Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fibrilasi Atrium atau juga dikenal dengan sebutan FA merupakan bentuk gangguan
irama jantung, yang sering disebut aritmia, yang paling umum ditemui di dunia .
Ketidakteraturan denyut jantung (aritmia) yang berbahaya ini menyebabkan ruang atas
jantung (atrium), bergetar dan tidak berdenyut sebagaimana mestinya, sehingga darah
tidak terpompa sepenuhnya, yang pada gilirannya dapat menyebabkan pengumpulan dan
penggumpalan darah. Gumpalan ini dapat terbawa sampai ke otak, menyumbat pembuluh
arteri, dan mengganggu pasokan darah ke otak. Situasi ini seringkali menjadi awal dari
serangan stroke yang gawat dan mematikan. FA meningkatkan kemungkinan terjadinya
serangan stroke iskemik (stroke akibat penyumbatan pembuluh darah) sampai dengan
500% yang berpotensi melumpuhkan bahkan mematikan.
FA diidap oleh lebih dari enam juta orang di negara-negara Eropa, lebih dari lima juta
orang di Amerika Serikat, hampir dua juta orang di Brasil dan Venezuela, bahkan hingga delapan
juta orang di China, dan lebih dari 800.000 orang di Jepang. Angka ini diperkirakan akan
meningkat 2,5 kali lipat pada tahun 2050 disebabkan oleh angka penuaan usia penduduk,
meningkatnya tingkat hidup orang yang memiliki kondisi yang memicu FA (misalnya serangan
jantung) dan semakin meningkatnya orang yang mengidap FA itu sendiri.
Yang mengkhawatirkan, FA sering kali tidak terdeteksi secara dini dan tidak mendapatkan
perawatan yang optimal. padahal FA bisa mengakibatkan serangan stroke serius, yang sebetulnya
bisa dicegah.

Tujuan Penulisan
v Tujuan umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Fibrilasi Atrium

v Tujuan khusus :
Mahasiswa dapat menjelaskan :
Pengertian Fibrilasi Atrium
Etiologi penyakit Fibrilasi Atrium
Tanda dan gejala Fibrilasi Atrium
Patofisiologi Fibrilasi Atrium
Komplikasi Fibrilasi Atrium
Pemeriksaan diagnostik Fibrilasi Atrium
Penatalaksanaan medis Fibrilasi Atrium
Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Fibrilasi Atrium
Discharge Planing

Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui tentang :
Pengertian Fibrilasi Atrium
Etiologi penyakit Fibrilasi Atrium
Tanda dan gejala penyakit Fibrilasi Atrium
Patofisiologi Fibrilasi Atrium
Komplikasi Fibrilasi Atrium
Pemeriksaan diagnostik Fibrilasi Atrium
Penatalaksanaan medis Fibrilasi Atrium
Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan Fibrilasi Atrium

BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR MEDIS


KONTRAKSI OTOT JANTUNG

Secara singkat kontraksi otot jantung terdiri dari 4 peristiwa,yaitu:


a. Peristiwa rangsangan : rangsangan atau stimulus berasal dari dalam jantung sendiri atau
berasal dari luar jantung. Rangsangan dari luar jantung dapat berupa rangsangan-rangsangan
saraf, listrik, kimia, mekanik, fisik dan lain-lain.
b. Peristiwa listrik stimulus pada potensial ambang dengan rangsangan minimal pada otot
jantung mulai menimbulkan impuls yang mula-mula terjadi pada NSA sehingga timbul aksi
potensial yang akan disebarkan berupa gelombang depolarisasi atau gelombang kontraksi ke
seluruh bagian jantung. Adanya gelombang depolarisasi akan melepaskan kalsium dari sistem
retikulum endoplasma serabut otot jantung.
c. Peristiwa kimia : setelah peristiwa listrik tadi kalsium kemudian akan berdifusi ke dalam
miofibril dan mengkatalisis reaksi-reaksi kimia sehingga kalsium intrasel akan bertambah
banyak. Kalsium ini akan mengikat protein modulator yaitu troponin. Sementara itu ATP
dihidrolisa untuk pembentukan energi.
d. Peristiwa mekanik. Energi dari ATP tadi akan menyebabkan pergerakan aktin dan myosin
secara tumpang tindih sehingga sarkomer miofibril memendek, dimana akan mengakibatkan
terjadinya kontraksi otot jantung. Di sini ATP dirubah menjadi ADP.

Mekanisme bagaimana suatu potensial aksi di serat otot jantung menimbulkan kontraksi
di serat tersebut cukup mirip dengan proses penggabungan eksitasi-kontraksi di otot rangka.
Adanya potensial aksi lokal di dalam tubulus T menyebabkan Ca++ dikeluarkan ke dalam
sitosol dari simpanan intrasel di retikulum sarkoplasma. Selama potensial aksi Ca++ juga
berdifusi dari CES ke dalam sitosol melintasi membran plasma. Pemasukan Ca++ ini semakin
memicu pengeluaran Ca++ dari retikulum sarkoplasma. Pasokan tambahan Ca++ ini tidak saja
merupakan faktor utama memanjangnya potensial aksi jantung, tetapi juga menyebabkan
pemanjangan periode kontraksi jantung. Peran Ca++ di dalam sitosol, seperti di otot rangka,
adalah berikatan dengan kompleks troponin-tropomiosin dan secara fisik menggeser kompleks
tersebut, sehingga dapat terjadi siklus jembatan silang dan kontraksi. Pengeluaran Ca++ dari
sitosol oleh pompa aktif di membran plasma dan retikulum sarkoplasma menyebabkan troponin
dan tropomiosin kembali dapat menghambat jembatan silang, sehingga kontraksi berhenti dan
jantung melemas.

SISTIM KONDUKSI JANTUNG


Dalam jantung terdapat kumpulan sel-sel jantung khusus yang mempunyai sifat dapat
menimbulkan potensial aksi sendiri tanpa adanya stimulus dari luar. Sel-sel ini terkumpul dalam
suatu sistem yang disebut sistim konduksi jantung.

Sistim konduksi jantung terdiri :


1. Nodus sinoatrial - NSA (sering disebut nodus sinus, disingkat sinus). Simpul ini terletak pada
batas antara vena kava superior dan atrium kanan. Simpul ini mempunyai sifat automatisitas
tertinggi dalam sistim konduksi jantung. (70-80 x/menit)

2. Sistim konduksi intra atrial- dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus sistim
konduksi jantung yang terdiri dari tiga jalur internodal yang menghubungkan simpul sinoatrial,
simpul atrioventrikular dan jalur Bachman yang menghubungkan atrium kanan dan kiri.

3. Nodus atrioventrikular (NAV)-simpul ini terletak di bagian bawah atrium kanan, antara sinus
koronarius dan daun katup trikuspid bagian septal. (40-60 x/menit)

4. Berkas His sebuah bekas yang pendek, merupakan kelanjutan simpul AV. Berkas His
bersama simpul AV disebut penghubung AV.

5. Cabang Berkas bercabang menjadi dua bagian yaitu berkas kiri dan cabang berkas kanan.
Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang kearah ventrikel kanan.

6. Fasikel cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian yaitu fasikel kiri anterior dan
fasikel kiri posterior.

7. Serabut Purkinyemerupakan anyaman halus dan berhubungan erat dengan otot jantung.

Secara umum sistem konduksi jantung merupakan satu susunan penghantar khusus pada
jantung terdiri atas dua bagian :
1. Serabut-serabut otot perangsang yaitu sebagai sistim perangsang bagi jantung untuk
menimbulkan impuls berirama sehingga terjadi kontraksi berirama daripada otot jantung. Serabut
otot perangsang pada jantung secara normal pada NSA atau Nodus Sinoatrial dan NAV (Nodus
Atrioventrikuler).
2. Serabut-serabut penghantar yaitu suatu daya konduktif dari jantung untuk menghantarkan /
menyebaran impuls ke seluruh bagian jantung. Serabut-serabut penghantar di sini misalnya
berkas His, serabut Purkinye, serabut transisional, bundle branches, otot atrium dan ventrikel.

POTENSIAL AKSI JANTUNG


Gelombang rangsang listrik jantung tersebar dari nodus SA melalui sistem penghantar
menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini dikenal dengan
depolarisasi, yang diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon
mekaniknya adalah sistolik yaitu kontraksi otot dan diastolik yaitu relaksasi otot. Aktifitas listrik
dari sel yang dicatat secara grafik dengan perantaraan elektroda intrasel mempunyai bentuk yang
khas. Ini disebut potensial aksi. Tiga ion yang mempunyai fungsi sangat penting dalam
elektrofisiologi seluler adalah kalium, natrium dan kalsium. Kalium adalah kation intrasel utama
sedangkan kadar ion natrium dan kalsium paling tinggi pada lingkungan ekstrasel.

Potensial aksi terdiri dari 5 fase yang sesuai dengan peristiwa elektrofisiologi tertentu.

1. Fase istirahat / fase 4


Pada keadaan istirahat, bagian dalam sel relatif negatif sedangkan bagian luarnya relatif
positif. Dengan demikian sel tersebut mengalami depolarisasi. Dalam keadaan istirahat membran
sel lebih permeabel terhadap kalium dibandingkan dengan natrium. Karena itu sejumlah kecil ion
kalium merembes keluar sel dari daerah yang mempunyai kadar kalium yang tinggi menuju
cairan ekstrasel dimana kadar kalium lebih rendah. Dengan hilangnya ion kalium yang
bermuatan positif dalam sel maka muatan listrik bagian dalam sel tersebut relatif negatif.

2. Depolarisasi cepat / fase 0 (upstroke)


Depolarisasi sel terjadi akibat permeabilitas membran terhadap natrium sangat meningkat.
Natrium yang terdapat di luar sel mengalir cepat masuk ke dalam. Masuknya ion natrium yang
bermuatan positif mengubah muatan negatif sepanjang membran sel, sehingga bagian luar sel
menjadi negatif sedangkan bagian dalamnya menjadi positif.

3. Repolarisasi parsial / Fase-1 (spike)


Segera sesudah depolarisasi maka terjadi sedikit perubahan mendadak dari kadar ion dan
timbul suatu muatan listrik relatif. Tambahan muatan negatif di dalam sel menyebabkan muatan
positifnya agak berkurang. Sebagai efeknya sebagian dari sel itu mengalami repolarisasi. Secara
normal kadar klorida ekstrasel lebih besar dari intrasel. Disini jumlah natrium berkurang
sedangkan jumlah klorida bertambah sehingga klorida akan masuk kedalam sel. Akibatnya
peristiwa potensial pada membrane lebih bertambah besar dan bagian dalam sel lebih negative.

4. Fase Plateau / Fase 2


Selama fase ini, tidak terjadi perubahan muatan listrik melalui membran sel. Jumlah
bermuatan positif yang masuk dan yang keluar berada dalam keseimbangan. Plateau terutama
disebabkan oleh aliran ion kalsium ke dalam sel secara perlahan-lahan. Normal kadar kalsium
ekstrasel lebih besar dari kalium intrasel. Disini terjadi peningkatan jumlah K dan Ca dimana
Ca++ masuk kedalam sel. Masuknya Ca++ kedalam sel diimbangi dengan keluarnya kalium dari
sel, sehingga terjadi perubahan potensial membran. Masuk nya kalsium kedalam sel merupakan
suatu trigger terjadinya kontraksi otot jantung.

5. Fase Repolarisasi cepat / Fase 3


Merupakan repolarisasi cepat ke membran potensial istirahat (MPI). Selama repolarisasi
cepat maka aliran muatan kalsium dan natrium ke dalam sel secara lambat diinaktifkan dan
permeabilitas membran terhadap kalium sangat meningkat. Kalium keluar dari sel dengan
demikian mengurangi muatan positif di dalam sel. Bagian dalam sel akhirnya kembali ke
keadaan yang relatif negatif dan bagian luar sel kembali keadaan yang relatif positif.

v sistem listrik jantung

Jantung memiliki sistem listrik internal yang mengontrol kecepatan dan irama jantung.
Dengan setiap denyut jantung, sinyal listrik menyebar dari atas hati ke bagian bawah. Sebagai
perjalanan, sinyal menyebabkan hati untuk kontrak dan pompa darah. Proses mengulangi dengan
setiap detak jantung yang baru.

Masing-masing sinyal listrik dimulai dalam sekelompok sel-sel yang disebut sinus node,
atau sinoatrial (SA) node. SA node terletak di atrium kanan, yang adalah majelis tinggi benar
hati. Di jantung dewasa yang sehat saat istirahat, SA node kebakaran dari sinyal listrik untuk
memulai sekejap baru 60 untuk 100 kali per menit. (Tingkat ini mungkin lambat di sangat cocok
atlet.)

Dari SA node, sinyal listrik perjalanan melalui jalur khusus ke kanan dan kiri atria. Ini
menyebabkan atria untuk kontrak dan pompa darah ke jantung dua majelis rendah, ventrikel.
Sinyal listrik ini kemudian bergerak ke bawah kepada sekelompok sel-sel yang disebut simpul
(AV) atrioventricular, terletak antara atria dan ventrikel. Di sini, sinyal memperlambat hanya
sedikit, memungkinkan ventrikel waktu untuk menyelesaikan mengisi dengan darah.

Sinyal listrik kemudian meninggalkan AV node dan perjalanan sepanjang jalan disebut
bundel nya. Lintasan ini membagi menjadi cabang bundel kanan dan kiri bundel cabang. Sinyal
pergi ke cabang-cabang ventrikel, menyebabkan mereka kontrak dan pompa darah keluar ke
paru-paru dan seluruh tubuh. Ventrikel kemudian relaks, dan proses detak jantung dimulai lagi
pada SA node.

v masalah listrik di fibrilasi atrium

Di AF, sinyal listrik jantung dimulai di bagian yang berbeda dari atria atau pembuluh
paru-paru di dekatnya dan dilakukan normal. Sinyal tidak perjalanan melalui jalur normal, tetapi
dapat menyebar ke seluruh atria dalam cara yang cepat dan tidak terorganisir. Ini dapat
menyebabkan atria untuk mengalahkan lebih dari 300 kali per menit pada kacau mode. Atria
cepat, tidak teratur dan tidak terkoordinasi pemukulan disebut fibrilasi.

Abnormal sinyal dari banjir node SA simpul AV impuls listrik. Sebagai akibatnya,
ventrikel juga mulai untuk mengalahkan sangat cepat. Namun, AV node tidak melakukan sinyal
untuk ventrikel secepat mereka tiba, jadi meskipun ventrikel dapat mengalahkan lebih cepat dari
biasanya, mereka tidak memukul secepat atria. Atria dan ventrikel tidak lagi mengalahkan dalam
mode terkoordinasi, menciptakan irama jantung yang cepat dan tidak teratur. Di AF, ventrikel
mungkin memukuli 100 - 175 kali satu menit, berbeda dengan tingkat normal 60-100 ketukan
per menit.

Ketika ini terjadi, darah tidak dipompa ke ventrikel serta harus, dan jumlah darah yang
dipompa keluar dari ventrikel berdasarkan keacakan ketukan atrium. AF, bukannya tubuh
menerima jumlah darah yang konstan dan teratur dari ventrikel, yang menerima jumlah yang
cepat, kecil dan kadang-kadang jumlah acak, lebih besar, tergantung pada berapa banyak darah
mengalir dari atria ke ventrikel dengan mengalahkan setiap.

Sebagian besar gejala AF berkaitan dengan seberapa cepat jantung berdetak. Jika obat-
obatan atau usia memperlambat denyut jantung, efek ketukan tidak teratur diminimalkan.
AF mungkin singkat, dengan gejala yang datang dan pergi dan akhir mereka sendiri, atau
dapat terus-menerus dan memerlukan perawatan. Atau, AF dapat permanen, dalam hal obat atau
intervensi lain tidak dapat memulihkan irama normal.

1. Pengertian
Fibrilasi Atrium menggambarkan irama jantung yang tidak teratur dan sering kali cepat.Irama
jantung yang tidak teratur atau aritmia, dari hasil impuls listrik yang abnormal didalam jantung.
Ketidakteraturan dapat terus menerus terjadi atau bias datang dan pergi.gangguan irama jantung
dengan karakteristik sebagai berikut:
Ketidakteraturan interval RR yaitu tidak ada pola repetitif pada EKG.
Tidak ada gambaran gelombang P yangjelas pada EKG.
Siklus atrial (jika terlihat) yaitu interval di antara dua aktivasi atrial sangat bervariasi
(<200 ms) atau >300 kali per menit.

Kontraksi jantung normal dimulai dari impuls listrik di atrium kanan. Impuls ini
berasal
dari daerah atrium disebut nodus sinoatrial atau sinus alat pacu jantung alami.
Sewaktu impuls bergerak melalui atrium menghasilkan gelombang kontraksi otot. Hal ini
menyebabkan atrium berkontraksi.
Impuls mencapai nodus atriolventrikuler didalam dinding otot antara 2 ventrikel. Lalu terjadi
jedah untuk memberikan waktu masuk darah dari atrium ke ventrikel.
Impuls kemudian berlanjut ke ventrikel menyebabkan kontras ventrikel yang mendorong
darah keluar dari jantung dalam satu detak jantung.

Pada orang dengan detak jantung dan irama jantung normal berdetak 50-100x/menit.
Jika jantung berdetak >100x/menit, denyut jantung dianggap cepat (takikardi).
Jika jantung berdetak <50x/menit, denyut jantung dianggap lambat (bradikardi).

Pada f ibrilasi atrium, beberapa impuls berjalan melalui atrium pada saat yang sama.
Karena kontraksi tidak terkoordinasi, kotraksi atrium tidak teratur, kacau dan sangat cepat.
Atrium dapat berkontraksi 400-600/menit.
Impuls yang tidak teratur ini mencapai nodus AV dengan sangat cepat, tetapi tidak semuanya
melewati nodus AV, sehingga ventrikel berdetak lebih lambat, sering kali rata-rata 110-180
detak/menit dengan irama yang tidak teratur.
Dengan hasil yang cepat, detak jantung yang tidak teratur menyebabkan gelombang yang tidak
teratur dan kadang-kadang terjadi sensasi berdebar pada dada.
Fibrilasi atrium semakin umum dengan usia lanjut. Selama fibrilasi atrium, dua kamar jantung
bagian atas (atrium) mengalahkan berantakan dan tidak teratur keluar dari koordinasi dengan dua
kamar bawah (ventrikel) jantung. Hasilnya adalah denyut jantung

tidak teratur dan sering cepat yang menyebabkan aliran darah yang buruk ke tubuh dan gejala
jantung berdebar, sesak napas dan kelemahan. Kebanyakan orang dengan atrial fibrilasi memiliki
peningkatan risiko terjadinya pembekuan darah yang dapat menyebabkan stroke

2. Etiologi
Penyebab paling sering adalah hipertensi, cardiomyopathy, kelainan katup mitral dan
trikuspid, hyperthyroidism, kebiasaan konsumsi alkohol (holiday heart). Penyebab yang jarang
meliputi pulmonary embolism, atrial septal defect (ASD), dan penyakit jantung defect kongenital
lainnya, COPD, myocarditis, dan pericarditis.
Penyebab dari abnormalitas irama jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut
ini dalam sistem irama-konduksi jantung :
Irama abnormal dari pacu jantung.
Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls melalui jantung.
Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hampir semua bagian jantung.

Beberapa kondisi atau penyakit yang dapat menyebabkan abnormalitas irama jantung
adalah :
Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena
infeksi).
Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya
iskemia miokard, infark miokard.
Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia
lainnya.
Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung.
Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).

3. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang terlihat pada penderita fibrilasi atrium adalah :
*Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau berdebar dalam dada)
* Sesak napas
* Kelemahan atau kesulitan berolahraga
* Nyeri dada
* Pusing atau pingsan
* Kelelahan (kelelahan)
* Kebingungan

Fibrilasi atrium

Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit; respons
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.

Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang iereguler,
dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR tidak dapat diukur.

Kompleks QRS : Biasanya normal .

Hantaran : Biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respons ventrikuler


ireguler, karena nodus AV tidak berespon terhadap frekwensi atrium yang cepat, maka
impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel berespon ireguler.

Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Ireguleritas irama
diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
4. Patofisiolgi

Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang
yang menetap dariMultiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh
depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya
ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering
menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan
ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang
berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang
demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi
atrium.
Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi Atrium.
Atrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium tidak
berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara
pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya
sebanyak 20 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi
atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. 2
Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AF.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities
yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada
pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke
emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai stroke iskemik yang terjadi
pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan
AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis
atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan
fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan AF akan meningkatkan agregasi trombosit,
koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

5. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan
cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas, yang bisa menyumbat
pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian tubuh yang lain.
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan masalah
tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi
karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang
tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini
memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi
darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak
lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar
peluang terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali
melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga
terjadi stroke. Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara
atrium dan ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan
bertambah, dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak teratur.
Sekitar 20 persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh sumbatan
gumpalan darah dalam sirkulasi otak.
AF mengakibatkan pembentukan trombus (gumpalan) pada aurikel (ventrikel jantung atas)
yang dapat lepas ke dalam sirkulasi dan menghambat arteri pada sistem saraf pusat (CNS),
sehingga menyebabkan stroke, atau, bila terjadi di luar CNS, mengakibatkan embolisme sistemik
non CNS.
Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak terkoordinasi)
biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup jantung, gagal
jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung kongenital.

6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah
Tekanan vena jugularis
Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katupjantung


Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif
Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila dicurigai
terdapat iskemia jantung
Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel kiri.
Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia.
Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal.

Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,
hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago
Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.
Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel
sulit dikontrol.
Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.
Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi elektrofisiolagi.

7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus,
mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam
penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke
irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat
dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen
sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif
pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan.
a. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1. Antiaritmia Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A
- Quinidin : adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flukter.
- Procainamide : untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang menyer
- Dyspiramide : untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
- Lignocain : untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
- Mexiletine : untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C
- Flecainide : untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
1. Antiaritmia Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade)
Atenol, Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan hipertensi.
2. Antiaritmia Kelas 3 (Prolong Repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
3. Antiaritmia Kelas 4 (Calsium Channel Blocker)
- Verapamil, indikasi Supraventrikular aritmia.

b.Terapi Mekanis
1. Kardioversi
Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi
ventrikel.
4. Terapi Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekuensi jantung
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. POLA PERSEPSI KESEHATAN DAN PELIHARAAN KESEHATAN
Pola hidup : merokok, minum alkohol, jarang berolaraga, makan makanan
berlemak tinggi, minum kopi
2. POLA NUTRISI DAN METABOLIK
Gejala :
Hilang nafsu makan, anoreksia.

Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat)

Mual/muntah.

Perubahan berat badan

Tanda :
Perubahan berat badan.

Edema

Perubahan pada kelembaban kulit/turgor.


3. POLA ELIMINASI
Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat

4. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN


Gejala : Kelemahan, kelelahan umum dan karena kerja.
Tanda : Perubahan frekwensi jantung/TD dengan aktivitas/olahraga.
Sirkulasi

Gejala: Riwatar IM sebelumnya/akut ( 90%-95% mengalami disritmia ), kardiomiopati, GJK,


penyakit katup jantung, hipertensi.
Tanda :
Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode disritmia.

Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus altenan (denyut kuat teratur/denyut
lemah), nadi bigeminal (denyut kuat tak teratur/denyut lemah).
Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, sianosis, berkeringat (gagal jantung,

syok).
5. POLA PERSEPSI DAN KONSEP DIRI
Status mental/sensori berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan memori,

perubahan pola bicara/kesadaran, pingsan, koma.


Perubahan perilaku, contoh menyerang, letargi, halusinasi.

6. POLA MEKANISME KOPING DAN TOLERANSI TERHADAP STRES


Gejala :
Perasaan gugup (disertai takiaritmia), perasaan terancam.
Stressor sehubungan dengan masalah medik.
Tanda : Cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
A. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Gangguan kontraktilitas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

B. Intervensi dan Rasional


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau
hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut
serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

No Intervensi Rasional
.
a. Auskultasi nadi apical ; kaji Biasnya terjadi takikardi (meskipun
frekuensi, irama jantung. pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.

b. Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah karena


menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah
kesermbi yang disteni. Murmur
c. Palpasi nadi perifer dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.

Penurunan curah jantung dapat


d. Pantau TD menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
posttibial. Nadi mungkin cepat
hilang atau tidak teratur untuk
e. Kaji kulit terhadp pucat dan dipalpasi dan pulse alternan.
sianosis
Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan drah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi tidak
f. Berikan oksigen tambahan dapat norml lagi.
dengan kanula nasal/masker dan
obat sesuai indikasi (kolaborasi) Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer ekunder terhadap
tidak dekutnya curh jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapt terjadi sebagai refrakstori GJK.
Area yang sakit sering berwarna biru
atu belang karena peningkatan
kongesti vena.

Meningkatkn sediaan oksigen untuk


kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat
dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan
Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan., Berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam btas kemampuan/situasi.

No Intervensi Rasional
.
a. Pantau bunyi nafas, catat menyatakan adnya kongesti
krekles paru/pengumpulan secret menunjukkan
kebutuhan untuk intervensi lanjut.

b. Ajarkan/anjurkan klien batuk


membersihkan jalan nafas dan
efektif, nafas dalam.
memudahkan aliran oksigen.

c. Dorong perubahan posisi.


Membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.
d. Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri GDA, Hipoksemia dapat terjadi berat selama
nadi oksimetri. edema paru.

e. Berikan obat/oksigen
Membantu dalam mengurangi edema
tambahan sesuai indikasi
dan memudah jalan nafas.

3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No Intervensi Rasional
.
a. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor subternal dan dapat menyebar
pemberat dan penurun.Perhatikan keleher dan punggung. Namun ini
petunjuk nonverbal ketidak berbeda dari iskemia infark
nyamanan miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi dalam,
gerakan atau berbaring dan hilang
dengan duduk tegak/membungkuk

b. lingkungan yang tenang dan


tindakan kenyamanan mis: untuk menurunkan
perubahan posisi, masasage ketidaknyamanan fisik dan
punggung,kompres hangat dingin, emosional pasien.
dukungan emosional

c. Berikan aktivitas hiburan yang mengarahkan perhatian,


tepat. memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.

d. Berikan obat-obatan sesuai untuk menghilangkan nyeri dan


indikasi nyeri. respon inflamasi.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan


Tujuan
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.

No Intervensi Rasional
.
a. Periksa tanda vital sebelum Hipotensi ortostatik dapat terjadi
dan segera setelah aktivitas, dengan aktivitas karena efek obat
khususnya bila klien (vasodilasi), perpindahan cairan
menggunakan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.

b. Catat respons kardiopulmonal


terhadap aktivitas, catat Penurunan/ketidakmampuan
takikardi, diritmia, dispnea miokardium untuk meningkatkan
berkeringat dan pucat. volume sekuncup selama aktivitas dpat
menyebabkan peningkatan segera
frekuensi jantung dan kebutuhan
c. Evaluasi peningkatan oksigen juga peningkatan kelelahan
intoleran aktivitas. dan kelemahan.

d. Implementasi program
rehabilitasi jantung/aktivitas Dapat menunjukkan peningkatan

(kolaborasi) dekompensasi jantung daripada


kelebihan aktivitas.

Peningkatan bertahap pada aktivitas


menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak dapat
membaik kembali,

5. Discharge Planing
Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa memperburuk keadaan selama di

rawat.
Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang dapat memperlambat proses

penyembuhan selama dirawat.


Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di rumah

Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan minum di rumah.

Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum beralkohol kalau pasien seorang

perokok atau peminum.


Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai dosis.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien atrial fibrilasi umumnya memiliki keluhan palpitasi, rasa tidak nyaman di dada
(nyeri dada), terasa sesak, kelemahan hingga pingsan. Untuk menentukan diagnose atrial fibrilasi
diperkuat dengan hasil analisa EKG yang direkam.
Pengkajian lain yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa atrial fibrilasi adalah
pengkajian tanda dan gejala lain yang mungkin dirasakan pasien, pemeriksaan hasil laboratorium
darah lengkap dan pemeriksaan transesofagus echocardiografi.
Masalah keperawatan yang biasanya muncul adalah penurunan curah jantung diakibatkan
ketidakmampuan jantung memompakan darah ke atrium dan ventrikel akibat atrial vibrilasi yang
menyebabkan respon ventrikel tidak beraturan.
Penanganan pasien atrial fibrilasi saat di ruang emergensi adalah dengan memberikan
obat-obat anti aritmia, antikoagulan dan juga dengan kardioversi, atau jika tidak berhasil dapat
dilakukan ablasi.
Dalam penanganan pasien atrial fibrilasi di ruang emergensi, perawat tidak hanya
mengelola kondisi fisik pasien agar irama dan denyut jantung pasien stabil serta mencegah
komplikasi, tetapi juga memperhatikan kondisi kecemasan pasien.

B. Saran
Penanganan pasien di ruang emergensi oleh perawat hendaknya juga memperhatikan
kondisi psikis pasien seperti kecemasan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

ACCF/AHA Pocket Guidelne. (2011). Management of Patients With Atrial Fibrillation.


American: American College of Cardiology Foundation and American Heart
Association. www.heart.org
Alfred, S, Jennife, W, Steven, L, Devender, A. (2012). Impact of emergency department
management of atrial fibrilation on hospital charges. Western Journal of Emergency
Medicine. www.escholarship.org
Aliot, E, Breithardt, G, Brugada, J. (2010). An international survey of physician and
patient understanding, perception, and attitudes to atrial fibrillation and its contribution to
cardiovascular disease morbidity and mortality. Europen. 12 (5), 626-633
Barrett, T. W., Martin, A. R., Storrow, A. B., et al. (2011). A clinical prediction model to
estimate risk for 30-day adverse events in emergency department patients with symptomatic
atrial fibrillation. Ann Emerg Med. 57, 1-12.
Bellone, A., Etteri, M., Vettorello, M., et all. (2011). Cardioversion of acute atrial
fibrilation in the emergency department: A Prospective Randomized Trial. Emergency Medicine
Journal.
Benjamin, E. J., Chen, P. S., Bild, D. E. (2009). Prevention of atrial fibrillation: Report
From A National Heart, Lung, and Blood Institute Workshop. Circulation. 119 (4), 606618

Anda mungkin juga menyukai