BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya
jernih dan bening menjadi keruh. Katarak pada anak terbagi menjadi katarak
kongenital dan katarak juvenil. Katarak kongenital merupakan katarak yang
didapat sejak lahir. Katarak juvenil merupakan katarak yang mulai terbentuk
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.1
Pada katarak juvenil terjadi penurunan penglihatan secara bertahap
dan kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-
serat lensa sehingga konsistensinya lembek seperti bubur atau soft cataract.
Katarak juvenil biasanya merupakan lanjutan katarak kongenital.1
bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous
humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari
sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya,
sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan kornea.2
Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat
lahir, ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm
anteroposterior serta memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa
berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta memiliki
berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring
usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah,
sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang
semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga
seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel
protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat menjadi lebih
hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor
yang berperan.2
baru diletakkan, sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat
yang baru saja dibentuk dengan lapisan tertua menjadi bagian yang
paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal dan
embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat
pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang
pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.3
2.2.2.Fisiologi Lensa
Kristal lensa merupakan struktur yang transparan mempunyai
peranan yang penting dalam mekanisme focus pada penglihatan.3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke
retina. untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot
siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam
posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
parallel akan terfokus ke retina. untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-
lahan berkurang.3
7
2.3 Epidimiologi
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Pada
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak
sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi
sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan
katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan. Insiden dari katarak pada
anak diperkirakan 1,2-6 kasus per 10.000.4 Di Indonesia sendiri, katarak
merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78%
dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak umumnya adalah
penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh
penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat
Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. 5 Berbeda dengan
kebutaan lain, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi
dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia
belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta katarak
mencapai 1,5 juta pada penduduk berpenghasilan rendah.4
2.4 Etiologi
Katarak dapat ditemukan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
13
2.5 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga
terjadinya pengkabutan pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat
menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein
pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih
besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu
protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak
(insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih
tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak.6
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
14
serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 6
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia
tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensaterdesak danmengeras (sklerosis nuklear).
Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein
dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan
pigmen pada nuklear lensa. 6
2. Glare
Menurunnya sensitibitas kotras pada cahaya terang atau silau pada
siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari. Keluhan ini
muncul terutama pada pasien katarak subkapsular posterior dan pasien
katarak kortikal.7
3. Myopic shift
Progresi katarak meningkatkan kekuatan diotik lensa sehingga
15
2. Pemeriksaan Lensa
Pemeriksaan lensa dilakukan dengan menyinarinya dari
samping. Lensa akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan
latar hitam. Kamera anterior dapat menjadi dangkal dan iris terdorong
kedepan, sudut kamera anterior menyempit sehingga tekanan
intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma sekunder.
3. Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaa dilakukan untuk memeriksa kekeruhan lensa dan
struktur mata lainnya (seperti konjungtiva, kornea, iris, kamera
anterior. Pemeriksaan ophthalmoskopi langsung maupun tidak
langsung penting untuk evaluasi bagia posterior mata sehingga dapat
diketahun prognosis setelah ekstrasi lensa. Pada fundus refleks dengan
pemeriksaan ophthalmoskopi kekeruhan tersebut tampak hitam denga
16
latar orange dan pada stadium matur hanya didapatka warna putih atau
tampak kehitaman tanpa latar orange, ini menunjukkan lensa sudah
keruh seluruhnya.
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya,
menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa
pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan
pembedahan.8,9
Adapun indikasi operasi :
1. Indikasi Optik: Jika penurunan dari tajam penglihatan pasien telah
menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari
.
Gambar 2.4 Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
4. Phacoemulsification.
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir.
Hanya diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan
menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan
nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul
anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke
dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan menghisap massa
lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan
teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa
cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil
mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat
kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan sendirinya tanpa
memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat
melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang
efektif pada katarak yang padat.10
22
2.9 Komplikasi
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi:8,10
a. Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin
akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari
keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran
akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif
pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.
b. Post operation
1. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang
merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina.
Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument
yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
2. Prolaps Iris
23
2.10 Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat
dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti
24
degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik
dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan
Phacoemulsifikasi.8,9
BAB III
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam Eva PR, Whitcher DP (eds.). Vaughan
& Ausbury oftalmologi umum. edk 17. Jakarta: EGC; 2013.
2. Ilyas. 2015. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal.200-203
3. Guyton dan Hall. Buku ajar fisiologi, edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2014. hal: 779-825.
4. Gregory LS, Cantor LB, Weiss JS. Basic and clinical science course, lens
and cataract section 11. American academy of ophtalmology; 2011.
5. Harper, A et all. Lensa. Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012. Hal: 169-177.
6. James B, Chew C, Bron A, Oftalmologi, Edisi Kesembilan, Penerbit
Erlangga, Jakarta 2006 : Hal 34-36.
7. Ratnaningsih. N., Penetlaksanaan Katarak Komplikata. Bagian Ilmu
Penyakit Mata FKUP/RS Mata Cicendo.2005
8. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
9. Ilyas, Sidarta. Katarak juvenil. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta:
Balai penerbit FK UI, 2015. hal: 204
10. Vaughan & Asburys. General Ophthalmology. In: United States Of
America: McGraw-Hill; 2014.