ENDOKRINOLOGI
ENDOKRINOLOGI
Kelahiran Prematur
Disusun oleh :
Nama : Sulastri
NIM : 153112620120044
FAKULTAS BIOLOGI
JAKARTA
2017
KELAHIRAN PREMATUR
Kelahiran prematur adalah kelahiran yang terjadi pada tiga minggu atau lebih
sebelum waktu kelahiran normal. Pada kondisi normal, kelahiran akan terjadi setelah
kandungan berusia 40 minggu. Kelahiran prematurus adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20 -37 minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir) dengan berat janin kurang dari 2500 gram . Persalinan
prematur merupakan hal yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian
perinatal sebesar 65%-75%.Persalinan prematurisasi merupakan masalah yang
besar karena dengan berat janin kurang dari 2500 gram dan umur kurang dari 30
minggu, maka alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna, sehingga
bayi akan mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang
dengan baik.
IV. Patofisiologi
Persalinan prematur dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau
minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan vagina
pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I
lebih dai 3 kali. Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali
uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar
atau memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada
trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan prematur sebelumnya, operasi
abdominal pada kehamilan prematur, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Berdasarkan beberapa faktor risiko kelahiran prematur, hal itu akan menyebakan
gangguan sirkulasi utero plasenta. Akibatnya, akan terjadi insufisiensi plasenta, yang
menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke janin tidak adekuat. Hal ini lama-
kelamaan akan menyebabkan gangguan pertumbuhan intra uteri dan menyebabkan
kelahiran prematur. Neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan perkembangan
tidak dapat menghasilkan kalori melalui peningkatan metabolisme. Hal ini
disebabkan karena respon menggigil bayi tidak ada atau kurang, sehingga tidak
dapat menambah aktivitas.
Sumber utama kalori bila ada stress dingin atau suhu lingkungan rendah adalah
thermogenesis nonshiver. Sebagai respon terhadap rangsangan dingin, tubuh bayi
akan mengeluarkan norepinefrin yang menstimulus metabolisme lemak dari
cadangan lemak coklat untuk menghasilkan kalori yang kemudian dibawa oleh darah
ke jaringan. Stres dingin dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme asidosis dan
hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon terhadap stre dingin akan
meningkatkan kebutuhan kalori dan oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat
memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen berkurang (hipoksia) dan keadaan ini akan
menjadi lebih buruk karena volume paru menurun akibat berkurangnya oksigen
darah dan kelainan paru (paru yang imatur). Keadaan ini dapat sedikit tertolong oleh
haemoglobin fetal (HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih banyak sehingga bayi
dapat bertahan lebih lama pada kondisi tekanan oksigen yang kurang.
Cara utama untuk mengurangi risiko kelahiran prematur dapat dilakukan sejak
awal, sebelum tanda-tanda persalinan muncul.Dimulai dengan pengenalan pasien
yang berisiko, untuk diberi penjelasan dan dilakukan penilaian klinik terhadap
persalinan preterm serta pengenalan kontraksi sedini mungkin, sehingga tindakan
pencegahan dapat segera dilakukan.
Beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan terjadinya persalinan preterm,
sebagai berikut.
1) Indikator Klinik
Indikatro klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi dan pemendekan
serviks (secara manual maupun ultrasonogafi).Terjadinya ketuban pecah dini juga
meramalkan akan terjadinya persalinan preterm.
2) Indikator laboratorik
Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah : jumlah leukosit
dalam air ketuban (20/ ml atau lebih), pemeriksaan CRP (> 0,7 mg/ml), dan
pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (> 13.000/ml).
3) Indikator Biokimia
Fibronektin Janin : Peningkatan kadar fribronektin janin pada vagina, serviks, dan
air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada hubungan antara korion
dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau lebih, kadar fibronektin janin 50
ng/ml atau lebih mengindikasikan resiko persalinan preterm.
Corticotropin releasing hormone (CRH) : peningkatan CRH dini atau pada
trimester dua merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm.
Sitokin Inflamasi : seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNF- telah diteliti sebagai
mediator yang mungkin berperan dalam sintesis protaglandin.
Isoferitin plasenta : pada keadaan normal (tidak hamil) kadar insoferitin sebesar
10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama kehamilan dan mencapai
puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 53 U/ml. Penurunan kadar dalam serum
akan berisiko terjadinya persalinan preterm.
Feritin : rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan
kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan
reaksi fase akut termasuk kondisi inflamasi. Beberapa peneliti menyatakan ada
hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian penyakit kehamilan,
termasuk persalinan preterm.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah persalinan preterm antara
lain sebagai berikut :
Hindari kehamilan pada ibu terlalumuda (kurang dari 17 tahun).
Hindarai jarak kehamilan terlalu dekat.
Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan
antenatal yang baik.
Anjurkan tidak merokok maupun mengonsumsi obat terlarang (narkotik).
Hindari kerja berat dan perlu cukup beristirahat
Obati penyakit yang dapat menyebabkan kelahiran prematur.
Kenali dan obati infeksi genital/saluran kencing.
Deteksi dan pengamanan faktor resiko terhadap kelahiran prematur.
1. Tokolisis
Pemberian tokolisis masih perlu dipertimbangkan bila dijumpai kontraksi uterus yang
regular dengan perubahan serviks.
Alasan pemberian tokolisis pada persalinan preterm adalah :
Mencegah mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur.
Memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulir surfaktan
paru janin.
Memberi kesempatan transfer intrauterine pada fasilitas yang lebih lengkap.
2. Kortikosteroid
Pemberian terapi kortekostroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan insidensi RDS, mencegah perdarahan intraventrikular, yang
akhirnya menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana
usia kehamilan > 35 minggu.
Obat yang diberikan adalah : deksametason atau betametason. Pemberian steroid
ini tidak diulang karena risiko terjadinya pertumbuhan janin terhambat. Pemberian
siklus tunggal kortikosteroid adalah :
Betametason : 2x12 mg i.m, dengan jarak pemberian 24 jam.
Deksametason : 4x6 mg i.m, dengan jarak pemberian 12 jam.
3. Antibiotika
Antiiotika iberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi seperti
pada kasus KDP. Obat diberikan per oral, yang di anjurkanadalah : erotrominin
3x500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lain adalah ampisilin 3x500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf.
DAFTAR PUSTAKA
https://solider.or.id/2014/10/24/bayi-lahir-prematur-dan-dampaknya-terhadap-
kedisabilitasan. Diakses 12 mei 2017
https://www.academia.edu/8748349/A._KONSEP_DASAR_BAYI_PREMATUR.
Diakses 13 mei 2017
https://www.academia.edu/10461038/JURNAL_PERSALINAN_PREMATUR.Diakses
13 mei 2017
https://www.academia.edu/11958456/PENATALAKSANAAN_PERSALINAN_PRETE
RM. Diakses 15 mei 2017