan Islam mempunyai dua
tujuan yaitu tujuan keagamaan dan tujuan ilmiah. Adapun tujuan
keagamaan yaitu beramal untuk akhirat, sehingga ia dapat menjumpai
tuhannya serta dapat melaksanakan hak-hak yang telah diwajibkan
tuhan atas dirinya. Sedangkan tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan
yaitu untuk mendapatkan manfaat dari pendidikan sebagai persiapan
hidup di dunia. (Ramayulis, 2002: 70)
Al-Ghazali yang dikutip oleh Ramayulis disebutkan bahwa
Tujuan Pendidikan Islam adalah beribadah serta bertaqarrub ilallah
dan menjadi insan kamil. (Ramayulis, 2002: 70). Adapun menurut Abu
Ahmadi, Pendidikan Islam memiliki 4 tujuan yaitu tujuan tertinggi,
tujuan umum, tujuan khusus serta tujuan sementara. Tujuan tertinggi
pendidikan islam adalah menjadi hamba Allah, Khalifah fi al-Ardh,
mendapatkan kebaikan dunia akhirat.() Selanjutnya tujuan umum yaitu
untuk mencapai pertumbuhan perkembangan manusia secara
menyeluruh melalui latihan jiwa, intelek, jiwa rasional, perasaan serta
hati. Sedangkan tujuan khusus yaitu untuk mengembangkan minat dan
bakat peserta didik serta mengikuti tuntunan zaman. Selanjutnya
terakhir yaitu tujuan sementara, yaitu untuk mencapai Kompetensi inti
(KI) dan kompetensi Dasar (KD). (Ramayulis, 2002: 66-71)
Adapun tujuan pendidikan agama islam di SMA adalah untuk
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat

13
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Abdul Majid
dan Dyan Andayani, 2006: 135)
3. Materi Pendidikan Agama Islam di SMA
Materi merupakan alat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu
penentuan materi harus didasarkan pada tujuan yang direncanakan baik
dari segi cakupan, tingkat kesulitan maupun organisasinya. (Chabib
Thoha, 1990: 8) Menurut Abdul Ghofur, Materi Pendidikan Islam adalah
bahan-bahan Pendidikan Agama Islam yang berupa kegiatan, pengalaman
dan pengetahuan yang disengaja dan sistematis diberikan kepada anak
didik dalam rangka menacapai tujuan Pendidikan Agama Islam.(Zuharini,
1981: 57). Adapun materi-materi PAI di SMA yaitu membaca kitab suci,
Aqidah, Ibadah, tarikh, muamalah dan akhlak.
c. Radikalisme dalam dunia Pendidikan
Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di
dunia. Sebelum rezim suharto jatuh pada tahun 1998, indonesia pernah
diperediksi akan menjadi negara islam dengan corak moderat. Namun
ternyata kenyataan berkata lain sejak rezim suharto jatuh berbagai
masalah baru akhirnya muncul mulai dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan hingga berkembangnya paham radikal. meski pada
dasarnya paham radikal bukanlah pertama kali tetapi jatuhnya rezim
suharto juga memiliki andil terhadap timbulnya paham radikal.
(Muhammad Kholid Fathoni, 2005: 131) Jatuhnya rezim suharto pada
tahun 1998 serta terjadinya pengeboman world Tride Center pada tahun
2001 menyebabkan isu radikal semakin menghangat, bahkan isu ini telah
menyihir pembelajaran agama sehingga masalah terorisme serta
radikalismepun masuk dalam muatan kurikulum pembelajaran.
(Muhammad Kholid Fathoni, 2005: 132-133).
Perkembangan selanjutnya, gerakan-gerakan radikal
tersebut memengaruhi bahkan menguasai beberapa
institusi pendidikan umum negeri baik pada level
14
perguruan tinggi maupun setingkat SMU. Melalui gerakan
radikal ini, muncul gejala sekolah umum negeri menjadi
pusat penyemaian intoleransi, eksklusivitas, anti
keragaman, bahkan kekerasan. (Muh. Abdullah Darraz,
2012: 157)
Dalam beberapa kasus pada institusi sekolah, SMU
malah terlihat mendorong bahkan memfasilitasi
tumbuhnya radikalisme dan ekstremisme yang cenderung
bersikap intoleran terhadap perbedaan, diskriminatif,
menolak demokrasi, dan anti-HAM. Fenomena semacam
ini memang agak mengejutkan bagi para pemerhati asing
terkait radikalisme di Indonesia. Selama ini para peneliti
asing tersebut menyatakan bahwa radikalisme tumbuh
subur di lingkungan institusi pendidikan Islam secara
khusus, yakni yang bersumber dari sekolah-sekolah Islam
dengan sistem pesantren. (Muh. Abdullah Darraz, 2012:
157)
Namun demikian, penelitian-penelitian terakhir yang
dilakukan oleh lembaga penelitian di Indonesia pada akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa trend yang terjadi, justru
pertumbuhan radikalisme sedang sangat gencarnya
berhembus dan dihembuskan melalui institusi pendidikan
umum negeri, terutama setingkat Sekolah Menengah
Umum (SMU). (Muh. Abdullah Darraz, 2012: 157)
d. Elemen Radikalisme Islam dalam Pembelajaran PAI di Sekolah
Ada dua elemen radikalisme islam dalam pembelajaran PAI yaitu:
1. Pandangan Guru-guru PAI
Guru adalah salah satu aspek penting dalam pembelajaran PAI, baik
secara formal maupun nonformal. Guru memiliki andil yang kuat dalam
menanamkan ideologi radikal dalam diri pelajar. Dalam hal ini, guru bisa
15
saja melakukan radikalisasi melalui indoktrinasi pada saat proses belajar
mengajar berlangsung. Oleh karena itu, pembelajaran PAI banyak berkaitan
dengan doktrin-doktrin agama. (Abu Rokhmad, 2012: 87)
2. Bahan Ajar
Dalam proses pendidikan, sumber belajar, seperti guru dan buku
pelajaran, menjadi penting. Buku pelajaran merupakan organ krusial dalam
proses belajar. Di Indonesia, dengan keterbatasan kualitas guru, buku
pelajaran masih menjadi sumber belajar terbesar para murid. Untuk level
Sekolah Menengah Atas (SMA) ada tiga buku ajar Pendidikan Agama Islam
(PAI) untuk masing-masing kelas yang berbeda satu sama lain. Untuk kelas
X digunakan buku Pendidikan Agama Islam yang disesuaikan dengan
kompetensi yang akan dicapai pada kelas tersebut. Hal yang sama juga
berlaku di kelas X dan XI. (Abu Rokhmad, 2012: 89)
3. Kegiatan Ekstrakurikuler
Praktek radikalisasi di lingkungan SMU terjadi melalui berbagai
aktivitas dan budaya sekolah, baik dalam proses belajar mengajar, kebijakan
sekolah maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler
memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam memasukkan ideologi dan
pemahaman radikal di kalangan pelajar. (Muh. Abdullah Darraz, 2012: 159 )

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian
Dilihat dari segi obyeknya, penelitian ini termasuk jenis penelitian
kepustakaan (Library Research). Library research dilakukan dengan
menelaaah dokumen, arsip, koran, majalah, jurnal, maupun buku-buku yang
berkaitan dengan topik yang dibahas. Penelitian ini juga merupakan jenis
penelitian deskriptif-kualitatif, yaitu penelitian yang tidak menggunakan uji
statistik dalam pengolahan datanya.
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan orientasi
teoritik pada content analisys yang berupaya menemukan isi pesan
16
komunikasi verbal yang tertuang dalam teks. Bentuk teks yang kemudian
akan ditemukan dan dipahami isinya adalah buku teks PAI SMA.
3. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam yaitu sumber
primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah buku PAI tingkat SMA
dan buku sekunder yaitu buku-buku penunjang penelitian yaitu berkaitan
dengan islam radikal dan islam moderat sebagai pendukung untuk
menganalisa nilai-nilai islam radikal dan islam moderat pada buku PAI
tingkat SMA.

DAFTAR PUSTAKA

Burhani, Ahmad Najib. (2001). Islam Dinamis (Menggugat Peran Agama


Membongkar Doktrin yang Membatu). Cet. I; Jakarta: PT. Kompas Media
Nusantara.

Cavatorta, Francesco, (2005). The War on TerrorismPerspectives from Radical


Islamic Groups. Journal of Irish Studies in International Affairs, Vol. 16 (2005).
Diakses dari http://doras.dcu.ie/488/1/isia_16_1_2005.pdf
Daradjat Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, 1992, Cet.2; Jakarta: Bumi Aksara.

Dede Rosyada, Seminar Nasional Bertajuk Radikalisme dalam Perspektif Global


dan Nasional, Kampus UIN Jakarta, 6 Juni 2015

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia,


Ed.II; Jakarta: Balai Pustaka

Fathoni, Muhammad Kholid. (2005). Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional


Paradigma Baru, Jakarta: Departemen Agama RI.

17
Kurzman Charles, (2003) Wacana Islam Lliberal Pemikiran Islam Kontemporer
Tentang Isu-isu Global, Cet.II, Jakarta: Paramadina.

Majid, Abdul dan dyan Andayani, (2006) Pendidikan Agama Islama Berbasis
Kompetensi. Cet.III; Bandung: Remaja Rosdakarya

Marasabessy. Rahman Ismail. (2007). Pluralisme Agama Persprektid Al-Quran,


Cet.I; Jakarta Selatan: Pustaka Mapan.

Munthahhari, Murtadha. (1993). Falsafah Pergerakan Islam, Cet. III; Jakarta:


Mizan..

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (2002). Cet. III; Jakarta: Radar Jaya Offset.

Rahnema, Saeed, (2008). Radical islamism and failed developmentalism. journal


of third world quarterly volume 29, issue 3, 2008. Diakses dari
http://courses.arch.vt.edu/courses/wdunaway/gia5524/rahnema08.pdf

Sirry, Munim A. (2003). Membendung Militansi Agama (Iman dan Politik dalam
Masyarakat Modern), Cet. I; Jakarta: Erlangga.

Syuaibi, Ali dan Gills Kibil. (2004) Meluruskan Radikalisme Islam, Cet. I;
Ciputat: Pustaka Azhary

Turmudi, Endang dan Riza Sihbudi. (2005). Islam dan Radikalisme di Indonesia.
Cet.I; Jakarta: LIPI Press.

Zuahrini, Abdul Gafur dan Slamet As. Yusuf. (1983). Metodik Khusus Pendidikan
Agama (dilengkapi dengan sistem modul dan permainan simulasi), Cet.VIII;
Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.

Abdillah, Masykuri. Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons


Intelektual Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi
1966-1993. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999.

18
Assyaukanie, Luthfi. Ideologi Islam dan Utopia Tiga Model Negara
Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Freedom Institute, 2011.

Azra, Azyumardi. Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme,


Modernisme, Hingga Post-Modernisme. Jakarta:
Paramadina, 1996.

Bamualim, Chaider S. Fundamentalisme Islam dan Jihad antara


Otentisiats dan Ambiguitas. Jakarta: PBB UIN dan KAS,
2004.

Al-Banna, Gamal. Jihad. Jakarta: Mata Air Publishing, 2006.

Baradath, Leon P. Political Ideologies: Their Origins and Impact.


London: Macmillan, 1994.

Chirzin, Muhammad. Jihad dalam Al-Quran: Telaah Normatif,


Historis, dan Prospektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Choueiri, Youssef M. Islamic Fundamentalism Boston: 1990.

Dekmejian, R. Hrair. Islam in Revolution: Fundamentalism in The


Arab World. Syracuse, 1995.

Enayat, Hamid. Modern Islamic Political Thought. Austin, 1982.

Hasan, Noorhaidi. Islam di Ruang Publik; Politik Identitas dan


Masa Depan Demokrasi di Indonesia. Jakarta; Center for
Study of Religion and Culture-KAS, 2010.

Lim, Merlyna. Islamic Radicalism and Anti-Americanism in Indonesia: The Role


of the Internet. Washington: East-West Center, 2005.
Al-Mawdd. Al-Jihd f Al-Islm: War in Islam, V. Terj. Kaukab
Siddique. Washington D.C: 1971-1973.

Peters, Rudolph. Jihad in Medieval and Modern Islam: The Chapter


on Jihad from Averroes Legal Handbook Bidyat Al-
Mujtahid. Leiden: 1977.

Al-Qaraawy, Ysuf. Fiqh Al-Jihd. Qhirah: Maktabah Wahbah,


2009. Diterjemahkan oleh Masturi Irham dkk. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2011.

_______. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Terj.


Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta: Bulan
Bintang, 1980.
19
Sabirin, Rahimi. Islam & Radikalisme. Jakarta: Ar Rasyid, 2004.

Sachedina, A. A. The Development of Jihd in Islamic Revelation


and History dalam J.T Kelsay (ed.), Cross, Crescent, and
Sword. New York: 1990.

Singh, Bilveer dan Abdul Munir Mulkhan. Jejaring Radikalisme


Islam di Indonesia: Jejak Sang Pengantin Bom Bunuh Diri.
Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2012.

Sivan, Emmanuel. Radical Islam: Medieval Theology and Modern


Politics. New Haven, 1985.

Zada, Khamami. Islam Radikal: Pergulatan Ormas-ormas Islam


Garis Keras di Indonesia. Jakarta: Teraju, 2002.

AF, Ahmad Gaus. Pemetaan Problem Radikalisme di SMU Negeri


di 4 Daerah Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 172-
191. Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii%20no%201 %20juli
%202013.pdf tanggal 25 September 2015.

Azca, Muhammad Najib. Yang Muda, Yang Radikal: Refleksi


Sosiologis Terhadap Fenomena Radikalisme Kaum Muda
Muslim di Indonesia Pasca Orde Baru Jurnal Maarif, Vol. 8,
No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses dari
http://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September
2015.

Qodir, Zuly, Perspektif Sosiologi tentang Radikalisasi Agama


Kaum Muda Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 14-41.
Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii %20no%201%20juli
%202013.pdf tanggal 25 September 2015.
Zubadki, Zora A, Kaum Muda dan Radikalisme Jurnal Maarif, Vol.
8, No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses dari
http://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September
2015.
Muhd. Abdullah Darraz Radikalisme dan Lemahnya Peran
Pendidikan Kewargaan Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli
2013): 14-41. Diakses dari http://maarifinstitute.org/

20
images/xplod/jurnal/vol%20viii %20no%201%20juli
%202013.pdf tanggal 25 September 2015

Muhammad, Wahyudi Akmaliah dan Khelmy K. Pribadi Anak


Muda, Radikalisme, dan Budaya Populer Jurnal Maarif, Vol.
8, No. 1 (Juli 2013): 14-41. Diakses dari
http://maarifinstitute.org/ images/xplod/jurnal/vol%20viii
%20no%201%20juli %202013.pdf tanggal 25 September
2015
Ahmad Gaus AF, Pribadi Pemetaan Problem Radikalisme di
SMU Negeri di 4 Daerah Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli
2013): 14-41. Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii %20no%201%20juli
%202013.pdf tanggal 25 September 2015

Azra, Azyumardi. Revisitasi Islam Politik dan Islam Kultural di


Indonesia, Jurnal Indo-Islamika, Vol. 1, No. 2, (2012
M/1433 H): 233-244.

Farikhatin, Anis. Membangun Keberagamaan Inklusif-Dialogis di


SMA PIRI I Yogyakarta (Pengalaman Guru Agama
Mendampingi Peserta Didik di Tengah Tantangan
Radikalisme) Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 102
129. Diakses dari http://maarifinstitute.org/images/xplod/
jurnal/vol%20viii%20no%201%20juli%202013.pdf tanggal
25 September 2015.

Nahrawi, Muh. Nahar. Perkembangan Pemaknaan Jihad dalam


Islam Jurnal Harmoni 7, No. 32 Oktober-Desember (2009):
64-73.

Qodir, Zuly. Perspektif Sosiologi tentang Radikalisasi Agama


Kaum Muda Jurnal Maarif, Vol. 8, No. 1 (Juli 2013): 45-65.
Diakses dari http://maarifinstitute.org/
images/xplod/jurnal/vol%20viii%20no%201 %20juli
%202013.pdf tanggal 25 September 2015.

Rahman, Fazlur. Kekerasan Atas Nama Tuhan: Respon Netizen


Indonesia Jurnal Indo-Islamika, Vol. 1 No. 2 (2012): 197
231.

Riedel, Helmut P.R dkk, Psychological Behaviorism Theory of


Bipolar Disorder The Psychological Record, No. 51, (2001):
510511. Diakses dari

21
http://opensiuc.lib.siu.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=1296& context=tpr

Rokhmad, Abu. Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi


Paham Radikal Jurnal Walisongo, Vol. 20, No. 1, (Mei
2012): 79114. Diakses dari
http://eprints.walisongo.ac.id/1931/1/Abu_Rokhmad-
Radikalisme_ Islam.pdf tanggal 25 September 2015.

Rusmulyadi. Framing Media Islam Online atas Konflik Keagamaan


di Indonesia Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 03, No. 01, (Juni
2013): 47-74. Diakses dari
http://jki.uinsby.ac.id/index.php/jki/article/view/57/42
tanggal 25 September 2015.

R, Yayuk Eny. Karakteristik Pemakaian Bahasa dalam Spanduk


Kampanye Pemilihan Kepala Daerah di Yogyakarta
Penelitian Dosen, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas
Negeri Yogyakarta (2005).

Saidurrahman. Fiqh Jihad dan Terorisme (Perspektif Tokoh Ormas


Islam Sumatera Utara) Asy-Syirah, Jurnal Ilmu Syariah
dan Hukum, Vol. 46, No. I, (Januari-Juni 2012): 53-82.
Diakses dari http://journal.uin-
suka.ac.id/media/artikel/ASY124601-82-104-1-PB.pdf
tanggal 25 September 2015.

Smith, Christopher. Anti-Islamic Sentiment and Media Framing


during the 9/11 Decade Journal of Religion and Society 5
(2013): 1 15.

Sukabdi, Zora A. Kaum Muda dan Radikalisme (?)Jurnal Maarif,


Vol. 8, No. 1 (Juli 2013). Diakses dari
http://maarifinstitute.org/images/xplod/ jurnal/ vol%20viii
%20no%201%20juli%202013.pdf tanggal 25 September
2015.

22
Pengertian PAI Pp 55 no 2007 dan 2010

Mengapa harus buku PAI? Karena Buku pelajaran memang bukan sembarang
buku. Dalam panduan berjudul A Comprehensive Strategy for Textbooks and
Learning Material terbitan UNESCO disebutkan, buku teks pelajaran mentransfer
ilmu pengetahuan, membangun keterampilan, dan membentuk para pembelajar
berinteraksi dengan dunia. Buku pelajaran merupakan organ krusial dalam proses
belajar. Di Indonesia, dengan keterbatasan kualitas guru, buku pelajaran masih
menjadi sumber belajar terbesar para murid.

23

Anda mungkin juga menyukai