Anda di halaman 1dari 48

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA

STATUS PASIEN
Dokter Muda

Nama Dokter muda Jesly Charlies Tanda tangan


NIM 406138116
Tanggal Oktober 2015
Rumah Sakit Bhayangkara
Gelombang Periode 5 Oktober 7 November 2015

Nama Pasien Ny. SWA


Umur 68 tahun
Alamat Jalan Gemah Utara I/16 RT 002/RW 003, Pedurungan, Semarang
Jenis Kelamin Perempuan
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Agama Islam
Pendidikan SD
Status Pernikahan Cerai Mati
No. RM 05-04-003117
Diagnosis ODS Afakia, Hipermetropi tinggi, Presbiopi

ANAMNESIS (Autoanamnesa dari pasien pada 8 Oktober 2015 pukul 10:15 WIB)
Keluhan Utama Kontrol kacamata karena penglihatan kabur pada kedua mata
Keluhan
-
Tambahan
Pasien datang ke Poliklinik Mata RS Bhayangkara Semarang untuk
kontrol kacamata karena pandangan kabur pada kedua mata untuk
melihat jauh maupun dekat sejak 3 minggu yang lalu.
Pasien mengaku pernah melakukan operasi katarak pada mata kirinya
Riwayat Penyakit
pada tahun 2001, dan operasi katarak mata kanan pada tahun 2006
Sekarang
tanpa pemasangan lensa tanam.
Menurut pasien, sebelum operasi penglihatannya kabur seperti ada
awan yang menutupi mata kanan dan kiri serta silau. Keluhannya
muncul sekitar tahun 1999 (16 tahun yang lalu) dan mata kabur dirasa

1
perlahan-lahan dan semakin lama semakin memberat sehingga
mengganggu aktivitas, awalnya bayangan awan hanya sedikit namun
semakin lama penglihatan pada kedua mata pasien menjadi gelap.
Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma pada kedua mata.
Setelah operasi pasien merasa penglihatannya lebih baik dengan
bantuan kacamata untuk melihat jauh maupun dekat. Pasien rutin
kontrol ke poli mata untuk memeriksakan matanya dan kontrol
kacamata. Saat ini pasien kontrol untuk mengganti ukuran
kacamatanya karena dirasakan sudah tidak cocok.
Riwayat operasi katarak pada mata kiri tanpa pemasangan lensa
tanam pada tahun 2001
Riwayat operasi katarak pada mata kanan tanpa pemasangan lensa
tanam pada tahun 2006
Riwayat menggunakan kacamata sejak operasi katarak, namun
Riwayat Penyakit
ukurannya lupa
Dahulu
Riwayat kencing manis (+) sejak usia 50 tahun (18 tahun yang lalu)
dan rutin mengkonsumsi obat.
Riwayat darah tinggi (+) sejak usia 50 tahun (18 tahun yang lalu)
dan rutin mengkonsumsi obat.
Riwayat trauma pada mata (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat Penyakit
Riwayat darah tinggi (+) yaitu nenek pasien
Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita katarak
Pasien jarang membaca sambil tiduran ataupun di tempat yang
gelap
Kebiasaan /
Pasien selalu memakai kacamata saat melihat jauh dan dekat
Lingkungan
Pasien tidak pernah menggunakan kacamata anti UV atau
pelindung mata saat beraktivitas di luar rumah.

2
Anamnesis Sistem

1. Cerebrospinal Dalam batas normal

2. Cor Dalam batas normal

3. Respirasi /
Dalam batas normal
Pulmo

4. Abdomen Dalam batas normal

5. Urogenital Dalam batas normal

6. Extremitas /
Dalam batas normal
Musculoskeletal

Kesimpulan Anamnesis

Kontrol kacamata karena pandangan kabur pada kedua mata untuk melihat jauh maupun
dekat sejak 3 minggu yang lalu.
Riwayat operasi katarak pada mata kiri tanpa pemasangan lensa tanam pada tahun 2001
Riwayat operasi katarak pada mata kanan tanpa pemasangan lensa tanam pada tahun 2006
Riwayat menggunakan kacamata sejak operasi katarak, namun ukurannya lupa
Riwayat kencing manis (+) sejak usia 50 tahun (18 tahun yang lalu) dan rutin
mengkonsumsi obat.
Riwayat darah tinggi (+) sejak usia 50 tahun (18 tahun yang lalu) dan rutin mengkonsumsi
obat.

3
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF (Dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2015, pukul 10.15
WIB)
Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
Visus Jauh 1/60 ph 0,2 1/60 ph 0,1
Refraksi S +12,00 D S +13,00 D
Koreksi 0,8 0,7
Visus Dekat S +3,00 D S +3,00 D
Proyeksi sinar +/LPB +/LPB
Persepsi Warna
(Merah, Hijau)

PEMERIKSAAN OBYEKTIF (Dilakukan pada tanggal 8 September 2015, pukul 10:45


WIB)

Pemeriksaan OD OS Penilaian
Dikerjakan Tidak
1. Posisi mata
Ortoforia Ortoforia
2. Gerakan bola mata

3. Lapang pandang Menyempit Menyempit


4. Kelopak mata S I S I
(Superior et Inferior)
Benjolan - - - -
Edema - - - -
Hiperemis - - - -
Ptosis - - - -
Lagophthalmos - - - -
Ectropion - - - -
Entropion - - - -
5. Bulu mata
Trikiasis - -
Madarosis - -
Krusta - -
6. Aparatus Lakrimalis
Sakus lakrimal
Hiperemis - -
Edem - -
Fistel - -

4
Punctum lakrimal
Eversi - -
Discharge - -
7. Konjungtiva
K. Bulbi
Warna Transparan Transparan
Vaskularisasi - -
Nodul - -
Edema - -
K. Tarsal superior
Hiperemis - -
Folikel - -
Papillae - -
Korpus alineum - -
K. Tarsal inferior
Hiperemis - -
Folikel - -
Papillae - -
Korpus alineum - -
8. Sklera
Warna Putih Putih
Inflamasi - -
9. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Ukuran 12 mm 12 mm
Permukaan Licin Licin
Limbus Arcus senilis (+) Arcus senilis (+)
Infiltrat - -
Defek - -
Edema - -
10. Camera oculi
anterior
Kedalaman Dalam Dalam
Hifema - -
Hipopion - -
11. Iris
Warna Hitam kecoklatan Hitam kecoklatan
Sinekia - -
Iridodonesis + +

5
Neovaskularisasi - -
12. Pupil
Ukuran 4 mm 4 mm
Bentuk Bulat Bulat
Tepi Rata Rata
Simetris Simetris Simetris
Refleks direk + +
Refleks indirek + +
13. Lensa
Kejernihan - -
Luksasio - -
Afakia + +
IOL - -
14. Reflek fundus + cemerlang + cemerlang
15. Korpus vitreum - -
16. Tekanan intra okuler
Normal Normal
dengan palpasi

Foto Kasus:

OD OS

6
KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS

VOD = 1/60 ph 0,2 VOS = 1/60 ph 0,1


Koreksi S +12,00 D (0,8) Koreksi S +13,00 D (0,7)
ADD S +3,00 D ADD S +3,00 D

Lapang pandang: menyempit Lapang pandang: menyempit


Arcus senilis (+) Arcus senilis (+)
Camera Oculi Anterior : kedalamannya Camera Oculi Anterior : kedalamannya
dalam dalam
Iridodenesis Iridodenesis
Afakia, IOL(-) Afakia, IOL(-)

Resume Total:
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 68 tahun yang datang ke Poliklinik Mata
RS Bhayangkara untuk kontrol kacamata karena pandangan kabur pada kedua mata untuk
melihat jauh maupun dekat sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengaku pernah melakukan
operasi katarak pada mata kirinya pada tahun 2001, dan operasi katarak mata kanan pada
tahun 2006 tanpa pemasangan lensa tanam. Pasien rutin kontrol ke poli mata untuk
memeriksakan matanya dan kontrol kacamata. Saat ini pasien kontrol untuk mengganti
ukuran kacamatanya karena dirasakan sudah tidak cocok.
Pasien mempunyai riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak usia 50 tahun.
Pada pemeriksaan didapatkan :
VOD = 1/60 ph 0,2
Koreksi S +12,00 D (0,8)
ADD S +3,00 D
VOS = 1/60 ph 0,1
Koreksi S +13,00 D (0,7)
ADD S +3,00 D
Lapang pandang ODS: menyempit
Arcus senilis (+) ODS
Camera Oculi Anterior ODS : kedalamannya dalam
7
Iridodenesis ODS
Afakia, IOL(-) ODS

Diagnosis kerja:
ODS Afakia

Diagnosis tambahan:
ODS Hipermetropia tinggi
ODS Presbiopia

Diagnosis banding:
Miopia
Astigmatisme

Terapi:
Non farmako :
o Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya
o Memberikan resep kacamata dengan ukuran yang sesuai
o Menyarankan pasien untuk kontrol ke dokter mata untuk mengevaluasi
perjalanan penyakit dan kontrol kacamata

Prognosis:
Ad visam : Dubia ad malam
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad kosmetikam : Bonam

8
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA MATA

1.1. Anatomi Lensa Mata

Lensa mata berasal dari ektoderm permukaan, terletak di dalam bola mata yakni
dibelakang iris, didalam kamera okuli posterior.1 Lensa mata merupakan suatu struktur
bikonveks, avaskular, berbentuk seperti cakram, tak berwarna dan hampir transparan
sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.2

Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di
seluruh ekuatornya pada badan silier dan memungkinkan lensa untuk menebal dan menipis
saat terjadinya akomodasi.1 Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di sebelah
posteriornya terdapat corpus vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran yang
semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.2

Gambar 1. Bentuk lensa dan letaknya di dalam bola mata3

9
Lensa dibentuk oleh sel epitel lensa. Sel epitel lensa akan terus-menerus membentuk
serat lensa sehingga mengakibatkan serat lensa memadat dibagian sentral lensa dan
membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu
dibentuk atau serat lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di bagian luar nukleus terdapat serat
lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terdapat di sebelah
depan nukleus lensa disebut korteks anterior, sedang dibelakangnya korteks posterior.
Nukleus lensa memiliki konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa. Inti dan korteks
lensa dibungkus oleh kapsul lensa yang sangat elastis dan kenyal.1

Gambar 2. Anatomi lensa3

Gambar 3. Tampilan lensa yang diperbesar menampakkan terminasi epitel subkapsular (vertikal)2

10
Gambar 4. Lensa pada pemeriksaan Slit-lamp3

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35%-nya protein (kandungan
proteinnya tertinggi di antara jaringan jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral seperti
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Lensa tidak mempunyai serat nyeri, pembuluh darah serta jaringan saraf.2

1.2. Fisiologi Lensa Mata

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan cahaya masuk ke dalam mata sehingga
terbentuk bayangan yang tajam pada retina. Mata dapat mengubah fokusnya dari objek jarak
jauh ke jarak dekat karena kemampuan lensa untuk mengubah bentuknya, suatu fenomena
yang dikenal sebagai akomodasi. Elastisitasnya yang alami memungkinkan lensa untuk
menjadi lebih atau kurang bulat (sferis), tergantung besarnya tegangan serat serat zonula
pada kapsul lensa. Tegangan zonula dikendalikan oleh aktivitas musculus ciliaris, yang bila
berkontraksi akan mengendurkan tegangan zonula. Dengan demikian, lensa menjadi lebih
bulat dan dihasilkan daya dioptri yang lebih kuat untuk memfokuskan objek objek yang

11
lebih dekat. Relaksasi musculus ciliaris akan menghasilkan kebalikan rentetan peristiwa
peristiwa tersebut, membuat lensa mendatar dan memungkinkan objek objek jauh terfokus.
Dengan bertambahnya usia, daya akomodasi lensa akan berkurang secara perlahan lahan
seiring dengan penurunan elastisitasnya.2

Gambar 5. Perubahan pada lensa saat akomodasi4

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:1

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi
cembung,

Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media refraksi,

Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:1

Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

Keruh atau apa yang disebut katarak,

Tidak berada pada tempatnya atau subluksasi dan dislokasi.

12
1.3. Metabolisme Lensa Normal

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian
anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior
lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion
Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam
oleh Ca-ATPase. Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%).
Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol
dehidrogenase.7

13
2. AFAKIA

2.1. Definisi afakia

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata
tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan pemakaian lensa yang
tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut sebagai berikut:1

Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal

Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung

Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak atau fenomena jack in the
box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral, sedang penglihatan tepi
kabur.

Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia dengan afakia
diberikan kacamata sebagai berikut:1

Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya

Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia

Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan

Kacamata tidak terlalu berat.

2.2. Etiologi afakia

Beberapa penyebab afakia yaitu:4

Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.

Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab paling umum afakia.

Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dilaporkan setelah trauma pada anak.

Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia

14
Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia optikal.

2.3. Optik pada afakia

Perubahan optik yang terjadi setelah pengangkatan lensa adalah:4,5

Mata menjadi hipermetropi tinggi

Penurunan kekuatan refraksi total pada mata menjadi sekitar +44D dari +60D

Titik fokus anterior menjadi 23,22 mm di depan kornea (pada mata normal 17,048mm)

Titik fokus posterior sekitar 31 mm di belakang cornea, yaitu sekitar 7 mm di belakang


bola mata (panjang antero-posterior bola mata sekitar 24 mm)

Terjadi kehilangan total akomodasi

2 titik prinsipal terletak hampir di permukaan anterior kornea

Kedua titik nodal sangat berdekatan satu dan lainnya, terletak 7,754 mm di belakang
permukaan anterior kornea (normalnya 7,333 mm)

Gambar 6. Optik pada mata normal dan afakia5

15
Pada afakia, bayangan yang terbentuk membesar 33%. Panjang fokus anterior pada
emetrop adalah 17,05 mm, sedangkan pada afakia adalah 23,22 mm. Rasio panjang fokus
anterior emetrop dan afakia adalah 23,22/17,05=1,32, artinya bayangan yang terbentuk pada
afakia 1,32 kali lebih besar (33%) dibandingkan pada emetrop.5

Pembesaran dengan lensa kontak sebesar 10%, dengan IOL bilik mata depan 2-5%,
dan IOL bilik mata belakang sebesar 0%.5

Gambar 7. Pembesaran pada afakia5

2.4. Gejala afakia

Afakia akan memberikan gejala klinis berupa:4

Gangguan tajam penglihatan. Gejala utama pada afakia adalah penurunan tajam
penglihatan baik jauh maupun dekat akibat hipermetropi tinggi dan hilangnya
akomodasi.

Erythropsia dan cynopsia, yaitu melihat gambaran merah dan biru. Hal ini terjadi
karena sinar ultraviolet dan infrared yang masuk berlebihan pada lensa yang tidak
ada.

16
2.5. Tanda afakia

Tanda tanda yang dapat ditemukan pada afakia mencakup:4,6

Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan

Bilik mata depan dalam

Iridodonesis, yaitu iris tremulans atau iris bergoyang

Pupil berwarna hitam

Test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan)

Pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi

Retinoskopi memperlihatkan hipermetropi tinggi

Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi

Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanya hipermetropia yang sangat


tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif

Adanya badan vitreous pada bilik mata depan

Jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan TIO
(tekanan intraokuler), iritis, kerusakan iris, CME (cystoid macular edema)

2.6. Diagnosis Afakia

Anamnesis

Harus dicatat jika ada riwayat operasi katarak sebelumnya dan kapan operasi tersebut
dilakukan. Jika afakia disebabkan oleh dislokasi lensa, maka harus didapatkan
informasi yang mendukung hal tersebut.6

Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata lebih difokuskan pada penglihatan (tajam penglihatan jarak jauh
dan dekat, refraksi), konfirmasi tidak adanya lensa, dan menyingkirkan komplikasi

17
komplikasi yang tejadi. Karena itu penting untuk menilai kornea (untuk edema),
tonometri (untuk peningkatan TIO), bilik mata depan (adanya badan vitreous), iris
(untuk iridektomi), dan oftalmoskopi (untuk CME).6

Pemeriksaan tambahan

Pertimbangkan mikroskop spekular dan fakimetri jika dicurigai atau adanya edema
kornea.6

2.7. Tatalaksana afakia

Prinsip utama tatalaksana afakia adalah memperbaiki penglihatan dengan lensa


cembung (konveks) yang sesuai agar bayangan dapat terbentuk di retina.4

Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi. Kaca mata
afakia hanya dapat digunakan pada afakia bilateral, jika hanya satu mata maka akan terjadi
perbedaan ukuran bayangan yang terlalu besar pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien
tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler (pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi yang terjadi.6

Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia. Namun, pasien biasanya tidak nyaman
menggunakan lensa kontak karena kesusahan memasang lensa, tidak nyaman, dapat terjadi
komplikasi seperti konjungtivitis giant papil.6

1. Kacamata

Kacamata telah menjadi metode yang paling umum digunakan untuk mengoreksi afakia,
terutama di negara-negara berkembang. Saat ini, penggunaan kacamata afakia menurun.
Kira-kira, sekitar +10D dengan lensa silinder untuk silindris yang diinduksi operasi
diperlukan untuk memperbaiki afakia pada pasien yang sebelumnya emetropi. Namun,
angka pasti dari kacamata akan berbeda tiap individu dan harus diperkirakan oleh
refraksi. Penambahan +3-4 D diperlukan untuk penglihatan dekat untuk mengkompensasi
hilangnya akomodasi.4

Keuntungan kacamata. Ini merupakan metode yang murah, mudah dan aman dalam
mengoreksi afakia.4

18
Kekurangan kacamata. (i) Gambar diperbesar hingga 30%, sehingga tidak digunakan
pada afakia unilateral (menghasilkan diplopia). (ii) Masalah aberasi lensa sferis dan
aberasi kromatik pada lensa tebal. (iii) Lapangan pandang terbatas. (iv) Efek prisma pada
kacamata tebal. (v) 'Roving ring Scotoma' (fenomena Jack in the box). (vi) Mengganggu
penampilan terutama pada pasien muda.4

Gambar 8. Aberasi kromatik pada lensa tebal2

Gambar 9. Aberasi sferis pada lensa tebal2

19
Gambar 10. Ring scotoma5

Gambar 11. Fenomena Jack in box5

20
2. Lensa kontak

Keuntungan lensa kontak dibanding kacamata meliputi: (i) Pembesaran bayangan yang
lebih kecil. (ii) Tidak ada efek aberasi dan prismatik kacamata tebal. (iii) Lapangan
pandang yang lebih luas dan lebih baik. (iv) Lebih dapat diterima secara kosmetik. (v)
Lebih cocok untuk afakia uniokular.4

Kekurangan lensa kontak adalah: (i) biaya lebih; (ii) rumit untuk dipakai, terutama untuk
usia tua dan anak anak; dan (iii) Dapat terkait komplikasi kornea.4

3. Implantasi lensa intraokular (IOL)

Implantasi lensa intraokular adalah metode terbaik yang tersedia dalam mengoreksi
afakia. Oleh karena itu, ini menjadi modalitas yang paling sering dikerjakan saat ini.4

4. Bedah refraktif kornea

Bedah refraktif kornea masih pada tahap percobaan untuk koreksi afakia, mencakup:4

Keratofakia. Dalam prosedur ini lenticule yang disiapkan dari kornea donor
ditempatkan antara lamellae kornea pasien.

Epikeratofakia. Dalam prosedur ini, lenticule yang disiapkan dari kornea donor dijahit
di atas permukaan kornea setelah melepas epitel.

Hyperopic Lasik

21
Tabel 1. Perbandngan mata normal(1), koreksi katarak dengan lensa intraokular bilik mata
belakang(2), lensa kontak(3), dan kacamata katarak(4)3

22
2.8. Prognosis afakia

Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi seperti edema
kornea, glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema). Namun, pada afakia terjadi
peningkatan resiko ablasio retina, khususnya pada miopi tinggi dan jika kapsul posterior tidak
intak.6

23
3. KATARAK SENILIS

3.1. Definisi

Katarak berasal dari bahasa Yunani katarrhakies, Inggris cataract dan Latin cataracta
yang berarti air terjun. Dalam bahasa indonesia disebut bular, dimana penglihatan seperti
tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa
atau terjadi akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.1

Penuaan merupakan penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang
mungkin terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (mis. diabetes), merokok, dan
herediter.2

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa baik di korteks maupun nuklearis yang terjadi
akibat proses penuaan dan bertambahnya umur, biasanya muncul mulai usia 50 tahun.1

Gambar 12. Lensa yang keruh akibat katarak3

24
3.2. Patofisiologi

Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.


Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak
senilis dan belum sepenuhnya diketahui.9,10

Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi tuanya
seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi
padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang.
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan
mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikuti dengan pembentukan pigmen
pada nuklear lensa.9
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia
lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh.
Proses ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada
seseorang.10
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih
dan abu-abu. Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti
korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin
padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi fundus bisa hilang sama sekali.9,10

Konsep penuaan:1
Teori putaran biologic (a biologic clock)
Imunologis; dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang
mengakibatkan kerusakan sel
Teori a free radical
o Radikal bebas terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat
o Radikal bebas dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi
o Radikal bebas dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E
Teori a cross-link
Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein
sehingga mengganggu fungsi.

25
Perubahan lensa pada usia lanjut:1,9
1. Kapsul
Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul
berkurang atau kabur, dan terlihat bahan granular.
2. Epitel makin tipis
Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat, serta bengkak dan
vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3. Serat lensa:
Lebih ireguler, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nucleus, sinar
ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein,
tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal. Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda
4. Proses pada nukleus
Oleh karena serabut- serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke arah tengah
menjadi lebih padat (nukleus), mengalami dehidrasi, penimbunan kalsium dan sclerosis.
Pada nucleus ini kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi
lebih hipermetrop. Lama kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya berwarna putih,
menjadi kekuning-kuningan, lalu menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman.
Karena itulah dinamakan katarak brunesen atau katarak nigra.
5. Proses pada korteks
Timbulnya celah celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan penimbunan
kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan membengkak, menjadi
lebih miopi. Berhubung adanya perubahan refraksi ke arah miopia pada katarak kortikal,
penderita seolah-olah mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah.

26
3.3. Klasifikasi katarak senilis

Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:1,3,9


1. Katarak Nuklear
Pada katarak nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa
menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak ini lokasinya terletak pada bagian tengah
lensa atau nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah
dari jernih menjadi kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini
merupakan bentuk yang paling banyak terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi
daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi
lebih baik.

Gambar 13. Katarak nuklear3

2. Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta
komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang
mengelilingi nukleus atau korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lambat, tetapi lebih cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat
wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran seperti ruji. Keluhan yang biasa
terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan merasa silau. Derajat
gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa
dengan sumbu penglihatan.

Gambar 14. Katarak kortikal3

27
3. Katarak Subkapsular Posterior
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa
belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan
progresivitasnya lebih cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes,
obesitas atau pemakaian steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan
membaca, silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang.

Gambar 15. Katarak subkapsular3

Gambar 16. Berbagai morfologi katarak4

Berdasarkan stadium klinisnya, katarak senilis dibagi dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur,
matur, dan hipermatur.1

28
Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senilis:1
Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Berkurang
Bertambah (air
Cairan Lensa Normal Normal (air+masa
masuk)
lensa keluar)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik Mata
Normal Dangkal Normal Dalam
Depan

Sudut Bilik
Normal Sempit Normal Terbuka
Mata

Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopos

Uveitis+glauk
Penyulit - Glaukoma -
oma

1. Katarak Insipien
Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan
biasanya terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya
nampak jika pupil dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang
disebabkan oleh indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang menetap untuk waktu yang lama.

Gambar 17. Katarak Insipien3

2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh
lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi

29
penambahan volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang
degeneratif. Pada keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan
pupil, mendorong iris ke depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi
glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangan iris
pada lensa, sehingga hasil uji shadow test (+).

Gambar 18. Katarak Imatur3

3. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh,
sehingga uji bayangan iris negatif.

Gambar 19. Katarak Matur3,4

4. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan
berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka

30
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif. Cairan/protein lensa yang keluar dari lensa tersebut
menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda asing.
Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA
kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan/protein lensa itu sendiri
yang menghalangi aliran cairan bola mata.

Gambar 20. Katarak Hipermatur3,4

3.4. Manifestasi klinis katarak

Sebagian besar katarak tidak terlihat pada pengamatan sepintas sampai lensanya
menjadi cukup keruh untuk menyebabkan gangguan penglihatan yang berat. Dengan semakin
keruhnya lensa, fundus okuli akan semakin sulit untuk dilihat, sampai akhirnya reflex fundus
menjadi hilang sama sekali. Pada stadium ini, katarak biasanya telah matur, dan pupil
menjadi putih. Keluhan-keluhan yang umumnya dialami penderita antara lain:

Pandangan kabur
Semakin kesulitan melihat pada malam hari atau cahaya redup
Terlalu silau saat melihat cahaya

31
Melihat halo disekitar cahaya
Warna terlihat pudar
Sering berganti kacamata atau lensa kontak
Penglihatan ganda pada satu mata
Pada kasus yang lebih lanjut, pupil yang normalnya terlihat hitam akan terlihat seperti
susu. Pandangan pasien menurun hingga hanya bisa membedakan cahaya dari gelap

Tabel 3. Ringkasan bentuk bentuk katarak senilis3

32
3.5. Tatalaksana katarak

a. Medikamentosa
Penghambat aldose reduktase bekerja dengan menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol. Agen antikatarak lainnya termasuk sorbitol-lowering agent, aspirin, glutathion-
raising agent dan antioksidan vitamin C dan E. Obat yang dikenal di pasaran dapat
memperlambat proses pengeruhan antara lain Catalin, Quinax, Catarlen dan
Karyuni.3,10
Obat-obatan yang digunakan pada saat pre dan post operasi katarak, adalah:13
Midriasil
Phenylephrin ophthalmic
Bekerja secara langsung sebagai vasokonstriktor dan midriatik dengan
mengkontriksi pembuluh darah oftalmika dan otot radial iris. Biasanya digunakan
pada konsentrasi 2,5%-10% karena mengurangi efek sistemik. Onset kerjanya 30-60
menit dan diulang setiap 3-5jam.
Biasanya diberikan pada saat preoperasi katarak
Kortikosteroid
Prednisolon asetat 1%, dexametason 0,1%, dll
Membantu menurunkan dan mengontrol inflamasi khususnya pada saat postoperasi
katarak.
Antibiotik
Ciprofloxasin, Eritromisin, dll
Digunakan sebagai profilaksis postoperasi katarak
Anti Inflamasi Non Steroid

b. Pembedahan
Indikasi operasi katarak dibagi dalam 3 kelompok:
1. Indikasi Sosial
Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan tajam
penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka
operasi katarak bisa dilakukan.
2. Indikasi Medis
Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika
prognosis kembalinya penglihatan kurang baik:

33
- Katarak matur/hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik
Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus,
namun kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat diterima, misalnya pada
pasien muda, maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil
tampak hitam meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

Kontraindikasi dan hati-hati untuk operasi katarak:


1. Infeksi sekitar mata Anel test
2. Tekanan bola mata cukup tinggi TIO
3. Fungsi retina harus baik light perception
4. Keadaan umum harus baik. ( hipertensi, diabetes, batuk kronis)
5. Adanya nystagmus
6. Anemia gravis

Teknik-teknik pembedahan katarak


Teknik pembedahan katarak yang dikenal saat ini adalah:
Discisio Lentis
Extra Capsuler Cataract Extraction (ECCE)
Intra Capsuler Cataract Extraction (ICCE)
Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Phacoemulcification
Ekstraksi Linier

Komplikasi yang dapat terjadi pada saat intra dan pasca operasi
Komplikasi Intraoperasi
- Perdarahan
- Prolaps iris

34
- Edema kornea
- Kerusakan endotel kornea
- Ruptur kapsula posterior
- Prolaps vitreus
- COA dangkal
- Dislokasi nukleus lensa ke dalam vitreus

Komplikasi pascabedah dini


- Peradangan
- Hifema
- Edema kornea
- Kebocoran luka
- Prolaps iris
- Glaukoma sekunder
- Dislokasi IOL
- Endoftalmitis

Komplikasi pascabedah lanjut


- Ablasio retina
- Posterior Capsular Opacification (PCO)
- Cystoid Macular Edema (CME)
- Vitreous touch syndrome
- Bullous Keratopathy
- Glaukoma sekunder

3.6. Komplikasi katarak

Beberapa komplikasi katarak yaitu:9,10


1. Glaukoma
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi karena proses
fakolitik, fakotopik, fakotoksik.
Fakolitik
- Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan keluar yang
akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian kapsul lensa.

35
- Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior akan
bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi merabsorbsi
substansi lensa tersebut.
- Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul glaukoma.
Fakotopik
- Berdasarkan posisi lensa
- Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera okuli
anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar sedangkan
produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan meningkat dan timbul
glaukoma
Fakotoksik
- Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi mata sendiri
(auto toksik)
- Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul uveitis, yang kemudian akan
menjadi glaukoma.
2. Lens induced uveitis
3. Subluksasi lensa
4. Dislokasi lensa

3.7. Prognosis katarak

Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga
tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada saat yang tepat
maka prognosis pada katarak senilis umumnya baik.10

36
4. HIPERMETROPIA

4.1. Definisi hipermetropia

Hipermetropia atau hiperopia merupakan suatu keadaan mata tak berakomodasi yang
memfokuskan bayangan di belakang retina.2

Gambar 21. Hipermetropia2

4.2. Etiologi hipermetropia

Hipermetropia dapat disebabkan oleh:1,2,4


1. Hipermetropia aksial atau hipermetropia sumbu: merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu anteroposterior bola mata yang pendek. Pada kondisi ini,
kekuatan refraksi total mata tetap normal, dapat terjadi pada kelainan kongenital tertentu.
2. Hipermetropia kurvatur: dimana kelengkungan korena atau lensa lebih datar
dibandingkan mata normal sehingga bayangan difokuskan di belakang retina.
3. Hipermetropia refraktif : dimana terdapat indeks refraksi yang kurang pada sistem optik
mata, seperti penurunan indeks refraksi lensa pada usia tua atau dapat terjadi pada
penderita diabetes yang tidak diobati.
4. Hipermetropia posisional: akibat letak lensa kristalina di posterior.
5. Keadaan tidak adanya lensa kristalina: baik congenital maupun didapat (secara
pembedahan atau dislokasi posterior) pada afakia kondisi hipermetropia tinggi.

37
4.3. Klasifikasi hipermetropia

Terdapat tiga jenis hipermetropia, yaitu:4


1. Hipermetropia simpleks, merupakan jenis yang paling sering, Ini dapat merupakan variasi
biologis yang normal pada saat perkembangan bola mata, mencakup hipermetropia aksial
dan hipermetropia kurvatural.
2. Hipermetropia patologik, terjadi akibat kondisi bola mata di luar variasi biologis yang
normal pada saat perkembangannya, baik kongenital maupun didapat. Ini mencakup:
Hipermetropia refraktif (pada keadaan sklerosis kortikal yang didapat)
Hipermetropia posisional (pada subluksasi lensa ke posterior)
Afakia (tidak adanya lensa baik congenital maupun didapat)
Hipermetropia konsekutif (pada koreksi miopia yang berlebih secara bedah)
3. Hipermetropia fungsional, terjadi akibat paralisis akomodasi yang dapat dilihat pada
pasien dengan paralisis N.III dan oftalmoplegia internal.

Gambar 22. Refraksi pada hipermetropia3

38
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:
1. Hipermetropia laten, merupakan hipermetropia yang seluruhnya dapat diatasi dengan
melakukan akomodasi. Seseorang dengan hipermetropia saat melihat jauh akan
membentuk bayangan dibelakang retina namun pada pasien dengan usia muda dapat
difokuskan di retina jika dilakukan akomodasi. Saat melihat dekat bayangan yang
difokuskan juga dapat jatuh di retina dengan melakukan akomodasi lebih besar. Pada usia
muda, hipermetropia sampai tiga dioptri masih dapat ditoleransi. Semakin muda, maka
semakin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Semakin tua seseorang akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi hipermetropia
fakultatif dan kemudian menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten hanya dapat
diukur apabila diberikan siklopegia.1,2,4
2. Hipermetropia manifes, merupakan hipermetropia yang tidak dapat diatasi oleh
akomodasi untuk memperoleh penglihatan normal dan dapat dikoreksi dengan kacamata
berlensa positif maksimal. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa siklopegik dan
hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata maksimal. Hipermetropia ini
terdiri atas dua komponen, hipermetropia absolute dan hipermetropia fakultatif.1,2,4
Hipermetropia absolute, merupakan hipermetropia yang tidak dapat diatasi oleh
akomodasi untuk memperoleh penglihatan normal dan memerlukan kacamata
berlensa positif.1
Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia yang dapat diatasi oleh
akomodasi maupun oleh kacamata berlensa positif untuk memperoleh penglihatan
normal. Pemberian kacamata berlensa positif dapat memberikan penglihatan normal
dan membuat otot akomodasinya beristirahat.1
3. Hipermetropia total, merupakan penggabungan hipermetropia manifes dengan
hipermetropia laten yang dapat diperiksa dioptrinya setelah diberikan sikloplegik.1,4

4.4. Tanda dan gejala hipermetropia

Pasien dengan hipermetropia mempunyai keluhan yang bervariasi tergantung usia


pasien dan derajat kelainan refraksi. Hal ini dapat dikelompokkan menjadi:
Asimptomatik. Biasanya sejumlah kelainan refraksi pada pasien muda dapat dikoreksi
dengan usaha akomodasi ringan tanpa memberikan keluhan.

39
Gejala gejala asthenopia. Walaupun hipermetropia telah dikoreksi, tetapi jika mata
berakomodasi secara terus menerus maka akan memberikan keluhan keluhan
asthenopia, mencakup: kelelahan mata, sakit kepala bagian frontal atau fronto-temporal,
mata berair, dan fotofobia ringan. Keluhan tersebut biasanya terkait dengan kerja jarak
dekat dan meningkat pada malam hari.
Gangguan penglihatan dengan gejala asthenopia. Pada hipermetropia tinggi dimana
tidak dapat dikoreksi sepenuhnya oleh usaha akomodasi, pasien akan mengeluh
gangguan penglihatan terutama jarak dekat disbanding jarak jauh. Hal ini terkait juga
dengan gejala asthenopia akibat usaha akomodasi yang terus menerus.
Hanya gangguan penglihatan. Pada hipermetropia yang sangat tinggi, pasien biasanya
tidak akan berakomodasi (khususnya dewasa) dan akan terjadi gangguan penglihatan
dekat maupun jauh.4

Pasien dengan hipermetropia dapat ditemukan:


Ukuran bola mata terlihat kecil secara keseluruhan
Kornea mungkin sedikit lebih kecil dari normal.
Bilik mata depan relatif dangkal.
Pada pemeriksaan fundus terlihat optik disk kecil yang mungkin terlihat lebih vaskular
dengan batas yang tidak jelas, bahkan dapat menyerupai papillitis (meskipun tidak ada
pembengkakan disk, sehingga disebut pseudopapillitis). Retina secara keseluruhan
dapat bersinar karena kecemerlangan refleks cahaya yang lebih besar (shot silk
appearance).
Pemeriksaan ultrasonografi (biometri) dapat menentukan panjang antero-posterior bola
mata yang pendek.

4.5. Pemeriksaan hipermetropia

Pemeriksaan untuk membedakan seseorang dengan hipermetropia merupakan


hipermetropia laten atau hipermetropia manifes adalah dengan melakukan pemeriksaan
refraksi dengan obat sikloplegik. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada pasien usia muda
dengan kelelahan mata saat membaca dan pada pasien esotrofia.2

40
4.6. Komplikasi hipermetropia

Jika hipermetropia tidak dikoreksi untuk waktu yang lama, dapat terjadi berbagai
komplikasi, yaitu:
Esotrofia. Esotrofia merupakan keadaan kedudukan bola mata yang tidak normal karena
mengarah ke nasal. Esotrofia dapat terjadi karena bola mata ikut melakukan
konvergensi terus-menerus. Konvergensi yang dilakukan bola mata sebagai efek dari
mata yang terus-menerus berakomodasi. Kelainan ini dapat disembuhkan dengan
mengkoreksi hipermetropia.1,2
Glaukoma sekunder yang terjadi akibat hipertrofi otot siliaris karena berakomodasi
terus-menerus. Hipertrofi otot siliaris akan mempersempit sudut bilik mata depan
sehingga dapat timbul glaukoma.1
Ambliopia. Hal ini terjadi jika hipermetropia pada kedua mata berbeda dioptri.
Perbedaan dioptri tersebut akan membuat penglihatan difokuskan pada mata dengan
melakukan akomodasi pada mata hipermetropia yang lebih ringan. Usaha tersebut
dilakukan untuk mendapatkan penglihatan normal. Mata dengan hipermetropia yang
lebih berat tidak akan melakukan akomodasi sehingga akan mengalami supresi dan
sering menggulir ke arah temporal.1,3

4.7. Tatalaksana hipermetropia

Terapi yang dapat diberikan pada pasien hipermetropia adalah dengan menggunakan
kacamata berlensa positif untuk melihat dekat dan jauh. Koreksi dilakukan dengan
hipermetropia manifes dimana mata diberikan lensa positif maksimal tanpa pemberian
sikloplegik untuk mendapatkan penglihatan normal. Pemberian lensa positif maksimal pada
hipermetropia sebaiknya dilakukan. Hal ini dilakukan untuk membuat otot akomodasi
beristirahat.1,2
Terapi lain yang dapat dilakukan untuk mengobati hipermetropia adalah dengan
LASEK, Laser thermal keratoplasty, Conductive keratoplasty (CK) dan LASIK. LASEK dan
Laser thermal keratoplasty dapat mengoreksi hipermetopia ringan. Conductive keratoplasty
(CK) dapat mengoreksi hipermetopia ringan sampai sedang dan hipermetropia dengan
astigmatisma. LASIK dapat mengoreksi hipermetopia dengan lebih dari +4,00 dioptri.7

41
Gambar 23. Koreksi pada hipermetropia3

42
5. PRESBIOPIA

Presbiopia merupakan suatu keadaan hilangnya daya akomodasi yang terjadi


bersamaan dengan proses penuaan pada semua orang. Hal ini merupakan proses yang
fisiologis.2
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
Kelemahan otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.1
Akomodasi merupakan kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat
kontraksi otot siliaris. Pada mata normal, lensa tidak akan melakukan akomodasi saat melihat
jauh dan akan melakukan akomodasi saat melihat dekat agar titik fokus jatuh tepat di retina.
Gangguan akomodasi membuat lensa tidak mampu untuk berakomodasi secara normal
sehingga titik fokus jatuh dibelakang retina 1,8

Gambar 24. Akomodasi pada mata normal8

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan
memberikan keluhan setelah mebaca yaitu berupa mata lelah, berair dan terasa pedas.1
Ketidakmampuan ini akan semakin bertambah parah sampai usia 55 tahun kemudian akan
menjadi stabil dan menetap.2
Keluhan yang dirasakan dapat diatasi dengan pemberian kacamata berlensa dengan
spheris positif dan berbentuk cembung.1,3 Lensa tersebut akan membuat titik fokus jatuh tepat
diretina saat melihat dekat.1,8 Pemberian kacamata tersebut dapat memperbaiki kemampuan
membaca dengan jarak normal.1 Jarak normal untuk membaca berjarak sekitar 33cm.1

43
Gambar 25. Koreksi pada presbiopia8

Kacamata baca akan membuat penderita merasa lebih jelas untuk membaca atau
melihat benda dengan jarak dekat. Kekurangannya adalah jika digunakan untuk melihat jauh
akan menjadi kabur. Hal tersebut dapat terjadi karena seluruh permukaan lensa digunakan
untuk koreksi dekat. Kacamata separuh dapat digunakan untuk mengatasi gangguan tersebut.
Kacamata separuh merupakan kacamata dengan bagian bagian atas terbuka dan tidak
dikoreksi.2
Kekuatan dioptri yang ditambahkan pada kacamata baca akan membuat mata tidak
berakomodasi saat membaca dengan jarak 33cm. Kekuatan dioptri yang ditambahkan
berbeda sesuai dengan usia penderita, seperti:
S +1,00 D untuk usia 40 tahun
S +1,50 D untuk usia 45 tahun
S +2,00 D untuk usia 50 tahun
S +2,50 D untuk usia 55 tahun
S +3,00 D untuk usia 60 tahun atau lebih.1
Tetapi batasan penambahan kekuatan dioptri diatas dapat disesuaikan dengan keperluan dan
kenyamanan pasien.1

44
PEMBAHASAN

Telah diperiksa seorang pasien perempuan berusia 68 tahun yang datang ke Poliklinik
Mata RS Bhayangkara untuk kontrol kacamata karena pandangan kabur pada kedua mata
untuk melihat jauh maupun dekat sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengaku pernah
melakukan operasi katarak pada mata kirinya pada tahun 2001, dan operasi katarak mata
kanan pada tahun 2006 tanpa pemasangan lensa tanam.

Sebelum operasi penglihatannya kabur seperti ada awan yang menutupi mata kanan
dan kiri serta silau. Keluhannya muncul sekitar tahun 1999 (16 tahun yang lalu) dan mata
kabur dirasa perlahan-lahan dan semakin lama semakin memberat sehingga mengganggu
aktivitas, awalnya bayangan awan hanya sedikit namun semakin lama penglihatan pada
kedua mata pasien menjadi gelap. Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma pada kedua
mata.

Setelah operasi pasien merasa penglihatannya lebih baik dengan bantuan kacamata
untuk melihat jauh maupun dekat. Pasien rutin kontrol ke poli mata untuk memeriksakan
matanya dan kontrol kacamata. Saat ini pasien kontrol untuk mengganti ukuran kacamatanya
karena dirasakan sudah tidak cocok.

Pasien mempunyai riwayat kencing manis dan darah tinggi sejak usia 50 tahun.

Pada pemeriksaan didapatkan :

VOD = 1/60 ph 0,2


Koreksi S +12,00 D (0,8)
ADD S +3,00 D
VOS = 1/60 ph 0,1
Koreksi S +13,00 D (0,7)
ADD S +3,00 D
Lapang pandang ODS: menyempit
Arcus senilis (+) ODS
Camera Oculi Anterior ODS : kedalamannya dalam
Iridodenesis ODS
Afakia, IOL(-) ODS
45
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pasien didiagnosis dengan
diagnosis utama ODS afakia. Diagnosis utama diambil dari keluhan pasien dan dari
pemeriksaan yang dilakukan.
Diagnosa afakia pertama kali ditegakkan pada pasien karena didapatkan keluhan
berupa pandangan kabur pada mata kanan dan kiri saat melihat jauh maupun melihat dekat,
dan adanya riwayat operasi katarak pada kedua mata tanpa pemasangan lensa tanam.
Kemudian saat dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien, didapatkan penurunan visus
yang tinggi, lapang pandang pasien menyempit, bilik mata depan yang dalam pada kedua
mata, terdapat iris yang bergoyang saat menggerakkan bola mata, dan tidak ditemukannya
lensa pada kedua bola mata.
Pada diagnosa tambahan, dituliskan hipermetropia tinggi dan presbiopia ODS karena
setelah operasi katarak tidak dilakukan pemasangan lensa tanam pada kedua mata. Dengan
tidak adanya lensa pada mata, maka daya bias mata akan terganggu dan bayangan jatuh di
belakang retina. Pada kondisi ini, pasien membutuhkan lensa cembung dengan daya bias
yang tinggi agar dapat melihat dengan jelas. Dari pemeriksaan visus didapatkan hasil visus
dasar mata kanan 1/60 dan kiri 1/60. Namun setelah dilakukan pemeriksaan subyektif dengan
lensa koreksi S +12,00 D pada mata kanan dan S +13,00 D pada mata kiri, pasien merasa
lebih nyaman dan pandangan menjadi lebih tajam untuk melihat jauh daripada tidak
menggunakan lensa koreksi. Sesuai usia pasien 68 tahun, pasien juga diberi lensa addisi S
+3,00 D pada mata kanan dan kiri, dan pasien merasa lebih jelas untuk melihat dekat atau
baca.

46
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari anamnesa pasien, pemeriksaan subyektif, pemeriksaan objektif,


serta dasar teori yang saya peroleh dari tinjauan pustaka didapatkan kesimpulan bahwa pasien
mengalami ODS afakia (post operasi katarak tanpa pemasangan lensa tanam). Didapatkan
juga diagnosis tambahan berupa ODS hipermetropia tinggi dan presbiopia. Pasien saat ini
diberi kacamata sferis positif untuk melihat jauh dan dekat. Serta dilakukan edukasi pada
pasien agar rutin kontrol ke dokter mata untuk mengevaluasi perjalanan penyakitnya dan
kontrol kacamata.

47
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2010
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17thed. Lange
Mc Graw Hill. 2007
3. Gerhard, L. Ophthalmology A Short Textbook. New York : Thieme stutrgart. 2000
4. Khurana, A.K. Opthalmology. New Delhi: New Age International. 2003
5. Sunita A, Athiya A, David JA.. Textbook of Ophthalmology. India: Jaypee Brothers
Medical Publisher. 2002
6. Neil, JF, Peter KK. Essentials of Ophthalmology. Elsevier Inc. 2007.
7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology. Edisi II. Elsevier Limited; 2009.
8. Sherwood, L. Fundamentals of Human Physiology. Edisi IV. USA: Brooks/Cole;
2012.
9. American Academy of Ophthalmology. Basic clinical science; Lens and Cataract.
Section 11. 1999-2000. p.7-21, 40-43, 64-76, 140-150
10. Victor VD, et al. Senile Cataract. In: Medscape Referance. 2012. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview

48

Anda mungkin juga menyukai