Budaya Makassar
Suku bangsa ini sendiri lebih suka menyebut diri mereka sebagai orang Mangasara. Sebagian
besar berdiam di Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan Pangkajene di
Provinsi Sulawesi Selatan. Sama seperti suku bangsa bugis, masyarakat ini juga memiliki
kebiasaan merantau melintasi laut. Sebagian di antara mereka merantau ke berbagai daerah lain
di Indonesia, serta terkenal pula sebagai pelaut dan pedagang antar pulau yang gigih. Jumlah
populasinya sekitar 2.000.000 jiwa.
sejarah-suku-makassar
Bahasa Suku Makassar
Bahasa Makassar atau Mangasara dapat dibagi atas beberapa dialek, antara lain dialek Lakiung,
Turatea, Bantaeng, Konjo dan Selayar. Sama seperti bahasa Bugis, bahasa Makassar juga pernah
mengalami perkembangan dalam kesusasteraan tertulis yang dikenal sebagai aksara lontarak,
yaitu sistem huruf yang bersumber dari tulisan sansekerta. Salah satu naskah yang terpenting
adalah Sure Galigo atau La Galigo, yaitu sebuah kumpulan mitologi tentang asal usul masyarakat
dan kebudayaan Bugis. Selain itu bahasa Makassar juga berkembang dalam berbagai bentuk
puisi klasik, seperti kelong (pantun) dan sinriti (prosa liris yang dinyanyikan).
Mata Pencaharian Suku Makassar
Pada dasarnya mata pencaharian orang Makassar adalah menanam padi di sawah yang telah
mengembangkan sistem irigasi tradisional. Selain itu, pertanian sayur-sayuran, buah-buahan dan
tanaman keras juga cukup berkembang. Akan tetapi di mata masyarakat lain orang Makassar
lebih terkenal sebagai nelayan penangkap ikan, pedagang dan pelaut yang gigih. Mereka telah
mengembangkan tradisi dan pengetahuan kelautan yang mengagumkan. Jenis perahu Makassar
yang disebut pinisi terkenal sebagai perahu yang kuat dan ramping serta mampu mengarungi
lautan luas selama berbulan-bulan. Karena ciri kebudayaan seperti itu, maka orang Makassar
sering diidentikkan dengan orang Bugis, tidak heran kalau kedua nama itu sering ditulis oleh
penulis lama dalam kata majemuk Bugis-Makassar.
Kekerabatan Suku Makassar(Sistem Kekeluargaan)
Sistem hubungan kekerabatan yang berlaku dalam masyarakat ini adalah bilateral, karena
keluarga besar pihak ayah dan pihak ibu dianggap sama-sama memiliki peran penting dalam
kehidupan sosial seseorang. Tetapi mereka mengkategorikan hubungan kekerabatan itu
berdasarkan kedekatan dan keakrabatan. Kerabat yang dianggap "dekat" disebut bija. Kerabat
dekat ini dibedakan lagi menjadi bija pammanaka, yaitu kerabat dekat karena hubungan darah,
dan bija panreng-rengan, yaitu kerabat dekat karena hubungan perkawinan. Bentuk pemilihan
jodoh secara tradisional cenderung endogami keluarga besar, terutama pilihan yang disebut
saudara sepupu silang, walaupun pada masa sekarang sudah amat sulit dipertahankan. Sedangkan
pola menetap sesudah menikah cenderung untuk bersifat virilokal, yaitu tinggal menetap di
lingkungan pihak orang tua lelaki suami.
Masyarakat Suku Makassar
Pelapisan sosial masyarakat Makassar terpengaruh oleh sisa-sisa sistem sosial zaman Kerajaan
Tana (Buta) ri Gowa dan Kesultanan Makassar dulu. Pada zaman dulu Kerajaan Gowa dibagi ke
dalam beberapa daerah yang disebut bate. Masing-masing diperintah oleh seorang kepala negeri
yang disebut karaeng atau gollarang. Pada masa sekarang para bangsawan keturunan raja-raja
Gowa itu disebut ana' karaeng Maraenganaya. Lapisan sosial orang biasa yang mayoritas, disebut
maradeka. Pada zaman dulu dikenal pula satu lapisan paling bawah, yaitu para hamba sahaya
yang disebut ata.
Agama Dan Kepercayaan Suku Makassar
Orang Makassar sudah sejak lama memeluk agama Islam. Walaupun begitu dalam kehidupan
sehari-hari sebagian masih mempertahankan sisa-sisa keyakinan pra-Islam. Sebelum kedatangan
agama Islam orang Makassar mempercayai adanya tokoh-tokoh dewa dan roh nenek moyang
serta makhluk gaib lainnya. Tokoh dewa tertinggi dalam keyakinan mereka itu disebut Patotoe
atau Dewata Seuae (Dewata Yang Tunggal). Keyakinan lama itu masih nampak dalam
pelaksanaan upacara-upacara setempat, terutama yang berkaitan dengan pertanian dan daur
hidup, serta pemeliharaan tempat-tempat yang dianggap keramat (saukang).
D. Kerajaan Gowa Tallo
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar. Kerajaan ini terletak
di daerah Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan memiliki posisi yang penting,
karena dekat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara. Bahkan daerah Makassar menjadi
pusat persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia bagian timur maupun para
pedagang yang berasal dari daerah Indonesia bagian barat. Dengan letak seperti ini
mengakibatkan Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur
perdagangan Nusantara.
b. Kehidupan Politik
Perkembangan pesat Kerajaan Makassar tidak terlepas dari raja-raja yang pernah memertntah
seperti:
Ra|aAlaudin Dalam abad ke-17 M, agama Islam berkembang cukup pesat di Sulawesi Selatan.
Raja Makassar yang pertama memeluk agama Islam bernama Raja Alaudin yang memerintah
Makassar dari tahun 1591-1638 M. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Makassar mulai terjun
dalam dunia pelayaran-perdagangan (dunia maritim). Perkembangan ini menyebabkan
meningkatnya kesejahteraan rakyat Kerajaan Makassar. Namun setelah wafatnya Raja Alauddin,
keadaan pemerintahan kerajaan tidak dapat diketahui dengan pasti.
Sultan Hasanuddin Pada masa peme-rintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Makassar mencapai
masa kejayaannya. Dalam waktu yang cukup singkat, Kerajaan Makassar telah berhasil
menguasai hampir seluruh wilayah Sulawesi Selatan. Cita-cita Sultan Hasanuddin untuk
menguasai sepenuhnya jalur perdagang-an Nusantara, mendorong perluasan ke-kuasannya ke
kepulauan Nusa Tenggara, seperti Sumbawa dan sebagian Flores. Dengan demikian, seluruh
aktivitas pelayaran perdagangan yang melalui Laut Flores harus singgah lebih dulu di ibukota
Kerajaan Makassar.
Keadaan seperti itu ditentang oleh Belanda yang memiliki daerah kekuasaan di Maluku dengan
pusatnya Ambon. Hubungan Batavia dengan Ambon terhalang oleh kekuasaan Kerajaan
Makassar. Pertentangan antara Makassar dan Belanda sering menimbulkan peperangan.
Keberanian Sultan Hasanuddin memimpin pasukan Kerajaan Makassar untuk memporakporandakan pasukan Belanda di Maluku, mengakibatkan Belanda semakin terdesak. Atas
keberaniannya, Belanda memberi julukan kepada Sultan Hasanuddin dengan sebutan "Ayam
Jantan dari Timur".
Dalam upaya menguasai Kerajaan Makassar, Belanda menjalin hubungan dengan Kerajaan
Bone, dengan rajanya Arung Palaka. Dengan bantuan Arung Palaka, pasukan Belanda berhasil
mendesak Kerajaan Makassar dan menguasai ibukota kerajaan. Akhimya dilanjutkan dengan
Perjanjian Bongaya (1667 M).
Mapasomba Setelah Sultan Hasanuddin turun tahta, ia digantikan oleh putranya yang bernama
Mapasomba. Sultan Hasanuddin sangat berharap agar Mapasomba dapat bekerja sama dengan
Belanda. Tujuannya agar Kerajaan Makassar tetap dapat bertahan. Ternyata Mapasomba jauh
lebih keras dari ayahnya sehingga Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran untuk
menghadapi Mapasomba. Pasukan Mapasomba berhasil di-hancurkan dan ia tidak diketahui
nasibnya. Dengan kemenangan itu, akhirnya Belanda berkuasa atas Kerajaan Makassar.
A.
Sejarah awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung,
Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik
damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita
dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi
Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang
pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses
yang terdapat di daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku
Makassar yang berdiam di ujung selatan dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini
sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini
memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang saat itu melakukan
peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu
oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka.
Perang Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan
Bugis; demikian pula pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar
adalah perang terbesar VOC yang pernah dilakukannya di abad ke-17.
B.
Letak kerajaan
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 meninggal di
Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16
dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhamma
d Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat
tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal
dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het
Oosten oleh Belandayang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan
di Katangka, Makassar.
D. Kehidupan Politik
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato Ri Bandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam
adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang
sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said
(1639 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar
berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang
subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia
berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut
sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur
perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai
raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan
monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara
Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan
Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan
VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah
Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan
padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan
Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai
akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan
secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian
Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a.
b.
c.
d.
E.
Kehidupan Ekonomi
yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo
merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
G. Peninggalan Kerajaan Gowa dan Tallo
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat
Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9
yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya
benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan
Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan
Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti
seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas
filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan
Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng
Ujung Pandang.
Masjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali
pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim
(1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa
(1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan
Gowa ini.
Kesultanan Gowa atau kadang ditulis Goa, adalah salah satu kerajaan besar dan paling sukses yang terdapat di
daerah Sulawesi Selatan. Rakyat dari kerajaan ini berasal dari Suku Makassar yang berdiam di ujung selatan
dan pesisir barat Sulawesi. Wilayah kerajaan ini sekarang berada di bawah Kabupaten Gowa dan beberapa
bagian daerah sekitarnya. Kerajaan ini memiliki raja yang paling terkenal bergelar Sultan Hasanuddin, yang
saat itu melakukan peperangan yang dikenal dengan Perang Makassar (1666-1669) terhadap VOC yang dibantu
oleh Kerajaan Bone yang dikuasai oleh satu wangsa Suku Bugis dengan rajanya Arung Palakka. Perang
Makassar bukanlah perang antarsuku karena pihak Gowa memiliki sekutu dari kalangan Bugis; demikian pula
pihak Belanda-Bone memiliki sekutu orang Makassar. Perang Makassar adalah perang terbesar VOC yang
pernah dilakukannya pada abad ke-17.
Sejarah awal
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal dengan nama Bate
Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung,
Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik
damai maupun paksaan, komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita
dari pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi tradisi
Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya Tumanurung, dua orang
pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Abad ke-16
Tumapa'risi' Kallonna
Memerintah pada awal abad ke-16, di Kerajaan Gowa bertakhta Karaeng (Penguasa) Gowa ke-9,
bernama Tumapa'risi' Kallonna. Pada masa itu salah seorang penjelajah Portugis berkomentar
bahwa "daerah yang disebut Makassar sangatlah kecil". Dengan melakukan perombakan besarbesaran di kerajaan, Tumapa'risi' Kallonna mengubah daerah Makassar dari sebuah konfederasi
antar-komunitas yang longgar menjadi sebuah negara kesatuan Gowa. Dia juga mengatur
penyatuan Gowa dan Tallo kemudian merekatkannya dengan sebuah sumpah yang menyatakan
bahwa apa saja yang mencoba membuat mereka saling melawan (ampasiewai) akan mendapat
hukuman Dewata. Sebuah perundang-undangan dan aturan-aturan peperangan dibuat, dan
sebuah sistem pengumpulan pajak dan bea dilembagakan di bawah seorang syahbandar untuk
mendanai kerajaan. Begitu dikenangnya raja ini sehingga dalam cerita pendahulu Gowa, masa
pemerintahannya dipuji sebagai sebuah masa ketika panen bagus dan penangkapan ikan banyak.
[1]
Dalam sejumlah penyerangan militer yang sukses penguasa Gowa ini mengalahkan negara
tetangganya, termasuk Siang dan menciptakan sebuah pola ambisi imperial yang kemudian
berusaha ditandingi oleh penguasa-penguasa setelahnya pada abadl ke-16 dan ke-17. Kerajaankerajaan yang ditaklukkan oleh Tumapa'risi' Kallonna diantaranya adalah Kerajaan Siang, serta
Kerajaan Bone, walaupun ada yang menyebutkan bahwa Bone ditaklukkan oleh Tunipalangga.[1]
Tunipalangga
Tunipalangga dikenang karena sejumlah pencapaiannya, seperti yang disebutkan dalam Kronik
(Cerita para pendahulu) Gowa, diantaranya adalah:
1. Menaklukkan dan menjadikan bawahan Bajeng, Lengkese, Polombangkeng, Lamuru,
Soppeng, berbagai negara kecil di belakang Maros, Wajo, Suppa, Sawitto, Alitta, Duri,
Panaikang, Bulukumba dan negara-negara lain di selatan, dan wilayah pegunungan di
selatan.
2. Orang pertama kali yang membawa orang-orang Sawitto, Suppa dan Bacukiki ke Gowa.
3. Menciptakan jabatan Tumakkajananngang.
4. Menciptakan jabatan Tumailalang untuk menangani administrasi internal kerajaan,
sehingga Syahbandar leluasa mengurus perdagangan dengan pihak luar.
5. Menetapkan sistem resmi ukuran berat dan pengukuran
35. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur
Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
36. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin
(1946-1960) merupakan Raja Gowa terakhir, meninggal di Jongaya pada tahun 1978.[2]
Kerajaan Makassar
Kerajaan Makassar Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi
yang terkenal adalah Gowa, Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri
Bandang dan Sulaeman dari Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605)
dan rakyat pun segera mengikutinya.
Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim
disebut Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke
Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah
satu kerajaan Islam yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah
antara Maluku, Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan)
yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya
adalah pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima
tertinggi disebut anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali
raten yang juga bertugas mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri.
Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang dibantu imam, khatib, dan bilal.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah keahlian masyarakatnya
membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.
Kemunduran Kerajaan Makassar
Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC yang
berlangsung sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru Palakka ( Raja
Bone) untuk mengalahkan Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang bermusuhan
dengan Kerajaan Bone sehingga Raja Bone setuju bekerja sama dengan VOC.1