Anda di halaman 1dari 2

TIME TRAVEL

Sugestydjati

Lampu temaram yang biasa menerangi teras di sudut rumah tidak lagi tampak
belakangan ini. Rumah itu sejak sebulan yang lalu tidak tampak lagi penghuninya. Kursi-
kursi bercat putih masih tinggal. Rerumputan tumbuh tak terkendali hingga hampir menjalar
ke kursi-kursi itu. Mobil tua dengan cat pudar keluaran tahun 1960-an itu pun masih ada di
sana. Aku biasa melewati jalanan ini. Trotoar yang bersih sekaligus pepohonan yang rindang
adalah alasan utama. Tak terkecuali, dia. Anak laki-laki usia enam tahun yang biasa membagi
ceritanya padaku, terakhir sebulan yang lalu di rumah itu.
Seseorang menepuk pundakku. Aku bersiap-siap seolah menjaga jarak barangkali
orang tersebut berniat jahat. Aku menoleh. Aku dihadapkan dengan seorang pria bertubuh
tinggi besar, potongan rambut rapi dan pakaian yang sama rapinya. Kisaran usianya, mungkin
sekitar empat puluh tahun.
Maaf, ada apa, Pak? aku mundur satu langkah. Pria itu tidak menjawab.
Suasana yang mulai canggung dan sedikit menakutkan, membuatku meninggalkan
pria itu. Sesekali aku memerhatikan ke arah belakang, ia masih di sana dengan posisi yang
sama. Pria itu menatap rumah yang sempat kuperhatikan tadi. Hanya saja, ada sesuatu yang
tidak asing di sosoknya.
***
Arloji pemberian ayah menunjukkan pukul enam lewat empat puluh lima menit.
Artinya, aku akan terlambat ke sekolah. Jalan singkat sekaligus jalan yang biasa kulewati
adalah solusinya. Karena terus berlari, napasku menjadi agak sesak, tubuhku hampir lemas
dan aku memutuskan untuk berhenti sejenak.
Baru saja aku sadar, langkahku terhenti di depan sebuah rumah. Hanya saja, sesuatu
yang tampak berbeda. Rerumputan yang panjang tampak memiliki tinggi lebih rendah, kursi
telah hilang dan mobil tua yang antik berubah menjadi cantik. Dan, suara aneh tiba-tiba
muncul. Suara angin yang memekakan telinga, suara teriakan anak laki-laki dan pecahan kaca
jendela. Lalu, sebuah sinar yang amat terang yang hanya seper sekian detik membuatku
penasaran.
Aku membuka gerbang rendah yang tidak terkunci, melewati kebun kecil dan mobil
yang berada di depan garasi. Jalanan tampak lebih sepi dari biasanya, bahkan rumah yang
notabene di pinggir jalan besar ini tampak sepi. Hanya beberapa mobil pribadi dan kendaraan
umum yang lewat dan tak memerhatikan ke arah sini.
Aku melongok ke jendela dengan pecahan kaca-kaca tersebut. Sebuah sinar dari
dalam tampak semakin meredup dan meredup. Rumah menjadi lebih sepi dan suara-suara
tadi semakin hilang. Dengan meyakinkan hati, kuberanikan membuka pintu. Ternyata cahaya
tadi datang dari sebuah arloji di bawah meja kaca yang pecah. Kuraih dan tiba-tiba cahaya
dahsyat muncul, cahaya yang sama seperti sebelumnya. Karena, kaget kulemparkan segera,
namun sebuah tangan muncul entah dari mana dan menarikku dengan paksa. Silau cahaya,
suara teriakan dan genggaman tangan yang menyakitkan seiring waktu kurasakan bersama.
Teriakan itu berbeda dari sebelumnya, suara yang amat kukenali. Suaraku sendiri.

Anda mungkin juga menyukai