Anda di halaman 1dari 23

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya
jernih dan bening menjadi keruh. Katarak pada anak terbagi menjadi katarak
kongenital dan katarak juvenil. Katarak kongenital merupakan katarak yang
didapat sejak lahir. Katarak juvenil merupakan katarak yang mulai terbentuk
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.1
Pada katarak juvenil terjadi penurunan penglihatan secara bertahap
dan kekeruhan lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-
serat lensa sehingga konsistensinya lembek seperti bubur atau soft cataract.
Katarak juvenil biasanya merupakan lanjutan katarak kongenital.1

2.2 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.2.1 Anatomi Lensa
Lensa Kristalina Normal
Lensa kristalina adalah sebuah struktur yang transparan dan
bikonveks yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan,
refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki
suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini
bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan
metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak
posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya
dipertahankan oleh zonula Zinnii yang terdiri dari serat-serat yang
kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar. Lensa
terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nukleus.2
Kutub anterior dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis
imajiner yang disebut aksis yang melewati mereka. Garis pada
permukaan yang dari satu kutub ke kutub lainnya disebut meridian.
Ekuator lensa adalah garis lingkar terbesar. Lensa dapat merefraksikan
cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada
5

bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous
humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak
berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari
sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya,
sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan kornea.2
Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat
lahir, ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm
anteroposterior serta memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa
berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta memiliki
berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring
usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah,
sehingga semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang
semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga
seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel
protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat menjadi lebih
hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor
yang berperan.2

Gambar 2.1. Bentuk Lensa dan Posisinya pada Mata

Korteks dan Nukleus


Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat
6

baru diletakkan, sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat
yang baru saja dibentuk dengan lapisan tertua menjadi bagian yang
paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal dan
embrional yang dihasilkan selama kehidupan embrional dan terdapat
pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang
pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.3

Gambar 2.2. Anatomi Lensa.

2.2.2.Fisiologi Lensa
Kristal lensa merupakan struktur yang transparan mempunyai
peranan yang penting dalam mekanisme focus pada penglihatan.3
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke
retina. untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot
siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil; dalam
posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya
parallel akan terfokus ke retina. untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian mempengaruhi lensa
menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-
lahan berkurang.3
7

Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan


maupun pertumbuhan misalnya kongenital atau juvenil, degeneratif
misalnya katarak senile, komplikata, trauma), distorsi, dislokasi, dan
anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan
tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan
dengan melihat lensa melalui slitlamp, oftalmologi, senter tangan atau
kaca pembesar, dan sebaiknya dengan pupil dilatasi.4

2.3 Epidimiologi
Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses degenatif. Pada
penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat didapatkan prevalensi katarak
sebesar 50% pada mereka yang berusia 65-75 tahun dan meningkat lagi
sekitar 70% pada usia 75 tahun. Katarak kongenital, katarak traumatik dan
katarak jenis jenis lain lebih jarang ditemukan. Insiden dari katarak pada
anak diperkirakan 1,2-6 kasus per 10.000.4 Di Indonesia sendiri, katarak
merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0,78%
dari 1,5% menurut hasil survei. Walaupun katarak umumnya adalah
penyakit usia lanjut, namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh
penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang menurut kriteria Biro Pusat
Satatistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. 5 Berbeda dengan
kebutaan lain, buta katarak merupakan kebutaan yang dapat direhabilitasi
dengan tindakan bedah. Namun pelayanan bedah katarak di Indonesia
belum tersedia secara merata yang mengakibatkan timbunan buta katarak
mencapai 1,5 juta pada penduduk berpenghasilan rendah.4

2.4 Klasifikasi Katarak


Klasifikasi katarak berdasarkan usia: 6
1. katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun
8

2. katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun


3. katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun.

Adapun pembagian dan pembahasannya sebagai berikut :


1.) Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup
berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri,
toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain
yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt
herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus,
iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea.
Katarak kongenital digolongkan dalam katarak :6
i. Kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak
kapsular dan katarak polaris.
ii. Katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang
mengenai korteks atau nukleus saja.
Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul
sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan
janin lokal atau umum. Untuk mengetahui penyebab katarak
kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti
rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama
kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus,
atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji
reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan
9

karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus,


fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik
dan tidak diketahui penyebabnya.
Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria perlu
pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding
lainnya. Pemerisaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil.
Pada katarak kongenital penyulit yang dapat terjadi adalah
makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak
akan berkembang sempurna hingga walupun dilakukan ekstraksi
katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut
ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat
menimbulkan komplikasi berupa nistagmus dan strabismus.
Penanganan tergantung jenis katarak unilateral dan bilateral,
adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak
kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada
bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi
ambliopia. Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukan hal
yang buruk pada katarak kongenital.
Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi.
Operasi katarak dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya
bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan
atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan
bedah yang umum dilakukan pada katarak kongenital adalah disisio
lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi.

Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :


I. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan
pembedahan secepatnya segera setelah katarak terlihat.
II. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan
10

sesudah terlihat atau segera sebelum terjadinya juling; bila


terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak
dilakukan tindakan segera; perawatan untuk ambliopia
sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya.
III. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai
prognosis yang buruk, karena mudah terjadi ambliopia;
karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan
bebat mata.
IV. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih
koservatif sehingga sementara dapat di coba dengan
kacamata midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif
disertai mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka
dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis
yang lebih baik.
V. Katarak Rubella, rubella pada ibu dapat mengakibatkan
katarak pada lensa fetus. Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu
kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara atau
kekeruhan diluar nuklear yaitu korteks anterior dan
posterior atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan
tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah melalui
barier plasenta. Visus ini dapat masuk atau terjepit didalam
vesikel lensa dan bertahan didalam lensa sampai 3 tahun.

2.) Katarak juvenil


Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai
terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
11

Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.6


Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti:
1. Katarak metabolik
a.) Katarak diabetika dan galaktosemik (gula)
b.) Katarak hipokalsemik (tetanik)
c.) Katarak defisiensi gizi
d.)Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan
homosistinuria)
e.) Penyakit Wilson
f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain
2. Otot, distrofi miotonik (umur 20-30 tahun)
3. Katarak traumatik
4. Katarak komplikata
a. Kelainan kongenital dan herediter
(siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid
persisten, heterokromia iridis)
b. Katarak degeneratif
(dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan
retinitis pigmentosa, dan neoplasma)
c. Katarak anoksik
d. Toksik
(kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol (MER-29), antikholinesterase,
klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, besi)
e. Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai
kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita
pungtata), dan kromosom
f. Katarak radiasi
g. lain-lain kelainan kongenital , sindrom tertentu , disertai
12

kelainan kulit , tulang , dan kromosom.6,8,9

Katarak memberikan pengaruh yang berbeda pada anak yang


berbeda. Katarak biasanya menyebabkan buramnya penglihatan.
Semakin keruh lensa, semakin buramlah penglihatan. Banyak anak
dengan katarak pada satu mata mempunyai penglihatan yang baik
pada mata lainnya. Anak ini tidak begitu mengeluhkan masalah
penglihatannya1,2.
Anak dengan katarak bilateral merasa bahwa penglihatan
mereka normal. Awalnya mereka berpikir bahwa orang lain memiliki
penglihatan yang sama dengan mereka. Kekeruhan penglihatan
tergantung pada1,2 :
- Kekeruhan Lensa
- Bagian Lensa Yang Keruh
- Apakah Terdapat Mata Malas
- Adanya Kondisi Lain Pada Mata Yang Menurunkan Penglihatan
Jika hanya sebagian kecil lensa yang kabur, jauh dari bagian
sentral, anak akan memiliki penglihatan yang bagus. Jika bagian
sentral lensa yang keruh, sehingga sangat sedikit cahaya yang masuk,
anak akan memiliki penglihatan yang buruk.
Jika katarak telah timbul pada usia yang lebih kecil , anak
kemungkinan akan mengalami ambliopia. Ambliopia mempengaruhi
bagian penglihatan khusus pada otak. Otak hanya dapat melihat
gambaran yang tajam yang diberikan ke mata. Jika otak tidak
diberikan gambaran yang tajam karena katarak pada mata , otak tidak
dapat belajar untuk melihat dengan jelas. Walaupun katarak telah
diangkat dengan operasi , penglihatannya akan tetap kabur karena otak
tidak mengembangkan kemampuannya untuk melihat dengan jelas1,2.

2.4 Etiologi
Katarak dapat ditemukan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik
13

(katarak senilis, katarak juvenil, katarak herediter) atau kelainan kongenital


mata. Katarak disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti:5
Fisik
Kimia
Penyakit predisposisi
Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus dimasa pertumbuhan janin
Usia
Pada katarak juvenil, penyebab sebenarnya belum diketahui dan
pada kasus-kasus yang ditemukan biasanya bersifat familial, jadi sangat
penting untuk mengetahui riwayat keluarga pasien secara detil. Secara
umum, diperkirakan sepertiga kasus katarak juvenil merupakan bagian dari
suatu sindrom atau penyakit lain (misal dari sindrom rubela kongenital),
sepertiga kasus terjadi karena diturunkan, dan sepertiga kasus tidak
diketahui penyebabnya.5

2.5 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
Misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga
terjadinya pengkabutan pandangan /kekeruhan lensa sehingga dapat
menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena protein
pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih
besar. Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein yaitu
protein yang larut dalam lemak (soluble) dan tidak larut dalam lemak
(insolube) dan pada keadaan normal protein yang larut dalam lemak lebih
tinggi kadarnya dari pada yang larut dalam lemak.6
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
karena disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan
14

serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa
dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia
dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. 6
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan
menjadi lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya,
sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia
tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensaterdesak danmengeras (sklerosis nuklear).
Pada saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein
dengan berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks
refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi
transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan
pigmen pada nuklear lensa. 6

2.6 Gejala klinis


Adapun gejala klini pada katarak juvenil adalah sebagai berikut:7
1. Penurunan tajam penglihatan
Penglihatan berasap dan tajam penglihatan menurun secara
progresif. Visus mundur tergantung pada lokasi dan tebal tipisnya
kekeruhan. Bila kekeruhan lensa tipis, kekeruhan lensa sedikit atau
sebaliknya. Jika kekeruhan terletak di equator, penderita tidak akan
mengalami keluhan penglihatan.

2. Glare
Menurunnya sensitibitas kotras pada cahaya terang atau silau pada
siang hari atau pada arah datangnya sinar pada malam hari. Keluhan ini
muncul terutama pada pasien katarak subkapsular posterior dan pasien
katarak kortikal.7
3. Myopic shift
Progresi katarak meningkatkan kekuatan diotik lensa sehingga
15

terjadi myopia atau myopia shift derajat ringan hingga sedang.


Akibatnya ada penderita presbiopia melaporkan peningkatan
penglihatan jarak dekat dan tidak membutuhkan kaca mata baca saat
mereka mengalami hal yang disebut second sight. Namun munculnya
sementara dan saat kualitas optis lensa mengalami gangguan maka
second sight tersebut akan hilang.
4. Monocular diplopia
Penglihatan dua bayangan yang disebabkan refraksi dari lensa
sehingga benda yang dilihat penderita akan terlihat silau.7

2.7 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah:8,9
1. Tes tajam penglihatan
Pada katarak juvenil tajam penglihatan akan menurun perlahan
sesuai dengan grading densitas kekeruhan menurut Burrato:
o Grade 1: visus >6/12 lensa tampak sedikit keruh
o Grade 2: visus 6/12 -6/30 nukleus dengan kekeruhan ringan
o Grade3:visus 3/60-6/30 nukleus kekeruhan medium, korteks telah
mengalami kekeruhan
o Grade 4: visus 1/60-3/60 nukleus berwarna kuning kecoklatan
o Grade 5: visus 1/60 lebihburuk dengan nukleus berwarna
coklat/hitam.

2. Pemeriksaan Lensa
Pemeriksaan lensa dilakukan dengan menyinarinya dari
samping. Lensa akan tampak keruh keabuan atau keputihan dengan
latar hitam. Kamera anterior dapat menjadi dangkal dan iris terdorong
kedepan, sudut kamera anterior menyempit sehingga tekanan
intraokuler meningkat, akibatnya terjadi glaukoma sekunder.
3. Pemeriksaan slit lamp
Pemeriksaa dilakukan untuk memeriksa kekeruhan lensa dan
struktur mata lainnya (seperti konjungtiva, kornea, iris, kamera
anterior. Pemeriksaan ophthalmoskopi langsung maupun tidak
langsung penting untuk evaluasi bagia posterior mata sehingga dapat
diketahun prognosis setelah ekstrasi lensa. Pada fundus refleks dengan
pemeriksaan ophthalmoskopi kekeruhan tersebut tampak hitam denga
16

latar orange dan pada stadium matur hanya didapatka warna putih atau
tampak kehitaman tanpa latar orange, ini menunjukkan lensa sudah
keruh seluruhnya.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika
penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk
melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa
penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya,
menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa
pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan
pembedahan.8,9
Adapun indikasi operasi :
1. Indikasi Optik: Jika penurunan dari tajam penglihatan pasien telah
menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari

2. Indikasi Medis: Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu


dioperasi segera, bahkan jika prognosis kembalinya penglihatan kurang
baik :
- Katarak hipermatur
- Glaukoma sekunder
- Uveitis sekunder
- Dislokasi/Subluksasio lensa
- Benda asing intra-lentikuler
- Retinopati diabetika
- Ablasio retina
3. Indikasi Kosmetik: Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan
retina atau nervus optikus, namun kekeruhan katarak secara kosmetik
tidak dapat diterima, misalnya pada pasien muda, maka operasi katarak
dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam meskipun
pengelihatan tidak akan kembali.8,9

Persiapan bedah katarak:


17

Biasanya pembedahan dipersiapkan untuk mengeluarkan bagian


lensa yang keruh dan dimasukkan lensa buatan yang jernih permanent.
Pra bedah diperlukan pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk
menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan untuk
dilakukan pembedahan. Pemeriksaaan ini akan memberikan informasi
rencana pembedahan selanjutnya.
Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti:
1. Gula darah
2. Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan
3. Tekanan darah
4. Elektrokardiografi
5. Riwayat alergi obat
6. Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk
keadaan fisik prabedah
7. Tekanan bola mata
8. Uji Anel
9. A-scan Ultrasonografi: untuk mengukur panjang bola mata yang
bersama dengan mengukur. Pada pasien tertentu kadang-kadang
terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata.
Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam
untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah.
10. Sebelum dilakukan operasi harus diketahui fungsi retina,
khususnya makula, diperiksa dengan alat retinometri
11. Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur
kekuatannya ( dioptri ) dengan alat biometri
12. Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama
ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam

Teknik anestesi yang digunakan:


1. Lokal
Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan
18

adalah anestesi lokal. Adapun anestesi lokal dilakukan dengan


teknik:
a. Topikal anestesi
b. Sub konjungtiva (sering digunakan)
c. Retrobulbaer
d. Parabulbaer
2. Umum
Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi
dan anak.5,8

2.9.1 Teknik Operasi Katarak :


1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama
kapsul. Dapat dilakukan pada zonula Zinn telah rapuh atau
bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi
intrascapular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Akan tetapi pada
tehnik ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai segmen
hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan
ini yaitu astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis dan perdarahan,
sekarang jarang dilakukan. 9,10
19

Gambar 2.3 Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa besama


kapsul.

2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)


Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa dapat keluar
melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi
linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan
dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk
tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi
retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul
pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. 9,10
20

.
Gambar 2.4 Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada
umumnya digunakan di Negara berkembang. Teknik ini biasanya
menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat berguna untuk
operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan
dengan cara insisi 6 mm pada sclera(jarak 2 mm dari limbus),
kemudian dibuat sclera tunnel sampai di bilik mata depan.
Dilakukan CCC, hidrodiseksi,hidrideliniasi dan disini nucleus
dikeluarkan dengan manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi
dan irigasi kemudian dipasang IOL in the bag. 10
21

Gambar 2.5 Small Incision Cataract Surgery (SICS).

4. Phacoemulsification.
Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir.
Hanya diperlukan irisan yang sangat kecil saja. Dengan
menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan
nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul
anterior lensa dikoyak. Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke
dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan menghisap massa
lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan
teliti sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa
cacat. Dengan teknik ini maka luka sayatan dapat dibuat sekecil
mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca bedah sangat
kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan sendirinya tanpa
memerlukan jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat
melakukan aktivitas normal dengan segera. Teknik ini kurang
efektif pada katarak yang padat.10
22

Gambar 2.6 Phacoemulsification.

2.9 Komplikasi
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi:8,10
a. Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin
akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari
keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran
akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan positif
pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.
b. Post operation
1. Hilangnya vitreous
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi
maka gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang
merupakan resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina.
Keadaan ini membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument
yang mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
2. Prolaps Iris
23

Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada


periode pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap
pada lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
3. Endoftalmitis
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun
jarang terjadi. Pasien datang dengan mata merah yang terasa nyeri,
penurunan tajam penglihatan (biasanya dalam beberapa hari
setelah pembedahan), pengumpulan sel darah putih di bilik
anterior (hipopion).
4. Astigmatisme
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk
mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
5. Ablasio retina
Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini
bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
6. Edema macular sistoid
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila
disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
7. Opasifikasi kapsul posterior
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior
berkurang pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel
epitel residu bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan
menjadi kabur dan mungkin didapatkan rasa silau.

2.10 Prognosis
Tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai pada saat
dilakukannya operasi yang dapat mempengaruhi hasil dari operasi, seperti
24

degenerasi makula atau atropi nervus optikus memberikan hasil yang baik
dengan operasi standar yang sering dilakukan yaitu ECCE dan
Phacoemulsifikasi.8,9

BAB III
KESIMPULAN
25

Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada orang muda,


yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari 50
tahun. Kekeruhan lensa pada katarak juvenil pada saat masih terjadi
perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek
seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital.1
Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik
ataupun metabolik dan penyakit lainnya. Pengobatan untuk katarak adalah
pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat
dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegitannya sehari-
hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya
dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang
lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar.2,3,4
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan
pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya
ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini.5,6
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Harper RA, Shock JP. Lensa. Dalam Eva PR, Whitcher DP (eds.). Vaughan
& Ausbury oftalmologi umum. edk 17. Jakarta: EGC; 2013.
2. Ilyas. 2015. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit
Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal.200-203
3. Guyton dan Hall. Buku ajar fisiologi, edisi ke-10. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2014. hal: 779-825.
4. Gregory LS, Cantor LB, Weiss JS. Basic and clinical science course, lens
and cataract section 11. American academy of ophtalmology; 2011.
5. Harper, A et all. Lensa. Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2012. Hal: 169-177.
6. James B, Chew C, Bron A, Oftalmologi, Edisi Kesembilan, Penerbit
Erlangga, Jakarta 2006 : Hal 34-36.
7. Ratnaningsih. N., Penetlaksanaan Katarak Komplikata. Bagian Ilmu
Penyakit Mata FKUP/RS Mata Cicendo.2005
8. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
9. Ilyas, Sidarta. Katarak juvenil. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-3. Jakarta:
Balai penerbit FK UI, 2015. hal: 204
10. Vaughan & Asburys. General Ophthalmology. In: United States Of
America: McGraw-Hill; 2014.

Anda mungkin juga menyukai