LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. NN
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :Desa Bangun Sari, Kelurahan Bangun Sari,
Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
MRS : 22 Februari 2014
II. ANAMNESIS (Alloanamnesis, tanggal 23 Februari 2014)
Penderita dirawat di Bagian Neurologi RSMH dikarenakan kaku membuka
mulut.
10 hari SMRS, penderita digigit oleh kucing pada sela jari ke III dan IV
tangan kanan. Penderita berobat ke bidan, lukanya dibersihkan dengan betadine
dan dibalut. Penderita diberi obat tablet yang menurut penderita adalah
parasetamol dan satu tablet yang penderita tidak tahu nama obatnya. Penderita
meminum obat tersebut sesuai anjuran bidan. Penderita mengeluh luka tidak
sembuh-sembuh.
3 hari SMRS, penderita sulit membuka mulut dan merasa kaku pada
otot-otot rahangnya Penderita tidak mengalami demam. Penderita mengalami
kejang, durasi 5 menit, frekuensi 2-3x/hari, sebelum dan sesudah kejang
penderita sadar. Penderita kembali berobat ke bidan, dikatakan sakit infeksi dan
dirujuk ke RSMH.
Riwayat minum obat-obat tertentu sebelumnya tidak ada, riwayat demam
disertai sakit kepala dan muntah sebelumnya tidak ada, riwayat sakit dan keluar
cairan dari telinga tidak ada, riwayat sakit gigi tidak ada. Riwayat imunisasi tidak
jelas. Riwayat sering kram tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
1
2
Status Psikiatrikus
Sikap : tidak kooperatif
Ekspresi Muka :risus sardonicus
Perhatian : kurang
Kontak Psikis : kurang
Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normoocephali Deformitas : Tidak ada
Ukuran : Normal Fraktur : Tidak ada
Simetris : Simetris Nyeri fraktur : Tidak ada
Hematom : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
Tumor : Tidak ada Pulsasi : Tidak ada kelainan
LEHER
Sikap : Kaku Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
3
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman belum dapat dinilai
Anosmia belum dapat dinilai
Hyposmia belum dapat dinilai
Parosmia belum dapat dinilai
- Anopsia
- Hemianopsia
Fundus Oculi
- Papil edema t.a.k t.a.k
- Papil atrofi t.a.k t.a.k
- Perdarahan retina t.a.k t.a.k
Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul simetris
Sensorik
2/3 depan lidah belum dapat dinilai
Otonom
- Salivasi t.ak
- Lakrimasi t.a.k
- Chovsteks sign t.a.k
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada
Vertigo tidak ada
Sensorik
- 1/3 belakang lidah belum dapat dinilai
FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi (-)
Kekuatan lateralisasi (-)
Tonus meningkat meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps meningkat meningkat
- Triceps meningkat meningkat
- Radius meningkat meningkat
- Ulna meningkat meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada
- Meyer tidak ada
TUNGKAI Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi (-)
Kekuatan lateralisasi (-)
7
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
SENSORIK
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : t.a.k
Defekasi : t.a.k
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
10
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : belum dapat dinilai
Afasia sensorik : belum dapat dinilai
Apraksia : belum dapat dinilai
Agrafia : belum dapat dinilai
Alexia : belum dapat dinilai
Afasia nominal : belum dapat dinilai
Kimia klinik
Protein total : 5,2 g/dl Glukosa sewaktu : 133 mg/dl
Albumin : 1,7 g/dl Ureum : 257mg/dl
Globulin : 3,5 g/dl
Kolesterol total : 61 mg/dl Kreatinin : 1,53 mg/dl
Kolesterol HDL : 21 mg/dl
Kolesterol LDL : 15 mg/dl
11
Trigliserida: 47 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium : 153 mmol/l
URINE
2. Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax AP
CT-Scan
V. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik : Trismus
Observasi penurunan kesadaran
Observasi kejang
Diagnosa Topik : Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi : Tetanus (infeksi C. Tetani)
VI. PENATALAKSANAAN
12
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Phillips score
1. Masa inkubasi: 4 hari 4
2. Lokalisasi nyeri/ port dentri: ekstremitas distal 2
3. Imunisasi: tidak ada 10
4. Faktor yang memberatkan: faktor yang memberatkan: ASA 1 0
Skor total: 16 Derajat sedang (pengobatan baku)
13
BAB II
RESUME
Identitas
Tn. NN, laki-laki, 44 tahun, buruh, MRS tanggal 22-02-2014
Diagnosis sementara
Diagnosa Klinik : Trismus
Observasi penurunan kesadaran
Observasi kejang
Diagnosa Topik : Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi : Tetanus (infeksi C. Tetani)
Penatalaksanaan
1. IVFD NaCl gtt xx/menit (makro)
2. Metronidazole 4 x 500 mg
3. Ceftriaxone 2 x 2 g (skin test)
4. Tetagram 2000 iu
5. Diazepam 8 x 1 amp
6. Pasang NGT
7. Wound Toilet dengan H2O2 3%
8. Hindari rangsang cahaya dan suara
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
16
BAB III
ANALISIS KASUS
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
TETANUS
4.1 PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.1
Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada
kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
1
pusat (Tetanus Neonatorum).
4.2 ETIOLOGI
ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini
bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka
seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
18
4.3 PATOGENESIS
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :1,2,3
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena
toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal
4.4 PATOLOGI
terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat
bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem lymphatic.1,2,3,4
1. Gejala klinik
a. Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
b. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
c. Kultur: C. tetani (+).
d. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
4.8 PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :4
22
4.9 KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan
otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain
itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.2,4
4.10 PENATALAKSANAAN
A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan
sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut :2,4
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H 202
,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam
setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
23
B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /
KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis
terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan
dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,
bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi
pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.2,3,4
B.2. Antitoksin2,3,4
B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
24
B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan
25
terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti
kejang lainnya harus dilakukan
4.11 PENCEGAHAN
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan
ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus
bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah diimunisasi. Tidak
terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang
masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin
( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun
dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang
adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).3
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini
diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme
28
yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini
diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya
belum pernah diimunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam
serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada
beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama
kali.3,4
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana
dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid
merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan
dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,
dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).3,4
29
DAFTAR PUSTAKA
1 Ropper AH, Brown RH. 2009. Adam and Victors Principles of Neurology
Ninth edition. New York : Mc Graw-Hill.
2 Wade S Smith, Joy D English, S. Claiborne Johnstone. Cerebrovascular
Diseases. In: Harrisons Principles Of Internal Medicine.McGrew-Hill
Companies; New York. Hal 2513.
3 Price, S.A. L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, hal.
1105-1131.
4 Guyton,A.C. , J.E.Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.