TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Depresi
2.1.1. Definisi Depresi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai
dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang
dalam beberapa hari tetapi dapat juga berkelanjutan yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari (National Institute of Mental Health,
2010).
2. Biogenic amines
Norephinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang
paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
2.1. Norephinefrin
Hubungan norephinefrin dengan gangguan depresi berdasarkan
penelitian dikatakan bahwa penurunan regulasi atau penurunan sensitivitas
dari reseptor 2 adrenergik dan penurunan respon terhadap antidepressan
berperan dalam terjadinya gangguan depresi (Kaplan, et al, 2010).
2.2. Serotonin
Penurunan jumlah dari serotonin dapat mencetuskan terjadinya
gangguan depres, dan beberapa pasien dengan percobaan bunuh diri atau
megakhiri hidupnya mempunyai kadar cairan cerebrospinal yang
mengandung kadar serotonin yang rendah dan konsentrasi rendah dari
uptake serotonin pada platelet (Kaplan, et al, 2010).
4. Faktor neuroendokrin
Hormon telah lama diperkirakan mempunyai peranan penting dalam
gangguan mood, terutama gangguan depresi. Sistem neuroendokrin
meregulasi hormon-hormon penting yang berperan dalam gangguan mood,
yang akan mempengaruhi fungsi dasar, seperti : gangguan tidur, makan,
seksual, dan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan senang. 3
komponen penting dalam sistem neuroendokrin yaitu : hipotalamus,
kelenjar pituitari, dan korteks adrenal yang bekerja sama dalam feedback
biologis yang secara penuh berkoneksi dengan sistem limbik dan korteks
serebral (Kaplan, et al, 2010).
5. Abnormalitas otak
Studi neuroimaging, menggunakan computerized tomography (CT)
scan, positron-emission tomography (PET), dan magnetic resonance
imaging (MRI) telah menemukan abnormalitas pada 4 area otak pada
individu dengan gangguan mood. Area-area tersebut adalah korteks
prefrontal, hippocampus, korteks cingulate anterior, dan amygdala. Adanya
reduksi dari aktivitas metabolik dan reduksi volume dari gray matter pada
korteks prefrontal, secara partikular pada bagian kiri, ditemukan pada
individu dengan depresi berat atau gangguan bipolar (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala-
gejala dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu
selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan
dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi
dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of
Mental Health, 2010).
2. Umur
Depresi dapat terjadi dari berbagai kalangan umur. Serkitar 7,8% dari setiap
populasi mengalami gangguan mood dalam hidup mereka dan 3,7% mengalami
gangguan mood sebelumnya. (Weissman et al, (1991) dalam Barlow (1995)).
Tingkat depresi dibagi menjadi 5 tingkat, yang akan dijelaskan di bawah ini:
1. Gangguan mood ringan dan depresi sedang ditandai dengan gejala
depresi berkepanjangan setidaknya 2 tahun tanpa episode depresi utama.
Untuk dapat diagnosis depresi ringan-sedang seseorang harus
harus menunjukkan perasaan depresi ditambah setidaknya dua lainnya
suasana hati yang berhubungan dengan gejala.
2.1.8. Pengobatan
- Pengobatan secara biologis
1. Tricyclic Antidepressants
Obat ini membantu mengurangi gejala-gejala depresi dengan
mekanisme mencegah reuptake dari norephinefrin dan serotonin di
sinaps atau dengan cara megubah reseptor-reseptor dari
neurotransmitter norephinefrin dan seroonin. Obat ini sangat efektif,
4. Terapi Elektrokonvulsan
2. Terapi Perilaku
Terapi perilaku adalah terapi yang digunakan pada pasien
dengan gangguan depresi dengan cara membantu pasien untuk
mengubah cara pikir dalam berinteraksi denga lingkungan sekitar
dan orang-orang sekitar. Terapi perilaku dilakukan dalam jangka
waktu yang singkat, sekitar 12 minggu (Reus, V.I., 2004).
3. Terapi Interpersonal
Terapi ini didasari oleh hal-hal yang mempengaruhi hubungan
interpersonal seorang individu, yang dapat memicu terjadinya
gangguan mood (Barnett & Gotlib, 1998: Coyne, 1976). Terapi ini
berfungsi untuk mengetahui stressor pada pasien yang mengalami
gangguan, dan para terapis dan pasien saling bekerja sama untuk
menangani masalah interpersonal tersebut (Barlow, 1995).
Depresi disebabkan oleh berbagai macam stressor. Stressor adalah hal-hal yang
dapat memicu terjadinya stres. Stres merupakan suatu perasaan emosional yang
negatif yang disertai oleh gangguan biomechanical, kognitif, perubahan perilaku
(A.Baum, 1990). Meski stres sering berimplikasi pada depresi, tidak semua orang
stres yang mengalami depresi. Faktor-faktor seperti keterampilan coping, bawaan
genetis, dan ketersediaan dukungan sosial memberikan kontribusi pada
kecenderungan depresi saat menghadaoi kejadian yang penuh tekanan (USDHHS
(1999) dalam Nevid et al, (2003)).
Stres berkaitan dengan 2 sistem yang berkorelasi dengan fungsi tubuh. Sistem yang
berkaitan tersebut adalah sympathetic-adrenomedullary (SAM) dan hypothalamic-
pituitary-adrenocortical axis. (Taylor, 2006). Stres yang berkepanjangan dan tidak
mendapatkan penanganan yang tepat akan berpeluang besar untuk menjadi gejala-
gejala depresi dan juga bisa menjadi gangguan depresi mayor.
Seperti halnya pada pelajar setelah lulus dari sekolah menengah atas, mereka akan
melanjutkan pendidikan ke jengjang yang lebih tinggi, yaitu perkuliahan, ada yang
Menurut Gabriel dari New York Times, survei nasional menunjukkan hampir
setengah dari mahasiswa mengunjungi pusat-pusat konseling untuk mengatasi
penyakit mental yang serius, dan lebih dari dua kali lipat mahasiswa mengkonsumsi
obat-obatan untuk mengatasi gangguan kejiwaan. Beberapa mahasiswa juga
mengalami keadaan darurat dan memerlukan tindakan segera. Hal-hal serius seperti
ancaman bunuh diri dan overdosis juga salahs atu kejadian yang sering terjadi pada
mahasiswa perkuliahan saat ini (New York Times, 2010).