Anda di halaman 1dari 12

Pengertian

Transgenik adalah proses pemindahan gen (disebut transgen) ke organisme


hidup sehingga organisme memiliki sifat dan ciri-ciri baru yang akan diteruskan
ke keturunannya. Transgenik biasanya dilakukan kepada tumbuhan untuk
mendapatkan bibit unggul. Tumbuhan akan disisipi gen asing dari spesies
tumbuhan yang berbeda atau gen dari bakteri/virus lain. Tumbuhan transgenik
biasanya tahan terhadap suhu ekstrem, tidak cepat membusuk, memiliki warna
atau bentuk berbeda, tahan terhadap hama, dan kuantitas dan kualitas yang
lebih tinggi. Namun, ada juga hewan ternak dan ikan yang dilakukan proses
transgenik. Proses transgenik pada ikan dan hewan ternak adalah dengan
memasukkan DNA rekombinan yang telah dikendalikan ke dalam genom,
sehingga efek DNA yang dimasukkan ini dapat diturunkan kepada anaknya.

GAMBAR TRANSGENIK
Sejarah

Daun kacang non-transgenik (atas) dan transgenik yang tahan serangan hama (bawah).

Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan
sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia.[6] Secara
konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan
persilangan tanaman.[7] Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil
yang didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak.[7] Contoh
hasil pemuliaan tanaman konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat
dengan tetuanya, yaitu durian liar.[3] Hal ini dikarenakan manusia telah menyilangkan atau
mengawinkan durian liar dengan varietas lain untuk mendapatkan durian dengan sifat unggul
seperti durian montong.[3]

Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri
Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya ke
dalam tanaman.[6] Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang
disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh manusia.[6][8]
Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan
peningkatan tanaman terus dilakukan manusia.[9] Tanaman transgenik pertama yang berhasil
diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai.[9] Keduanya diluncurkan pertama kali
di Amerika Serikat pada tahun 1996.[9] Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektare tanah
pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia
merupakan kedelai transgenik.[7]
Pembuatan tanaman transgenik
Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau
pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).[2] Gen yang
diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri.[10] Setelah gen
yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah
kloning gen.[11] Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor
kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer
gen).[12] Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat
diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut.[12] Apabila gen yang
diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen
asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah
bagian daun.[11] Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens,
dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik).[11][13]

Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil.[11] Metode ini sering


digunakan pada spesies jagung dan padi.[11] Untuk melakukannya, digunakan senjata
yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman.
[11]
Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel
tanaman.[11] Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman,
meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.[11]

Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens.[14]


Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena
memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.[14]
Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk
menyebabkan penyakit tanaman tertentu.[14] Gen asing yang ingin dimasukkan ke
dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti.[14] Selanjutnya, A. tumefaciens
secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom
(DNA) tanaman.[14] Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-
sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.[14]

Metode elektroporasi.[13] Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan
menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas
(sel yang kehilangan dinding sel).[13] Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan
voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing
dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman.
[13]
Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.[13]

Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang
berhasil disisipi gen asing.[9] Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang
belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas.[9] Apabila telah terbentuk
tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman
dapat diamati.[9]
Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di
bawah ini.

Jenis Sifat yang telah


Modifikasi Foto
tanaman dimodifikasi

Gen dari tumbuhan narsis,


Mengandung provitamin A
jagung, dan bakteri Erwinia
Padi (beta-karotena) dalam
disisipkan pada kromosom padi.
jumlah tinggi.[15] [15]

Jagung, Gen toksin Bt dari bakteri


Tahan (resisten) terhadap
kapas, Bacillus thuringiensis ditransfer
hama.[16]
kentang ke dalam tanaman.[15][16]
Gen untuk mengatur pertahanan
pada cuaca dingin dari tanaman
Tahan terhadap cuaca
Tembakau Arabidopsis thaliana atau dari
dingin.[15]
sianobakteri (Anacyctis nidulans)
dimasukkan ke tembakau.[15]

Gen khusus yang disebut


antisenescens ditransfer ke dalam
tomat untuk menghambat enzim
Proses pelunakan tomat
poligalakturonase (enzim yang
diperlambat sehingga
mempercepat kerusakan dinding
Tomat tomat dapat disimpan lebih
sel tomat).[16] Selain
lama dan tidak cepat
menggunakan gen dari bakteri E.
busuk.[17]
coli, tomat transgenik juga dibuat
dengan memodifikasi gen yang
telah dimiliknya secara alami.[17]
Mengandung asam oleat
tinggi dan tahan terhadap Gen resisten herbisida dari bakteri
herbisida glifosat.[15][18] Agrobacterium galur CP4
Dengan demikian, ketika dimasukkan ke kedelai dan juga
Kedelai
disemprot dengan digunakan teknologi molekular
herbisida tersebut, hanya untuk meningkatkan
gulma di sekitar kedelai pembentukan asam oleat.[15][18]
yang akan mati.
Gen dari selubung virus tertentu
Tahan terhadap penyakit
ditransfer ke dalam ubi jalar dan
Ubi jalar tanaman yang disebabkan
dibantu dengan teknologi
virus.[19]
peredaman gen.[19]
Menghasilkan minyak
kanola yang mengandung
asam laurat tinggi
sehingga lebih Gen FatB dari Umbellularia
menguntungkan untuk californica ditransfer ke dalam
Kanola kesehatan dan secara tanaman kanola untuk
ekonomi.[20] Selain itu, meningkatkan kandungan asam
kanola transgenik yang laurat.[20]
disisipi gen penyandi
vitamin E juga telah
ditemukan.[16]
Resisten terhadap virus
Gen yang menyandikan selubung
tertentu, contohnya
Pepaya virus PRSV ditransfer ke dalam
Papaya ringspot virus
tanaman pepaya.[21]
(PRSV).[21]
Gen baru dari bakteriofag T3
diambil untuk mengurangi
Melon Buah tidak cepat busuk.[22] pembentukan hormon etilen
(hormon yang berperan dalam
pematangan buah) di melon.[22]

Gen dari bakteri Agrobacterium


galur CP4 dan cendawan
Tahan terhadap herbisida
Bit gula Streptomyces viridochromogenes
glifosat dan glufosinat.[23]
ditransfer ke dalam tanaman bit
gula.[23]

Resisten terhadap infeksi


Prem Gen selubung virus cacar prem
virus cacar prem (plum
(plum) ditransfer ke tanaman prem.[24]
pox virus).[24]

Gen penyandi enzim kitinase


Resisten terhadap penyakit
(pemecah dinding sel cendawan)
Gandum hawar yang disebabkan
dari jelai (barley) ditransfer ke
cendawan Fusarium.[25]
tanaman gandum.[25]

Aplikasi tanaman transgenik


Aplikasi yang telah dikembangkan

Beberapa tanaman transgenik telah diaplikasikan untuk menghasilkan tiga macam sifat
unggul, yaitu tahan hama, tahan herbisida, dan buah yang dihasilkan tidak mudah busuk.[26][27]
Tanaman jagung dan kapas transgenik dengan sifat tahan hama telah diproduksi secara
massal dan dipasarkan di dunia.[27] Gen asing yang banyak digunakan untuk sifat resistensi
hama ini adalah gen penyandi toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis.[26] Sejak tahun
1996, Monsanto, salah satu perusahaan multinasional di bidang bioteknologi, telah menjual
benih kapas transgenik dengan merek dagang "Bollgard".[28] Selain itu, tanaman kedelai dan
kanola tahan herbisida juga telah dijual ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan
merek "Roundup Ready".[29]

Tanaman tomat transgenik dengan sifat pematangan buah diperlambat pernah diproduksi oleh
Calgene pada tahun 1994 dan dipasarkan di Amerika Serikat dengan merek "Flavr Savr".[30]
Biasanya, tanaman tomat alami dipanen dalam keadaan masih hijau dan belum matang
kemudian disemprot dengan gas etilen untuk membuat buah matang dan berwarna merah.[30]
Namun, rasa tomat yang dihasilkan umumnya kurang terasa.[30] Tujuan pembuatan tomat
transgenik tersebut adalah untuk memperpanjang masa simpan dan menghindari pembusukan
buah selama transportasi dari lahan penanaman ke tempat penjualan.[31] Namun, penjualan
Flavr Savr ditarik dalam waktu kurang dari setahun karena alasan kesehatan dan
penjualannya mengalami kerugian.[30] Produk tersebut tidak banyak terjual karena harganya
dua kali lipat dari tomat biasa namun rasa yang dihasilkan sama.[30]
Aplikasi yang sedang dikembangkan

Dalam tahap penelitian, tanaman transgenik sedang diaplikasikan untuk menghasilkan


senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan manusia, seperti vitamin A dan vaksin.[26] Untuk
produksi vaksin yang dapat dimakan (edible vaccine), contoh tanaman yang sedang
dikembangkan adalah pisang, kentang, dan tomat.[32] Salah satu tanaman transgenik yang
sudah diteliti sejak tahun 1980 untuk mengurangi jumlah penderita defisiensi (kekurangan)
vitamin A adalah padi emas.[33] Aplikasi lain yang sedang dikembangkan adalah penggunaan
tanaman untuk membersihkan polusi tanah dari senyawa beracun (seperti arsen) dan logam
berat (contohnya merkuri).[34] Gen asing dari bakteri ditransfer ke dalam tembakau dan
Arabidopsis sehingga kedua tanaman tersebut dapat menarik merkuri dalam tanah dan
mengubahnya menjadi senyawa yang mudah menguap serta tidak berbahaya.[34]

Tanaman Arabidopsis juga dikembangkan untuk memproduksi poli(3-hidroksibutirat) atau


PHB, suatu bahan pembentuk plastik yang mudah diurai (biodegradable).[35] Sebagian besar
plastik yang ada dibuat dari sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, salah satunya adalah
minyak bumi.[26] Untuk mengurangi penggunaan sumber daya tersebut, digunakan PHB yang
dihasilkan oleh bakteri, seperti Alcaligenes eutrophus.[35] Empat pen pembentuk PHB dari
bakteri tersebut telah ditransfer ke Arabidopsis sehingga tanaman tersebut dapat
menghasilkan PHB.[26] Penelitian tentang PHB dari tumbuhan masih dalam tahap
pengembangan sebelum diproduksi massal.[35]

Kontroversi

Kampanye penolakan jagung Bt di Kenya, Afrika.

Perkembangan tanaman transgenik dapat diterima dengan baik oleh Amerika Serikat,
Argentina, Cina, dan Kanada.[36] Namun, banyak negara Eropa yang menolak tanaman
transgenik karena kekhawatiran terhadap potensi gangguan kesehatan konsumen dan
kerusakan lingkungan.[36]

Pengaruh pada kesehatan manusia


Sikap kontra terhadap produk tanaman transgenik umumnya berasal dari organisasi non-
pemerintah/LSM, seperti Greenpeace dan Friends of the Earth Internasional.[37] Dari segi
kesehatan, tanaman ini dianggap dapat menjadi alergen (senyawa yang menimbulkan alergi)
baru bagi manusia.[5] Untuk menanggapi hal tersebut, para peneliti menyatakan bahwa
sebelum suatu tanaman transgenik diproduksi secara massal, akan melakukan berbagai
pengujian potensi alergi dan toksisitas untuk menjamin agar produk tanaman tersebut aman
untuk dikonsumsi.[4] Apabila berpotensi menyebabkan alergi, maka tanaman transgenik
tersebut tidak akan dikembangkan lebih lanjut.[38] Kekhawatiran lain yang timbul di
masyarakat adalah kemungkinan gen asing pada tanaman transgenik dapat berpindah ke
tubuh manusia apabila dikonsumsi.[38] Pendapat tersebut dinilai berlebihan oleh para ilmuwan
karena makanan yang berasal dari tanaman transgenik akan terurai menjadi unsur-unsur yang
dapat diserap tubuh sehingga tidak akan ada gen aktif.[38] Untuk memberikan kebebasan
kepada masyarakat dalam memilih produk transgenik atau produk alami, berbagai negara,
khususnya negara-negara Eropa, telah melakukan pemberian label terhadap produk
transgenik.[39][40] Pelabelan tersebut juga bertujuan untuk memberikan informasi kepada
konsumen sebelum mengonsumsi hasil tanaman transgenik.[39] Dan dapat menimbulkan
tumor, hasil ini telah di tes oleh seorang ilmuwan terhadap tikus yang diberi makan jagung
transgenik selama beberapa waktu mengalami tumor di ginjal dan hatinya.[41] Namun
penelitian yang dilakukan Gilles-ric Sralini ini memiliki kontroversi.[42]

Pengaruh pada lingkungan (ekologis)

Peta penerimaan produk transgenik di dunia.

Penolakan terhadap budidaya tanaman transgenik muncul karena dianggap berpotensi


mengganggu keseimbangan ekosistem. Salah satunya adalah terbentuknya hama atau gulma
super (yang lebih kuat atau resisten) di lingkungan.[5] Kekhawatiran ini terlihat jelas pada
perdebatan mengenai jagung Bt yang memiliki racun Bt untuk membunuh hama lepidoptera
berupa ngengat dan kupu-kupu tertentu.[43] Ada kemungkinan hama yang ingin dibunuh dapat
beradaptasi dengan tanaman tersebut dan menjadi hama yang lebih tahan atau resisten
terhadap racun Bt.[5] Selain itu, kupu-kupu Monarch, yang bukan merupakan hama jagung,
ikut terkena dampak berupa peningkatan kematian akibat memakan daun tumbuhan perdu
(Asclepias) yang terkena serbuk sari dari jagung Bt.[4] Penelitian mengenai kupu-kupu
Monarch tersebut dapat disanggah oleh studi lainnya yang menyatakan bahwa kupu-kupu
tersebut mati karena habitatnya dirusak dan hal ini tidak berhubungan sama sekali dengan
jagung Bt.[3] Di sisi lain, penggunaan tanaman transgenik seperti jagung Bt telah menurunkan
penggunaan pestisida secara signifikan sehingga mengurangi pencemaran kimia ke
lingkungan.[4] Selain itu, petani juga merasakan dampak ekonomis dengan penghematan biaya
pembelian pestisida.[4]
Kontroversi lain yang berkaitan dengan isu ekologi adalah timbulnya perpindahan gen secara
tidak terkendali dari tanaman transgenik ke tanaman lain di alam melalui penyerbukan
(polinasi).[38] Serbuk sari dari tanaman transgenik dapat terbawa angin dan hewan hingga
menyerbuki tanaman lain.[38] Akibatnya, dapat terbentuk tumbuhan baru dengan sifat yang
tidak diharapkan dan berpotensi merugikan lingkungan.[38] Sebagai tindakan pencegahan,
beberapa tanaman yang disisipi gen untuk mempercepat pertumbuhan dan reproduksi
tanaman, seperti: alfalfa (Medicago sativa), kanola, bunga matahari, dan padi, disarankan
untuk dibudidayakan pada daerah tertutup (terisolasi) atau dibatasi dengan daerah
penghalang.[4][5] Hal itu dilakukan untuk menekan perpindahan serbuk sari ke tanaman lain,
terlebih gulma.[4] Apabila gulma memiliki gen tersebut maka pertumbuhannya akan semakin
tidak terkendali dan dengan cepat dapat merusak berbagai daerah pertanian di sekitarnya.[4]
Hingga sekarang belum terdapat petunjuk bahwa transfer horizontal ini telah menyebabkan
munculnya "gulma super", meskipun telah diketahui terjadi transfer horizontal.

Pengaruh etika dan agama

Demo menentang jagung transgenik di Perancis pada tahun 2004.

Dari segi etika, pihak yang kontra dengan tanaman transgenik menganggap bahwa rekayasa
atau manipulasi genetik tanaman merupakan tindakan yang tidak menghormati penciptaan
Tuhan.[44] Perubahan sifat tanaman dengan penambahan gen asing juga dianggap sebagai
tindakan "bermain sebagai Tuhan" karena mengubah makhluk yang telah diciptakan-Nya.[45]
Pemikiran teologis Katolik memandang bahwa manipulasi atau rekayasa genetik merupakan
suatu kemungkinan yang disediakan oleh Tuhan karena tanaman diberikan kepada manusia
untuk dipelihara dan dimanfaatkan.[44] Dalam sudut pandang agama tersebut, modifikasi
genetika tanaman tidak berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, namun kelestarian alam
juga harus diperhatikan karena merupakan tanggung jawab manusia.[46] Dalam menanggapi
isu tentang tanaman transgenik, Dewan Yuriprudensi Islam dan Badan Sertifikasi Makanan
Islam di Amerika (IFANCA) menyatakan bahwa makanan dari tanaman transgenik yang ada
telah dikembangkan bersifat halal dan dapat dikonsumsi oleh umat Islam.[47] Untuk tanaman
yang disisipi gen dari binatang haram, produk tanaman transgenik tersebut akan disebut
Masbuh, yang berarti masih diragukan (belum diketahui) status halal atau haramnya.[47]
Sertifikasi makanan yang telah dikeluarkan oleh IFANCA juga diakui dan diterima oleh
Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Ulama Islam Singapura (MUIS), Liga Muslim
Dunia, Arab Saudi, dan pemerintah Malaysia.[47]
Pihak yang mendukung tanaman transgenik menganggap bahwa transfer gen dari suatu
makhluk hidup ke makhluk lainnya merupakan hal yang alamiah dan biasa terjadi di alam
sejak pertama kali berlangsungnya kehidupan.[3] Mereka juga berargumen bahwa persilangan
berbagai jenis padi yang dilakukan untuk mendapatkan padi dengan sifat unggul telah
dilakukan para petani sejak dahulu.[3] Perkawinan berbagai varietas padi tanpa disadari telah
mencampur gen-gen yang ada di tanaman tersebut.[3] Para ilmuwan hanya mempercepat
proses transfer gen tersebut secara sengaja dan sistematis.[3]

Pengaruh terhadap ekonomi global

Riset dan pengembangan tanaman transgenik membutuhkan biaya yang besar dan umumnya
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah di negara maju.[5] Untuk
mengembalikan biaya investasi perusahaan dan melindungi produk hasil investasinya,
tanaman transgenik yang telah diproduksi akan dipatenkan.[48] Di dalam salah satu laporan
kerja Komisi Eropa, disebutkan bahwa pemberlakuan paten pada produk transgenik dapat
mengakibatkan petani kehilangan kemampuan memproduksi benih secara mandiri dan harus
membeli pada produsen dari negara maju.[49] Ketergantungan para petani terhadap produsen
juga semakin meningkat dengan ditemukannya teknologi "gen bunuh diri".[5] Sebagian
tanaman transgenik disisipi "gen bunuh diri" yang menyebabkan tanaman hanya bisa ditanam
satu kali dan biji keturunan selanjutnya bersifat mandul (tidak dapat berkembang biak).[48] Hal
ini akan menyebabkan terjadinya arus modal dari negara berkembang ke negara maju untuk
pembelian bibit transgenik setiap kali akan melakukan penanaman.[5] Para petani di negara-
negara dunia ketiga khawatir bila harga benih akan menjadi mahal karena pemberlakuan
paten dan mekanisme "gen bunuh diri" yang dilakukan oleh produsen benih.[48] Jika petani
tersebut tidak mampu membeli benih transgenik maka kesenjangan ekonomi antara negara
penghasil tanaman transgenik dan negara berkembang sebagai konsumen akan semakin
melebar.[5] Salah satu usaha mencegah terjadinya kesenjangan tersebut pernah dilakukan oleh
Yayasan Rockefeller.[48] Yayasan yang berpusat di Amerika Serikat tersebut telah menjual
benih transgenik dengan harga yang lebih murah kepada negara-negara miskin.[48]

Di beberapa negara bagian Brasil, pelarangan tanaman transgenik telah mengakibatkan


terjadinya penyelundupan benih transgenik oleh para petani di negara tersebut.[48][50] Mereka
takut akan menderita kerugian ekonomi apabila tidak mampu bersaing di pasar global dengan
negara pengekspor serealia lainnya.[48]

Tanaman transgenik di Indonesia


Pertanian di Indonesia belum menghasilkan tanaman transgenik sendiri.

Pada tahun 1999, Indonesia pernah melakukan uji coba penanaman kapas transgenik di
Sulawesi Selatan.[51] Uji coba itu dilakukan oleh PT Monagro Kimia dengan memanfaatkan
benih kapas transgenik Bt dari Monsanto.[51] Hal itu mendatangkan banyak protes dari
berbagai LSM sehingga pada bulan September 2000, areal kebun kapas transgenik seluas
10.000 ha gagal dibuka.[51] Pada tahun yang sama, kampanye penerimaan kapas transgenik
diluncurkan dengan melibatkan petani kapas dan ahli dalam dan luar negeri.[51] Kasus tersebut
berlangsung dengan pelik hingga pada Desember 2003, pemerintah Indonesia menghentikan
komersialisasi kapas transgenik.[51] Suatu studi kelayakan finansial terhadap kapas transgenik
sempat dilakukan pada tahun 2001 di tiga kabupaten di Sulawesi Selatan, yaitu Bulukumba,
Bantaeng, dan Gowa.[52] Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa budidaya kapas transgenik
lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan kapas nontransgenik.[52]

Pada tahun 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang) telah
menargetkan Indonesia untuk memiliki padi dan jagung transgenik pada tahun 2010 sehingga
tidak perlu lagi melakukan impor beras dan jagung.[53] Menurut Dr. Ir. Sutrisno, Kepala Balai
Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Indonesia
telah melakukan penelitian di bidang rekayasa genetika tanaman yang seimbang bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.[53] Namun, dalam hal komersialisasi
produk transgenik tersebut, Indonesia dinilai agak tertinggal.[53] Melalui BB-Biogen, berbagai
riset tanaman transgenik yang meliputi padi, kedelai, pepaya, kentang, ubi jalar, dan tomat,
masih terus dilakukan oleh Indonesia.[53][54] Pada tahun 2010, sebanyak 50% dari kedelai
impor yang digunakan di Indonesia merupakan produk transgenik yang di antaranya
didatangkan dari Amerika Serikat.[55][56] Hal ini menyebabkan sebagian besar produk olahan
kedelai, seperi tahu, tempe, dan susu kedelai telah terbuat dari tanaman transgenik.[56]

Untuk mengatur keamanan pangan dan hayati produk rekayasa genetika seperti tanaman
transgenik, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan
Menteri Negara Pangan dan Hortikultura telah mengeluarkan keputusan bersama pada tahun
1999.[16] Keputusan tentang "Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian
Hasil Rekayasa Genetika Tanaman" No.998.I/Kpts/OT.210/9/99; 790.a/Kptrs-IX/1999;
1145A/MENKES/SKB/IX/199; 015A/Nmeneg PHOR/09/1999 tersebut mengatur dan
mengawasi keamanan hayati dan pangan. Di dalamnya juga diatur pemanfaatan produk
tanaman transgenik agar tidak merugikan, mengganggu, dan membahayakan kesehatan
manusia, keanekaragaman hayati, dan lingkungan.[16]

Deteksi tanaman transgenik


Untuk mendeteksi dan membedakan tanaman transgenik dengan tanaman alamiah lainnya,
telah dikembangkan beberapa teknik dan perangkat uji.[57] Salah satu uji kualitatif yang cepat
dan sederhana adalah strip aliran-lateral (semacam tongkat ukur).[58] Benih tanaman yang
Mesin untuk reaksi berantai polimerase (PCR).
akan diuji dihancurkan terlebih dahulu kemudian strip tersebut dicelupkan ke dalamnya.[57]
Apabila dalam waktu 5-10 menit muncul dua garis pada strip maka sampel tersebut positif
merupakan tanaman transgenik, sedangkan bila hanya satu pita yang didapat maka hasil yang
diperoleh adalah negatif.[57][58] Teknik ini berdasarkan pada deteksi keberadaan protein atau
antibodi spesifik dari tanaman transgenik.[57]
Uji lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi tanaman transgenik adalah reaksi berantai
polimerase (PCR) dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay).[57] Uji PCR merupakan
salah satu metode diagnostik molekular yang mendeteksi DNA atau gen pada tanaman
transgenik secara langsung.[57] Sementara itu, ELISA dan strip aliran-lateral merupakan
metode imunodiagnostik (metode diagnostik menggunakan prinsip reaksi antigen-antibodi)
yang mendeteksi protein hasil ekspresi gen pada tanaman transgenik.

VIDIO

Anda mungkin juga menyukai