Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. J
Umur : 45 tahun
Alamat : Langkapura, Bandar Lampung
Agama : Islam
Pekerjaan : Sopir
Status : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 4 Mei 2018
Tanggal Anamnesis : 7 Mei 2018
Dirawat yang ke : 2 (kedua)

B. Riwayat Perjalanan Penyakit


Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis
Keluhan Utama : Lengan dan tungkai kiri lemas sejak 1 jam
SMRS
Keluhan Tambahan : mulut tertarik ke arah kanan dan lidah mengot
ke arah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke UGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pada tanggal 4 Mei 2018
dengan keluhan lengan dan tungkai kiri terasa lemas dan sulit digerakkan
setelah sebelumnya pasien tiba-tiba kejang kurang lebih 1 jam SMRS. Kejang
baru pertama kali dialami pasien saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat
dengan durasi kejang ±2 menit. Saat terjadi kejang, keluarga mengatakan
pasien dalam kondisi tidak sadar, mata memandang keatas, lidah tidak tergigit,

1
namun mengeluarkan liur. Pasien kembali tersadar setalah pingsan ±5 menit
dan mengalami kelemahan anggota gerak bagian kiri, lalu keluarga
memutuskan membawa pasien ke IGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Dari saat
kejadian sampai dibawa ke IGD, pasien belum mengonsumsi obat apapun.
Pasien dapat berkomunikasi secara normal, pengucapan jelas dan memahami
pembicaraan. Keluhan lainnya seperti, demam, nyeri kepala, mual, muntah
disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil dan gangguan buang
air besar disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat stroke ±4 bulan yang
lalu, dan sempat terjadi kelemahan pada anggota gerak bagian kiri namun
sudah membaik dan sudah bisa melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
setelah dirawat di RS selama beberapa hari. Pasien mengaku memiliki riwayat
hipertensi namun jarang kontrol dan tidak rutin minum obat. Keluhan kejang
dirasakan baru pertama kali. Pasien mengaku bahwa pada keluarga tidak
pernah ada yang mengalam keluhan yang sama (kejang) juga tidak terdapat
riwayat epilepsi maupun hipertensi pada keluarga. Pasien tidak merokok dan
tidak minum alkohol, namun keluarga pasien mengaku bahwa pasien suka
makan makanan laut dan jarang berolah raga.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien mempunyai riwayat darah tinggi yang tidak terkontrol dan terkena stroke
4 bulan yang lalu. Stroke 4 bulan yang lalu mengakibatkan pasien mengalami
kelemahan anggota gerak bagian kiri, namun sudah membaik dan bisa
melaukan aktivitas tanpa bantuan orang lain. Riwayat penyakit jantung,
epilepsi, kencing manis dan trauma disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa dengan pasien.
Riwayat darah tinggi, epilepsi, kencing manis, dan sakit jantung pada keluarga
disangkal oleh pasien.

Riwayat Pengobatan
Pengobatan hipertensi namun tidak rutin mengkonsumsi obat.

2
Riwayat Sosioekonomi
Pasien adalah seorang kepala rumah tangga yang tinggal bersama istri dan anak-
anaknya. Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok maupun minum minuman
beralkohol namun suka makan makanan laut. Dalam hal ekonomi pasien
tergolong berkecukupan.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6

Vital sign
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi : 65 x/menit,
RR : 22 x/menit
Suhu : 36,5o C
Gizi : cukup

Status Generalis
- Kepala
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut
Mata : Ca -/-, Si -/-, pupil isokor
Telinga : Liang lapang, simetris
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Mulut : mulut tertarik ke kanan, lidah tertarik ke kiri,
sianosis (-)

- Leher
Pembesaran KGB : tidak ditemukan pembesaran KGB
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembesaran kelenjar tiroid

3
JVP : tidak ditemukan peningkatan
Trakhea : tidak ditemukan deviasi

- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 midclavicula
sinistra
Perkusi : Redup,batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-),gallop(-)

(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris
Palpasi : Taktil fremitus kanan dan kiri sama dan
simetris
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

- Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Teraba lemas, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-),
hepar dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)

- Extremitas
Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik
Inferior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik.

4
Status Neurologis
- Saraf Kranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normosmia

N.Opticus (N.II)
- Tajam penglihatan : 6/60 - 6/60 (bed site)
- Lapang penglihatan : normal
- Tes warna : normal
- Fundus oculi : tidak dilakukan

N.Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)


Kelopak Mata
- Ptosis : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Exopthalmus : (-/-)
Pupil
- Ukuran : (3 mm / 3 mm)
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor/anisokor : Isokor
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
Gerakan Bola Mata
- Medial : normal
- Lateral : normal
- Superior : normal
- Inferior : normal
- Obliqus superior : normal
- Obliqus inferior : normal

5
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : normal
- Ramus maksilaris : normal
- Ramus mandibularis : normal

Motorik
- M. masseter : normal
- M. temporalis : normal
- M. pterygoideus : normal
Refleks
- Refleks kornea : normal
- Refleks bersin : tidak dilakukan pemeriksaan

N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : mulut tertarik ke arah kanan
- Tertawa : mulut tertarik ke arah kanan
- Meringis : mulut tertarik ke arah kanan
- Menutup mata : simetris

Pasien disuruh untuk


- Mengerutkan dahi : dahi terangkat simetris
- Menutup mata kuat-kuat : mata tertutup rapat simetris
- Mengangkat alis : alis terangkat simetris

Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : normal

6
N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran : normal
- Tinitus : (-)

N.vestibularis
- Test vertigo : tidak dilakukan
- Nistagmus : (-)

N.Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)


- Suara bindeng/nasal : tidak ada
- Posisi uvula : di tengah
- Palatum mole : simetris
- Arcus palatoglossus : simetris
- Arcus palatoparingeus : simetris
- Refleks batuk : tidak dilakukan pemeriksaan
- Refleks muntah : (+)
- Peristaltik usus : Normal
- Bradikardi : (-)
- Takikardi : (-)

N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : normal
- M.Trapezius : normal

N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : (-)
- Fasikulasi : (-)
- Deviasi : (+) kearah kanan

- Tanda Perangsangan Selaput Otak


Kaku kuduk : (-)

7
Kernig test : (-/-)
Laseque test : (-/-)
Brudzinsky I : (-/-)
Brudzinsky II : (-/-)

- Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki


Gerak (aktif/aktif) (aktif/aktif)
Kekuatan otot 5/3 5/3
Klonus (-/-) (-/-)
Atropi (-/-) (-/-)
Refleks fisiologis Biceps (+/+) Pattela (+/+)
Triceps(+/+) Achiles (+/+)

Refleks patologis Hoffman Trommer (-/-) Babinsky (-/-)


Chaddock (-/-) Oppenheim (-/-)
Schaefer (-/-) Gordon (-/-)
Gonda (-/-)

- Sensibilitas
Eksteroseptif / rasa permukaan
- Rasa raba : normal
- Rasa nyeri : normal
- Rasa suhu panas : normal
- Rasa suhu dingin : normal

Proprioseptif / rasa dalam


- Rasa sikap : normal
- Rasa gerak : normal
- Rasa getar : tidak dilakukan
- Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan

8
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Steriognosis : normal

- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : normal
Tes pronasi supinasi : normal

- Susunan Saraf Otonom


Miksi : Normal
Defekasi : Normal

- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik

Algoritma Gajah Mada


Penurunan kesadaran : -
Nyeri kepala : -
Refleks babinsky : -

Siriraj Score
Penurunan kesadaran : -
Nyeri kepala : -
Muntah : -
Tekanan Diastole : 110
Ateroma : +
Score : (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) - (3 x 1) – 12
= -4 Strok Non Hemoragik

9
C. Pemeriksaan Penunjang

CT-Scan kepala
-Suspect stroke berulang

D. Resume
Pasien datang ke UGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pada tanggal 4 Mei 2018
dengan keluhan lengan dan tungkai kiri terasa lemas dan sulit digerakkan
setelah sebelumnya pasien tiba-tiba kejang kurang lebih 1 jam SMRS. Kejang
baru pertama kali dialami pasien saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat
dengan durasi kejang ±2 menit. Saat terjadi kejang, keluarga mengatakan
pasien dalam kondisi tidak sadar, mata memandang keatas, lidah tidak tergigit,
namun mengeluarkan liur. Pasien kembali tersadar setalah pingsan ±5 menit
dan mengalami kelemahan anggota gerak bagian kiri, lalu keluarga
memutuskan membawa pasien ke IGD RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Dari saat
kejadian sampai dibawa ke IGD, pasien belum mengonsumsi obat apapun.
Pasien dapat berkomunikasi secara normal, pengucapan jelas dan memahami
pembicaraan. Keluhan lainnya seperti, demam, nyeri kepala, mual, muntah
disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan buang air kecil dan gangguan buang
air besar disangkal oleh pasien. Pasien memiliki riwayat stroke ±4 bulan yang
lalu, dan sempat terjadi kelemahan pada anggota gerak bagian kiri namun
sudah membaik dan sudah bisa melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain
setelah dirawat di RS selama beberapa hari. Pasien mengaku memiliki riwayat
hipertensi namun jarang kontrol dan tidak rutin minum obat. Keluhan kejang
dirasakan baru pertama kali. Pasien mengaku bahwa pada keluarga tidak
pernah ada yang mengalam keluhan yang sama (kejang) juga tidak terdapat
riwayat epilepsi maupun hipertensi pada keluarga. Pasien tidak merokok dan
tidak minum alkohol, namun keluarga pasien mengaku bahwa pasien suka
makan makanan laut dan jarang berolah raga.

10
E. Diagnosis
Diagnosis klinis : Hemiparese sinistra
Diagnosis topik : Hemisfer cerebri dextra
Diagnosis etiologi : Hemiparese sinsistra et causa susp. Stroke non hemoragik

F. Diagnosis Banding
- Stroke Hemoragik

G. Penatalaksanaan
1. Umum
- Tirah baring
- Pantau ABC dan tanda vital
2. Medikamentosa
- IVFD RL gtt 15/menit
- Phenition 1 cap/12 jam
- Ranitidin 1 amp/12 jam
- Amlodipine 1 dd 1
- Vit BComp 2 dd 1

FOLLOW UP :
HARI/
CATATAN TINDAKAN
TGL
07/05/2018 S/ Keluhan
16.00 Lengan dan tungkai kiri lemas, kejang (-) Th/
IVFD RL gtt
15/menit
Ranitidin 1
O/Status present amp/12 jam
KU : tampak sakit sedang Amlodipine 1
Kes : compos mentis dd 1
TD :200/100 mmHg Vit BComp 2 dd
Nadi :76 x/menit 1
RR :20 x/menit
T :36oC

Nervus XII :
- Deviasi : (+) kearah kanan

11
Extremitas Superior Inferior
kanan/kiri kanan/kiri
Gerak ( aktif/aktif) ( aktif/ aktif)

Kekuatan 5/3 5/3


otot
Atrofi -/- -/-

Sensorik baik baik

A/Hemiparese sinistra e.c. susp. stroke non


hemoragik
8/05/2018 Th/
6.30 S/ Keluhan - IVFD RL gtt
Lengan dan tungkai kiri masih sedikit - Candesartan 1 dd 1
lemah, kejang (-)

O/Status present
KU : tampak sakit sedang
KS : compos mentis
TD :160/110 mmHg
Nadi :65 x/menit
RR :22x/menit
T :36,5oC

Status Neurologi
Nervus XII :
- Deviasi : (+) kearah kanan

Extremitas Superior Inferior


kanan/kiri kanan/kiri
Gerak (aktif/aktif) (aktif/ aktif)

Kekuatan 3/5 3/5


otot
Atrofi -/- -/-

Sensorik baik baik

A/ Hemiparese sinistra e.c stroke non


hemoragik

12
BAB II
ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis pada pasien sudah tepat?

Berdasarkan informasi yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien menderita stroke :
Anamnesis, yang menunjang untuk stroke adalah didapatkannya defisit
neurologis berupa hemiparese sinistra. Pasien datang ke Instalasi Gawat
Darurat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek pada tanggal 4 Mei 2018 dengan
keluhan lengan dan tungkai kiri terasa lemas dan sulit digerakkan setelah
sebelumnya pasien tiba-tiba kejang. Kejang baru pertama kali dialami pasien
saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat dengan durasi kejang ±2 menit.
Saat terjadi kejang, keluarga mengatakan pasien dalam kondisi tidak sadar,
mata memandang keatas, lidah tidak tergigit, namun mengeluarkan liur. Pasien
kembali tersadar setalah pingsan ±5 menit dan mengalami kelemahan anggota
gerak bagian kiri, lalu keluarga memutuskan membawa pasien ke IGD RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek. Pasien dapat berkomunikasi secara normal,
pengucapan jelas dan memahami pembicaraan. Keluhan lainnya seperti,
demam, nyeri kepala, mual, muntah disangkal oleh pasien. Keluhan gangguan
buang air kecil dan gangguan buang air besar disangkal oleh pasien. Pasien
memiliki riwayat stroke sejak ±4 bulan yang lalu, dan sempat terjadi
kelumpuhan pada anggota gerak bagian kiri namun sudah membaik dan sudah
bisa melakukan aktivitas tanpa bantuan orang lain. Pasien mengaku jarang
kontrol dan tidak rutin minum obat. Keluhan kejang dirasakan baru pertama
kali. Pasien tidak merokok dan tidak minum alkohol. Diketahui pasien suka
makan makanan laut serta kurang berolah raga. Di keluarga tidak didapati
keluhan serupa serta tidak ada riwayat epilepsi maupun hipertensi.

13
Dari anamnesis pasien, didapatkan bahwa diagnosa lebih mengarah kepada
stroke non hemoragik. Terdapat faktor risiko stroke pada pasien yaitu
hipertensi yang tidak terkontrol dan tidak rutin meminum obat, kurangnya
olahraga, juga pola makan yang tidak teratur (cenderung suka makanan laut).
Faktor risiko lain seperti herediter, merokok, dan alkohol disangkal oleh
pasien.

Stroke non hemoragik merupakan penyakit yang progresif . Keluhan yang


muncul dapat ringan hingga berat berupa defisit neurologi fokal, kelemahan
anggota tubuh , gangguan penglihatan, kejang hingga penurunan kesadaran.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien didapat keluhan berupa
kelemahan anggota gerak bagian kiri, kejang yang disertai penurunn kesadaran.

Kelemahan anggota gerak diduga akibat adanya sumbatan pada pembuluh


darah servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik yang menimbulkan
gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak menghilang dalam waktu 24
jam atau lebih. Selain itu, dari hasil anamnesis sebelum pasien mengalami
penurunan kesadaran, keluarga pasien mengatakan bahwa pasien mengalami
kejang terlebih dahulu.

14
Kejang ialah suatu manifestasi gangguan otak akibat berbagai etiologi yang
ditandai oleh gejala tunggal yang khas, yaitu serangan berulang yang
disebabkan oleh lepas muatan listrik neuron kortikal secra berlebihan.

Dalam kasus ini, kejang yang dialami oleh paisen diduga akibat adanya
hambatan dari pembuluh darah mengurangi aliran darah ke sebagaian porsi
otak, dan karenanya juga menurunnya oksigen menyebabkan anoksia. Stroke
iskemik yang luas dapat menyebabkan pembengkakan lokal dari jaringan otak
pada daerah sekitarnya, menyebabkan efek kompresi.

Kejang sering terjadi setelah berminggu-minggu atau bahakan berbulan-bulan


setelah terjadinya serangan. Dimana, ketika ada jaringan otak mati setelah
stroke, jaringan tersebut berdegenerasi menjadi jaringan parut yang dapat
bertindak sebagai iritan dan memprovokasi neuron yang berdekatan,
mencetuskan kejang yang terjadi setelah beberapa waktu. Tak jarang, kejang
pada stroke juga dapat terjadi akibat pecahnya arteri yang mengakibatkan
keluarnya semburan darah ke jaringan sehingga menekan jaringan otak.
Jaringan yang terkompresi juga menjadi kekurangan oksigen (anoksia).
Robekan, kompresi, dan anoksia, semuanya menjadi faktor pencetus yang akan
mengakibatkan keluarnya impuls listrik dari saraf yang menyebabkan kejang.

Selain dari anamnesis, penegakkan diagnosis dapat dilakukan berdasarkan


sistem skoring algoritma gajah mada dan skor siriraj.

Algoritma Gadjah Mada

Pada pasien:
Penurunan kesadaran (-) sakit kepala (-) refleks babinski (-) = stroke non
hemoragik

15
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma
Muntah : 0 = tidak ada; 1 = ada
Nyeri kepala : 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma : 0= tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor 0 : Lihat hasil CT-Scan
Skor > 1 : Perdarahan supratentorial / hemoragik
Skor < 1 : Infark serebri / iskemik
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) - (3 x 1) – 12 = -4 = stroke non
hemoragik

Pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis stroke adalah ditemukannya


tekanan darah tinggi 160/110 pada pemeriksaan tanda vital yang menunjukkan
adanya hipertensi pada pasien. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
penyebab serangan stroke non hemoragik.

Dari pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan otot lemah pada ekstremitas


superior dan inferior sinistra. Hal ini menunjukkan adanya defisit neurologis
yang mengarah ke stroke non hemoragik. Berdasarkan teori, non hemoragik/
iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan
klinis, dari yang ringan hingga berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat
berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi). Hiperrefleksia
anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia, peningkatan
reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, gangguan
pengelihatan dan penurunan kesadaran.

16
Pemeriksaan CT-scan pada pasien ini telah dilakukan. CT scan merupakan
Gold standar dari penegakkan diagnosis stroke.

Dari hasil CT-Scan: susp stroke berulang

B. Apakah penatalaksanaan pada pasien sudah tepat?

Penatalaksanaan medikamentosa yang diberikan pada pasien adalah


- Tirah baring
- Pantau ABC dan tanda vital

- IVFD RL gtt 15/menit


- Phenition 2 dd 1 cap
- Ranitidin 1 amp/ 12 jam
- Amlodipine 1 dd 1
- Vit BComp 2 dd 1

Terapi umum yang diberikan pada pasien secara keseluruhan sudah sesuai
dimana diketahui bahwa penatalaksanaan pasien stroke non hemoragik adalah
posisikan pasien saat tirah baring kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi

17
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Letakkan kepala pasien pada posisi 300. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri
oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Penatalaksanaan pada pasien stroke non hemoragik yang pertama adalah oksigen
untuk mencegah terjadinya hipoksia otak (PERDOSSI, 2007).

Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi, tekanan


darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien
dengan defisit neurologis yang nyata.Pemberian oksigen dianjurkan pada
keadaan dengan saturasi oksigen < 95% (PERDOSSI, 2011).

Cairan yang diberikan adalah cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
menjaga euvolemi. Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg.
Pada umumnya, kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari ditambah
500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per
derajat Celcius pada penderita panas) (PERDOSSI, 2011).

Pasien ini diberikan vitamin Bcomplex 2x1.Pemberian vitamin B komplek,


piridoksin (B6), kobalamin (B12), dan asam folat dapat dipertimbangkan untuk
pencegahan stroke iskemik pada penderita hiperosmosisteinemia, tetapi
manfaatnya belum jelas (AHA/ASA, Class IIB, level ofevidence B).
(PERDOSSI, 2011)

Pemberian amlodipin merupakan terapi untuk mengatasi hipertensi pada pasien.


Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keadan neurologis.
Pada sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam
24 jam pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA
2007 dan ESO 2009) merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi
pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan

18
beberapa kondisi. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan
apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic
(TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD
<110 mmHg. Selanjutnya, tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180
mmHg dan TDD <105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat
antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid,
nikardipin, atau diltiazem intravena (AHA/ASA Guideline, 2007).

Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten
dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau
tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS
hingga 140 mmHg masih diperbolehkan (AHA/ASA Guideline, 2007)

Berdasarkan PERDOSSI tahun 2011, tekanan darah tidak perlu segera


diturunkan kecuali bila tekanan sistolik =220 mmHg, diastolik =120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) = 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran
dengan selang waktu 30 menit),atau didapatkan infark miokard akut, gagal
jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor
alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu
tekanan sistolik =90 mm Hg, diastolik =70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 µg/kg/menit sampai
tekanan darah sistolik = 110 mmHg (PERDOSSI, 2011).

19
Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis
80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua
kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan
ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja
menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan
menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel
dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine (PERDOSSI, 2011).

Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara lain aspirin dosis
80 – 1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan menghambat jalur siklooksigenase,
dipiridamol dikombinasi dengan aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua
kali sehari dengan menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan
ambilan kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja
menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg dengan
menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan clopidogrel
dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan
thyenopyridine (PERDOSSI, 2011).

20
Stroke Kejang

(Case Report)

Disusun oleh :

Andria Novita Sari

1418011014

Pembimbing :

dr. Fitriyani, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU NEUROLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIBERSITAS LAMPUNG
2018

21

Anda mungkin juga menyukai