PENDAHULUAN
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis
plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum,
plasmodium vivax, plasmodium oval, dan plasmodium malaria. Parasit-parasit
tersebut ditularkan pada manusia melalui gigitan seekor nyamuk dari genus
anopheles. Gejala yang ditimbulkan antara lain adalah demam, anemia, panas
dingin, dan keringat dingin. Untuk mendiagnosa seseorang menderita malaria
adalah dengan memeriksa ada tidaknya plasmodium pada sampel darah. Namun
yang seringkali ditemui dalam kasus penyakit malaria adalah plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
Anak-anak pada semua umur yang hidup di daerah non endemis malaria
memiliki kemungkinan sama besarnya untuk terkena malaria. Di daerah endemis,
anak yang berusia <5 tahun seringkali mengalami malaria berulang. Sisanya
mendapatkan imunitas parsial. Pada anak yang lebih dewasa seringkali terjadi
parasitemia yang asimtomatik. Kebanyakan kematian yang disebabkan oleh
malaria terjadi pada anak-anak yang berusia <5 tahun.
2.3 Etiologi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan
alamiah
1. Penularan secara alamiah, melalui gigitan nyamuk Anopheles
Pada umumnya sumber infeksi malaria pada manusia adalah manusia lain
yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
Pada malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer seperti sel dalam
sistem retikuloendotelial terlibat dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati
menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis
terjadi infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat
sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan infiltrasi sel
mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran hati di daerah tropis.
Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok.
Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada
malaria serebral, otak berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai
edema dan hipermesi. Perdarahan berbentuk ptekie tersebar pada substansi putih
otak dan dapat menyebar sampai ke sumsum tulang belakang. Pada pemeriksaan
mikroskopis, sebagian besar dari pembuluh darah kecil dan menengah dapat terisi
eritrosit yang telah mengandung parasit dan dapat dijumpai bekuan febrin, dan
terdapat reaksi seluler pada ruang perivaskular yang luas. Terserangnya pembuluh
darah oleh malaria tidak saja terbatas pada otak tetapi juga dapat dijumpai pada
jantung atau saluran cerna atau di tempat lain di tubuh, yang berakibat pada
berbagai manifestasi klinis.
Pada ginjal selain terjadi perwarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai
salah satu atau dua proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan/atau
membranoproliverative glomerulonephritis. Nekrosis tubulus akut dapat terjadi
bersama dengan hemolisis masif atau hemoglobinuria pada black water fever
tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolisis, akibat berkurangnya aliran darah karena
hipovolemia dan hiperviskositas darah. Plasmodium falciparum menyebabkan
nefritis sedangkan Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik
dan sindroma nefrotik.
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar
dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya
di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
12
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri
atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang
diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas demam. Sebelum demam pasien
biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau muntah.
Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium
atau jenis Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), maka
serangan demam terus menerus (tanpa interval), sedangkan pada penjamu yang
imun gejala klinisnya minimal.
Periode paroksisme biasanya terdiri dari tiga stadium yang berurutan yakni
stadium dingin (cold stage), stadium demam (hot stage) dan stadium berkeringat
(sweating stage). Paroksisme ini biasanya jelas terlihat pada orang dewasa namun
jarang dijumpai pada usia muda. Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium
dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang. Serangan demam yang pertama
didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Masa inkubasi bervariasi antara 9-30 hari
tergantung pada spesies parasit, paling pendek pada Plasmodium falciparum dan
paling panjang pada Plasmodium malariae. Masa inkubasi ini juga tergantung
pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya, dan derajat
imunitas penjamu. Pada malaria akibat transfusi darah, masa inkubasi
Plasmodium falciparum adalah 10 hari, Plasmodium vivax 16 hari dan
Plasmodium malariae 40 hari atau lebih setelah transfusi. Masa inkubasi pada
penularan secara alamiah bagi masing-masing spesies parasit, untuk Plasmodium
fakciparum 12 hari, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale 13-17 hari, dan
Plasmodium malariae 28-30 hari. Setelah lewat masa inkubasi, pada anak besar
dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium yaitu:
1. Stadium Dingin
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat
dingin. Gigi gemeretak dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala
macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi cepat tapi lemah, bibir dan jari-
jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah dan pada
anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2. Stadium Demam
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah,
kemudian suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah
normal. Gejala tersebut di atas tidak selalu sama pada setiap pasien, tergantung
pada spesies parasit, berat infeksi dan usia pasien. Gejala klinis yang berat
biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh adanya kecenderungan
parasit (bentuk tropozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah
organ tubuh tertentu seperti otak, hati, dan ginjal, sehingga menyebabkan
tersumbatnya pembuluh darah organ-organ tubuh tersebut. Gejala mungkin berupa
koma, kejang sampai gangguan fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan
oleh malaria jenis ini. Black water fever yang merupakan komplikasi berat, adalah
munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin berwarna tua
atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna
seperti empedu. Black water fever biasnya dijumpai pada mereka yang menderita
infeksi Plasmodium falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.
Pada daerah hiper atau holoendemik, kontrol malaria tidak efektif sehingga
serangan malaria akut sering terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, secara
bertahap menginduksi imunitas secara aktif. Pada anak besar yang sudah
mendapat imunitas, maka gejala klinisnya menjadi lebih ringan. Infeksi akut dapat
terjadi pada anak besar yang mendapat kemoprofilaksis yang tidak sempurna atau
lupa minum obat pada saat masuk ke endemis malaria. Pada daerah hipoendemik
malaria, semua usia dapat terserang malaria.
Anak pada mulanya menjadi letargik, mengantuk atau gelisah, anoreksia
pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala dan mual. Demam selalu dijumpai
tetapi bervariasi. Muntah, nyeri perut dan diare agak jarang dijumpai. Pembesaran
hati sering dijumpai pada anak. Pada serangan akut, pembesaran hati biasanya
terjadi pada awal perjalanan penyakit (pada akhir minggu pertama) dan lebih
sering terjadi daripada pembesaran limpa.
A. Malaria Serebral
B. Anemia
Derajat anemia tergantung dari derajat dan lama parasitemia terjadi. Pada
beberapa pasien, serangan malaria berulang yang tidak diobati secara adekuat
akan menyebabkan anemia normokrom sebagai akibat perdarahan eritropoietik di
dalam sumsum tulang. Walaupun parasitemia tidak berat, di dalam darah perifer
sudah tampak sel leukosit monosit berpigmen. Anemia dapat pula terjadi akibat
penghancuran eritosit yang mengandung parasit. Anemia turut berperan dalam (1)
gejala serebral yaitu bingung, gelisah, koma dan perdarahan retina, (2) gejala
kardiopulmonal yaitu irama derap, gagal jantung, hepatomegali dan edema paru.
D. Hipoglikemia Berat
Hipoglikemia dapat terjaid pada malaria berat, terutama pada anak kecil
(dibawah 3 tahun) dengan gejala kejang, hiperparasitemia, penurunan kesadaran
atau dengan gejala yang lebih ringan seperti berkeringat, kulit teraba dingin dan
lembab, serta napas yang tidak teratur. Hipoglikemia berhubungan dengan
hiperinsulinemia yang diinduksi oleh malaria dan kina. Hipoglikemia pada anak
adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun menjadi 40 mg/dl atau lebih
rendah.
E. Gagal Ginjal
Gagal ginjal jarang terdapat pada anak dengan malaria. Kadar ureum
sedikit meningkat kira-kira 10% pada anak lebih dari 5 tahun, seringkali gagal
ginjal disebabkan oleh dehidrasi yang tidak diobati adekuat.
Pada kasus malaria serebral dapat dijumpai anemia berat dan parasitemia
berat. Frekuensi nafas meningkat dan dijumpai krepitasi serta ronki yang
menyebar. Gejala edema paru seringkali timbul beberapa hari setelah pemberian
obat antimalaria, pada umumnya terjadi bersamaan dengan hiperparasitemia,
gagal ginjal, hipoglikemia dan asidosis. Sebagai akibat edema paru dapat terjadi
hipoksia yang mengakibatkan kejang dan penurunan kesadaran serta kematian.
Malaria algid adalah malaria falciparum yang disertai syok oleh karena
adanya septikemia kuman gram negatif. Penderita dapat jatuh pada keadaan
kolaps dengan tekanan darah sistolik kurang dari 50 mmHg pada posisi berbaring,
kulit teraba dingin, lembab, sianotik, konstriksi vena perifer, denyut nadi lemah
dan cepat. Dehidrasi dengan hipovolemia juga dapat menyebabkan hipotensi
I. Hiperpireksia
Hiperpireksia lebih banyak dijumpai pada anak daripada dewasa dan
seringkali berhubungan dengan kejang, delirium dan koma, maka pada malaria
monitor suhu berkala sangat diajurkan. Hiperpireksia adalah keadaan dimana suhu
tubuh meningkat menjadi 42 derajat C atau lebih dan dapat menyebabkan gejala
sisa neurologik yang menetap.
J. Hemoglobinuria
Hal ini jarang terjadi pada anak. Hampir seluruh kasus ini berhubungan
dengan defisiensi G6PD pada pasien malaria. Pada kasus ini hemolisis akan
berhenti setelah pecahnya eritrosit tua.
K. Ikterus (Bilirubin > 3mg%)
Manifestasi ikterus sering dijumpai pada orang dewasa namun bila
ditemukan pada anak prognosisnya jelek.
L. Hiperparasitemia
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit >5% dan
adanya skizontae sering berhubungan dengan malaria berat.
2.8 Pengobatan
Pengobatan malaria dibagi atas malaria ringan (tanpa komplikasi) dan
malaria berat (disertai komplikasi)
2.8.1 Malaria ringan tanpa komplikasi
Malaria ringan tanpa kompikasi dapat dilakukan pengobatan secara rawat
jalan atau rawat inap sebagai berikut :
1. Klorokuin bisa diberikan total 25 mg/kgBB selama 3 hari, dengan
perincian sebagai berikut : hari pertama 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg
basa), 6 jam kemudian dilanjutkan 10 mg/kgBB (maksimal 600 mg basa)
dan 5 mg/kgBB pada 24 jam (maksimal 300 mg basa). Atau hari I dan II
masing-masing 10 mg/kgBB dan hari IIII 5 mg/kgBB. Pada malaria
tropika ditambahkan primakuin 0,75 mg/kgBB, 1 hari. Pada malaria
tersiana ditambahkan primakuin 0,25 mg/kgBB/hari, 14 hari.
2. Bila dengan pengobatan butir 1 ternyata pada hari ke IV masih demam
atau hari VIII masih dijumpai parasit dalam darah maka diberikan :
a) Kina sulfat 30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, selama 7 hari atau
b) Fansidar atau suldox dengan dasar pirimetamin 1-1,5 mg/kgBB atau
sulfadoksin 20-30 mg/kgBB single dose (usia di atas 6 bulan). Obat
ini tidak digunakan pada malaria tersiana
3. Bila dengan pengobatan butir 2 pada hari IV masih demam atau pada hari
VIII masih dijumpai parasit maka diberikan :
a) Tetrasiklin Hcl 50 mg/kgBB/kali, sehari 4 kali selama 7 hari +
fansidar/suldox bila sebelumnya telah mendapat pengobatan butir 2a,
atau :
b) Tetrasiklin Hcl + kina sulfat bila sebelumnya telah mendapat
pengobatan butir 2b. Dosis Kina dan Fansidar/Suldox sesuai butir 2a
dan 2b (Tetrasiklin diberikan pada umur 8 tahun atau lebih)
Pada saat ini sudah lebih dari 25% provinsi di Indonesia telah terjadi
multiresistensi terhadap obat standard yang cukup tinggi. Oleh karena itu Komisi
Ahli Malaria (KOMLI) menganjurkan strategi baru pengobatan malaria pada
daerah-daerah tersebut dan sesuai dengan rekomendasi WHO untuk secara global
menggunakan obat artemisinin yang dikombinasi dengan obat lain. Pengobatan
tersebut dikenal sebagai Artemisinin based Combination Therapy (ACT).
Derivat artemisinin :
1. Artesunat :
a) Tablet/kapsul 50 mg/200 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 5
hari untuk hari pertama diberi 2 dosis
b) Suntikan im/iv; ampul 60 mg/ampul. Dosis 1,2 mg/kgBB sekali sehari
selama 5 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis
2. Artemether:
a) Tablet/ kapsul 40 mg/50 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari selama 6
hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
b) Suntikan : ampul 80 mg/ampul. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali sehari
selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis
3. Dehidroartemisinin:
Tablet /kapsul 20 mg/ 60 mg/ 80 mg. Dosis 2 mg/kgBB sekali sehari
selama 4 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis
4. Artheeter:
Suntikan 150 mg/ampul, dalam bentuk beta artheether (artenotil). Dosis
pertama 4,8 mg/kgBB, 6 jam kemudian 1,6 mg/kgBB, selanjutnya 1,6
mg/kgBB tiap hari selama 4 hari.
Obat kombinasi yang saat ini tersedia di Indonesia yaitu kombinasi
artesunat + amodiakuin dengan nama dagang Arttesdiaquine atau Artesumoon.
Obat ini tersedia untuk program dan telah diedarkan di 10 provinsi yang terdapat
resistensi tinggi (>25%) terhadap obat klorokuin dan sulfadoksin-pirimetamin.
Dosis arttesdiaquine merupakan ganbungan artesunat 2 mg/kgBB sekali sehari
selama 3 hari, untuk hari pertama diberi 2 dosis dan amodiakuin hari I dan II 10
mg/kgBB dan hari III 5 mg/kgBB. Untuk pemakaian obat golongan artemisinin
harus dibuktikan malaria positif, sedangkan bila hanya klinis malaria digunakan
obat non-ACT.
Pemantauan respon pengobatan sangat penting untuk dapat mendeteksi
pengobatan malaria secara dini berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan
parasitologis. Dikatakan gagal pengobatan bila dijumpai salah satu kriteria
berikut:
1. Kegagalan pengobatan dini, bila:
Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3
Parasitemia hari ke 2 > hari 0
Parasitemia hari ke 3 (> 25% dari hari 0)
Parasitemia hari ke 3 dengan suhu aksila > 37,5 C
2. Kegagalan pengobatan kasep, bila antara hari ke 4-28 dijumpai 1 atau
lebih keadaan berikut :
a) Secara klinis dan parasitologis:
Adanya malaria berat setelah hari ke 3 dan parasitemia, atau
Parasitemia dan suhu aksila >37,5 C pada hari ke 4-28 tanpa ada
kriteria gagal pengobatan dini
b) Secara patologis
Adanya parasitemia pada hari ke 7, 14, 21 dan 28
Suhu aksila <37,5 C tanpa ada kriteria kegagalan pengobatan dini
3. Respon klinis dan parasitologis memadai, apabila pasien sebelumnya tidak
berkembang menjadi kegagalan butir no.1 atau 2 dan tidak ada
parasitemia.
2.8.2 Malaria Berat
Penatalaksanaan malaria berat harus dapat dilakukan diagnosis dan
tindakan secara cepat dan tepat sebagai berikut:
Tindakan umum/perawatan
Pemberian obat anti malaria/transfusi tukar
Pemberian cairan/nutrisi
Penanganan terhadap gangguan fungsi organ
Tindakan perawatan umum pada malaria berat di ruang intensif:
Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, respirasi, kebutuhan cairan dan nutrisi
Hindari trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
Monitoring: suhu tubuh, nadi, tensi tiap 1/2 jam. Awasi ikterus dan
perdarahan
Posisi tidur sesuai kebutuhan
Perhatikan warna dan suhu kulit
Cegah hiperpireksi
Pemberian cairan: oral, sonde, infus
Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohidrat dan garam
Perhatikan kebersihan rambut
Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptik kateterisasi
Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kasa lembab
Perawatan: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan
kepala sedikit rendah, posisi diubah cukup sering, pemberian cairan dan
obat harus hati-hati.
Pemberian obat anti malaria pada malaria berat berbeda dengan malaria
biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat
dan bertahan cukup lama di dalam darah untuk segera menurunkan derajat
parasitemia. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat secara suntikan (IV/per infus,
IM yang berefek cepat dan masih sensitif untuk membunuh parasit malaria).
1. Kina (kina Hcl/kinin antipiria)
Kina merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis
Plasmodium dan efektif sebagai skizontozid maupun gametosid. Dipilih
sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat
terhadap Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan
dapat diberikan cepat per infus atau IM dan cukup aman.
Cara pemberian kina dihidroklorida melalui infus, dosis 10 mg/kgBB/kulit
dilarutkan dalam 100-200 ml infus garam fisiologis atau cairan 2a atau
dextrose 5% dan diberikan selama 4 jam, 3 kali sehari selama pasien
belum sadar (maksimal 3 hari), tetapi apabila pasien telah sadar (walaupun
belum 3 hari) kina dilanjutkan per oral hingga total IV + oral selama 7
hari. Kalau tidak dapat diberikan secara iv, maka dapat diberikan secara im
berupa kina Hcl atau kina antipirin dengan pengenceran 4x lipat pada paha
kiri dan kanan.
2. Kinidin
Kinidin diberikan bila tidak tersedia kina, dengan cara pemberian sama
dengan kina tetapi dosisnya adalah 7,5 mg basa/kgBB/kali
3. Derivat artemisinin
Derivat artemisinin merupakan obat baru dengan efektifitas tinggi
terhadap strain malaria yang multiresisten terhadap obat malaria.
a) Artesunat
Artesunat diberikan iv atau im dengan dosis 2,4 mg/kgBB/kali selama 3
hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis, dan selanjutnya diberi oral 2
mg/kgBB/hari sekali sehari sampai total 7 hari untuk seluruh
pengobatan. Dapat dikombinasikan dengan tetrasiklin/ doksisiklin
selama 7 hari untuk anak >7 tahun atau dengan klindamisin 5 mg/
kgBB selama 7 hari
b) Artemeter
Artemeter dalam larutan minyak diberi im. Dosis 1,6 mg/kgBB sekali
sehari selama 6 hari; untuk hari pertama diberi 2 dosis.
2.8.3 Penatalaksanaan Tambahan pada Malaria Berat
A. Malaria Serebral
Sebagai penatalaksanaan umum untuk malaria berat maka pada malaria
serebral, petalaksanaan/ pencegahan kejang sangat penting dilaksanakan dan dapat
diberi:
Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kgBB atau 0,5-1 mg/kgBB rektal 5 mg dengan
dosis optimal 10 mg/ kali dan dapat diulangi tiap 5-15 menit
Paraldehid 0,1 mg/kgBB
Klormetiazol 0,8% diinfus sampai kejang berhenti
Fenitoin 5 mg/kgBB iv selama 20 menit
Fenobarbital im 30-75 mg dilanjutkan oral 8 mg/ kgBB/ hari dibagi dalam
2 dosis, selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis rumat 4 mg/ kgBB/ hari
dibagi 2 dosis
B. Anemia Berat (Hb <5 g/dl)
Kebutuhan transfusi bukan hanya berdasarkan kadar hemoglobin saja
tetapi harus dilihat pula densitas parasitemia dan keadaan klinis. WHO
menganjurkan kadar hematokrit sebagai patokan anemia; kadar hematokrit 15%
atau lebih rendah merupakan indikasi pemberian transfusi darah (10 ml/ kgBB
packed red cell atau 20 ml/kgBB whole blood), disertai pemberian furosemid 1-2
mg/kgBB sampai maksimal 20 mg, dapat diberikan secara iv untuk mengurangi
beban jantung.
C. Dehidrasi, Gangguan Asam-Basa (Asidosis Metabolik) dan Gangguan
Elektrolit
Lactic acidosis sering terjadi sebagai komplikasi malaria berat, ditandai
dengan peningkatan kadar asam laktat darah atau dalam likuor serebrospinal.
Larutan garam fisiologis isotonis atau glukosa 5% segera diberikan secara hati-
hati dan awasi tekanan darah. Apabila telah terjadi rehidrasi, tetapi jumlah urin
tetap < 1ml/kgBB/ jam maka dapat diberikan furosemid 3 mg/kgBB (diberikan
dalam waktu 15 menit). Untuk memperbaiki oksigenasi, bersihkan jalan napas,
beri oksigen 2-4 liter/ menit, dan apabila diperlukan dapat dipasang ventilator
mekanik sebagai penunjang.
D. Hipoglikemia (gula darah <40 mg/ dl)
Dalam menghadapi malaria berat, terutama pada anak yang mengalami
penurunan kesadaran perlu diberikan glukosa rumatan untuk mencegah
hipoglikemia yang disebabkan karena anak tidak bisa makan. Diberikan larutan
rumatan glukosa 5% atau glukosa konsentrasi tinggi secara intermitten. Apabila
terjadi hipoglikemia berikan glukosa 20% (2-4 ml/ kgBB) dilanjutkan dengan
cairan rumatan glukosa 10% sambil dilakukan pemeriksaan kadar gula darah
berkala atau mempergunakan dextrostick.
E. Gagal Ginjal
Pada semua penderita malaria berat sebaiknya kadar ureum dan kreatinin
diperiksa 2-3 kali/ minggu. Apabila pemeriksaan ureum dan kreatinin serum tidak
memungkinkan, maka dapat dipakai cara sederhana dengan mengukur produksi
urin. Bila terjadi oliguria (produksi urin <1 ml/kgBB/ jam) yang disertai dengan
tanda klinik dehidrasi, maka diberi cairan untuk rehidrasi dengan pengawasan
yang ketat untuk mencegah overload. Observasi tanda-tanda vital, balans cairan,
pemeriksaan auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous
pressure (CVP) dipertahankan pada tekanan 0-5 cm H20. Bila terjadi anuria, yaitu
tidak ada produksi urin dalam 8 jam, diberi furosemid 1 mg/ kgBB/ kali. Bila
tidak ada respon dapat diulang setelah 8 jam dengan dosis 3 mg/kgBB dan dapat
diulang.
F. Edema Paru Akut
Anak ditidurkan setengah duduk, diberikan oksigen konsentrasi tinggi dan
diuretik intravena. Pemberian ventilator mekanik dapat dipertimbangkan bila
terjadi gagal napas dan fasilitas memungkinkan. Apabila edema paru disebabkan
oleh cairan intravena berlebihan, segera hentikan pemberian cairan intravena,
berikan furosemid 1 mg/ kgBB/ kali dan diulangi bila perlu.
G. Kegagalan Sirkulasi (Algid Malaria)
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan yang tepat. Rehidrasi
dengan cairan RL sebanyak 10-20 ml/ kgBB secepatnya sampai nadi teraba. Bila
nadi belum teraba selama 20 menit, ulangi loading dose. Bila sesudah 2 kali
loading dose nadi belum teraba, berikan loading dose dengan plasma expander 20
ml/kgBB secepatnya. Bila syok belum teratasi, berikan dopamin 3-5 mcg/ kgBB/
menit.
Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan dengan pemberian rehidrasi dengan
cairan RL sesuai dengan keadaan pasien. Periksa nadi, tekanan darah dan
pernapasan setiap 20 menit. Bila memungkinkan monitor dengan CVP, tekanan
dipertahankan antara 5-8 cm H2O. Kadar gula darah diperiksa periodik. Bila ada
kecurigaan septikemia, lakukan biakan darah dan uji sensitivitas dan segera
berikan antibiotika spektrum luas.
H. Perdarahan (Kecenderungan terjadi Perdarahan)
Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat dengan manifestasi
perdarahan pada kulit berupa ptekia, purpura, hematom atau perdarahan hidung,
gusi dan saluran pencernaan. Pasien dapat diberi darah segar, fresh frozen plasma
(berisi faktor pembekuan), dan suspensi trombosit. Bila terdapat perpanjangan
waktu protrombin dan partial thromboplastin, dianjurkan pemberian vitamin K 10
mg perlahan-lahan.
I. Hiperpireksia
Bila suhu >40 C segera beri kompres hangat dan antipiretik Parasetamol
dosis awal 20 mg/ kgBB per oral, melalui sonde lambung, atau rektal, diikuti 15
mg/ kgBB tiap 4-6 jam. Bila kejang diberi :
Diazepam intravena 0,3-0,5 mg/ kgBB perlahan-lahan (1 mg/ menit) atau
rektal 5 mg untuk BB < 10 kg dan 10 mg untuk BB > 10 kg. Bila kejang
belum teratasi setelah 2 kali pemberian diazepam, berikan Fenitoin dengan
dosis awal 10-15 mg/ kgBB dalam NaCl 0,9% sama banyak diberi bolus
intravena perlahan-lahan, kemudian diikuti dosis rumat fenitoin 5 mg/
kgBB dibagi dalam 2-3 dosis
Fenobarbital, bila tidak ada pilihan lain sebagai alternatif, diberikan
intramuskular. 30 mg untuk usia < 1 bulan, 50 mg untuk usia 1 bulan-1
tahun, 75 mg untuk usia > 1 tahun. Setelah 4 jam pemberian dosis awal
dilanjutkan dengan fenobarbital 8 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2 dosis,
diberikan selama 2 hari, dilanjutkan dengan dosis rumat 4 mg/ kgBB/ hari
dibagi 2 dosis sampai 3 hari bebas panas.
J. Hemoglobinuria/ Black water fever
Pada hemoglobinuria malaria, jika terdapat parasitemia maka pengobatan
anti malaria yang sesuai harus diteruskan. Transfusikan darah segar untuk
mempertahankan nilai hematokrit di atas 20%. Pantau tekanan vena jugularis atau
sentralis untuk menghindari kelebihan cairan dan hipervolemia. Berikan
furosemid 1 mg/ kgBB secara intravena. Jika timbul oliguria disertai kadar ureum
darah dan kreatinin serum yang meningkat, mungkin perlu dilakukan dialisis
peritoneal atau hemodialisa.
K. Ikterus
Tidak ada terapi khusus untuk ikterus. Bila ditemukan hemolisis berat dan
Hb sangat turun, maka diberikan transfusi darah. Kadar bilirubin akan kembali
normal dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan antimalaria. Pada ikterus
berat, dosis obat antimalaria sebaiknya diberi setengah dosis dengan waktu
pemberian dua kali lebih lama.
L. Hiperparasitemia
Segera beri obat anti malaria. Respons pengobatan dievaluasi dengan
memeriksa ulang parasitemianya. Indikasi transfusi tukar bila :
Parasitemia > 30%
Parasitemia > 10% disertai komplikasi berat lainnya seperti malaria
serebral, GGA, ARDS, ikterus dan anemia berat
Parasitemia > 10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian
anti malaria yang optimal
Parasitemia > 10% disertai adanya skizon pada darah perifer
2.9 Prognosis
Malaria tanpa komplikasi yang disebabkan oleh Plasmodium vivax ,
Plasmodium malariae, dan Plasmodium ovale memiliki prognosis yang baik.
Prognosis malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax pada umumnya baik,
tidak menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati infeksi rata-rata
dapat berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat
relaps, sedangkan Plasmodium malariae dapat berlangsung sangat lama dengan
kecenderungan relaps, pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi
Plasmodium falciparum dengan penyulit prognosis menjadi buruk, apabila tidak
ditanggulangi secara cepat dan tepat bahkan dapat meninggal terutama pada gizi
buruk. WHO mengemukanan indikator prognosis buruk apabila :
a) Indikator Klinis
Umur 3 tahun atau kurang
Koma yang berat
Kejang berulang
Refleks kornea negatif
Deserebrasi
Dijumpai disfungsi organ (gagal ginjal, edema paru)
Terdapat perdarahan retina
b) Indikator laboratorium
Hiperparasitemia (> 250.000/ ml atau >5%)
Skizontemia dalam darah perifer
Leukositosis
PCV (packed cell volume) < 15%
Hemoglobin <5g/dl
Glukosa darah <40 mg/ dl
Ureum >60 mg/dl
Glukosa LCS rendah
Kreatinin >3,0 mg/dl
Laktat dalam LCS meningkat
SGOT meningkat >3 kali normal
Antitrombin rendah
Peningkatan kadar plasma 5'-nukleotidase
Malaria yang terjadi pada anak berusia <5 tahun memiliki prognosis
paling buruk di daerah endemis. Di daerah dengan populasi non imun, prognosis
malaria bersifat mematikan di seluruh umur.
2.10 Pencegahan
1. Pemakaian obat anti malaria
Semua anak dari daerah non-endemik apabila masuk ke daerah endemik
malaria, maka 2 minggu sebelumnya sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari
daerah endemik malaria, tiap minggu diberikan obat anti malaria.
a) Klorokuin basa 5 mg/ kgBB (8,3 mg garam), maksimal 300 mg basa sekali
seminggu atau
b) Fansidar atau Suldox dengan dasar pirimetamin 0,50-0,75 mg/ kgBB atau
sulfadoksin 10-15 mg/ kgBB sekali seminggu (hanya untuk umur 6 bulan
atau lebih).
2. Menghindar dari gigitan nyamuk
a) Memakai kelambu atau kasa anti nyamuk
b) Menggunakan obat pembunuh nyamuk
3. Vaksin Malaria
Vaksin malaria merupakan tindakan yang diharapkan dapat membantu
mencegah penyakit ini, tetapi adanya bermacam stadium pada perjalanan penyakit
malaria menimbulkan kesulitan pembuatannya. Penelitian pembuatan vaksin
malaria ditujukan pada dua jenis vaksin, yaitu:
a) Proteksi terhadap ketiga stadium parasit: (a) Sporozoit yang berkembang
dalam nyamuk dan menginfeksi manusia, (b) Merozoit yang menyerang
eritrosit, dan (c) Gametosit yang menginfeksi nyamuk
b) Rekayasa genetik atau sintesis polipeptida yang relevan. Jadi, pendekatan
pembuatan vaksin yang berbeda-beda mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing, tergantung tujuan mana yang akan dicapai.
Vaksin sporozoit Plasmodium falciparum merupakan vaksin yang
pertama kali diuji coba, dan apabila telah berhasil, dapat mengurangi
morbiditas dan mortalitas malaria tropika terutama pada anak dan ibu
hamil. Dalam waktu dekat akan diuji coba vaksin dengan rekayasa genetik.
DAFTAR PUSTAKA
Dit Jen P2M & PLP Dep Kes RI. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria,
Jakarta, 2003
Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics. Philadelphia: Elsevier. 2007
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari EI. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010
World Health Organization. WHO Fact Sheet on Malaria. Fact Sheet No 94.
World Health Organization. Diunduh dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs094/en/print.html. 2015