Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus udara paranasalis yang
masuk ke dalam ronga-ronga hidung, dan juga menghubungkan lubang-
lubang nasolakrimal yang menyalurkan air mata, dari mata ke dalam bagian bawah rongga nasalis ke dalam hidung. (Evelyn C. Peacrce, 2009). b. Faring Faring merupakan tempat persimpangan saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Terdapat dua buah tonsil kiri dan kanan sebelah belakang terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan, untuk alasan deskriptif, faring dibagi menjadi 3 bagian yaitu: Nasofaring, orofaring, laringofaring. (Ross and Willson, 2011). c. Laring Laring atau kotak suara memanjang dari langit-langit lidah dan tulang hioid hingga trakea, laring berada didepan laringofaring pada vetebra servikalis ke-3, 4, 5 dan 6. saat masa puberitas, terdapat perbedaan ukuran laring pada pria dan wanita. Selanjutnya, ukuran laring membesar pada pria, disebut jakun (Adams apple) dan umumnya menyebabkan pria memiliki pita suara yang besar. (Ross and Willson, 2011). Laring Terdiri dari atas satu seri cincin tulang rawan yang berhubungan oleh otot- otot dan mengandung pita suara berfungsi mengelurkan benda asing dan sekret dari saluran respirasi bagian bawah. Di faring juga terdapat epiglotis (tutup tenggorokan), laring terdiri dari beberapa tulang rawan antara lain, kartilago tiroid, kartilago aritenoid, kartilago krikoid, dan kartilago epiglotis. d. Trakea Trakea atau pipa angin merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vetebra torakal ke-7 yang mana bercabang menjadi dua bronkus {primary bronchus). Ujung dari cabang trakea biasa disebut carina. Trakea ini sangat fleksibel dan berotot, panjang nya 12 cm dengan C-shaped cincin kartilago, pada garis ini mengandung pseudostratified ciliated columnar epithelium yang mengandung banyak sel goblet (sekresi mukosa). (Irman Somantri, 2012). e. Bronkus Keterangan Gambar : 1.3. Anatomi Bronkus Bronkus terdapat 2 buah bronkus yang terletak pada ketinggian vertebra torakalis IV dan ke V, Bronkus-bronkus itu berjalan kebawah dan kesamping arah tampuk paru- paru. Bronkus kanan pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin, mempunyai 2 cabang. Bronkus-bronkus ini kemudian kembali bercabang- cabang menjadi cabang yang kecil disebut bronkiolus, tidak terdapat cincin pada ujung bronkiolus terdapat gelembung paru dan gelembug halus atau alveoli. (Irman Somantri, 2012). f. Alveolus Parenkim paru merupakan area kerja dari jaringan paru, dimana pada daerah tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolar. Alveoli bentuknya sangat kecil, alveoli merupakan kantong udara pada akhir bronkiolous respiratorius yang memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan karbon dioksida, seluruh unit alveolar(zona respirasi) terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolar, dan kantong alveoli {Alveolar sacs). (Arif Muttaqin, 2000) Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi baru lahir, pada saat seseorang menginjak usia 8 tahun, jumlahnya bertambah seperti usia dewasa, yaitu 300 juta Setiap unit 9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler. Fungsi utama alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida di antara kapiler pulmoner dan alveoli. (Irman somantri, 2012). g. Paru-paru Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan di tengah di pisahkan oleii jantung dan berserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak didalam mediastinum. Merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di dalam rongga toraks, terdiri dari paru-paru kanan dan paru-paru kiri dibagi menjadi segmen-segmen sesuai dengan segmen bronkus. Paru-paru kanan dibagi lagi menjadi 10 segmen bronkopulmoner. Jaringan paru-paru bersifat elastis berpori dan seperti busa sehingga dapat mengembangkan dan menyempit pada waktu bernafas. Paru- paru dibungkus oleh lapisan tipis terdiri dari kolagen dan jaringan elastis yang disebut pluera. Pleura dibagi menjadi dua, yaitu pleura partial yang melapisi rongga torak dan pleura viseral yang menutupi setiap paru. Diantara keduanya terdapat cairan pleura yang memungkinkan kedua permukaan bergetar satu sama lain. Selama respirasi yang mencegah pemisahan thorak dan paru- paru. (Evelyn C. Pearce, 2009). 2.2. Konsep Penyakit 2.2.1 Pengertian Assia Bronkial Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulasi seperti oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi.(Irman somantri, 2008). Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada saluran pernafasan psikologis. Dimana berbagai sel dan elemen seluler berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, Makrofag, dan Sel epithelial.(Irman somantri, 2012). Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadan saluran nafas yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh dari seluruh pernafasan. (Abidin, 2002). Penyakit Asma banyak ditemukan pada anak-anak, terutama yang tinggal di daerah perkotaan dan industri. Kejadian Asma hampir meningkat diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Kata asma berasal dari bahasa yunani yang berarti sulit bernafas, sedangkan definisi asma bronchiale menurut The Amerika Theory Society mendefinisikan Asma sebagai berikut. Asma adalah penyakit paru yang didalamnya terdapat obstruksi jalan nafas, inflamasi jalan nafas, dan jalan nafas yang hiperresponsif atau sepasme otot polos bronchial (Betzz, 2002). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai dengan spasme otot polos bronkiolus, hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Corwin, 2000). 2.2.2. Fisiologi Pernafasan Menurut Irman Somantri (2012). Proses fisiologi pernafasan dibagi menjadi tiga yaitu: a. Ventilasi pulmonal Keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru- paru. Udara bergerak masuk dan keluar dari paru- paru karena adanya pebedaan tekanan atmosfer dan alveolus serta dibantu oleh kerja mekanik otot-otot pemapasan selama inspirasi volume torak bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Muskulus stemokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas, sedangkan muskulus serratus, Skaleneus, serta interkostalis eksternus berperan mengangkat iga. b. Difusi Stadium kedua dari proses respirasi mencakup proses difusi gas- gas melintasi membran antara alveolus- kapiler yang tipis (<0, 5pm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah perbedaan tekanan parsial antara darah dan fase gas. tekanan oksigen dalam atmosfer pada tekana laut + 149 mmHg (21 % dari 760 mmHg). Pada saat oksigen diinspirasi dan sampai pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mmHg akibat udara tercampur dengan ruang rugi anatomis pada saluran udara dan juga dengan uap air. Faktor- faktor yang menentukan kecepatan difusi gas melalui membran paru-paru adalah sebagai berikut: 1. Makin besar perbedaan tekanan pada membran makin cepat kecepatan difusi. 2. Makin besar area membran paru-paru makin besar kuantitas gas yang dapat berdifusi melewati membran dalam waktu tertentu. 3. Makin tipis membran, makin cepat difusi gas melalui membran tersebut kebagian yang berlawanan. 4. Koefisien difusi secara lagsung dibanding proporsional terhadap kemampuan terlarut dari gas dalam cairan membran paru-paru dan kebalikan nya terhadap ukuran molekul. Namun demikian, molekul kecil yang berdifusi tinggi lebih cepat dari besarnya ukuran gas yang kurang dapat larut, c. Transportasi 1) Transpor Oksigen dalam darah Sistem pengangkutan O2 dalam tubuh terdiri dari atas paru-paru dan sistem kardiovaskuler. Pengangkutan O2 kejaringan tertentu bergantung pada jumlah O2 yang masuk paru-paru, pertukaran gas yang cukup pada paru- paru, aliran darah ke jantung, dan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah. 2) Transpor karbon dioksida dalam darah Transpor karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru dilakukan dengan tiga cara yaitu, 10 % secara fisik larut dalam plasma, 20 % berkaitan dengan gugus amino pada hemoglobin dalam sel darah merah, dan sekitar 70 % ditranspor sebagai bikarbonat plasma. 2.2.3. Etiologi Asma Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui pasti, sesuatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Bronkus pada penderita asma sangat peka terhadap serangan rangsangan imunologi maupun non- imunologi, oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi saluran atas, dan sebagainya. penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. (Irman Somantri, 2012). Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu). Aktivitas bronkokontriktor neural diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan nafas, disebut reseptor batuk atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus. Neurotransmisi peptida intestinal vasoaktif (PIV) memulai relaksasi otot polos bronkus. Neurotramnisi peptida vasoaktif merupakan suatu neuropeptida dominan yang dilibatkan pada terbukanya jalan nafas. Faktor imunologi penderita asma ekstrinsik atau alergi, terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu rumah, tepung sari dan ketombe. Bentuk asma inilah yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat) disebut intrinsik. Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan mentruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat- sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya. Asma yang terjadi pada anak- anak sangat erat kaitannya dengan alergi kurang lebih 80 % pasien asma memiliki riwayat alergi. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor: adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat - obat, anti- inflamasi non steroid (AINS), atau mendapatkan picuan ditempat kerja, ditempat- tempat kerja tertentu yang banyak terdapat agen- agen yang dapat terhirup seperti debu, bulu binatang, dll. banyak dijumpai orang yang menderita asma, yang disebut occupaational asthma, yaitu asma yang disebabkan karena pekerjaan. Kelompok dengan resiko terbesar terhadap perkembangan asma adalah anak -anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga dengan riwayat asma (Ikawati Zullies, 2011). 2.2. 4. Tanda dan Gejala Menurut Elizabeth, (2002) tanda dan gejala asma adalah sebagai berikut: a. Bersin- bersin, batuk yang terus menerus dan terkadang batuk seperti tertekan. b. Sesak nafas (Dyspnoe) c. Retraksi otot-otot pernafasan d. Nafas cuping hidung e. Bunyi nafas Wheezing f. Peningkatan jelas usaha bernafas g. Respiratory dan denyut nadi meningkat h. Pemafasaan cepat dan dangkal i. Keringkatan berlebihan j. Selama serangan udara terperangkap karena sepasme dan mukus sehingga memperlambat ekspirasi. k. Serangan biasanya terjadi menjelang dini hari atau pada suatu kondisi tertentu seperti suatu menjelang ataupun sehabis hujan. Gejala asma bersifat episodik, seringkah reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala awal berupa : a. batuk terutama pada malam atau dini hari b. sesak napas c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya d. Rasa berat di dada e. Dahak sulit keluar. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang berat adalah: a. Serangan batuk yang hebat b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal c. Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut) d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk e. Kesadaran menurun 2.2.5. Gambaran klinis Asma pada anak Suriadi, dkk (2002), menyatakan bahwa pembagian asma pada anak yaitu : a. Asma Episodik Jarang Biasanya teijadi pada anak berusia dibawah lima tahun dengan frekuensi serangan 3-4 kali dalam setahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Serangan dapat terjadi beberapa hari dan jarang merupakan serangan yang berat. Gejala - gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi (Wheezing) dapat berlangsung 3-4 hari, sedangkan batuk- batuknya dapat berlangsung 10 hari. Manifestasi alergi jarang didapatkan pada golongan ini. Tumbuh kembang anak biasanya baik. Diluar serangan tidak ditemukan kelainan. Golongan ini merupakan 70-75% dari populasi asma pada anak. b. Asma Episodik sering Serangan asma dapat timbul tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua menghubungakan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres. Banyak kasus yang tidak jelas pencetusnya, serangan dapat terjadi 3-4 kali dalam satu bulan dan frekuensi serangan paling tinggi pada umur 6-12 tahun. Umunya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur. Dari waktu dapat terjadi serangan yang berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Kemampuan aktivitas fisik menjadi berkurang, anak sering tidak dapat melakukan aktivitas olahraga dan kegiatan lainnya, juga sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajarnya terganggu. Sedangkan kecil ada yang mengalami gangguan psikososial. Golongan ini merupakan 20-25 % dari populasi asma. 2.2.6 Patofisiologi Asma Obstruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran nafas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat teijadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas Residu Fungsional (KRF), dan pasien akan bernafas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total ( KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran nafas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu nafas. (Slamet Suyono, 2001). Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEPi (volume ekspirasi paksa detik pertama) atau APE (Arus puncak ekspirasi), sedangkan penurunan KVP (Kapasitas vital paksa) mengambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat teijadi baik pada saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas besar, CO2 sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibandingkan mengi. Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga daerah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaC>2 Mungkin merupakan kelainan pada asma sub klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 Menjadi berlebihan sehingga PaCo2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup o.leh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kera otot-otot pemapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2 Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (Hiperkepnia ) dan teijadi asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapnia.(Slamet Suyono, 2001). Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal- hal sebagai berikut: a. Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi b. Ketidak seimbangan perfusi dimana distribusi ventilasi setara dengan sirkulasi daerah paru. c. Gangguan difusi gas ditingkat alveoli. Ketiga.faktor tersebut dapat mengakibatkan : a. Hipoksemia b. Hiperkapnia c. Asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut 2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Menurut Slamet Suyono (2001) pemeriksaan penunjang asma bronkial sebagai berikut: a) Spirometri Cara yang paling cepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah njelihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik beta. Peningkatan VEP Atau KVP sebanyak > 20% menunjukkan diagnosis asma. Tetapi respon yang kurang dari 20% berarti bukan asma. b) Uji provokasi Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk melakukan uji provokassi bronkus seperti uji provokasi histamin, metakolin, kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam, hipertonik, dan bahkan dengan aqua distilata. Penurunan VEP1 sebesar 20 % atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90 % dari maksimum. Dianggap bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit 10 % akan hanya uji provokasi dengan alergi terhadap alergen yang diuji. c) Pemeriksaan Sputum Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosonofil, kristal Charcot- leyden, dan Spiral Curschamann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya miselium Aspergillus Furnigatus. d) Pemeriksaan eosinofil total Jumlah eosinofil total dalam darah sering menigkat pada pasien asma dan hal ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis kartikosteroid yang dibutuhkan pasien asma. e) Uji kulit Tujuan uji kulit adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyongkong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya. f) Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyongkong adanya atopi. Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dpat dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya. g) Foto Dada Pemeriksaan ini diakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis diparu atau komplikasi asma seperti pneunomotoraks, pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. h) Analisis Gas Darah Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapniaa (PaCC>2< 35 mmHg) kemudian pada stadium yang lebih berat PaCC>2 justru mendekati normal sampai normokapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCC>2 > 45 mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik. 2.2.8 Diagnosis Diagnosis asma disadari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala brupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat didada dan veribiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik. (Arif Mansjoer, 2000). a. Riwayat penyakit atau gejala : 1) Bersifat episodik seringkah reversible dengan atau tanpa penggobatan. 2) Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa sesak didada, dan berdahak. 3) Gejala timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari 4) Diawali oleh faktor- faktor pencetus yang bersifat individu. 5) Respon terhadap pemberian Bronkodilator. b. Pemeriksaan jasmani Gejala asma bervariasi sepanjang hari sehingga pemeriksaan jasmani dapat normal. Kelainan pemeriksaan jasmani yang paling sering ditemukan adalah mengi pada Auskultasi. Pada sebagian penderita auskultasi dapat terdengar normal walaupun pada pengukuran objektif (Faal paru) telah terdapat penyempitan jalan nafas. c. Faal paru Umumnya penderita asma sulit menilai beratnya gejala dan persepsi mengenai asmanya, demikian pula dokter tidak selalu dalam menilai Dispnea dan mengi. Sehinngga dibutuhkan pemeriksaan objktif yaitu faal paru, yang digunakan untuk menilai obstruksi jalan nafas. Menurut Zullies Ikawati (2011) ada beberapa mendiagnosis Adanya serangan asma: 1. Mengi pada saat menghirup nafas 2. Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak yang terjadi berulang, dada nafas tersengal-sengal 3. Hambatan bernafas yang reversibel secara bervariasi selama siang hari. 4. Adanya peningkatan gejala pada saat olahraga, infeksi virus, eksposur tehadap allergen, dan perubahan musim. 5. Terbangun malam- malam dengan gejala- gejala seperti diatas. 2.2. 9. Diagnosis Banding Menurut Irman Somantri (2012), ada beberapa diagnosis banding pada asma, yaitu: a. Bronkitis Kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang khas dipagi hari dan mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun sedikitnya 2 tahun. Penyakit batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada staadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda cor-pulmonal. b. Emfisema paru Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya, pasien biasanya kurus, berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi. c. Gagal jantung kiri akut. Dikenal dengan asma kardial, dan bila timbul pada malam hari disebut Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe. Pasien tiba- tiba terbangun, pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. d. Emboli Paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak nafas, pasien batuk- batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin kejang dan pingsan. 2.2.10. Komplikasi Asma Menurut Slamet Suyono (2001), komplikasi asma bronkial yang mungkin muncul yaitu sebagai berikut: 1. Fraktur iga 2. Gagal nafas 3. Pneumotoraks 4. Emfisema 5. Bronkitis 6. Atelektasis 7. Aspergilosis bronkopulmoner alergik. 2.2.11 Penatalaksanaan Menurut John Rees, dkk,(2000) pencegahan dan pengobatan sebagai berikut: a. Pencegahan Cara menghindari berbagai pencetus serangan asma perlu diketahui dan diajarkan kepada anak serta keluarganya, misalnya debu rumah merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Debu rumah biasanya mengadung tepung sari, rumput-rumputan, pohon dan berlukar disekitar rumah yang dibawa oleh angin masuk kedalam rumah. Debu rumah juga mengandung serpih atau rontokan kulit, buluh hewan peliharaan, ludah binatang peliharaan yang kering, rontokan pakaian, hancuran, koran, tembakau, abu rokok, dan sebagainya. Debu rumah juga megandung serangan yang sudah coati, bakteri, jamur, sisa-sisa makanan yang telah lama, dan tungau. Tumpukan buku-buku koran yang telah lama mengandung banyak sekali alergen yang pontensial dapat merupakan pencetus asma pada anak. Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum diketahui pasti, lebih baik anak yang asma jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan-' yang mengandung coklat atau minum es. Perlu diperhatikan pula apakah asma timbul setelah anak memakan makanan yang mengandung zat pengawet atau pewarna makanan. Hindarkan anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita influenza misalnya bicara atau bersin didekat anak yang asma, bila batuk atau bersin harus menutup mulut dan hidungnya. Hindarkan anak berada di tempat yang sedang terjadi perubahan udara misalnya cuaca sedang mendung dan sehabis hujan, usahakan anak tidak bermain luar rumah. Anak yang menderita asma tidak dilarang bermain-main atau berolahraga tetapi perlu diatur, karena hal tersebut merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak, hingga caranya harus diawasi dan diatur seperti berikut: 1) Menambah toleransi secara bertahap, menghidarkan percepatan gerak yang mendadak, mengalihkan macam kegiatan misalnya lari-lari ,naik sepeda dan berenang. 2) Bila mulai batuk-batuk istirahat sebentar, minum air dan setelah pulih lagi diteruskan kegiatannya. 3) Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat dan menghirup Aerosol lebih dahulu, misalnya akan berolahraga, lebih baik minum obat dan dapat berolahraga daripada takut diberi obat dan anak tidak dapat mengikuti aktivitas sehari- hari seperti anak lainnya. b. Pengobatan Berdasarkan patogenesis yang telah dikemukakan, strategi pengobatan asma dapat ditinjau dari berbagai pendekatan. Seperti mengurangi respons saluran napas, mencegah ikatan alergen dengan IgE, mencegah pengelepasan mediator kimia, dan merelaksasi otot-otot polos bronkus. 1) Mencegah ikatan alergen - IgE a. Menghindari alergen, tampaknya sederhana, tetapi sering siikar dilakukan. b. Hiposensitisasi, dengan menyuntikan dosis kecil alergen yang dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh akan membentuk IgG (Bioking antibody) yang akan mencegah ikatan alergen dengan IgE pada sel mast. Efek hiposensitisasi pada orang dewasa saat ini masih diragukan. 2) . Mencegah pelepasan mediator Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme bronkus yang dicetuskan oleh alergen. Natrium kromolin mekanisme kerjanya diduga mencegah pengelepasan mediator dari mastosit. Obat tersebut tidak dapat mengatasi spasme bronkus yang telah teijadi, oleh karena itu hanya dipakai sebagai obat profilaktik pada terapi pemeliharaan. Natrium kromolin paling efektif untuk asma anak yang penyebabnya alergi, meskipun juga efektif pada sebagian asma intrinsik dan asma karena kegiatan jasmani. Obat golongan agonis beta 2 maupun teofilin selain bersifat sebagai bronkodilator juga dapat mencegah penglepasan mediator. 3) . Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator a. Simpatomimetik Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol) merupakan obat- obat tepilih untuk mengatasi serangan asma akut. Dapat diberikan secara inhalasi melalui MDI (Matered Dosed inhaler) atau nebulizer. b. Aminoflin dipakai sewaktu serangan asma akut. Diberikan dosis awal, diikuti dengan dosis pemeliharaan. c. Kortikosteroid, tidak termaksuk obat golongan bronkodilator tetapi secara tidak langsung, dapat melebarkan saluran napas. Dipakai pada serangan akut atau terapi pemeliharaan. d. Antikolinergik (ipatropium bromida) terutama dipakai sebagai suplemen bronkodilator agonis beta 2. 4). Mengurangi respons dengart jalan meredam inflamasi saluran napas. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa asma baik yang ringan maupun yang berat menunjukkan inflamasi saluran napas. Secara histopalogis ditemukan adanya infiltrasi sel-sel radang serta mediator inflamasi ditempat tersebut. Implikasi terapi proses inflamasi diatas meredam inflamasi yang ada baik dengan natrium kromolin, atau secara lebih oral, parenteral, atau inhalasi seperti pada asma akut atau kronik. Pengobatan Asma Menurut GINA (Global initiative for Asthma) I. Asma kronis Untuk menatalaksanaan asma kronis, disarankan pendekatan yang disebut Stepwise approach, yang ditunjukan untuk membantu menentukan keputusan klinik, disesuaikan dengan kondisi pasien, pada panduan NAEPP tahun 2007, pendekatan stepwise dibedakan pada 3 katagori umur, yaitu umur 0-4 tahun, umur 5-11 tahun, dan umur > 12 th - dewasa, pada panduan NAEPP tahun 2007 terdapat 6 step pendekatan, yang pada prinsipnya jika asma terkontrol, obat -obat yang dignakan yaitu: Inhalasi kortikosteroid, Steroid inhalasi, kortikosteroid sistemik, Agonis p-2 adrenergik (Zullies Ikawati, 2011). 2. Asma akut Serangan asma sebaiknya tidak disepelekan, karena bisa mengancam jiwa, serangan dikatakan berat dan perlu segera mendapat perawatan medis jika: pasien tidak bisa bernafas dalam keadaan istirahat, badan sampai membungkuk kedepan, tidak dapat berkata-kata, hanya bisa berkata sepatah- sepatah dan tidak bisa membentuk satu kalimat utuh (pada bayi, dia berhenti menyusui) terlihat gelisah mengantuk/ lesu, atau kecepatan pernafasan lebih dari 30 menit. Suara mengi yang keras atau bahkan tidak terdengar. Denyut jantung lebih dari 120 / meni (untuk bayi : 160 menit). PEF kurang dari 60 % prediksi, bahkan pada awal pengobatan Pasien kelelahan. Obat- obat yang digunakan yaitu: Inhalasi p -agonis, p-agonis sistemik, Kortikosteroid (Zullies Ikawati, 2011). 2.2.12. Asuhan keperawatan pada anak dengan asma. Menurut Marilynn E. Doenges, (2000) Asuhan keperawatan pada anak dengan asma adalah sebagai berikut: a. Data fokus Dikarekteristikan pada konstriksi otot polos bronkus, hipersekresi mukosa, inflamasi serta edema mukosa bronkus. b. Pengkajian 1. Aktivitas atau istirahat Gejala: keletihan, kelelahan, malaise, ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas, ketidak mampuan untuk tidur. Dyspnoe pada saat istirahat ataupun ketika sedang beraktivitas. Tanda: gelisah, Insomnia. 2. Integritas atau Ego Gejala: peningkatan faktor resiko dan perubahan pola hidup Tanda: Ansietas, ketakutan, peka rangsangan. 3. Makanan atau cairaan Gejala : mual, tidak naafsu makan, Anorebia Tanda: penurunan berat badan, berkeringat, turgor kulit buruk, edema dan muntah-muntah. 4. Pernafasan Gejala: Sesak Nafas atau Dyspnoe, dada seperti tertekan, batuk hilang timbul, biasanya jika terpapar faktor alergen. Riwayat penyakit keturunan dalam keluarga. Tanda: pernafasan cepat dan dangkal, Ekspirasi memanjang , bunyi nafas mengi atau wheezing. Sianosis akibat kekurangan oksigen, retraksi otot-otot pernafasan, nafas cuping hidung. Respiratory meningkat, keringat berlebihan dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diafragma interaksi sosial. Gejala: ketergantungan terhadap orang lain, kurang sistem pendukung. Tanda: ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan, keterbatasan mobiltas fisik, c. Prioritas keperawatan 1. Mempertahankan potensi jalan nafas. 2. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas. meningkatkan masukan nutrisi. 3. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi. 4. Memberikan informasi tentang proses penyakit atau prognosis dan program pengobatan. d. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperwatan 1. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan: bronkospasme, peningkatan atau penumpukan sekresi, edema mukosa bronkus dan inflamasi dinding bronkus. Intervensi; a) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi dan ekspirasi. b) Kaji derajat dispnoe misalnya: gelisah, ansietas dan pengunaan otot bantu pernafasan. c) Auskultasi bunyi nafas, pada asma bunyi nafas mengi. d) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya: debu, asap, bulu binatang, kapuk bantal dan lain- lain. e) Bantu latihan nfas abdomen. f) Observasi karakteristik batuk, misalnya; batuk kering atau berdahak . g) Ajarkan teknik nafas dalam dan baatuk efektif h) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/ hari, bisa dengan pemberian air hangat. i) Kolaborasi untuk pengobatan dan fisioterapi dada. 1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan obstruksi jalan nafas serta kerusakan alveoli. Intervensi: a) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan obat bantu pernafasan, pemafasaan cuping hidung. b) Bantu pasien dalam mengeluarkan sputum atau sekresi c) Auskultasi bunyi nafas, adanya mengi mengindikasikan adanya spasma bronkus dan tertahannya sekret. d) Palpasi fremitus, penurunan getaran vibrasi diduga akibat penumpukan sekresi ataupun udara, yang teqebak. e) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. f) Evalusi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan senyaman mungkin. g) Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan dan obat-obatan bronkodilator. 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Dyspnoe, Anoreksia dan efek samping obat. Intervensi: a) Kaji kebiasaan diet atau pola makan. Evaluasi berat badaan dan ukuran tubuh. b) Auskultasi bunyi usus. c) Berikan perawatan oral sesering mungkin d) Anjurkan makan dengan porsi kecil tapi sering. Hindari makanan yang mengandung gas serta minuman bikarbonat. e) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin. Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan semenarik mungkin. f) Ciptakan suasana, makan senyaman mungkin. g) Timbang berat badan sesuai indikasi, catat adanya penurunan berat badan. h) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian hiakanan yang mudah dicerna. i) Kolaborasi dengan tim medis untuk indikasi pemberian vitamin. 2.3 Alergen 2.3.1.Pengertian Alergen Alergen adalah zat yang dapat menimbulkan alergi, alergen merupakan faktor pencetus yang sering dijumpai pada asma, diperkirakan 30%m-40% seragan asma dicetuskan oleh alergen terutama pada anak- anak. (Iskandar. Junaidi.2006). Alergen adalah zat dilingkungan yang pada orang sensitif dapat menimbulkan gejala alergen pada asma. Pada asma, alergen yang dapat memicu adalah alergen hidup, seperti tungau, debu rumah, kecoak, serta serpih kulit binatang seperti anjing dan kucing. Ilmu alergi merupakan bagian imunologi. Alergi baru pertama dikenalkan oleh von pirquet pada tahun 1906. Alergi bearti reaksi sesorang yang menyimpang terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen), dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis. Alergen tersebut untuk kebanyakan orang dengan kontak atau pajanan yang sama tidak menimbulkan reaksi dan tidak menimbulkan penyakit. Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap alergen lingkungan. Walaupun faktor lingkungan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat diabaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergen tertentu menunjukkan bahwa seseorang pernah terpajan dengan alergen bersangkutan sebelumnya. Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.(Slamet Suyono, 2001). 2.3.2. Tanda dan gejala Gejala reaksi alergi bisa bersifat ringan atau berat. Umunya reaksi alergi berupa gejala mata berair, mata terasa gatal, dan kadang bersin. Pada reaksi yang ekstrim bisa terjadi gangguaan pernafasan, kelainan fungsi jantung dan tekanan darah yang sangat rendah, yang menyebabkan syok. Reaksi jenis ini disebut anafilaksis, yang bisa terjadi pada organ-organ yang sangat sensitif, misalnya segera setelah makan makanan atau obat tertentu atau setelah disengat lebah memperlihatkan gejala alergi hebat. 2.2.3. Diagnosis Setiap alergi timbul karena dipicu oleh suatu alergen tertentu, karena itu tujuan utama dari diagnosis adalah mengenali alergen nya. Alergen dapat berupa tumbuhan musim tertentu (misalnya serbuk tanaman) atau bahan tertentu(misalnya bulu kucing, obat, atau makanan). Jika bersentuhan dengan kulit atau masuk kedalam mata, terhirup, terhirup, termakan atau disuntikkan, alergen menyebabkan reaksi alergi. Pemeriksaan dapat membantu menentukan apakah gejalanya berhubungan dengan alergi dan menentukan alergen penyebabnya. Pada pemeriksaan darah didapatkan banyaknya eosinofil (sejenis sel darah putih yang sering kali meningkat selama terjadinya reaksi alergi). Tes kulit sangat bermanfaat untuk menentukan alergen penyebabnya terjadinya reaksi alergi. Caranya adalah larutan encer yang terbuat dari saripati pohon, rumput, rumput liar, serbuk tanaman, debu, bulu binatang, racun serangga, makanan dan beberapa jenis obat secara terpisah disuntikan pada kulit dalam jumlah yaang sangat kecil. Jika terdapat alergi terhadap satu atau beberapa bahan tersebut, pada lokasi penyuntikan akan terbentuk bentol (pembentukan seperti kaligata yang sekelilingnya merah) dalaam waktu 15- 20 menit. 2.2.4. Pengobatan Pengobatan yang utama adalah dengan menghindari alrgen penyebab. Ini lebih baik daripada mencoba mengobati suatu reaksi alergi dengan menggunakan obat-obatan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari kontak dengan alergen: a. Jika alergi terhadap debu rumah, sebaiknya jangan menggunakan perabot, "karpet, atau tirai yang sifatnya menampug debu. b. Membungkus kasur dan bantal dengan pelindung (plastik) c. Menghisp debu dalam rumah sesering mungkin d. Mengunakan AC untuk mengurangi kelembaban ruangan yang tinggi e. Memasang penyaring udara Pengobatan dengan imunoterapi alergen dilakukan bila tidak dapat - menghindari alergen, yaitu dengan menyuntikan alergen. Sejumlah kecil alergen disuntikan dibawah kulit dosisnya dinaikan secara bertahap sampai tercapai dosis pemeliharaan. Pengobatan ini merangsang tubuh untuk menghasilkan antibodi penghalang atau antibodi penetralisasi yang bertindak sebagai pencegah terjadinya reaksi atergi terhadap serbuk tanaman, partikel debu rumah, racun serangga, dan bulu binatang. Imunoterapi tidak dianjurkan untuk penderita yang alergi terhadap makanan karena berisiko terjadinya reaksi alergi berat (anafilaksis). Dosis"'' awal pengobatan biasanya diberikan 1 kali seminggu, selanjutnya dosis pemeliharaan diberikan setiap 4-6 minggu. Prosedur ini sangat efektif jika dosis pemeliharaan diberikan sepanjang tahun. 2.4 Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan 2.4.1. Pengertian ISPA ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. ( Nursalam,dkk, 2008). ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang merangsang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung, seperti sinus, rongga tengah pleura.(Depkes RI, 2000). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai struktur pernafasan diatas laring, terapi penyakit mi mengenai saluran atas dan bawah secara stimultan atau beraturan (Depkes RI, 2005). 2.4.2.EtioIogi Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus, riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah streptococus, Stapilococus, pneumococus, hemofilus, bordetella dan korino bacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan mikrovirus, adenovirus, koronavirus, pikomovirus, mikoplasma, herpes, virus. Beberapa virus yang menyebabkan ISPA dari gambaran klinis umum yang melibatkan sistem organ lain : 1. Virus- virus rino dan virus- virus korona, biasanya menimbulkan penyakit yang terbatas pada saluran pernafasan bagian atas saja terutama hidung. 2. Virus- virus kosaki A dan B menimbulkan penyakit primer pada nasofaring mikoplasma dapat menyebabkan penyakit baik pada saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah yang meliputi bronkiditis, pneumonia bronchitiss, faringoton silitis, melingitis dan otitis media. 3. Virus-virus adeno kurang 10% penyakit-penyakit saluran pernafasan. Kebanyakan diantaranya bersifat ringan. Sebagian besar bahwa mungkin asimtomatis. Virus- virus adenoo dan virus pernafasan kadang- kadang menyebabkan infeksi berat pada saluran pernafasan bagian bawah. 4. Virus- virus parainfluenza sebagian besar dari sindrom batuk rejan tetapi mungkin pula penyebab bronkitis, bronkiolitis dan penyakit demam saluran pernafasan akut. 2.4.3. Patofisiologi Infeksi saluran pernafasan nafas atas adalah infeksi - infeksi yang menyebabkan oleh mikro- organisme. Infeksi- infeksi tersebut terbatas pada struktur- struktur saluran nafas termasuk rongga hidung, faring dan laring. Infeksi saluran nafas atau mencakup Common cold (masuk angin), faringitis, atau sorethroat (radang tenggorokan), laryngitis, dan Influenza tanpa komplikasi. Sebagian besar infeksi saluran nafas atas disebabkan oleh virus. Walaupun bakteri juga dapat terlibat baik sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon dan peradangan sehingga teijadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi, reaksi peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan mukus yang berperan menimbulkan gejala- gejala infeksi saluran nafas atas yaitu hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung (pilek), nyeri kepala, demam ringan, dan malaise juga timbul akibat reaksi peradangan. (Tjandra Yoga Aditama, 2004) 2.4.4. Tanda dan Gejala Seorang anak yang menderita ISPA biasanya menunjukkan bermacam- macam tanda dan gejala seperti: Sakit tenggorokan, batuk, bersin, rinorrhea, hidung tersumbat, sakit telinga, keluar cairan dari telinga, sesak nafas, nafas cepat dan nafas bunyi. Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama satu sampai dua minggu setelah priode akut. Penerikan dada kedalam, bisa juga mual dan muntah, tak mau makan, badan lemah, dan sebaginya. Menurut Brunner & Suddarth, (2002) Adapun tanda dan gejala ISPA menurut klasifikasinya: 1. ISPA ringan Batuk, suara serak, pilek, dengan ataupun tanpa nafas (demam). Termasuk juga ISPA ringan, keluarnya cairan dari telinga yang lebih dari dua minggu, rasa sakit di telinga. 2. ISPA sedang Pernafasan cepat lebih dari 50 kali / menit (tanda utama), Wheezing, (nafas menciut-ciut), suhu tubuh 35 C atau lebih. 3. ISPA berat Tanda dan gejala ISPA berat atau sedang ditambah dengan satu atau lebih tanda dan gejala: penarikan dada ke dalam (Cgest indrawing) pada saat menarik nafas (tanda utama), stridor (pernafasan ngorok), takmampu dan tak mau m,akan. Tanda ISPA berat antara lain: kulit kebiruan (sianosis), nafas cuping hidung (cuping hidung ikut bergerak kembang kempis sewaktu bernafas), kejang, dehidrasi, terdapat membran difetri. 2.4.5. Cara Penularan Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita ISPA dan carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan pada orang lain melalui kontak langsung, atau melalui benda- benda yang tercemar bibit penyakit, termasuk udara oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air borne disease. Bibit penyakit diudara pada umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang diudara dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian dari padanya( Depkes Ri, 2000). Menurut Depkes RI (2000) bentuk aerosol dari penyebab penyakit ISPA: 1. Dust yaitu campuran antara bibit yang melayang di udara 2. Droplet nuclei yaitu sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan tubuh secara droplet dan melayang diudara. Kuman dapat mencapai seluruh saluran nafas dan menimbulkan ifeksi dengan cara: 1. Hematogen (dari infeksi di tempat lain) 2. Limfogen 3. Perkontinunatum (dari tempat infeksi pada jaringan yang berdekatan dengan paru), misalnya : Abses hati, subphrenik.abses dan lain-lain. 4. Yang banyak adalah lewat jalan udara atau nafas. Kuman yang masuk lewat nafas berasal dari: a. Kuman diudara luar (jenisnya berbagai macam) masuk bersama udara nafas. b. Kuman dalam jalan yang semula bersifat kornensial dalam saluran nafas, tetapi karena sesuatu sebab berubah menjadi pathogen, kemudian menginfeksi saluran nafas. 2.5. Hubungan Alergen dengan kejadian serangan asma bronkial Alergen adalah zat yang dapat menimbulkan alergi, alergen merupakan faktor pencetus yang sering dijumpai pada asma, diperkirakan 30%m-40% seragan asma dicetuskan oleh alergen terutama pada anak- anak.( Iskandar Junaidi, 2006). Menurut Ariff Muttaqin, (2000), alergen dibagi atas 2 yaitu: 1. Alergen di dalam rumah (indoors) seperti tungau debu rumah, bulu kucing, bulu anjing atau binatang peliharaan lainnya. Alergen ini banyak dijumpai di negara-negara tropis, juga terdapat di negara-negara dengan 4 musim. 2. Alergen di luar rumah {outdoors), seperti serbuk sari {pollen) khususnya di negara-negara 4 musim; tree pollen pada musim semi, grass pollen pada musim panas, jamur pada musim panas dan gugur Faktor alergen dianggap mempunyai peranan pada sebagian besar anak dengan asma. Disamping itu hiperaktivitas saluran nafas juga merupakan faktor yang penting. Bila tingkat hiperaktivitas bronkus tinggi, diperlukan jumlah alergen yang sedikit, dan sebaliknya jika tingkat hiper-aktivitas rendah diperlukan jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan asma. Pada bayi anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya tungau, serpih atau bulu binatang, spora jamur yang terdapat dalam rumah, dengan bertambahnya umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Alergen dapat masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, hirupan, suntikan atau tempelan pada kulit dan lain- lain. Yang dapat merupakan alergen adalah debu rumah, tunggau debu rumah, spora jamur, bulu anjing, kucing ataupun hewan peliharan lainnya. Debu rumah sebenarnya terdiri dari bermacam-macam alergen seperti sisa makanan, potongan rambut dan berbagai macam kulit binatang. Dari semua alergen tersebut yang paling sering menjadi pencetus asma adalah tungau debu rumah (Ramailah S, 2006) Tungau ini berkembang biak sangat cepat terutama seperti di kamar tidur karena makanannya adalah serpihan kulit manusia yang terlepas pada waktu tidur Sebenarnya tanpa disadari, kulit kita secara teratur selalu berganti dengan yang baru. Kondisi ini juga terjadi waktu kita tidur oleh karena itu tungau sangat banyak masuk terdapat dalam kamar tidur dan diduga menjadi salah satu penyebab serangan asma yang terjadi pada malam hari. Tungau debu rumah senang hidup ditempat yang lembab seperti tempat tidur, dapur, karpet, buku-buku tua, boneka berbulu, selimut, gorden, kursi tamu, dan lain-lain. Karena sangat kecil dan ringan tungau sangat mudah tertiup angin dan terbesar diudara. Mula- mula reaksi alergi berupa bersin, mata terasa gatal dan batuk. Lama kelamaan bisa teijadi sesak nafas (serangan asma), oleh karena itu sebaiknya sedapat mungkin menghindari debu rumah atau sedikit mungkin berhubungan dengan debu. Hewan peliharan juga dapat mencetuskan serangan asma. Anjing, kucing, dan kuda, merupakan hewan yang cukup sering menimbulkan asma. (Iskandar Junaidi.2006). 3. 6 Hubungan infeksi saluran pernapasan dengan kejadian serangan asma Bronkial ISPA adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang merangsang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung, seperti sinus, rongga tengah pIeura.(Depkes RI, 2000). ISPA adalah penyakit infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh masuknya kuman mikroorganisme (bakteri dan virus) ke dalam organ saluran pernafasan yang berlangsung selama 14 hari.( Nursalam, dkk, 2008). Sebagian besar infeksi saluran nafas atas di sebabkan oleh virus, walaupun bakteri juga dapat terlibat, baik sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon dan peradangan sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan mukus yang berperan menimbulkan gejala- gejala infeksi saluran nafas atas dan bisa menjalar ke saluran nafas bawah(Tjandra yoga aditama, 2004) Pembentukan mukus bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas difus reversibel sehingga bisa menimbulkan serangan.(Suzanne C. Smeltzer, 2002). Sensitisasi alergen dapat meningkat biasanya terjadi karena penurunan sistem imun dan aktifnya respon anti- virus sehingga infeksi semakin berat. Sel- sel tertentu didalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggung jawab terhadap awal mulanya terjadi penyempitan saluran pernafasan ini. Sel mast di sepanjang ronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya konstraksi otot polos, peningkatan pembentukan lendir, perpindahan sel darah putih ke bronki. Sel mast mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang dikenal sebagai benda asing (alergen). (Slamet Suyono, 2001). Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab biasanya Respirator Syncytial Virus (RSV) dan Virus Parainfluinza. Kadang- kadang dapat juga oleh bakteri misalnya Perfusis dan Sireptokokus Beta Hemolilikus, jamur misalnya Aspergillus dan parasit misalnya Ashiris. infeksi merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma pada anak pada anak diperkirakan 2/3 penderita asma pada anak di cetuskan oleh infeksi, infeksi adalah masuknya mikroba kedalam tubuh dengan jalan melalui kulit/ selaput lendir, hingga masuk kedalam jaringan darah dan seterusnya. Beberapa penyakit infeksi saluran pernafasan yang dapat memudahkan teijadinya serangan asma diantaranya adalah ISPA, TBC, Sinusitis, Rhenitis Alergen Pada bayi infeksi saluraa nafas dapat memberikan gejala yang menyerupai asma, yang sebenarnya merupakan peradangan pada saluran nafas. Sebagian bayi yang pernah menderita infeksi virus suatu saat akan menjadi penderita asma atau alergi dikemudian hari. Pada orang normal infeksi saluran nafas hanya akan menyebabkan batuk, pilek, dan demam. Namun pada penderita asma gejala ini akan disertai dengan serangan asma. Oleh karena itu penderita asma yang peka terhadap infeksi virus sebaiknya menghindari penularan dinhdrang yang sedang menderita penyakit infeksi saluran nafas. Infeksi virus merupakan salah satu pencetus asma yang potensial. Apabila salah satu anggota keluarga menderita infeksi virus misalnya flu, pemberian kortikosteroid pada penderita asma yang terserang infeksi virus dapat mengurangi timbulnya dan beratnya serangan asma. (Zullies Ikawati. 2011). 2.7 Kerangka Konsep Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat digambarkan Kerangka konseptual sebagi berikut. Hubungan alergen dan infeksi saluran pemapasan dengan kejadian serangan asma bronkial. Variabel Independen Variabel Dependen yang paling sering ditemukan pada usia 2 tahun pertama dan pada orang dewasa (asma yang timbul lambat) disebut intrinsik. Faktor endokrin menyebabkan asma lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi atau pada saat wanita menopause, dan asma membaik pada beberapa anak saat pubertas. Faktor psikologis emosi dapat memicu gejala- gejala pada beberapa anak dan dewasa yang berpenyakit asma, tetapi emosional atau sifat- sifat perilaku yang dijumpai pada anak asma lebih sering dari pada anak dengan penyakit kronis lainnya, serangan dapat terjadi 3-4 kali dalam satu bulan dan frekuensi serangan paling tinggi pada umur 6-12 tahun. (Suriadi, 2006) ^------ Brorkus pada penderita asma sangat peka terhadap serangan rangsangan imunologi maupun non- imunologi, oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, allergen, infeksi saluran atas, dan sebagainya. penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma.(Irman Somantri, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa hubungan alergen bukan hanya alergen tetapi debu rumah merupakan pencetus yang sering dijumpai pada anak. Debu rumah biasanya mengadung tepung sari, rumput-rumputan, pohon dan berlukar disekitar rumah yang dibawa oleh angin masuk kedalam rumah. Debu rumah juga mengandung serpih atau rontokan kulit, buluh hewan peliharaan, ludah binatang peliharaan yang kering, rontokan pakaian, hancuran, koran, tembakau, abu rokok, dan sebagainya. Debu rumah juga megandung serangan yang sudah coati, bakteri, jamur, sisa-sisa makanan yang telah lama, dan tungau. Tumpukan buku-buku koran yang telah lama mengandung banyak sekali alergen yang pontensial dapat merupakan pencetus asma pada anak, penyebab dari makanan bila belum diketahui pasti, lebih baik anak yang asma jangan makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung cpklat atau minum es. Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,478 dengan approx. Sig.= 0,000 < a = 0,05 berarti signifikan. Nilai C tersebut dibandingkan dengan nilai Cmax =,/- dimana m adalah nilai terkecil dari baris atau Vm 12-1 kolom, nilai Cmax =J = 0,707. Karena nilai C = 0,478 tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax= 0,707 maka kategori hubungan sedang(Sudjana, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa serangan asma bronkial bukan hanya disebabkan oleh faktor alergen, tetapi bisa teijadi karena banyak faktor alegen yang lainnya yaitu, Pada asma, alergen yang dapat memicu adalah alergen hidup, seperti tungau, debu rumah, kecoak, serta serpih kulit binatang seperti anjing dan kucing, polusi udara, perubahan suhu udara atau kelembaban yang tiba-tiba, menghirup asap rokok, adanya gejala-gejala bronkitis, emfisema, gagal nafas, juga stres mental, olahraga seperti lari-lari selama lima menit, bermain sepak bola juga dapat mendatangkan serangan, biasanya orang tua menghubungakan dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan stres. Secara klasik, asma dibagi menjadi dua kategori berdasar faktor pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dengan riwayat penyakit alergi( baik eksim, utikaria, alergen atau hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena faktor-faktor diluar mekanisme imunitas, dan umumnya dijumpai pada orang dewasa, beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma antara lain: udara dingin, obat- obatan, stres dan olahraga. Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap alergen lingkungan. Walaupun faktor lingkungan merupakan faktor penting, faktor genetik dalam manifestasi alergi tidak dapat diabaikan. Adanya alergi terhadap suatu alergen tertentu menunjukkan bahwa seseorang pernah terpajan dengan alergen bersangkutan sebelumnya. Penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat.(Slamet Suyono, 2001). Kejadian serangan Asma Bronkial pada alergen ini kemungkinan dapat dikurangi dengan cara menghindari anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita influenza, alergen( debu, polusi udara, kecoak, bulu-bulu kucing, dll.) anak yang asma jangan makan coklat, kacang tanah, atau makanan yang menggandung coklat atau minum es. Jika alergi terhadap debu rumah, sebaiknya jangan menggunakan perabot, karpet, atau tirai yang sifatnya menampug debu. Membungkus kasur dan bantal dengan pelindung (plastik), Memasang penyaring udara. Anak yang menderita asma tidak dilarang bermain-main atau berolahraga tetapi perlu diatur, karena hal tersebut merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak, hingga caranya harus diawasi dan diatur. 4.2.2. Hubungan infeksi saluran pernapasan dengan kejadian serangan Asma Bronkial pada anak asma Yang berobat di poliklinik anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. Dari tabel 4.5. di atas ternyata menunjukkan tabulasi silang antara infeksi saluran pernafasan dengan serangan asma. Ternyata dari 37 orang dengan infeksi saluran pernafasan terdapat 19 orang dengan asma episodik sering dan 18 orang dengan asma episodik jarang, hal ini menunjukkan bahwa pada responden infeksi saluran pemapasan dengan serangan asma, Bukan hanya infeksi saluran nafas atas di sebabkan oleh virus, dapat juga oleh bakteri misalnya Perfiisis dan Sireptokokus Beta Hemolilikus, jamur misalnya Aspergillus dan parasit misalnya Ashiris. infeksi merupakan salah satu pencetus yang paling sering menimbulkan asma pada anak pada anak diperkirakan 2/3 penderita asma pada anak di cetuskan oleh infeksi, infeksi adalah masuknya mikroba kedajnm tubuh dengan jalan melalui kulit/ selaput lendir, hingga masuk kedalam jaringan darah dan seterusnya. Beberapa penyakit infeksi saluran pernafasan yang dapat memudahkan terjadinya serangan asma diantaranya adalah ISPA, TBC, Sinusitis, Rhenitis Alergen Pada bayi infeksi saluran nafas dapat memberikan gejala yang menyerupai asma, yang sebenarnya merupakan peradangan pada saluran nafas. Sebagian bayi yang pernah menderita infeksi virus suatu saat akan menjadi penderita asma atau alergi dikemudian hari. Pada orang normal infeksi saluran nafas hanya akan menyebabkan batuk, pilek, dan demam. Namun pada penderita asma gejala ini akan disertai dengan serangan asma. Oleh karena itu penderita asma yang peka terhadap infeksi virus sebaiknya menghindari penularan dini orang yang sedang menderita penyakit infeksi saluran nafas. walaupun bakteri juga dapat terlibat, baik sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon dan peradangan sehingga terjadi pembengkakan dan' edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan mukus yang berperan menimbulkan gejala- gejala infeksi saluran nafas atas dan bisa menjalar ke saluran nafas bawah (Tjandra Yoga Aditama, 2004). Dan sedangkan dari 32 orang dengan tidak ada infeksi saluran pernafasan terdapat 3 orang dengan asma episodik sering dan 29 orang dengan asma episodik jarang, Infeksi virus merupakan salah satu pencetus asma yang potensial. Apabila salah satu anggota keluarga menderita infeksi virus misalnya flu, pemberian kortikosteroid pada penderita asma yang terserang infeksi virus dapat mengurangi timbulnya dan beratnya serangan asma. Infeksi ini menyebabkan hiperemia dan odema pada membran mukosa, yang kemudian menyebabkan peningkatan sekresi bronkial. Karena adanya perubahan pada mebran mukosa ini, maka terjadi kerusakan pada lapisan epitelia saaluran nafas yang menyebabkan berkurangnya fungsi pembersihan mukosiliar. Selain itu, peningkatan sekresi bronkial yang dapat menjadi kental dan liat, makin memperparah gangguan pembersihan mukosiliar. Apakah perubahan ini bersifat permanen, belum diketahui, namun infeksi pemapasan akut yang berulang dapat berkaitan dengan peningkatan hipereaktivitas saluran napas, atau terlibat dalam patogenesis asma atau PPOK. Pada umumnya pembahan ini bersifat sementara dan akan kembali normal jika infeksi sembuh.(Zullies Ikawati, 2011). Berdasarkan hasil uji stastic Chi-square (Continuity Correction) diperoleh hasil hubungan yang signifikan antara Infeksi saluran Pemapasan dengan kejadian serangan asma bronkial pada anak asma yang berobat di poliklinik anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti ada hubungan antara Infeksi Saluran Pemapasan dengan kejadian serangan asma bronkial pada anak asma yang berobat di poliklinik anak RSUD dr. M. Yunus Bengkulu. Hal ini menunjukkan bahwa Infeksi saluran pemapasan disebabkan oleh kejadian serangan asma bronkial. infeksi merupakan salah satu pencetus jenis bakteri, virus, riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah streptococus, Stapilococus, pneumococus, hemofilus, borfetella, virus parainfluenza, dan korino bacterium. yang paling sering menimbulkan asma pada anak pada anak diperkirakan 2/3 penderita asma pada anak di cetuskan oleh infeksi, infeksi adalah masuknya mikroba kedalam tubuh dengan jalan melalui kulit/ selaput lendir, hingga masuk kedalam jaringan darah dan seterusnya. Seorang anak yang menderita ISPA biasanya menunjukkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti: Sakit tenggorokan, batuk, bersin, rinorrhea, hidung tersumbat, sakit telinga, keluar cairan dari telinga, sesak nafas, nafas cepat dan nafas bunyi. Terdapat beberapa keluhan perasaan lemas selama satu sampai dua minggu setelah priode akut. Penerikan dada kedalam, bisa juga mual dan muntah, tak mau makan, badan lemah. (Brunner & Suddarth, 2002) Hasil uji Contingency Coefficient didapat nilai C = 0,410 dengan approx. Sig.= 0,000 < a = 0,05 berarti signifikan. Nilai C tersebut dibandingkan lyu_____________________________i dengan nilai Cmax = J--------------- dimana m adalah nilai terkecil dari baris atau Vm b-l kolom, nilai Cmax=J= 0,707. Karena nilai C = 0,410 tidak terlalu jauh dengan nilai Cmax- 0,707 maka kategori hubungan sedang (Sudjana, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi saluran pemapasan adalah salah satu penyebab dari kejadian serangan asma bronkial pada anak, sedangkan penyebab antara lain, dispnea atau kesukaran bernafas dapat disebabkan kelemahan saraf atau otot, kerusakan pada iga-iga atau mang pleura, paru- paru kaku yang disebabkan pneumonia, udema paru- paru dalam payah jantung, atau obstruksi dalam saluran udara pada bronkitis.( Evelyn C. Pearce, 2002). Infeksi Virus penyebab biasanya Respirator Syncytial Vims (RSV) dan Virus Parainfluinza. Kadang- kadang dapat juga oleh bakteri misalnya Perfusis dan Sireptokokus Beta Hemolilikus, jamur misalnya Aspergillus dan parasit misalnya Ashiris.). Penularan bibit penyakit ISPA dapat terjadi dari penderita ISPA dan carrier yang disebut juga reservoir bibit penyakit yang ditularkan pada orang lain melalui kontak langsung, atau melalui benda- benda yang tercemar bibit penyakit, termasuk udara oleh karena salah satu penularan melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, maka penyakit ISPA termasuk golongan Air borne disease. Bibit penyakit diudara pada umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang diudara dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian dari padanya( Depkes RI, 2000). Kejadian serangan asma bronkial pada Infeksi saluran pemapasan dapat dikurangi dengan cara menganjurkan pada anak untuk mengkonsumsi makanan- makanan yang bergizi, vitamin sesuai dengan kebutuhan tubuh anak dan menghindari anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita influenza, ,alergen( debu, polusi udara, kecoak, bulu-bulu kucing,dll.) anak yang Infeksi saluran pemapasan jangan makan coklat, kacang tanah, atau makanan yang menggandung coklat atau minum es. Perlu diperhatikan pula apakah ISPA timbul setelah anak memakan makanan yang mengandung zat pengawet atau pewarna makanan.