Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI FISIOLOGI

Ginjal merupakan organ pada tubuh manusia yang menjalankan banyak fungsi
untuk homeostasis, yang terutama adalah sebagai organ ekskresi dan pengatur
kesetimbangancairan dan asam basa dalam tubuh. Terdapat sepasang ginjal pada manusia,
masing-masingdi sisi kiri dan kanan (lateral) tulang vertebra dan terletak retroperitoneal (di
belakangperitoneum). Selain itu sepasang ginjal tersebut dilengkapi juga dengan sepasang
ureter,sebuah vesika urinaria (buli-buli/kandung kemih) dan uretra yang membawa urine
kelingkungan luar tubuhSecara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari
korpusrenalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dantubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus
rektus,lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf
atau duktusmemasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul
dan calixminor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan
antara calixmajor dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

A.DEFINISI
Nefrolitiasis merujuk pada penyakit batu ginjal. Batu atau kalkuni dibentuk di dalam
saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari substansi ekskresi di
dalam urin.( Nursalam.2006)
Neprolithiasis : batu yang terbentuk di paremkim ginjal. Ureterolithiasis: terbentuknya batu di
ureter. Batu yang terbentuk dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih
dan uretra dan ukurannya sangat bervariasi dari deposit granuler yang kecil yang disebut
pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye.

B. ETIOLOGI
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih
belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada
saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang
berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya.
Faktor intrinsik antara lain :
Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Faktor ekstrinsik diantaranya :
Geografis :
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.

Iklim dan temperatur.

Asupan air:
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi.

Diet:
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.

Pekerjaan:
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktifitas atau sedentary life.
Infeksi:
Infeksi oleh bakteri yang memecahkan ureum dan membentuk amonium akan
mengubah pH uriun menjadi alkali dan akan mengendapkan garam-garam
fosfat sehinggga akan mempercepat pembentukan batu yang telah ada.

C. PATOFISIOLOGI

Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca


oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat
defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam
urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status
cairan pasien.
Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis
yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus
menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional
perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman
Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa. Pasien sering
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasif batu. Umumnya batu diameter < 0,5-1 cm keluar spontan. Bila nyeri
mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di seluruh area kostovertebral dan muncul mual
dan muntah, maka pasien sedang mengalami kolik renal. Diare dan ketidaknyamanan
abdominal dapat terjadi.
Selain itu ada beberapa teori yang ,membahas tentang proses pembentukan batu yaitu:

Teori inti (nucleus):


Kristal dan benda asing merupakan tempat pengendapan kristal pada urine
yang mengalami supersaturasi.

Teori matriks:
Matriks organik yang berasal dari serum dan protein urine memberikan
kemungkinan pengendapan kristal.

Teori inhibitor kristalisasi:


Beberapa substansi dalam urine menghambat terjadinya kristalisasi,
konsentrasi yang rendah atau absennya substansi ini memungkinkan terjadinya
kristalisasi.
Pembentukan batu membutuhkan supersaturasi dimana supersaturasi ini
tergantung dari PH urine, kekuatan ion, konsentrasi cairan dan pembentukan
kompleks.

Terdapat beberapa jenis batu, di antaranya :


a. Batu kalsium
Batu jenis ini sering di temukan. Bentuknya besar dengan permukaan halus, dapat bercampur
antara kalsium dengan fosfat. Batu kalsium sering di jumpai pada orang yang mempunyai
kadar vitamin D berlebihan atau gangguan kelenjar paratiroid.
Orang menderita kanker, stroke, atau penyakit sarkoidisis juga dapat menderita batu kalsium
Batu kalsium dapat di sebabkan oleh:

Hiperkalsiuria abortif: Gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya absorbsi


khusus yang berlebihan juga pengaruh vitamin D dan hiperparatiroid.
Hiperkal siuria renalis: kebocoran pada ginjal

b. Batu oksalat dapat disebabkan oleh:

o Primer autosomal resesif, contohnya :


- Ingesti-inhalasi: Vitamin C, ethylenglicol, methoxyflurane, anestesi.
- Hiperoksaloria: inflamasi saluran cerna, reseksi usus halus, by pass
jejenoikal, sindrom malabsorbsi.
o Batu asam urat
Permukaanya halus, berwarna coklat lunak. Batu ini dapat disebabkan oleh:
- Makanan yang banyak mengandung purin
- Pemberian sitostatik pada pengobatan neoplasma
- Dehidrasi kronis
- Obat: tiazid, lazik, salisilat.
o Batu sturvit
Batu ini biasanya berbentuk tanduk rusa. Biasanya mengacu pada riwayat
infeksi, terbentuk pada urin yang kaya ammonia alkali persisten akibat UTI
kronik. Batu sistin terjadi terutama pada beberapa pasien yang mengalami
defek absorbsi sistin.
o Batu Sistin
Berbentuk kristal kekuningan . timbul akibat tingginya kadar sistin dalam
urin.keadan ini terjadi pada penyakit sistinuria. Kelainan herediter yang resesif
autosomal dari pengangkutan asam amino dimembran batas sikat tubulus
proksimal meliputi sistim, arginin, ornitin, sitrulin dan lisin.

D. MANIFESTASI KLINIK

Keluhan yang sering ditemukan adalah sebagai berikut :


1. Hematuria
2. Piuria
3. Polakisuria/fregnancy
4. Urgency
5. Nyeri pinggang menjalar ke daerah pingggul, bersifat terus menerus pada daerah pinggang.
6. Kolik ginjal yang terjadi tiba-tiba dan menghilang secara perlahan-lahan.
7. Rasa nyeri pada daerah pinggang, menjalar ke perut tengah bawah, selanjutnya ke arah
penis atau vulva.
8. Anorexia, muntah dan perut kembung
9. Hasil pemeriksaan laboratorium,leukosit meningkat.

E. PENYIMPANGAN KDM :

Infeksi oleh bakteri Mineral kalsium pada


air Diet tinggi purin,
oksalat,kalsium PH urine alkali Kristal Batu

Batu Ginjal

Menghambat aliran urine Nefrotomi

Obstruksi Cemas

Iritasi karena Batu Kurangpengetahuan

Nyeri Risiko Infeksi

Hematuri Mual dan Muntah


(kolik Renal )

F. PENATALAKSANAAN:

Terapi medis dan simtomatik


Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G . Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum
yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik. bendofluezida 5 10 mg/hr.

Terapi mekanik (Litotripsi)


Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.

Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang kejut)
Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun demikian saat
ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah d iindikasikan jika
batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain. Ini juga dilakukan
untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki
drainase urin.
Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:

* Pielolititomi: jika batu berada di piala ginjal


* Nefrotomi: bila batu terletak di dalam ginjal atau nefrektomi
* Ureterolitotomi: bila batu berada dalam ureter
* Sistolitotomi: jika batu berada di kandung kemih
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1). Radiologi
Secara radiologi, batu dapat di radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda
untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang
ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga
adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu
terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena
itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu
radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling
defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung
batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perlu
dilakukan pielografi retrograd.
2). Ultrasonografi (USG)
Dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-
keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang
sedang hamil . Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat
ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk
menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu
3). Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.

H. PENGKAJIAN :

1. Identitas pasien.
2. Riwayat kesehatan :
a) Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan : nyeri yang hilang timbul, nyeri menyebar dari pinggang sampai
penis(laki-laki), nyeri mendekat pada kandung kemih dan vulva(perempuan),
mual dan muntah, perubahan Bak, kadang hematuria.
b) Riwayat kesehatan dahulu :
Apakah punya riwayat infeksi saluran kemih, riwayat hipertiriodisme,
hiperkalsuria karena suka makan makanan yang mengandung oksalat seperti
bayam, kangkung, dan minum kopi?
c) Riwayat kesehatan keluarga :
Apakah keluarga menderita penyakit batu ginjal?

3. Data Dasar Pasien :

a) Data subyektif : klien mengatakan nyeri sekitar pinggang, mual dan muntah,
ada perubahan Bak.
b) Data objektif : TTV, berkeringat, nausea, skala nyeri, inspeksi tanda
obstruksi : berkemih dengan jumlah urine sedikit(oliguria, anuria), pada
palpasi: ada nyeri ketok pada daerah kostovertebra. Pemeriksaan penunjang
(hasil laboratorium).

4. Data sosial ekonomi : keluarga tampak cemas dgn kondisi klien dan sering menanyakan

apakah klien dapat sembuh?. Perlu diketahui apakah klien taat menjalankan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaannya.

5. Pola Aktivitas Sehari-hari :

a) Pola Istirahat : adakah gangguan pola tidur?


b) Pola Makan-minum : Mual dan Muntah.
c) Pola Eliminasi : Berkemih jumlah urine sedikit.

H. DIAGNOSA

Diagnosa preoperasi
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sekunder terhadap iritasi batu dan
spasme otot
3. Resiko infeksi berhubungan dengan statis urine dan adanya benda asing
4. Resiko mengalami defisit cairan berhubungan dengan neusea, muntah.
5. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional
Diagnosa postoperasi:
1. Nyeri akut berhubungan dengan post pembedahan (agen injuri: mekanik)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
3. Defisit self care

I. INTERVENSI

Diagnosa : Nnyeri akut b.d inflamasi terhadap iritasi batu dan spasme otot polos.
Tujuan : Nyeri hilang atau terkontrol.

Intervensi : * Kaji setatus nyeri klien ( P,Q,R,S,T).


* Ajarkan teknik relaksasi ( imajinasi, distraksi,) untuk mengurangi nyeri.
* Observasi reaksi verbal dan non verbal klien dari ketidaknyamanan.
* Evaluasi pengalaman nyeri klien.
* Tingkatkan istirahat.
* Gunakan teknik komunikasi terapiutik untuk mengetahui pengalaman nyeri.

* Bantu klien mengatur posisi untuk mengurangi keluhan.


* Kolaborasi medik pemberian analgetik

Diagnosa : Resiko mengalami defisit cairan b.d neusea, muntah


Tujuan : Tidak terdapat tanda- tanda dehidrasi
Intervensi : * Amati dan catat kelainan seperti muntah
* Beri diet sesuai program
* Beri intake cairan 3000 ml 4000 ml / hari.
* Jelaskan pentingnya intake cairan 3000 4000 ml/hr.
* Observasi tanda- tanda dehidrasi
* Observasi intake dan out put cairan klien
* Kolaborasi pemberian cairan intra vena

Diagnosa : Cemas b.d perubahan dalam status kesehatan, krisis situasional


Tujuan : Klien tidak lagi cemas
Intervensi : * Beri penjelasan tentang proses penyakitnya
* Jelaskan seluru prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin
muncul pada saat melakukan tindakan
* Berikan informsi mengenai diagnosa,prognosis,dan tindakan
* Gunakan pendekatan dan sentuhan untuk mengurangi kecemasan pasien
* Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
* Berikan pilihan yang realistis mengenai aspek perawatan saat ini

Diagnosa : Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif


Tujuan : Infeksi terkontrol
Intervensi : * Observasi area post op dari tanda- tanda infeksi seperti kemerahan,nyeri,
panas,bengkak,adanya fungsiolesa
* Monitor TTV
* Catat hasil laboratorium( leukosit, protein,albumin)
* Gunakan tehnik sterilisasi saat perawatan luka
* Dorong paasien untuk banyak istirahat
* Ajarkan klien dan keluarga tantang tanda- tanda infeksi
* Kolaborasi medik pemberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.

Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa: Tim
PSIK UNPAD Edisi-6, EGC, Jakarta

NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA

Nursalam, 2006., askep pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan, edisi 1, salemba
medika, jakarta

Anda mungkin juga menyukai