Anda di halaman 1dari 14

Diabetes Melitus Tipe 2

Malvin Himawan
102014018 / A3
Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : malvinhmn@gmail.com

Pendahuluan

Setelah makanan sampai di usus halus, nutrien yang masuk diserap dan masuk ke dalam darah,
salah satu nutrien yang diserap adalah glukosa. Selama periode ini, glukosa darah meningkat dan
akan didistribusikan ke jaringan sebagai sumber energi utama. Untuk masuk kedalam jaringan,
diperlukan insulin, hasil sekresi dari pankreas. Insulin akan mengurangi konsentrasi glukosa
darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan disimpan.
Maka dari itu, apabila terjadi gangguan pada insulin, reseptornya ataupun pankreas, metabolisme
glukosa akan terganggu, kondisi ini disebut Diabetes Mellitus tipe 2. 1

Anamnesis

Hal yang dapat ditanyakan pada kasus DM adalah mengenai keluhan utamanya yaitu lemas sejak
1 bulan yang lalu. Selain itu bisa ditanyakan juga mengenai trias DM nya (poliuri, polifagi,
polidipsi). Tanyakan juga adakah gejala lain diantaranya adalah sesak napas, nyeri abdomen,
mengantuk, bingung. Tanya pula adakah rasa lapar, gelisah, ingin pingsan, takikardi, berkeringat,
dan berbagai gejala neurologis seperti nyeri kepala dan defisit neurologis.2

Dalam riwayat penyakit dahulu, ditanyakan apakah pasien diketahui mengidap diabetes?
Bagaimana manifestasinya dan apa obat yang didapat? Bagaimana pemantauan kontrol:
frekuensi pemeriksaan urin, glukosa darah, dan HbA1C? Tanyakan pula mengenai komplikasi
sebelumnya, adakah riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemi/hiperglikemi? Adakah
penyakit kardiovaskular: iskemia jantung (MI, angina, CHF), penyakit vaskular perifer
(klaudikasio, nyeri saat istirahat, ulkus, perawatan kaki, impotensi), neuropati perifer, neuropati
otonom (gejala gastroparesis-muntah, kembung, diare, detak jantung cepat).
Adakah retinopati, hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, disfungsi ginjal, hipertensi dan terapi,
konsumsi makanan dan aktivitas olahraganya? 2

Dalam riwayat pengobatan, tanyakan apakah pasien sedang menjalani terapi diabetes: diet, OHO
atau insulin? Tanyakan mengenai konsumsi obat yang bersifat diabetogenik (misalnya
kortikosteroid, siklosporin)? Tanyakan apakah ada riwayat merokok atau konsumsi alkohol ?
Apakah pasien memiliki alergi? Pada riwayat keluarga dan sosial, tanyakan pula adakah riwayat
diabetes melitus dalam keluarga? 2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat keadaan umum dan juga kesadaran pasien.
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital. Untuk pasien
metabolic endokrin kita dapat memeriksa berat dan tinggi badan, dan menghitung IMT nya. Pada
Inspeksi kita lihat ototnya apa ada atrofi, hipotrofi, gerakan terbatas/ kontraktur, cicatrix, lesi
infiltrate, abses, ulkus, borok pada kaki. Lihat kakinya apakah ada deformitas pada jari2nya
( hammer toes, hallux abnormal deformity).
Palpasi kulit apakah kulitnya dingin, hangat atau panas (khususnya jika ditemukan adanya lesi
pada eksstremitas). Perabaan pulsasi a.dorsalis pedis dan a.tibialis posterior (lemah /normal).
Pemeriksaan reflex KPR, ABR dan babinski. Lakukan juga penilaian sensitifitas dengan
monofilament untuk mengetahui ada tidaknya neuropati perifer. Auskultasi dilakukan untuk
mengetahui apakah ada bruit di carotis dan femoral. 2

Pemeriksaan Penunjang

Gula Darah

Kadar glukosa darah serum puasa normal adalah 100-125 mg/dl. Hiperglikemia didefinisikan
sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 125 mg/dl, sedangkan hipoglikemia
bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl. Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir
semuanya direabsorbsi oleh tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi
160 sampai 180 mg/dl. Jika konsentrasi serum naik melebihi kadar ini, glukosa tersebut akan
keluar bersama urin, dan disebut glikosuria.3
Haemoglobin A1C (HbA1C)

A1C merupakan hemoglobin terglikosilasi dan dikenal juga sebagai glikohemoglobin yang
merupakan komponen kecil hemoglobin, bersifat stabil dan terbentuk secara perlahan melalui
reaksi non-enzimatik dari hemoglobin dan glukosa. Reaksi non-enzimatik ini berlangsung
terus-menerus sepanjang umur eritrosit (kira-kira 120 hari). Proses glikosilasi non-enzimatik ini
dipengaruhi langsung oleh kadar glukosa darah, pengukuran kadar A1C mencerminkan keadaan
glikemik selama masa 120 hari. 4

Nilai normal kadar A1C adalah 5-8% dari kadar Hb total. Pada penderita DM dengan
hiperglikemia kronik, jumlah protein yang terglikosilasi (A1C) akan meningkat. Pemeriksaan
A1C digunakan untuk menilai efek perubahan pengobatan 8-12 minggu sebelumnya tetapi
tidak dapat dipakai untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan ini dianjurkan
untuk dilakukan sedikitnya 2x dalam setahun. 3

Glukosa Urin

Pemeriksaan glukosa urin merupakan pemeriksaan yang kurang akurat karena tidak semua
peningkatan kadar glukosa darah akan disertai dengan terjadinya glukosuria. Pemeriksan
glukosa urin hanya dilakukan pada penderita yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar
glukosa darah. 3

Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

TTGO telah digunakan untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti, tes ini juga bisa
digunakkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien yang sudah
terdiagnosa DM atau memiliki manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.4

C-Peptide

Hal ini dapat dinilai dengan dengan pemeriksaan konsentrasi insulin, pro-insulin, dan
sekresi peptide pembelahan (C-peptide). Digunakan untuk mengetahui fungsi dari sel beta
pankreas. 4
Homeostasis Model Assessment-Estimated Insulin Resistance (HOMA IR)

HOMA IR digunakan untuk memperkirakan resistensi insulin dalam penelitian. Dibandingkan


dengan metode gold standard euglemic clamp untuk mengukur resistensi insulin, pengukuran
menggunakan HOMA IR lebih mudah. HOMA IR dihitung mengalikan insulin plasma puasa
(FPI) dengan glukosa plasma puasa (FPG), kemudian dibagi dengan constanta 22,5. HOMA-
IR= (FPIxFPG)/22,5. Satu studi mengatakan bahwa range normal HOMA-IR pada kaum
Hispanic sehat mungkin lebih tinggi dari Kaukasian di Amerika tengah dan utara, dan memang
populasi ini terkenal memiliki potensi genetik DM 2, yang dekat kaitannya dengan resistensi
insulin.5

Variabel berikut termasuk dalam risiko: jenis kelamin, usia, BMI, rasio pinggang/panggul,
FPG, tekanan darah, aktivitas fisik, konsumsi alkohol, rokok, tingkat edukasi, riwayat
hepatitis, kadar lipid puasa (trigliserid, kolesterol total, HDL, dan LDL), dan serum transaminase
(ALT dan AST). Insulin diukur dalam serum beku di -80 oC dalam 1 jam setelah pengambilan
sampel. Sekumpulan insulin diukur menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay
insulin kit menggunakan kurva standard dilengkapi dengan kit. 5

HOMA-IR >3,80 diinterpretasi sebagai high memiliki korelasi yang jelas dengan resistensi
insulin.5

Diagnosis kerja: Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes tipe 2 adalah defek kombinasi dari resistensi insulin perifer dan inadekuatnya sekresi
insulin dari sel pankreas. 90-95% penderita hiperglikemi memiliki DM tipe 2.

Diagnosis dari DM dapat ditegakkan dengan criteria:

1. Gula darah sewaktu lebih dari 200mg/dL dengan gejala klinis DM.
2. Gula darah puasa lebih dari 126 mg/dL selama 2 kejadian.
3. Abnormal Oral Glucose Tolerance Test (OGTT), glucose tolerance 200mg/dL 2 jam
setelah standard konsumsi gula.4
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada semua individu dewasa yang memiliki IMT lebih atau
sama dengan 25 kg/m2 dengan factor risiko lain sebagai berikut:

1. Aktivitas fisik kurang;


2. Adanya first degree relation (anak-orang tua-saudara kandung);
3. Masuk kelompok etnis risiko tinggi;
4. Wanita dengan riwayat melahirkan bayi >4kg atau riwayat DM gestasional;
5. Hipertensi dengan tekanan darah >=140/90 mmHg atau sedang dalam terapi obat anti
hipertensi;
6. HDL< 35 mg/dL dan atau trigliserida >=250 mg/dL;
7. Riwayat Toleransi glukosa terganggu atau gula darah puasa terganggu;
8. Riwayat penyakit kardiovaskular.

Pada penapisan dapat dilakukan pemeriksaan gula darah puasa atau sewaktu atau TTGO. Untuk
kelompok resiko tinggi uji penapisan dilakukan setiap tahun, sedangkan yang tanpa factor risiko,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.4

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari diabetes mellitus ditandai dengan poliuria, polidipsia, dan polifagia.
Insulin adalah salah satu hormone yang memegang peranan penting dalam metabolisme, maka
saat tubuh mengalami kekurangan insulin, tubuh akan mengalami kondisi katabolic yang tidak
hanya berdampak pada metabolism glukosa, tetapi juga kepada metabolism lemak dan protein,
dalam hal ini, tubuh mengkatabolisme lemak dan protein sebagai ganti glukosa untuk sumber
energi. 6

Karena terjadinya resistensi insulin, pemasukan glukosa ke otot atau sel lemak sangat menurun.
Tubuh merasa kekurangan glukosa, maka melakukan kompensasi dengan glikogenolisis, sebagai
hasilnya, terjadilah hiperglikemia yang melebihi kemampuan reabsorpsi ginjal, kemudian
terjadilah glukosuria. Glukosuria menginduksi osmosis diuresis sehingga terjadi poliuria, yang
akan menyebabkan tubuh kekurangan air dan elektrolit. Kemudian terjadilah hipoeprosmolaritas
yang disebabkan oleh meningkatnya kadar glukosa darah, meninduksi osmoreseptor haus di
otak, polidipsia pun terjadi. 6

Dengan terjadinya defisiensi insulin, terjadilah proteolisis, dan asam amino glukogenik
dikatabolisme oleh hati dan digunakan sebagai substitusi dari glukosa. Katabolisme protein dan
lemak menyebabkan keseimbangan energy menjadi negative, yang menyebabkan meningkatnya
napsu makan (polifagia). 6

Hal ini membuat DM mempunyai triad yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagi. Seiring dengan
meningkatnya napsu makan dan terjadinya efek katabolic tubuh, terjadilah pengurangan berat
badan dan kelemahan otot. Pasien DM tipe 2 dapat dibedakan dengan DM tipe lain dari usia nya
yang kurang lebih diatas 40 tahun, dan umumnya obesitas. 6

Differential diagnosis

Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY)

2-5% pasien diabetes tidak dapat secara jelas dimasukkan ke dalam kelompok DM tipe 1 atau
tipe 2 dan dikelompokan mengidap MODY. Pada para pasien ini, terjadi defek primer di
fungsi sel yang terjadi tanpa kerusakan sel , tetapi mengenai massa sel dan/atau produksi
insulin. MODY adalah hasil akhir dari berbagai macam defek genetik yang ditandai oleh
defek monogenik yang diwariskan secara autosom dominan, dan biasanya timbul sebelum usia
25 tahun. MODY berbeda dengan DM tipe 2 yang ditemukan pada kelompok usia >40 tahun,
pada MODY tidak ditemukan adanya obesitas, tidak ada autoantibodi terhadap sel islet dan tidak
ada sindrom resistensi insulin. 6

Latent Autoimmune Diabetes in Adults (LADA)

LADA adalah bentuk progresif lambat dari DM tipe 1 yang ditandai ditemukannya autoantibodi
pankreas, dan kurangnya kebutuhan insulin absolut yang diagnosis pada waktu usia tua.
Meskipun pasien dengan LADA memiliki fungsi sel beta lebih baik dibandingkan dengan
penderita DM tipe 1, mereka cenderung memiliki penurunan fungsi sel beta yang cepat dan
progresif, yang akhirnya memerlukan intervensi insulin intensif. 7

Pasien dengan LADA umumnya memiliki kadar sekresi insulin yang rendah atau C-peptide
yang semakin rendah seiring dengan perjalanan penyakitnya. Penderita LADA juga seringkali
memiliki hasil yang positif terhadap Islet Cell Antibodies (ICA) dimana, pada penderita
diabetes tipe 2 jarang skali mendapatkan hasil yang positif. LADA cenderung tidak responsif
terhadap OHO. 7

Diabetes Mellitus tipe 1

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun dimana terjadi penghancuran sel pancreas dan defisiensi
absolute dari insulin. 5-10% dari penderita diabetes merupakan DM tipe 1. Pada kasus DM tipe
1, pasien biasanya terdiagnosis pada usia kisaran 20 tahun. Penderita DM tipe 1 biasanya juga
memiliki penyakit autoimun lainnya, seperti hipotiroidisme, kegagalan ovary, insufisiensi
adrenal, anemia pernisiosa, vitiligo. 7

Etiologi dan Patogenesis

DM tipe 2 mempunyai pola familial yang kuat. Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada
saudara kandung mendekati 40% dan 33% unuk anak cucunya. 5

- Non sterified fatty acid (NEFA): karena kelebihan FFA dalam darah, FFA mengendap di organ-
organ ini. Trigliserida intrasel dan produk-produk metabolisme asam lemak merupakan inhibitor
kuat pembentukan sinyal insulin dan menyebabkan keadaan resistensi insulin. Efek lipotoksik
FFA ini kemungkinan besar diperantarai oleh penurunan aktivitas protein-protein kunci
pembentuk sinyal insulin. 6

- Adipokines: Lemak bukan saja untuk menyimpan cadangan energi, sel lemak juga berfungsi
sebagai salah satu organ endokrin. Terutama juga memproduksi anti hyperglycemia agent yaitu
leprin dan adiponectin. Leptin bekerja pada reseptor di susunan saraf pusat dan beberapa tempat
lain yang berfungsi untuk mengurangi asupan makanan dan menimbulkan rasa kenyang. Peptide
ini juga meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara mengaktifkan AMP-Activated protein
kinase. Pada penderita obesitas, leptin dan adiponectin berkurang. 6

- Peroxisome Proliferator-Activated Receptor (PPR) : PPAR diekspresikan dalam jumlah


besar di jaringan lemak, dan reseptor ini diaktifkan oleh TZD yang akan menyebabkan modulasi
ekspresi gen di adiposit, yang akhirnya menyebabkan penurunan resistensi insulin. Aktivasi dari
PPAR oleh TZD meningkatkan sekresi dari anti hiperglikemik adipokines like adiponectin dan
akan mengaktifkan jalur yang sama seperti adipokines, sebagai agen anti hiperglikemia dan
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin.6

- Disfungsi sel

Dalam DM tipe 2, sel akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan insulin jangka panjang untuk
jaringan perifer yang mengalami resistensi insulin. Akhirnya karena terjadi secara terus
menerus pada satu titik kompensasi ini akhirnya akan berhenti dan berlanjut ke proses
hiperglikemik. Pada 90% DM tipe dua ditemukan amyloid yang mengisi atau mengganti sel islet,
diduga amyloid bersifat sitotoksik terhadap islet pancreas. 6

Epidemiologi

Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia, prevalensi
diabetes pada tahun 2005 mencapai 12,5%. Pada tahun 2006, studi dilangsungkan di 5 tempat di
DKI Jakarta melaporkan prevalensi sebesar 12, 1% dengan DM yang terdeteksi sebesar 3,8%
dan DM yang tidak terdeteksi sebesar 11,2%. Hal ini menunjukkan bahwa DM yang belum
terdiagnosis masih sangat banyak, hampir 3x lipat dari DM yang terdiagnosis.

WHO memperkirakan, Indonesia akan menempati urutan ke 5 dengan pengidap diabetes 12,4
juta orang. Naik 2 tingkat jika dibandingkan dengan tahun 1995, Indonesia berada di urutan ke 7.
Hal ini disebabkan oleh karena: (1) Faktor demografi, jumlah penduduk meningkat, urbanisasi
tidak terkendali, penduduk lansia bertambah banyak. (2) Gaya hidup ke baratan, makanan cepat
saji, teknologi tinggi, penghasilan per kapita bertambah. (3) berkurangnya penyakit infeksi dan
kurang gizi, (4) meningkatnya pelayanan kesehatan.8

Komplikasi

Komplikasi DM dibedakan menjadi akut dan kronik, komplikasi-komplikasi DM akut meliputi:

1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)


KAD ditandai dengan meningkatnya benda keton dalam plasma dan mengakibatkan
ketosis. Peningkatan benda keton (aseton, hidoksibutirat, asetoasetat) ini terjadi karena
tingginya aktivitas lipolisis akbiat kekurangan glukosa yang di alami oleh jaringan.
Keadaan ketosis meningkatkan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Klinisnya seperti
asidosis, pasien dengan pernapasan Kussmaul, dehidrasi, hipovolemia, sampai syok.

Criteria diagnosis KAD adalah kadar glukosa lebih dari 250 mg%, pH darah <7,35,
HCO3- rendah, anion gap tinggi dan ketonemia. KAD ditangani dengan perbaikan
metabolik akibat kekurangan insulin, pemulihan keseimbangan air, elektrolit dan asam-
basa. 8

2. HONK (Hiperosmolar Non Ketotik)


HONK adalah komplikasi metabolik yang terjadi karena keadaan kekurangan insulin
relatif, hiperglikema, hiperosmolar muncul tanpa ketosis. Kadar insulin yang tidak
cukup untuk mencegah hiperglikemia tetapi cukup untuk mencegah terjadinya
ketosis. Hiperglikemia yang berat (> 600 mg/dl) menyebabkan hiperosmolalitas,
diuresis osmotik dan dehirasi berat. 8
Faktor yang memulai timbulnya HONK adalah diuresis glukosuria. Penurunan volume
intravascular atau penyakit ginjal yang telah ada sebelumnya akan menurunkan laju
filtrasi glomerulus dan menyebabkan konsenterasi glukosa meningkat. Hilangnya air
yang lebih banyak dibanding natrium akan menyebabkan keadaan hiperosmolar. Insulin
yang ada tidak cukup untuk menurunkan glukosa darah.
Keluhan yang ummum biasanya lemah, gangguan penglihatan, kaki kejang. Sering
ditemukan pada usia lanjut, hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau
DM tanpa insulin, mempunyai penyakit dasar lain, mempunyai factor pencetus seperti
infeksi, dan sering disebabkan oleh obat seperti tiazid, furosemid, manitol. 8

3. Hipoglikemia
Keadaan ini bisa terjadi bila pasien menerima/ menggunakan insulin terlalu banyak, atau
melewatkan waktu makan saat terapi OHO atau Insulin. Gejala hipoglikemia disebabkan
oleh pelepasan hormon epinefrin (berkeringat, gemetar, sakit kepala, dan palpitasi).
Hipoglikemia sangat berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen, bahkan kematian.
Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik oral
maupun intravena. Kadang-kadang glukagon (intramuskular) juga dapat diberikan untuk
meningkatkan kadar glukosa darah.8
Jika dibiarkan dan tidak dikelola dengan baik, DM akan menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik, baik mikroangiopati (pembuluh darah kapiler retina mata, ginjal) maupun
makroangiopati (pembuluh darah jantung, darah tepi, dan otak). 9

1. Nefropati diabetic
Ginjal merupakan organ target dari diabetes. Gagal ginjal adalah penyebab kematian
kedua selain miokard infark pada penyakit diabetes. 3 lesi yang tampak pada komplikasi
ini adalah lesi glomerulus, lesi pada pembuluh ginjal, pyelonefritis. Pada PA ditemukan
penebalan basal membran glomerulus.9
2. Neuropati dan katarak
disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) akibat kekurangan
insulin. Sorbitol akan mengendap dalam lensa sehingga mengakibatkan pembentukan
katarak hingga kebutaan. Sorbitol juga bisas menimbun pada jaringan saraf, yang akan
menimbulkan neuropati. 9
3. Makroangiopati diabetik
Makroangiopati karena DM mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Aterosklerosis terbentuk oleh: (1) penimbunan sorbitol dalam intima
vaskular, (2) hiperlipoproteinemia, dan (3) kelainan pembekuan darah. Pada akhirnya,
makroangiopati diabetik ini akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika mengenai
arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang
disertai klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi
serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteri koronaria dan aorta, maka
dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.9

Penatalaksanaan dan Perencanaan Makan

Penatakalsanaan DM didasarkan pada: 9

1. Rencana diet,
2. Lathian fisik dan pengaturan aktivitas fisik,
3. Penggunaan hipoglikemik oral,
4. Terapi insulin,
5. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri.

Indikasi penggunaan insulin bila ada infeksi, stress akut, gagal jantung, tanda tanda defisiensi
insulin yang berat seperti penurunan berat badan, ketosis, ketoasidosis, atau kehamilan yang gula
darahnya tidak terkendali. 9
Macam-macam anti hiperglikemik oral, menurut cara kerjanya dibagi menjadi 4 golongan: 9

I. Secretagogue insulin
A. Sulfonil urea, meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Pilihan kedua
setelah metformin. Sulfonil urea sebgaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan
penyakit ginjal, hati, dan tiroid. Contoh obat nya adalah chlorpropamid(100-
250mg), glibenklamid, glikasid, dan glikuidon.
B. Glinid, contoh obatnya adalah repaglinid (0,5-2 mg) dan nateglinid. Diabsorpsi
secara cepat dan efek samping dari repaglinid adalah gangguan GIT. Sedangkan
efek samping dari nateglinid adalah gangguan saluran pernapasan atas.
II. Golongan insulin sensitizer
A. Biguanid, tidak merangsang sekresi insulin tetapi mengurangi hepatic glucose
output dan tidak pernah menyebabkan hipoglikemia. Sediaan yang banyak dipakai
adalah metformin (500-850mg), metformin memiliki konsenterasi yang tinggi di
hati dan usus, tidak dimetabolisme dan dikeluarkan secara cepat lewat ginjal. Efek
samping yang terjadi adalah nausea, muntah, diare, oleh karena itu sebaiknya
diberikan kepada pasien obes. Dikontraindikasikan untuk pasien usia lanjut,
asidosis metabolic, gagal ginjal dan gagal jantung.
B. Thiazolindion atau glitazon, berikatan pada PPAR dan memperbaiki transport
glukosa kedalam sel. Contoh obat golongan ini adalah pioglitazon dan
rosiglitazon. Cara kerjanya adalah meningkatkan glucose transporter. Kontra
indikasi untuk pasien gagal ginjal dan jantung, selain itu kedua obat ini dapat
menyebabkan penambahan berat badan dan edema tungkai.
III. Penghambat alfa glukosidase
Acarbose (50-100mg) adalah penghambat enzim alfa glukosidase yang terletak
pada dinging usus halus. Berfungsi untuk hidrolisis oligosakarida. Inhibisi dari
enzim ini secara efektif mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan
absorpsinya. Dosis acarbose adalah 150-300 mg/ hari.
Efek sampingnya adalah kembung, dan flatus. Obat ini hanya mempengaruhi
kadar gula darah setelah makan, oleh karena itu harus dikombinasi dengan
sulfonil urea.
IV. Incretins
Penghambat DPP-4, bekerja dengan cara meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi sekresi glucagon. Obat ini juga menghambat pengosongan lambung. Bisa
diberikan sebagai dosis tunggal, juga dapat dikombinasi dengan Metformin,
glitazone, atau SU. Contoh obat adalah sidagliptin dan vildagliptin.9

Perencanaan makan

Perencanaan untuk pasien diabetes yaitu: 9

1. makanlah aneka ragam makanan;


2. Sumber zat tenaga, seperti beras, jagung, gandum. Kemudian sumber zat pembangun
seprti kacang, tempe, tahu,telur, ikan, ayam, daging dan susu, kemudian zat pengatur
seperti sayur, buah, vitamin dan mineral
3. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energy dan capailah berat badan normal.
Komposisi makanan tersebut adalah 10-20% protein, 20-25% lemak dan 45-65%
karbohidrat terutama karbo kompleks dan serat.
4. Anjuran gula untuk penderita DM adalah tidak lebih dari 5% total kalori atau 2 sendok
makan dalam sehari. Di pasaran juga dijual pemanis alternative yang berkalori seperti
fruktosa, sorbitol dan xylitol.
5. Konsumsi serat juga dibutuhkan.
6. Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seprempat kecukupan energy;
7. Gunakan garam beridodium dan makan secukupnmya kira2 6-7 gram/hari;
8. Biasakan saparan;
9. Minum air yang bersih dan cukup jumlahnya;
10. Hindari alcohol.11

Prognosis

Tahun 2009, diabetes melitus menjadi tujuh besar penyebab kematian di Amerika Serikat.
Diabetes berkontribusi menyebabkan kematian dalam banyak kasus dan mungkin banyak
yang kurang dilaporkan sebagai penyebab kematian. Secara keseluruhan, tingkat kematian
pada orang diabetes dua kali lebih besar daripada orang yang di usia sama tampa
diabetes.8
Penyebab kesakitan dan kematian karena DM karena perkembangan penyakit
kardiovaskular, renal, neuropati, dan retinopati. Komplikasi ini, terutama penyakit
kardiovaskular, adalah sumber utama beban untuk pasien DM.8

Kesimpulan

Laki-laki berusia 35 tahun ini menderita DM tipe 2. Hal ini dapat dicurigai dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga didapatkan working diagnosis tersebut. Akan tetapi,
ada pula differential diagnosis dari penyakit ini yaitu maturity onset diabetes mellitus of
the young (MODY) dan latent autoimmune diabetik of adult (LADA).

Daftar Pustaka

1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.h. 781,
786.
2. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h.138.
3. Halim SL, Iskandar I, Edward H, Kosasih R, Sudiono H. Patologi klinik: Kimia klinik.
2nd ed. Bagian patologi klinik: FKUkrida; 2013. H.54-60.

4. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus. Dalam: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna publishing; 2009.
H.1880-917.

5. Qu HQ, Li Q, Rentfro AQR, Fisher-Hoch SP, McCormick JB. The definition of insulin
resistance using HOMA-IR for Americans of Mexican descent using machine learning.
PloS ONE 2011 Jun; 6(6):1-4. Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Cited at 2015
nov 22th.
6. Kumar V, Abbas AK, Fausto N,Aster JC. Robins and cotran pathologic basic of disease.
8th ed. USA: Saunders Elsevier;2010.p.1130-48.

7. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Edisi ke-


2. Jakarta: FKUI;2013. H.111-35,279-89.
8. Buse JB. Diabetes mellitus and its complications. 28 th chapter. In: Runge MS, Greganti
MA. Netter Internal Medicine. USA: Icon learning system; 2005. P. 185-92.
9. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC; 2006. h.1260-70.

Anda mungkin juga menyukai