Eni menyadari hal tersebut karena kerap membeli barang yang sama. "Cuma tokonya pindah-
pindah. Berat barang yang dibeli biasanya sama. Makanya, saya bisa langsung sadar kalau
beratnya beda," ungkap Eni, Sabtu (22/2).
Meskipun menyangsikan berat barang yang dibeli, Eni mengaku enggan mengembalikan
barang ke toko. Apalagi, meminta ganti rugi. Hanya saja, Eni tidak lagi menjadikan toko
tersebut sebagai tempat belanja. "Mau dikembalikan juga percuma. Malah harus bolak-balik.
Paling saya tidak mau lagi beli barang di toko itu," ujarnya.
Kalau belinya banyak, pedagang mudah mengelabui timbangan. Kalau mintanya ayam
hidup 100 kilogram, nanti yang dikirim hanya 90 kilogram saja. Pedagang tahu konsumen
tidak mungkin menimbang ulang, makanya mudah dicurangi, kata Widada, Kamis (20/2).
Widada menjelaskan, perilaku mencurangi berat barang biasanya dilakukan pedagang ayam
terhadap konsumen yang meminta barang dikirim ke rumah. Biasanya konsumen yang
belinya banyak itu warga yang mau hajatan. Jadi ayam sekalian dikirim ke rumah, ujarnya.
Berbeda dengan Widada yang mencurangi berat timbangan untuk mengeruk keuntungan,
seorang pedagang sayuran di Metro, Nasar, biasanya mencurangi berat timbangan karena
diawali rugi. Untuk mengurangi kerugian, Nasar sengaja mengurangi berat barang yang
dijual. Misalnya konsumen beli cabai 1 kilogram, nanti kita kurangi sedikit-sedikit
barangnya, ungkap Nasar.
Menurutnya, modus mengurangi berat barang terpaksa dia lakukan jika harga sayuran di
pasaran ternyata lebih rendah dibanding saat ia membeli dari petani. Untuk menghindari
kerugian besar, penjual biasanya menyiasatinya dengan mengurangi bobot timbangan.
Biasanya yang sering diakali itu cabai dan bawang karena harganya sering berubah-ubah.
Buah juga sering. Itu sebetulnya kalau terpaksa saja supaya kerugiannya tidak besar,
katanya.