PEMBAHASAN
6. Finishing splint dengan melakukan polishing pada komposit hingga tidak ada
bagian yang tajam
b. Arch Bar
Arch bar diindikasikan untuk stabilisasi fragmen sementara pada kasus
kegawatdaruratan sebelum perawatan definitif, sebagai tension band yang
dikombinasikan dengan fiksasi internal, untuk fiksasi jangka panjang pada
perawatan konservatif, untuk fiksasi gigi avulsi, dan untuk menstabilkan gigi yang
direposisi dengan atau tanpa fraktur alveolar.
Prosedur arch bar sebagai berikut.
Preparasi arch bar
1. Sebelum arch bar diaplikasikan, periksa kesesuaian oklusi.
2. Penyesuaian bentuk
Arch bar prefabricated harus disesuaikan dalam hal bentuk dan panjangnya.
Bar disesuaikan dengan lengkung gigi dan ditempatkan di antara gigi dan
gingiva.
3. Pemotongan bar
Bar dipotong untuk memungkinkan ligasi gigi sebanyak mungkin namun
sebaiknya tidak sampai menjangkau gigi yang paling distal.
Preparasi ligatur
Siapkan ligatur di antara gigi molar 1 dan molar 2 berturut-turut pada masing-
masing sisinya dan fiksasi dengan wire twister. Salah satu ujung wire harus
berada di atas arch bar dan ujung lainnya berada di bawah. Potong ujung kawat
dengan cutter dan sesuaikan wire yang dekat dengan gigi sehingga tidak
merusak gingiva. Wire diligasi pada tiap interproksimal gigi (Singh, 2015).
2.3 Pengaruh Splinting Terhadap Jaringan Gigi
2.3.1 Pengaruh Terhadap Gingiva
Kerusakan gingiva dapat yang bersifat reversibel terjadi akibat penggunaan arch
bar yang disertai dengan penggunaan steel wires jika keadaan jaringan periodontal
masih dalam kondisi yang sehat sebelum dilakukan splinting. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa wire-loop splints menyebabkan perubahan kondisi pada gingiva
yang dapat kembali ke kondisi semula jika kawat dilepaskan. Selain itu dengan
adanya penggunaan wires yang berkontak atau berada didekat gingiva dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya invasi bakteri melalui perlekatan epitel yang
telah ruptur.
2.3.2 Pengaruh Terhadap Penyembuhan Jaringan Periodontal
Sebuah penelitian eksperimental yang dilakukan pada tahun 1974 oleh Andreasen
dan didukung oleh beberapa studi klinis dan eksperimental lainnya menunjukkan
bahwa penyembuhan periodontal yang optimal dimana kejadian ankilosis
seminimal mungkin terjadi pada kelompok sampel yang dilakukan replantasi tanpa
dilakukan splinting dibandingkan kelompok yang dilakukan splinting. Hal ini
diasumsikan akibat adanya mobilitas yang minimal terjadi pada awal proses
penyembuhan jaringan akan mengaktivasi proses resorbsi pada lokasi awal
terjadinya ankilosis.
2.3.3 Pengaruh pada proses penyembuhan pulpa
Penelitian yang dilakukan pada monyet yang di ekstraksi serta direplantasi
menunjukan bahwa prosedur splinting dapat menurunkan revaskularisasi dari
pulpa, meningkatkan resiko nekrosis pulpa dan resorpsi akar yang terinflamasi
dibandingkan dengan yang tidak dilakukan prosedur splinting. Penelitian yang
dilakukan pada manusia menunjukan autotransplantasi splinting selama seminggu
pada gigi menunjukan proses penyembuhan pulpa yang maksimal dibandingkan
dengan penggunaan rigid splinting selama 4 minggu.
2.3.4 Perubahan enamel pasca splinting
Proses etching pada daerah enamel labial dapat menyebabkan pewarnaan pada
daerah tersebut, terutama apabila tidak ada pembeda yang jelas antara enamel dan
bahan splinting yang digunakan. Namun , studi percobaan simulasi enamel terhadap
berbagai fase splinting menunjukan bahwa prosedur splinting tidak menimbulkan
pewarnaan yang permanen. Perubahan warna tersebut dapat dihilangkan dengan
proses polishing secara hati- hati.