SK 1 Hemato
SK 1 Hemato
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan
antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah
eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan
kekentalan darah. Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat.
Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino
dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
(EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketikasel-sel
ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasaneritropoetin.
Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi pada
defisiensi besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,sehingga terjadi
peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat
normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresieritropoetin dihentikan sampai
diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi
merangsang ginjal yang nantinya memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum
1
tulang.Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone
sexwanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanitalebih
rendah daripada pria.
Eritropoeitin
Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2dalam jaringan ginjal.
penyaluran O2ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke
dalamdarah merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang
proliferasi dan pematangan eritrosit jumlah eritrosit meningkat kapasitas darah
mengangkut O2 dan penyaluran O2ke jaringan pulih ke tingkat normal stimulus
awal yang mencetuskansekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
Pasokan O2 ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2: stimulus eritroprotein turun
Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasimenjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
Bekerja pada sel-sel tingkat G1
Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2& kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
FUNGSI
Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.
Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah
mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah
merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran
sel patogen, serta membunuhnya.
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang
juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya
darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.
2. KELAINAN WARNA
1
a. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit /3 diameternya
1
b. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit /3 diameternya
c. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih gelap.
2
3. KELAINAN BENTUK
a. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang
lebih gelap/merah.
b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.
c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang- kadang dapat lebih
gepeng (eliptosit).
d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.
e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentuk menyerupai sabit akibat
polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.
f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 12 duridengan ujung duri yang
tidak sama panjang.
g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecil pendek,
ujungnyatumpul.
h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
i. Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.
j. Teardropcell, Eritrositseperti buahpearatau tetesan air mata.
k. Poikilositosis, Bentukeritrosit bermacam-macam.
3
2.4 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN BIOSINTESIS HEMOGLOBIN
Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan dilanjutkan sedikit dalam reetikulosit.
Hemoglobin terdiri dari suksinil koA yang berikatan dengan glisin untuk membentuk pirol. Kemudian
4 pirol akan bergabung membentuk protoporfirin IX yang kemudian bergabung dengan besi
membentuk Heme. Setiap molekul Heme ini akan berikatan dengan rantai polipeptida panjang yang
disebut globin. Globin disintesis oleh ribosom. Sifat rantai hemoglobin menentukan afinitas ikatan
hemoglobin terhadap oksigen.
Heme disintesis dari glisin dan suksinil KoA yang berkondensasi dalam reaksi awal membentuk asam
alfa-aminolevulinat .
Hb + O2 HbO2
4
2.6 MEMAHAMI DAN MENJELASKAN REAKSI Fe DAN Hb
Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan sel
darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia tertentu
pada industry, bahkan obat obatan pada pasien yang sensitif
Anemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut
bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui
limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau bahkan
lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah sangat
singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan pembentukannya sehingga
mengakibatkan anemia yang parah.
Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian
tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam
jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena
dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.
5
Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
A. Gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi)
B. Gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif), dan
C. Penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolysis
1. Hipoproliferatif
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemia hipoproliferatif ini dapat disebabkan
karena:
a. Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan
aplasia sumsum tulang.
b. Defisiensi besi
c. Stimulasi eritropoietin yang inadekuat keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d. Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi (misalnya: IL1)
e. Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya pada keadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan
gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit
inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.
2. Gangguan pematangan
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang rendah, gangguan
morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indeks eritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat
dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik. Penyebab dari Gangguan
pematangan inti adalah defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi
metabolisme DNA (seperti metotreksat, alkylating agent), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkan oleh defisiensi asam folat.
b. Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik dan hipokromik. Penyebab dari
gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada
thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)
6
seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yang disebabkan karena autoimun,
hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting).
7
di dalam sel darah merah yang berperan dalam mengangkut oksigen. Ketika kadar zat besi di dalam
darah rendah akibat berbagai faktor, seperti kurang asupan zat besi, kehilangan darah dalam jumlah
besar, ketidakmampuan tubuh untuk menyerap zat besi sewaktu hamil, produksi hemoglobin menjadi
terbatas. Hal ini juga mempengaruhi produksi sel darah merah.
http://www.persify.com/
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
Saluran kemih : hematuria (eritrosit dalam urin)
Saluran napas : hemoptoe (batuk darah)
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas)
besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan
menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab
perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling
sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena
menormetrorhagia.
Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London : Blackwell
Scientific Publication. 2001; 1-97.
Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobes
clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010.
8
Eritrosit
- Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan ovalosit/eliptosit
- Mikrositik ringan Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl.
- Mikrositik hipokrom Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.
Trombosit
Normal/ meningkat, jumlah trombosit meningkat pada anemia defisiensi Fe karena
perdarahan
Leukosit
Jumlah biasanya normal
Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobes clinical hematology.
Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus di lakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti di sertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga
tahap diagnosis anemia defisiensi besi.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin
atau hematocrit. Cut off point anemia.
Tahap ke dua memastikan adanya defisiensi besi
Tahap ke tiga menentukan penyakit dasar penyebab defisinsi
Ciri khas :
Pucat
Koilonychias
Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga mirip
seperti sendok
Athrofipapil lidah
Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah menghilang
Satomatitis angularis
Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna pucat keputihan
Disfagia
Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring
9
Atrofi mukosa geser
Pica
Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain
lain
10
11