Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

STROKE ISCHEMIK

Perceptor:
dr. Roezwir Azhary, Sp.S

Disusun Oleh:
Istighfariza Shaqina
Nurul Sahana
Rizky Indria Lestari

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR H ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI STROKE

Stroke berdasarkan definisi WHO adalah suatu tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Sebagian besar stroke disebabkan
tersumbatnya aliran darah otak yang menyebabkan iskemiknya jaringan otak,
hanya sekitar 13% penderita stroke termasuk dalam kategori stroke hemoragik.1

Terdapat 2 jenis stroke hemoragik, perdarahan intraserebral dan perdarahan


subarachnoid. Perdarahan pada otak lainnya, epidural hematom dan subdural
hematom. Namun perdarahan otak ini disebabkan trauma kapitis.1

EPIDEMIOLOGI STROKE

Menurut WHO, 15 juta orang menderita stroke setiap tahun. 5 juta dari penderita
tersebut meninggal, dan 5 juta lainnya mengalami disabilitas permanen. Stroke
merupakan penyebab kematian keempat di Amerika. Sejak tahun 2001 hingga
2011, angka kematian stroke menurun 21,2%. Hal ini disebabkan usaha-usaha
yang dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dan merokok. Akan tetapi,
angka stroke secara keseluruhan masih tinggi disebabkan populasi usia yang
semakin meningkat usianya.11

Setiap tahun di Amerika Serikat, 795.000 orang mengalami stroke baru dan
rekuren. Pada tahun 2011, setiap 1 dari 20 kematian disebabkan oleh stroke.
Setiap 40 detik, 1 orang mengalami stroke, dan setiap 4 detik, 1 orang meninggal
akibat stroke.3 Pada survey tahun 2005, 93% responden mengetahui bahwa rasa
kebas pada sebagian tubuh secara tiba-tiba merupakan salah satu gejala stroke.
Hanya 38% yang menyadari semua gejala stroke dan mencari pertolongan
pertama.1 Telah diketahui bahwa pasien yang tiba di ruang gawat darurat dalam
waktu 3 jam sejak gejala pertama cenderung untuk mempunyai lebih sedikit
disabilitas dalam 3 bulan daripada yang menerima pertolongan lebih lambat.7

Di Indonesia, prevalensi stroke meningkat dari 8,3 per 1.000 penduduk (tahun
2007) menjadi 12,1 per 1.000 penduduk (2013). Prevalensi stroke pada pria sama
banyaknya dengan wanita. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok tertinggi
pada usia di atas 75 tahun (43,1).2

ANATOMI SISTEM VASKULER OTAK

Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system)
dan posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak
terdapat tiga komponen, yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri
intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri perforantes berdiameter kecil.
Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda,
sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.

Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai


struktur trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan
sebagai pembuluh darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai
anatomosis yang terbatas.
Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara
bermakna mempunyai hubungan anastomosis di permukaan piameter otak
dan basis kranium melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica
adventisia pembuluh darah ini lebih tipis daripada pembuluh darah
ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik yang lebih sedikit. Selain
itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku
daripada pembuluh darah ekstrakranial.
Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak
superfisial maupun profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery
dengan anatomosis yang sangat terbatas, dan merupakan pembuluh darah
resisten.2

Sistem anterior (Sistem Carotid)

Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a.
innominata (Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang
menjadi a. carotis interna (ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI
terletak lebih posterior dari ACE. Percabangan a. carotis communis ini sering
disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung carotid body yang berespon
terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran darah, pH
arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.3
Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh
karena itu lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus)
mampu menyebabkan paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah. Arteri
karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan
didaerah bifurkasio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi
kavum timpani dan akan beranastomisis dengan arteri maksilaris interna, salah
satu cabang ACE.11

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n.
optikus dan retina kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a.
cerebri media. Keduanya bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis,
parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini sebelum bercabang menjadi a. cerebri
anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a. choroid anterior
(AChA).7

Arteri Cerebri Anterior

Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a.
cerebri anterior kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian
medial dan distal arteri ini akan memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum
anterior dan a. callosomarginal.7

Arteri Cerebri Media

Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi
beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus
medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-
arteri lenticulostriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini.Di daerah fissure
lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi devisi superior
dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan lobus
parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian
terakhir dari a. cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan
dipercabangkan di permukaan hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi
substansia alba subkortek.6
Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)

Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui
kanalis transversalis di columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke
rongga cranium akan melalui foramen magnum, lalu masing-masing akan
mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.7

Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan
bersatu menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan
mempercabangkan a. labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian
yang terakhir akan menjadi sepasang cabang a. cerebri posterior yang
memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus temporalis.6

Arteri Cerebri Posterior

Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior
(ACoP) akan bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-
subthalamik yang akan memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri
posterior akan mempercabangkan a. thalamogeniculatum dan a. choroid posterior,
yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus. ACP ini setelah berjalan
kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi devisi anterior
(memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).8

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum

Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri
ini berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:

Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas


cerebellum, dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang
menjadi a. cerebri posterior.
Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan
anterior, dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau
dipercabangkan oleh a. basilaris tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis
kanan dan kiri.
Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi
permukaan inferior, dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum
bergabung menjadi a. basilaris.5
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral
antara sitem carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:

1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk


oleh a. cerebri media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri
posterior kanan dan kiri oleh a. communicant posterior, sedangkan a.
cerebri anterior kanan dengan kiri akan dihubungkan oleh a. communican
anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.4

Gambar 1: Sirkulus Willis

Arteri yang memvaskularisasi Thalamus

Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.5

Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian,


thalamoperforantes, dan internal optikus posterior): Arteri-arteri ini
dipercabangkan dari arteri cereberi posterior bagian proksimal. Arteri ini
memvaskularisasi area thalamus posteromedial, fasikulus longitudinal
medialis, dan nukleus intralaminar.
Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan
tuberothalamik): Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini
memvaskularisasi area anteromedial dan anterolateral termasuk juga
nukleus dorsomedialis, nukleus retikularis, traktus mamilothalamikus, dan
sebagian nukleus ventrolateral.
Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang
dipercabangkan dari arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa.
Lentikulostriata yang dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini
memvaskularisasi nukleus ventro-postero-lateral (VPL) dan ventro-
postero-medial (VPM).
Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga
dipercabangkan oleh a. cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi
thalamus posterior, pulvinar, dan corpus geniculatum. Arteri-arteri yang
memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery, namun
anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi
thalamus mempunyai gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.9

KLASIFIKASI STROKE

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas


gambaran klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya.
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya serupa. Adapun klasifikasi tersebut, antara lain:6

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Embolia serebri
II. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intra serebral
b. Perdarahan subarachnoid
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam
b. RIND
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu
lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
c. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.
Berdasarkan sistem pembuluh darah:

a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler
Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik
Gejala Stroke Hemoragik Stroke Iskemik
Permulaan Sangat akut Subakut
Waktu serangan Aktif Bangun pagi
Peringatan sebelumnya - ++
Nyeri kepala ++ -
Muntah ++ -
Kejang-kejang ++ -
Kesadaran menurun ++ +/-
Bradikardi +++ (dari hari I) + (terjadi hari ke 4)
Perdarahan di retina ++ -
Papiledema + -
Kaku kuduk, Kernig, ++ -
Brudzinki
Ptosis ++ -
Lokasi Subkortikal Kortikal/subkortikal
Tabel 2.2. Perbedaan Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarakhnoid
Gejala Perdarahan Intraserebral Perdarahan
Subarakhnoid
Nyeri kepala ++ +++
Kaku kuduk + +++
Kernig + +++
Gangguan n III, IV + (bila besar) +++
Kelumpuhan Biasanya hemiplegi Hemiparesis
Cairan serebrospinal Eritrosit > 1000 Eritrosit > 25000
Hipertensi ++ -

FAKTOR RISIKO STROKE

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi 3


Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin
besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses
degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada
orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak
(atherosklerosis).

Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung
merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh
darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat
stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki
peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit
hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi3

Hipertensi (darah tinggi)


Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar
untuk mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar
(etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus
hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter
pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang
mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah
otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen dan juga
glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka
jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.

Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke.
Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di
jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami
kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan
termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan
aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.

Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini
terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi
lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar
glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan
otak.

Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam
darah berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis
LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah,
yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu
aliran darah.

Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah
pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat)
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak
baik/menguntungkan).

Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok
ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat
mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.

JENIS-JENIS STROKE

Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke


dapat diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik
(perdarahan). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam
suatu daerah di otak dan merusaknya.4,5

Gambar 4 Jenis-jenis stroke


1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark


dikarenakan adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun
atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit
akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir
sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis


(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya
bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri
karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal
memberikan darah ke sebagian besar otak.5

Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel
saraf dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan
glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas
toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah
dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.4

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi


dua, yaitu akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga
stroke iskemik diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena
emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara klinis, patogenesis yang
terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak
dapat dibedakan sama sekali.3
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam
pembuluh darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup
atau keadaan tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis
interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya
dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri
yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis
dan sinus venosus.7

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient


ischemic attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang
mendahului, karena area yang mengalami gangguan aliran darah adalah
area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada
waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula
hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit.
Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan,
terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius
karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan stroke
dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi
selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit
atau hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap
diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic
neurological defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya


trombus yang berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang
terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli
pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri serebri media
atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya.
Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri
basilaris atau pada arteri serebri posterior.8

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis


langsung mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul.
Seandainya serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala
yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang
terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya mengenai
area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.9

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam
darah yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan
arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena
adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung
atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan
jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung
(terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.4

2. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan


intrakranial non traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.3

Gambar 6 Stroke hemoragik

Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.


Stroke hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral
hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada
jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan
lain yang meliputi perdarahan di dalam tengkorak termasuk epidural dan
hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala.
Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci
mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:

2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)


Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam
jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke
jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki
persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di
antara orang yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral
lebih sering terjadi dibandingkan perdarahan subarakhnoid.3
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada
lapisan hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada
pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep
arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan
darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya
menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai kausatif perdarahan ini
dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada
kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko
terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak
diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh
darah.6

Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling


berbahaya. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang
luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya
kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan
menyerap sisa-sisa darah.6

2.2 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)

Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang


subarachnoid) diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).
Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh
(aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit
kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang
bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-
satunya jenis stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.8

Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun


begitu, perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala
yang berbeda dan tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan
subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu
terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari
kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.7

Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba


aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang
lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang
nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka
berkembang kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan
dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid diakibatkan dari
aneurisma sejak lahir.5
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan
tidak normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation)
di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada
sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala
terjadi.8

GEJALA UMUM STROKE

Secara umum gejala stroke antara lain adalah:

Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.

Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.11
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi
berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku,
menurunnya fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan
membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan,
refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung
terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect,
kebingungan.5
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam,
dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan
serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama,


misalnya anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah
dan lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki
sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan mudah
mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan
stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik
tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan.3

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient


Ischaemic Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu
sisi wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula
yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan
biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari satu jam.
Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang
lebih khas, seperti kelumpuhan.5

DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat


klinik yang spesifik:4

1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh
yang tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak
sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebro-basiler.
Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak.
Sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut
(minggu 1-2) akan terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau
terdapatnya edema serebri atau komplikasi-komplikasi lainnya. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan
pemeriksaan penunjang

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah


badan, mulut mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi
dengan baik. Keadaan ini timbul sangat mendadak, dapat sewaktu bangun
tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu istirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke
misalnya penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung.
Dicatat obat-obat yang sedang dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula
riwayat keluarga dan penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma,


dilakukan pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi.
Anamnesis tersebut harus memperoleh informasi tentang berikut ini:6

1. Karakteristik gejala dan tanda:


Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki,
dan apakah seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan
sensoris, hilangnya kemampuan motorik atau visual) atau positif
(misalnya menyebabkan sentakan tungkai (limb jerking),
kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa
mengangkat tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
Apakah onsetnya mendadak?
Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat
onset; apakah menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang
timbul, ataukah progresif dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada
fluktuasi antara fungsi normal dan abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum
onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri
dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang
relevan.
Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes
mellitus, angina, infark miokard, intermittent claudicatio, atau
arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan
(khusus obat kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan,
dan obat-obatan rekreasional seperti amfetamin).3

Pemeriksaan Fisik

Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
Pemeriksaan Dolls eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera
leher)
Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda
tajam
Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli
noxious (menggelitik hidung)
Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara
berbicara dan memeriksa mulut
Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus,
kekuatan gerakan jari tangan atau jari kaki
Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk
mendeteksi sensoris, dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat
level gangguan sensibilitas pada bagian tubuh sesuai dengan lesi patologis
di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien
ke tangan pemeriksa
Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat,
yang kiri normal)
Refleks patologis (Babinski, Chaddock)2
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah
dapat mencapai 250mg dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT,


SGPT, CPK, dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total
lipid)
Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:
o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat
serangan infark jantung atau pada stroke dapat terjadi perubahan-
perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn oatak yang
menyerupai suatu infark miokard.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan ini sangat penting karena perbedaan manajemen
perdarahan otak dan infark otak. Pada infark otak, pemeriksaan
CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika
dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam
serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh
karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan
proses patologik di batang otak.

2. Pemeriksaan foto toraks:


Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah kelainan
lain pada jantung.
Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajemen dan
memperburuk prognosis.4

PENATALAKSAAN

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan


merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien
serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.5

Stadium Akut

Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun


penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan
dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke
terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.3

Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang;
ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik
sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten). Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau
koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya
jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.8

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicari penyebabnya.7

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila
tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood
Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium.6

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70


mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama
4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika
belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.9

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit,


maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral
(fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
antikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat
diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.10

Terapi khusus:
Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada
penderita dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan
stroke akut, harus disamakan dengan keadaan darurat pada jantung, karena
baik pada kedaruratan kardiologik maupun neurologic, faktor waktu adalah
sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron harus diselamatkan secara
cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai anaerob glycolysis sehingga
survival time hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama
(mendekati 60) pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan
intervensi medic dengan tujuan mencegah luasnya proses sekunder dengan
menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta merestorasikan
fungsi neurologic yang hilang.10

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang


terkena stroke, kalau mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan
pemulihan sirkulasi dan perfusi jaringan otak disebut sebagai terapi
reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan
emboli atau thrombus pada pembuluh darah.2

Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA
(recombinant tissue plasminogen activator) yang diberikan pada penderita
stroke akut baik i.v maupun intra arterial dalam waktu kurang dari 3 jam
setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi penghancuran
thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan
irreversible pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.7

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke


iskemik akut. Obat-obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid
(fraxiparine). Obat ini diharapkan akan memperkecil trombus yang terjadi
dan mencegah pembentukan thrombus baru. Efek antikoagulan heparin
adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan mencegah/memperkecil
pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat
dianjurkan. Uji klinis pemberian aspirin pada fase akut menurunkan
frekuensi stroke berulang dan menurunkan mortalitas penderita stroke
akut.

Terapi neuroprotektif

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang
menyebabkan kematian sel-sel terutama di daerah penumbra. Obat-obat ini
berperan dalam menginhibisi dan mengubah reversibilitas neuronal yang
terganggu akibat ischemic cascade. Termasuk dalam kaskade ini adalah:
kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas, disfungsi
neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi
mikrosirkulasi. Proses delayed neuronal injury ini berkembang penuh setelah
24-72 jam dan dapat berlangsung sampai 10 hari.2

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain:


citicoline, pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa
percobaan dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.9

STADIUM SUBAKUT

Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang
panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit
dengan tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.5

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning.2

BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

1. AHA/ASA Guideline. 2007. Guideline for the early management of adults


with ischemic stroke. 38:1655-1711
2. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke.
Dalam : Guideline Stroke. Jakarta.

3. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke. Jakarta.

4. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Klinik dan Mental.


FKUI.Jakarta. 2012

5. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran, 2009.
6. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
7. Brass LM. Stroke. Available at
http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf.
8. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrisons Neurology
in Clinical Medicine. California: University of California, San Framsisco,
2006: 233-271.
9. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006;
1583-1633.
10. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara
Komprehensif. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
11. World Health Organization. 2006. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

Anderson NE, Somaratne J, Mason DF, Holland D, Thomas MG.


2010. Neurological and systemic complications of tuberculous
meningitis and its treatment at Auckland City Hospital, New
Zealand. New Zwaland: Journal of Clinical Neuroscience.

Baron, E. J., Peterson, L. R. & Finegold, S. M. (eds.) 2007. Diagnostic


microbiology, Missouri: Mosby. 590-632.
Bryan Rock, Michaeo O, Cristina A, Thomas W, Philip K. 2008.
Central nervous system tuberculosis: Pathogenesis and clinical
aspect. Minnesota: University of minessota medical school.

Chang Hsu, Chien CY, Jung-Je, Huang PY, Chiang PC, Hsun Lee.
2010. Prognostic Factors of Tuberculous Meningitis in Adults: A 6-
Year Retrospective Study at a Tertiary Hospital in Northern.
Taiwan: Journal of Microbiology, Immunology and Infection.

Christensen ASH, Casper Roed, Omland LH, Andersen PH, Niels


Obel, et al. 2011. Long-Term Mortality in Patients with
Tuberculous Meningitis: A Danish Nationwide Cohort Study.
Denmark: Department of Infectious Diseases, Copenhagen
University Hospital.

Christopher Vinnard, MD, MPH and Rob Roy Macgregor, MD. 2009.
Tuberculous Meningitis in HIV-Infected Individuals.
Philadelphia : NIH Public Access

Egidia GM, Olivia S,Dorneanu, Daniela A,Leca, et.al. 2015.


Tuberculous Meningitis in Children and Adults: A 10-Year
Retrospective Comparative Analysis. Romania: Department of
Infectious Diseases, University of Medicine and Pharmacy.

Fernando A, Juan M, Jos R, Robert S, Gonzalo D, et,al. 2013.


TUBERCULOUS MENINGITIS: DO MODERN
DIAGNOSTIC TOOLS OFFER BETTER PROGNOSIS
PREDICTION?. India : Indian J Tuberc; 60: 5 - 14 .

G. E. Thwaites and T. T. Hien, Tuberculous Meningitis: Many


Questions, Too Few Answers, The Lancet Neu- rology, Vol. 4, No.
3, 2005, pp. 160-170.

G. N. Babu, A. Kumar, J. Kalita and U. K. Misra, Proin- flammatory


Cytokine Levels in the Serum and Cerebro- spinal Fluid of
Tuberculous Meningitis Patients, Neuro- science Letters, Vol.
436, No. 1, 2008, pp. 48-51. doi:10.1016/j.neulet.2008.02.060

Jerome H, Chin, MD. 2014. Tuberculous meningitis Diagnostic and


therapeutic challenges. Berkeley: Neurology Clinical
Practice.
Lin Zhang BS, Guodong F, Gang Zhao. 2015. Tuberculous meningitis
in Asia. Cina: Neurology Asia 20(1) : 1 6.

Maria K, Stavroula M, Dimitra A,George K, Aikaterini V, Nicoletta S,


et al. 2010. Tuberculous Meningitis. Greece: Department of
Microbiology.

Nicola principi, Susana Espisoto, et.al dalam Huldani. 2012. Diagnosis


dan Penatalaksanaan Meningitis Tb. Banjarmasin: Fakultas
Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat.

Sharon Tai ML. 2013. Tuberculous Meningitis: Diagnostic and


Radiological Features, Pathogenesis and Biomarkers. Malaisya:
Neuroscience & Medicine ( 4) p101-7.

Susana Chavez-Bueno, MD, George H. McCracken, Jr, MD.


Bacterial Meningitis in Children. Department of Pediatrics,
Division of Pediatric Infectious Diseases, University of Texas
Southwestern Medical Center of Dallas. Pediatr Clin N Am
2005; 52: 795810.

Trung, N. H. D., Phuong, T. L. T., Wolbers, M., Minh, H. N. V., Thanh,


V. N. & VAN, M. P. 2012. Aetiologies of Central Nervous
System Infection in Viet Nam: A Prospective Provincial
Hospital-Based Descriptive Surveillance Study. PLoS ONE, 7, 1-
15.

Torok, ME. 2015. Tuberculous meningitis: advances in diagnosis and


treatment. Cambridge: British Medical Bulletin. 113:11713.

T Ducomble, K Tolksdorf, I Karagiannis, B Hauer, B Brodhun, W


Haas, L Fiebig. national surveillance data, Germany 2002 to
2009. Euro Surveill. 2013; 18(12) 20436.

U. K. Misra, J. Kalita, R. Srivastava, P. P. Nair, M. K. Mishra and A.


Basu, A Study of Cytokines in Tubercu- lous Meningitis:
Clinical and MRI Correlation, Neuro- science Letters, Vol. 483,
No. 1, 2010, p. 610.

Anda mungkin juga menyukai