Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling
berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elmen
dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah
satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan.
Untuk mempermudah dan memperjelas sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dan
laut, mari kita telusuri dengan pendekatan ekosistim. Dikenal beberapa ekosistim yang
ada diwilayah pesisir dan laut diantaranya:
A. Ekosistem Laut
Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya
dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak,
khususnya yang berkaitan dengan REVOLUSI BIRU.
Ciri-ciri:
1. Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl (55%), namun kadar garam di
laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut
beriklim dingin).
2. Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI-
mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan
besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah
tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di
bagian bawah disebut daerah termoklin.
Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah
permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke
tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga
memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat
dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
1. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
a. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat atau daerah pasang surut.
b. Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya matahari sampai bagian
dasar dalamnya 300 meter atau laut dangkal.
c. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m atau daerah
remang-remang.
d. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.500-10.000 m)
atau laut dalam.
Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang hampir
sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara
banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara osmosis
melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang secara aktif.
4. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada
permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa
spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun
secara aktif
6. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling
efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.
Lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi, sudah memiliki perakaran yang baik, daun,
batang, dan bunga sejati. Akar yang kuat menancap pada dasar perairan, penyerbukan
dan pembuahan terjadi di air, serbuk sari lamun mengapung terbawa oleh arus. Lamun
dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang tenang. Di Indonesia terdapat 12 jenis
lamun yang tersebar di perairan-perairan dangkal.
D. Terumbu Karang
Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri
dari karang batu dan organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu
karang. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga
fotosintesis dapat berlangsung.
Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria
yang mensekresikan kalsium karbonat. Pada dasarnya terumbu terbentuk dari
endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaC03), yang dihasilkan oleh organisme
karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia
yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae
berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat.
Rangka dari kalsium karbonat ini bermacam-macam bentuknya dan menyusun substrat
tempat hidup karang lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang
memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro
organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput,
landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.
Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam
biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis
yang tinggi. Dengan melihat nilai ekologis dan ekonomis penting tersebut, ekosistem
terumbu karang sebagai ekosistem produktif di wilayah pesisir dan laut sudah
selayaknya untuk dipertahankan keberadaan dan kualitasnya.
Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat,
terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis sebagai habitat, tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar, serta tempat pemijahan bagi berbagai
biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat
penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan
konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi, dan sebagai daerah wisata dan rekreasi
yang menarik.
Terumbu karang sangat bermanfaat bagi manusia secara khusus sebagai tempat
pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, dan tempat
keanekaragaman hayati.
1. Fungsi pariwisata;
Keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya membuat kawasan terumbu
karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin diving atau snorkeling, SCUBA dan
fotografi adalah kegiatan yang umumnya terdapat di kawasan ini.
2. Fungsi perikanan;
Sebagai tempat ikan-ikan karang yang harganya mahal sehingga nelayan menangkap
ikan di kawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang
secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari
jumlah tangkapan perikanan dunia. Rata-rata hasil tangkapan ikan di daerah terumbu
karang di Filipina adalah 15,6 ton/km2/tahun. Namun jumlah ini sangat bervariasi mulai
dari 3 ton/km2/tahun sampai dengan 37 ton/km2/tahun (White dan Cruz-Trinidad,
1998). Perkiraan produksi perikanan tergantung pada kondisi terumbu karang. Terumbu
karang dalam kondisi yang sangat baik mampu menghasilkan sekitar 18 ton/km2/tahun,
terumbu karang dalam kondisi baik mampu menghasilkan 13 ton/km2/tahun, dan
terumbu karang dalam kondisi yang cukup baik mampu menghasilkan 8 ton/km2/tahun
(McAllister, 1998).
Kondisi alam yang cocok untuk pertumbuhan karang-di antaranya- adalah pada
perairan yang bertemperatur di antara 18 - 30 oC, kedalaman air kurang dari 50 meter,
salinitas air laut 30 36 per mil (), laju sedimentasi relative rendah dengan perairan
yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang cukup, perairan yang bebas dari
pencemaran, dan substrat yang keras. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
pertumbuhan karang.
Karang tidak bisa hidup di air tawar atau muara. Dilihat dari proses geologis
terbentuknya terumbu karang dan hubungannya dengan daratan, maka terumbu karang
dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:
Terumbu karang tepi adalah tipe yang paling banyak terdapat di Indonesia. Terumbu
karang tipe ini berada di tepi pantai yang jaraknya kurang dari 100 meter ke arah laut
sedangkan terumbu karang cincin (atol) biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang
terpisah jauh dari daratan.
Saat ini, ekosistem terumbu karang secara terus menerus mendapat tekanan akibat
berbagai aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidaklangsung. Beberapa
aktivitas manusia yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu
karang diantaranya dalah menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun
sianida (potas), pembuangan jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat
tangkap muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya.
Aktivitas manusia yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu
karang adalah sedimentasi yang disebabkan aliran lumpur dari daratan akibat
penggundulan hutan-hutan dan kegiatan pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida
yang berlebihan untuk kebutuhan pertanian, sampah plastik, dan lain-lain.
Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh karena
adanya faktor alam. Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai tsunami,
gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan global
yang menyebabkan pemutihan karang.
Perkiraan perhitungan nilai produksi perikanan dari terumbu karang tergantung pada
kondisi terumbu karang dan kualitas pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat di
sekitarnya. Contohnya Cesar (1996) memperkirakan bahwa daerah terumbu karang
yang masih asli dengan daerah perlindungan lautnya (marine sanctuary) dapat
menghasilkan $24.000/km2/ tahun apabila penangkapan ikan dilakukan secara
berkelanjutan (sustainable).
Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah perlindungan laut di
atasnya dapat menghasilkan $12.000/km2/tahun jika penangkapan dilakukan secara
berkelanjutan. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan racun dan
bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif lainnya (seperti penambangan
karang, perusakan dengan jangkar, dan lain-lain) menghasilkan jauh lebih sedikit
keuntungan ekonomi. Kawasan terumbu karang yang sudah rusak/hancur 50 % hanya
akan menghasilkan $6.000/km2/tahun, dan daerah yang 75 % rusak menghasilkan
hanya sekitar $2.000/km2/tahun. Apabila terumbu karang sudah mengalami tangkap
lebih (overfishing) oleh cukup banyak nelayan maka keuntungan ekonomi akan
menurun sangat tajam.
Terumbu karang juga mempunyai nilai lain selain nilai ekonomi termasuk keuntungan
ekonomi dari kemungkinan pengembangan pariwisata, perlindungan garis pantai, dan
keanekaragaman hayati. Di Filipina diperkirakan bahwa 1 km2 terumbu karang sehat
dapat menghasilkan keuntungan tahunan antara $15.000 $45.000 dari perikanan
secara berkelanjutan, $2.000 - $20.000 dari keuntungan pariwisata, dan keuntungan
ekonomi sekitar $5.000 - $25.000 dari perlindungan pesisir (perlindungan abrasi)
dengan total keuntungan/ pendapatan potensial antara $32.000 - $113.000/km2/
tahun (White dan Cruz-Trinidad, 1998).
Menilik kerugian ekonomi yang timbul begitu besar akibat pemanfaatan yang tidak
memperhatikan daya dukung dan kelestariannya maka upaya untuk menjaga
kelestarian ekosistem terumbu karang di Indonesia pada saat ini adalah suatu
hal yang sangat perlu untuk dilakukan.