STROKE ISCHEMIK
Perceptor:
dr. Roezwir Azhary, Sp.S
Disusun Oleh:
Istighfariza Shaqina
Nurul Sahana
Rizky Indria Lestari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI STROKE
Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Sebagian besar stroke disebabkan
tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya jaringan otak,
hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam kategori stroke hemoragik.1
EPIDEMIOLOGI STROKE
Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari penderita
tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen. Stroke
merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001 hingga
2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usaha-usaha
yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan tetapi,
angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia yang
semakin meningkat usianya.11
Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan
rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke.
Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang meninggal
akibat stroke.3 Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa
kebas pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke.
Hanya 38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan
pertama.1 Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam
waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih sedikit
disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan lebih lambat.7
Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk (tahun
2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013). Prevalensi stroke pada pria sama
banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok tertinggi
pada usia di atas 75 tahun (43,1).2
Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system)
dan posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak
terdapat tiga komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri
intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri perforantes berdiameter kecil.
Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.
Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a.
innominata (Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang
menjadi a. carotis interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI
terletak lebih posterior dari ACE. Percabangan a. carotis communis ini sering
disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung carotid body yang berespon
terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran darah, pH
arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.3
Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh
karena itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus)
mampu menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah. Arteri
karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan
didaerah bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi
kavum timpani dan akan beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah
satu cabang ACE.11
Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n.
optikus dan retina kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a.
cerebri media. Keduanya bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis,
parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini sebelum bercabang menjadi a. cerebri
anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a. choroid anterior
(AChA).7
Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a.
cerebri anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian
medial dan distal arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum
anterior dan a. callosomarginal.7
Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi
beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus
medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-
arteri lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.Di daerah fissure
lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi devisi superior
dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan lobus
parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian
terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan
dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi
substansia alba subkortek.6
Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)
Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui
kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke
rongga cranium akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan
mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.7
Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan
bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan
mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian
yang terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang
memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.6
Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior
(ACoP) akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-
subthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri
posterior akan mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid posterior,
yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus. ACP ini setelah berjalan
kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi devisi anterior
(memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).8
Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri
ini berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:
KLASIFIKASI STROKE
I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:
a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal
Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid
Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan
Subarakhnoid
Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh
darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
hitam.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.
Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami
kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan
aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis
LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,
yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu
aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat)
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak
baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat
mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.
JENIS-JENIS STROKE
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel
saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan
glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas
toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah
dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.4
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan
arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung
atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.4
2. Stroke hemoragik
Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.11
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi
berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.5
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.
DIAGNOSIS STROKE
1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh
yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak
sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler.
Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut
(minggu 1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau
terdapatnya edema serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan
pemeriksaan penunjang
Anamnesis
Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung.
Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula
riwayat keluarga dan penyakit lainnya.
Pemeriksaan Fisik
Laboratorium
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen
perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan
CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika
dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.
PENATALAKSAAN
Stadium Hiperakut
Stadium Akut
Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya
jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.8
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.7
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.6
Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan
stroke akut, harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena
baik pada kedaruratan kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah
sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara
cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai anaerob glycolysis sehingga
survival time hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan
intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan
fungsi neurologic yang hilang.10
Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:
Terapi trombolisis
Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA
(recombinant tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita
stroke akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam
setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran
thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.7
Terapi neuroprotektif
Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini
berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat ischemic cascade. Termasuk dalam kaskade ini adalah:
kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas, disfungsi
neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah
24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari.2
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.5
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Chang Hsu, Chien CY, Jung-Je, Huang PY, Chiang PC, Hsun Lee.
2010. Prognostic Factors of Tuberculous Meningitis in Adults: A 6-
Year Retrospective Study at a Tertiary Hospital in Northern.
Taiwan: Journal of Microbiology, Immunology and Infection.
Christopher Vinnard, MD, MPH and Rob Roy Macgregor, MD. 2009.
Tuberculous Meningitis in HIV-Infected Individuals.
Philadelphia : NIH Public Access