ETIKA PROFESI
KEBAJIKAN
DISUSUN OLEH :
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan Masalah
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Definisi Kebajikan
Setiap akan memdefinisikan kebajikan, maka tidak lepas akan dari empat hal, yaitu :
1. Kebiasaan (habit) merupakan kualitas kejiwaan, keadaan yang tepat, sehingga
memudahkan pelaksanaan perbutan.
Kebiasan di sebut juga Kodrat yang kedua. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan,
sedangkan meninggalkan suatu perbuatan atau melakukan perbuatan yang bertentangan akan
melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam pengertian yang sebenarnya hanya ditentukan pada manusia, karena hanya
manusia yang dapat dengan sengaja, bebas, mengarahkan kegiatan.
2. Kebiasaan yang dari sudut kesusilaan baik dinamakan kebajikan(virtue), sedangkan yang
jahat, buruk, dinamakan kejahatan (vice).
Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia. Selain itu, kebajikan
adalah pengetahuan, kejahatan ketidak tahuan. Tidak ada orang berbuat jahat atas suka rela
(Socrates).
Keinginan manusia dapat menetang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas
keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk pada budi
(Aristoteles).
3. Kebajikan budi menyempurnakan akal menjadi alat yang baik untuk menerima pengetahuan.
Bagi budi spekulatif kebajikan disebut pengertian, pengetahuan. Bagi budi praktis disebut
kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah.
4. Kebajikan pokok, kebajikan susila yang terpenting, meliputi :
Menuntut keputusan budi yang benar guna memilih alat-alat dengan tepat untuk tujuan yang
bernilai (kebijaksanaan).
Pengendalaian keingininan kepada kepuasan badaniah(pertahanan/pengendalian hawa nafsu
inderawi).
Tidak menyingkir dari kesulitan(kekuatan).
Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan)
Etika kebajikan (virtue ethics) yang mengutamakan karakter moral seseorang sebagai
kekuatan pendorong perilaku etis tertentu. Dalam etika Aristotelian, sebagai kajian pertama
tentang etik dalam sejarah, faktor karakter moral ini juga menempati kedudukan utama
mengenai bagaimana seseorang mencapai derajat terbaik dalam hidupnya. Aristoteles percaya
bahwa tujuan hidup manusia haruslah untuk hidup baik dan mencapai eudaimonia, yang
berarti "well-being" atau "happiness". Hal ini dapat dicapai dengan dimilikinya kemuliaan
karakter (virtuous character), atau ditakdirkan mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik dan
sempurna. Di antara pandangan Aristoteles yang sangat populer mengenai hal ini disebut
Nicomachean Ethics7 dan Eudemian Ethics8. Di samping itu, ada pula pandangan etik yang
disebut Magna Moralia9.
Kebajikan pun bisa diterapkan pada interaksi antar sesama manusia. Di antaranya yaitu
dengan selalu bersikap jujur, tolong menolong, suka bersedekah, dan selalu berusaha buat
mengendalikan diri.
1. Khusyu
Hubungan manusia dengan Allah SWT akan tercipta melalui serangkaian ibadah nan dilakukan
sebagai wujud ketaatan manusia terhadap Tuhannya. Oleh sebab itu, setiap ibadah harus
dilakukan dengan khusyu atau bersungguh-sungguh.
Beribadah tak boleh dikerjakan dengan main-main. Agar bisa mencapai kekhusyuan dalam
beribadah perlu ditanamkan perasaan takut dan tunduk kepada Allah SWT. Perasaan ini harus
senantiasa tumbuh dalam hati setiap hamba-Nya.
2. Ikhlas
Bersikap ikhlas artinya selalu melakukan sesuatu semata-mata hanya buat mengharapkan
ridha Allah. Segala bentuk ibadah ataupun amalan harus dilakukan dengan ikhlas. Manusia
akan masuk ke dalam orang-orang nan celaka dan merugi jika amalannya tak dilakukan dengan
ikhlas. Jika tak ikhlas maka amalannya akan menjadi sia-sia sebab Allah tak akan menerima
amalan tersebut.
3. Bersyukur
Dengan selalu bersyukur dalam setiap kehidupannya, berarti manusia itu telah mengakui
bahwa Allah merupakan loka kembalinya segala urusan. Hanya Dia nan berkuasa dalam segala
sesuatu nan terjadi di muka bumi ini.
Bersyukur harus selalu dilakukan atas semua hal nan telah diterima tanpa harus melihat
jumlahnya. Jika tak bersyukur, maka manusia tersebut akan dimasukkan ke dalam golongan
orang-orang nan kufur terhadap nikmat Allah.
4. Jujur
Apabila manusia selalu bersikap jujur dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini tentu akan
membuat orang lain menjadi aman. Sifat jujur ini merupakan salah satu sifat nan dimiliki oleh
Rasulullah saw. Selain itu, sifat ini juga wajib dimiliki oleh masing-masing umat Islam. Salah
satu contoh sifat jujur yaitu mau mengakui kesalahan nan dilakukan.
5. Saling Berbagi
Sikap saling berbagi merupakan sikap nan dianjurkan di dalam ajaran agama Islam. Dengan
berbagi terhadap sesama, maka manusia telah membelanjakan hartanya di jalan Allah SWT.
Tidak ada sedikitpun keinginan buat mendapatkan balasan dari orang nan kita bagikan rezeki.
Tetapi di dalam niatnya hanya mengharapkan pahala kebajikan dari Allah SWT.
6. Mengendalikan diri
Pengendalian diri berhubungan erat dengan nafsu manusia. Manusia dikatakan dapat
mengendalikan diri jika ia mampu menahan hawa nafsunya. Menahan hawa nafsu memang
merupakan pekerjaan nan sulit dilakukan. Akan tetapi, dengan menahan nafsu, akan
memberikan pengaruh positif terhadap keadaan jiwa manusia. Kita juga akan terhindar dari hal-
hal nan bersifat negatif.
7. Pemaaf
Manusia tak akan pernah alpa dari perbuatan salah dan khilaf. Maka, apabila orang lain telah
berbuat sesuatu sebab ia khilaf maka maafkanlah. Allah sendiri selalu memaafkan kesalahan
hamba-Nya. Manusia pun harus saling memafkan sesamanya dan jangan menjadi orang nan
pendendam.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA