Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. NN
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :Desa Bangun Sari, Kelurahan Bangun Sari,
Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
MRS : 22 Februari 2014
II. ANAMNESIS (Alloanamnesis, tanggal 23 Februari 2014)
Penderita dirawat di Bagian Neurologi RSMH dikarenakan kaku membuka
mulut.
10 hari SMRS, penderita digigit oleh kucing pada sela jari ke III dan IV
tangan kanan. Penderita berobat ke bidan, lukanya dibersihkan dengan betadine
dan dibalut. Penderita diberi obat tablet yang menurut penderita adalah
parasetamol dan satu tablet yang penderita tidak tahu nama obatnya. Penderita
meminum obat tersebut sesuai anjuran bidan. Penderita mengeluh luka tidak
sembuh-sembuh.
3 hari SMRS, penderita sulit membuka mulut dan merasa kaku pada
otot-otot rahangnya Penderita tidak mengalami demam. Penderita mengalami
kejang, durasi 5 menit, frekuensi 2-3x/hari, sebelum dan sesudah kejang
penderita sadar. Penderita kembali berobat ke bidan, dikatakan sakit infeksi dan
dirujuk ke RSMH.
Riwayat minum obat-obat tertentu sebelumnya tidak ada, riwayat demam
disertai sakit kepala dan muntah sebelumnya tidak ada, riwayat sakit dan keluar
cairan dari telinga tidak ada, riwayat sakit gigi tidak ada. Riwayat imunisasi tidak
jelas. Riwayat sering kram tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1
2

III. PEMERIKSAAN FISIK (23 Februari 2014)


STATUS PRESENS
Status Internus
Kesadaran : GCS = 9 (E2,M5,V2)

Tekanan Darah : 80/60 mmHg Jantung : HR 100x/mM(-)G(-)


Nadi : 100 x/menit Paru-paru : Ves(+)N R(-) W(-)
Pernapasan : 24 x/menit Hepar : tidak teraba
Suhu Badan : 36,7C Lien : tidak teraba
Berat Badan : 40 kg Anggota Gerak: tidak ada oedema
Tinggi Badan : 160 cm Genitalia : tidak diperiksa
Gizi : Kurang

Status Psikiatrikus
Sikap : tidak kooperatif
Ekspresi Muka :risus sardonicus
Perhatian : kurang
Kontak Psikis : kurang

Status Neurologikus
KEPALA
Bentuk : Normoocephali Deformitas : Tidak ada
Ukuran : Normal Fraktur : Tidak ada
Simetris : Simetris Nyeri fraktur : Tidak ada
Hematom : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran
Tumor : Tidak ada Pulsasi : Tidak ada kelainan

LEHER
Sikap : Kaku Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
3

Kaku kuduk : (-) Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman belum dapat dinilai
Anosmia belum dapat dinilai
Hyposmia belum dapat dinilai
Parosmia belum dapat dinilai

N.Opticus Kanan Kiri


Visus belum dapat dinilai
Campus visi V.O.D V.O.S

- Anopsia
- Hemianopsia
Fundus Oculi
- Papil edema t.a.k t.a.k
- Papil atrofi t.a.k t.a.k
- Perdarahan retina t.a.k t.a.k

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Celah mata (-) (-)
Ptosis (-) (-)
Sikap bola mata
- Strabismus (-) (-)
- Exophtalmus (-) (-)
4

- Enophtalmus (-) (-)


- Deviation conjugae (-) (-)
Gerakan bola mata belum dapat dinilai belum dapat dinilai
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besanya 3 mm 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi t.a.k t.a.k
- Argyl Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit t.a.k
- Trismus (+) 1 jari membuka mulut
- Refleks kornea ada
Sensorik
- Dahi belum dapat dinilai
- Pipi belum dapat dinilai
- Dagu belum dapat dinilai

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi t.a.k t.a.k
Menutup mata t.a.k t.a.k
Menunjukkan gigi t.a.k t.a.k
Lipatan nasolabialis t.a.k t.a.k
Sudut mulut t.a.k t.a.k
5

Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul simetris
Sensorik
2/3 depan lidah belum dapat dinilai
Otonom
- Salivasi t.ak
- Lakrimasi t.a.k
- Chovsteks sign t.a.k

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan belum dapat dinilai
Detik arloji belum dapat dinilai
Tes Weber belum dapat dinilai
Tes Rinne belum dapat dinilai

N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada
Vertigo tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus Kanan Kiri


Arcus pharingeus sulit dinilai
Uvula sulit dinilai
Gangguan menelan tidak ada
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung t.a.k
Refleks
- Muntah ada
- Batuk ada
- Okulokardiak ada
- Sinus karotikus ada
6

Sensorik
- 1/3 belakang lidah belum dapat dinilai

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu belum dapat dinilai
Memutar kepala belum dapat dinilai

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Mengulur lidah belum dapat dinilai
Fasikulasi belum dapat dinilai
Atrofi papil belum dapat dinilai
Disartria belum dapat dinilai

FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi (-)
Kekuatan lateralisasi (-)
Tonus meningkat meningkat
Refleks fisiologis
- Biceps meningkat meningkat
- Triceps meningkat meningkat
- Radius meningkat meningkat
- Ulna meningkat meningkat
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak ada
- Meyer tidak ada
TUNGKAI Kanan Kiri
Gerakan lateralisasi (-)
Kekuatan lateralisasi (-)
7

Tonus meningkat meningkat


Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR meningkat meningkat
- APR meningkat meningkat

Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada

Refleks kulit perut


- Atas t.a.k
- Tengah t.a.k
- Bawah t.a.k
8

SENSORIK

Belum dapat dinilai

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : t.a.k
Defekasi : t.a.k

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
9

Kaku kuduk tidak ada tidak ada


Kerniq tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada tidak ada
- Cheek tidak ada tidak ada
- Symphisis tidak ada tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait
Ataxia : belum dapat dinilai
Hemiplegic : belum dapat dinilai
Scissor : belum dapat dinilai
Propulsion : belum dapat dinilai
Histeric : belum dapat dinilai
Limping : belum dapat dinilai
Steppage : belum dapat dinilai
Astasia-Abasia: belum dapat dinilai

Keseimbangan dan Koordinasi


Romberg : belum dapat dinilai
Dysmetri : belum dapat dinilai
Dysdiadochokinesis: belum dapat dinilai
Trunk Ataxia : belum dapat dinilai
Limb Ataxia : belum dapat dinilai

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
10

Athetosis : tidak ada


Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : belum dapat dinilai
Afasia sensorik : belum dapat dinilai
Apraksia : belum dapat dinilai
Agrafia : belum dapat dinilai
Alexia : belum dapat dinilai
Afasia nominal : belum dapat dinilai

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (22 Februari 2014)
Darah rutin
Hb : 11.1 g/dl
Eritrosit : 3,48x 106/mm3
Hematokrit : 30 vol%
Leukosit : 24,8 x 103/mm3
Trombosit : 83 x 103/L
Hitung jenis : 0/0/0/97/1/2

Kimia klinik
Protein total : 5,2 g/dl Glukosa sewaktu : 133 mg/dl
Albumin : 1,7 g/dl Ureum : 257mg/dl
Globulin : 3,5 g/dl
Kolesterol total : 61 mg/dl Kreatinin : 1,53 mg/dl
Kolesterol HDL : 21 mg/dl
Kolesterol LDL : 15 mg/dl
11

Trigliserida: 47 mg/dl

ELEKTROLIT
Natrium : 153 mmol/l

Kalium : 3,7 mmol/l

URINE

Warna: Agak keruh Sedimen Urine:


Berat jenis: 1.020 Epitel: positif +
pH: 5.0
Leukosit: 2-4
protein: negatif
Eritrosit: 1-3
Glukosa: positif ++
Silinder: negatif
Keton: negatif
Kristal: negatif
Darah: positif
Bakteri:negatif
Bilirubin: negatif
Urobilinogen: 1 Mukus: negatif

Nitrit: negatif Jamur: positif +++

2. Pemeriksaan Penunjang
Foto Thorax AP
CT-Scan

V. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinik : Trismus
Observasi penurunan kesadaran
Observasi kejang
Diagnosa Topik : Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi : Tetanus (infeksi C. Tetani)

VI. PENATALAKSANAAN
12

1. IVFD NaCl gtt xx/menit (makro)


2. Metronidazole 4 x 500 mg
3. Ceftriaxone 2 x 2 g
4. Tetagram 2000 iu
5. Diazepam 8 x 1 amp
6. Pasang NGT
7. Wound Toilet dengan H2O2 3%
8. Hindari rangsang cahaya dan suara

VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia

Phillips score
1. Masa inkubasi: 4 hari 4
2. Lokalisasi nyeri/ port dentri: ekstremitas distal 2
3. Imunisasi: tidak ada 10
4. Faktor yang memberatkan: faktor yang memberatkan: ASA 1 0
Skor total: 16 Derajat sedang (pengobatan baku)
13

BAB II
RESUME

Identitas
Tn. NN, laki-laki, 44 tahun, buruh, MRS tanggal 22-02-2014

Anamnesis (Autoanamnesis, 22 Februari 2014)


Penderita dirawat di Bagian Neurologi RSMH dikarenakan kaku membuka
mulut.
10 hari SMRS, penderita digigit oleh kucing pada sela jari ke III dan IV
tangan kanan. Penderita berobat ke bidan, lukanya dibersihkan dengan betadine
dan dibalut. Penderita diberi obat tablet yang menurut penderita adalah
parasetamol dan satu tablet yang penderita tidak tahu nama obatnya. Penderita
meminum obat tersebut sesuai anjuran bidan. Penderita mengeluh luka tidak
sembuh-sembuh.
3 hari SMRS, penderita sulit membuka mulut dan merasa kaku pada
otot-otot rahangnya Penderita tidak mengalami demam. Penderita mengalami
kejang, durasi 5 menit, frekuensi 2-3x/hari, sebelum dan sesudah kejang
penderita sadar. Penderita kembali berobat ke bidan, dikatakan sakit infeksi dan
dirujuk ke RSMH.
Riwayat minum obat-obat tertentu sebelumnya tidak ada, riwayat demam
disertai sakit kepala dan muntah sebelumnya tidak ada, riwayat sakit dan keluar
cairan dari telinga tidak ada, riwayat sakit gigi tidak ada. Riwayat imunisasi tidak
jelas. Riwayat sering kram tidak ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.
Pemeriksaan Fisik (20 Februari 2014)
Status Internus :
Kesadaran : GCS = 9(E2,M5,V2)
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
14

Suhu Badan : 36,7C

Status Psikiatrikus : tidak ada kelainan


Status Neurologis :
Kepala : tidak ada kelainan
Leher : sikap kaku
N. Craniales :
N. I : belum dapat dinilai
N. II : tidak ada kelainan
N. III, IV, VI : pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya +/+
N. V : trismus (+) 1 jari membuka mulut, sensorik belum dapat dinilai
N. VII : tidak ada kelainan
N. VIII : tidak ada kelainan
N. IX, X : tidak ada kelainan
N. XI : belum dapat dinilai
N. XII : belum dapat dinilai

Fungsi motorik Lengan Kanan Lengan Kiri Tungkai Kanan Tungkai


Kiri
Gerakan Lateralisasi (-)
Kekuatan Lateralisasi (-)
Tonus Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Klonus - -
Refleks Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
fisiologis
Refleks - - - -
Patologis

Fungsi sensorik : belum dapat dinilai


Fungsi vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi luhur : belum dapat dinilai
Gerakan abnormal : tidak ada
Gejala rangsang meningeal : (-)
15

Gait dan keseimbangan : belum dapat dinilai

Diagnosis sementara
Diagnosa Klinik : Trismus
Observasi penurunan kesadaran
Observasi kejang
Diagnosa Topik : Neuromuscular junction
Diagnosa Etiologi : Tetanus (infeksi C. Tetani)

Penatalaksanaan
1. IVFD NaCl gtt xx/menit (makro)
2. Metronidazole 4 x 500 mg
3. Ceftriaxone 2 x 2 g (skin test)
4. Tetagram 2000 iu
5. Diazepam 8 x 1 amp
6. Pasang NGT
7. Wound Toilet dengan H2O2 3%
8. Hindari rangsang cahaya dan suara
Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
16

BAB III
ANALISIS KASUS

Penderita didiagnosis dengan tetanus yang ditegakkan berdasarkan anamnesa


riwayat perjalanan penyakit dan tanda serta gejala pada pemeriksaan fisik.
Adanya riwayat digigit kucing 10 hari yang lalu disusul dengan perjalanan
penyakit yang berkembang menjadi tetanus umum dengan adanya trismus, perut
papan dan opisotonus ringan tanpa adanya disfagi atau kesulitan bernafas.
Diagnosis banding tetanus antara lain : Keracunan striknin (trismus timbul
belakangan, gejala dan tanda lain timbul lebih cepat ada riwayat bunuh diri ),
Reaksi dystonia dari phenothiazine ( trismus, tremor, etetosis torticalis),
abses aleolar, meningitis purulenta, encephalitis ( LP , kesadaran menurun),
rabies ( tidak ada trismus ), dan hipocalcemia (tidak ada trismus )
Diagnosa banding sudah dapat disingkirkan sejak awal dari anamnesa serta
dan pemeriksaan fisik. Tidak dilakukan pemeriksaan kultur bakteri karena
pemeriksaan hanya positif pada 1/3 kasus tetanus dan pemeriksaan bisa menjadi
positif pada orang yang tidak mengalami tetanus.
Pengobatan sesuai dengan derajat philip score , nilai 16 dirawat dengan
pengobatan baku, di ruang isolasi. Diberikan tetagram 2000 IU. Diazepam
diberikan 10 mg iv dilanjutkan pemberian secara bolus intravena setiap 3 jam.
Antibiotika metronidazole diberikan 4 x 500 mg infus selama 10 hari.
Berdasarkan penelitian terbaru, pengobatan tetanus sebenarnya cukup dengan
metronidazol saja. Pemberian penicilin justru akan bekerja menghambat GABA
sehingga menambah dosis pemakaian diazepam dan memperpanjang masa
perawatan. Pada penderita ini ditambahkan antibiotik ceftriaxon untuk
profilaksis terhadap infeksi sekunder yang mungkin terjadi sebagai komplikasi
respirasi pada tetanus seperti aspirasi pneumonia dan bronkopneumonia.
17

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

TETANUS
4.1 PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat.1

Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang


disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi
oleh Clostridium tetani.1,2
Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890,
diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin,
yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan
mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. (Nicalaier
1884, Behring dan Kitasato 1890).1

Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada

kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali
1
pusat (Tetanus Neonatorum).

4.2 ETIOLOGI

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri

ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia

dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini

bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka

seseorang atau bersamaan dengan benda daging atau bakteri lain, ia akan
18

memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama


1,2,3
tetanospasmin.

4.3 PATOGENESIS
Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada
beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :1,2,3
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharekteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena
toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh
cerebral ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System
(ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti
takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.

Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, dimana ia

mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal

dan menginhibisi terhadap batang otak.


Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang
menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron Yang mensarafi otot masetter
sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling
sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya
menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis
dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.1,2,3,4
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:1,2
1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik
dibawa ke kornu anterior susunan syaraf pusat
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah
arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.
19

4.4 PATOLOGI

Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending

bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai CNS. Penjalaran

terjadi didalam axis silinder dari sarung parineural. Teori terbaru berpendapat
bahwa toksin juga menyebar secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem lymphatic.1,2,3,4

4.5 GEJALA KLINIS


Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3
atau beberapa minggu).
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni4
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Karekteristik dari tetanus4


1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
2. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
3. Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
4. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
5. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena
spasme otot masetter.
6. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
7. Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik
keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
8. Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai
dengan eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap
baik.
9. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis,
retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).
20

1. Tetanus Lokal (Lokalited Tetanus)3,4


Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada
daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah
merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa
bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara
bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk
yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisa juga lokal tetanus ini
dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal
ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin.
2. Cephalic Tetanus3,4
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1
2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti dilaporkan di India ), luka
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.
3. Generalized Tetanus3,4
Bentuk ini yang paling banyak dikenal. Sering menyebabkan komplikasi yang
tidak dikenal beberapa tetanus lokal oleh karena gejala timbul secara diam-diam.
Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan
oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang
menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa
Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot
pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine,kompressi fraktur dan pendarahan didalam otot.
Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun bisa mencapai
40oC. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan
dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya
berdasarkan gejala klinis.
4.6 DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat, berupa :2,3,4
21

1. Gejala klinik
a. Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
b. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
c. Kultur: C. tetani (+).
d. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.

4.7 DIAGNOSIS BANDlNG


Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar
sekali dijumpai dari pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan
serebrospinal normal dan pemeriksaan darah rutin normal atau sedikit meninggi,
sedangkan SGOT, CPK dan serum aldolase sedikit meninggi karena kekakuan
otot-otot tubuh, serta riwayat imunisasi, kekakuan otot-otot tubuh, risus sardinicus
dan kesadaran yang tetap normal.2,3,4
Berikut ini Tabel 3 yang memperlihatkan differential diagnosis Tetanus :
Tabel 3. : DIAGNOSIS BANDING TETANUS

4.8 PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklassifikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :4
22

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasme )


2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum
3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.
Masa inkubasi neonatal tetanus berkisar antara 3 -14 hari, tetapi bisa lebih pendek
atau pun lebih panjang. Berat ringannya penyakit juga tergantung pada lamanya
masa inkubasi, makin pendek masa inkubasi biasanya prognosa makin jelek.
Case Fatality Rate ( CFR) tetanus berkisar 44-55%.

4.9 KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan
otot-otot pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain
itu bisa terjadi rhabdomyolisis dan renal failure.2,4

4.10 PENATALAKSANAAN
A. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan
sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut :2,4
1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan
nekrotik),membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H 202
,dalam hal ini penatalaksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam
setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan
personde atau parenteral.
3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap
penderita
4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.
23

B. Obat- obatan
B.1. Antibiotika :
Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit / hari selama 10 hari, IM.
Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit /
KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap
peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis
terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan
dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,
bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi
pemberian antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.2,3,4

B.2. Antitoksin2,3,4

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG)


dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM tidak boleh
diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary
aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang
serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin,
yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya
adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaC1
fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan
dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan
secara IM pada daerah pada sebelah luar.

B.3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan
dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.
24

Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap


tetanus pada keadaan luka
Tabel 4. : PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA
KEADAAN LUKA.
_______________
___________________________________________________
RIWAYAT IMUNISASI Luka bersih, Kecil Luka Lainnya
______________________________________
____________
(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT)
Antitoksin
______________________________________
_____________________________
Tidak diketahui ya tidak ya
ya
01 ya tidak ya
ya
2 ya tidak ya
tidak*
3 atau lebih tidak** tidak tidak**
tidak
_________________________________________________________________
__

* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)

B.4. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan
25

penggunaan obat obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat


diatasi.4
Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN
__________________________________________________________
Jenis Obat Dosis Efek Samping
_______________ _________________________________________

Diazepam 0,5 1,0 mg/kg Stupor, Koma


Berat badan / 4 jam (IM)
Meprobamat 300 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada
Klorpromasin 25 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi
Fenobarbital 50 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan
________________________________________________________
Bila dosis optimum telah tercapai dan kejang telah terkontrol, maka jadwal
pemberian diazepam yang tetap dan tepat baru dapat disusun.
Dosis diazepam pada saat dimulai pengobatan ( setelah kejang terkontrol )
adalah 20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 8 kali pemberian (pemberian dilakukan
tiap 3 jam ). Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kejang, bila kejang masih
terus berlangsung dosis diazepam dapat dinaikkan secara bertahap sampai kejang
dapat teratasi. Dosis maksimum adalah 40 mg/kgBB/hari( dosis maintenance ).
Bila dosis optimum telah didapat, maka jadwal pasti telah dapat dibuat,
dan ini dipertahan selama 2-3 hari , dan bila dalam evaluasi berikutnya tidak
dijumpai adanya kejang, maka dosis diazepam dapat diturunkan secara bertahap,
yaitu 10 -15 % dari dosis optimum tersebut. Penurunan dosis diazepam tidak
boleh secara drastis, oleh karena bila terjadi kejang, sangat sukar untuk diatasi dan
penaikkan dosis ke dosis semula yang efektif belum tentu dapat mengontrol
kejang yang terjadi.Bila dengan penurunan bertahap dijumpai kejang, dosis harus
segera dinaikkan kembali ke dosis semula. Sedangkan bila tidak terjadi kejang
dipertahankan selama 2- 3 hari dan dirurunkan lagi secara bertahap, hal ini
dilakukan untuk selanjutnya . Bila dalam penggunaan diazepam, kejang masih
26

terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti
kejang lainnya harus dilakukan

Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset,


- 3000 - 6000 unit, tetanus immune globulin satu kali saja.
- 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi
beri tetracycline 2 gram sehari.
- Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)
- Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus
dilakukan tuk mencegah cyanosis dan apnoe.
- Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.
- Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg
setiap jam sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan dengan
respirator.
27

Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:


- Kasus ringan :
Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat
secukupnyanya untuk mengurangi spasme.
- Kasus berat :
1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )
2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus dibersihkan
setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan yang baru.
3.Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam.
Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman
4.Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan tiap 2 jam
mencegah conjuntivitis
5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari
6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.
7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA
8. Rontgen foto thorax
9.Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat dihentikan
pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan. Tracheostomy dipertahankan
beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka dan bekas luka dirawat dengan baik.

4.11 PENCEGAHAN
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan
ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus
bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah diimunisasi. Tidak
terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang
masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin
( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun
dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang
adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).3
Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini
diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme
28

yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini
diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya
belum pernah diimunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam
serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada
beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama
kali.3,4
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan
mengapa insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada
beberapa negara dimana pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana
dengan baik. Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid
merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan
dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan,
dengan cara pemberian imunisasi aktif (DPT atau DT).3,4
29

DAFTAR PUSTAKA

1 Ropper AH, Brown RH. 2009. Adam and Victors Principles of Neurology
Ninth edition. New York : Mc Graw-Hill.
2 Wade S Smith, Joy D English, S. Claiborne Johnstone. Cerebrovascular
Diseases. In: Harrisons Principles Of Internal Medicine.McGrew-Hill
Companies; New York. Hal 2513.
3 Price, S.A. L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia, hal.
1105-1131.
4 Guyton,A.C. , J.E.Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai