Anda di halaman 1dari 8

Sumberdaya Pesisir dan Laut

Sementara ini wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan


berbatasan dengan laut. Batas wilayah pesisir di daratan ialah daerah-daerah yang
tergenang air maupun yang tidak tergenang air dan masih dipengaruhi oleh proses-
proses bahari seperti pasang surutnya laut, angin laut dan intrusi air laut, sedangkan
batas wilayah pesisir di laut ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-
proses alami di daratan seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta
daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia di daratan seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.

Kawasan pesisir dan laut merupakan sebuah ekosistem yang terpadu dan saling
berkolerasi secara timbal balik (Siregar dan Purwaka, 2002). Masing-masing elmen
dalam ekosistem memiliki peran dan fungsi yang saling mendukung. Kerusakan salah
satu komponen ekosistem dari salah satunya (daratan dan lautan) secara langsung
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem keseluruhan.

Untuk mempermudah dan memperjelas sumberdaya yang ada di wilayah pesisir dan
laut, mari kita telusuri dengan pendekatan ekosistim. Dikenal beberapa ekosistim yang
ada diwilayah pesisir dan laut diantaranya:

A. Ekosistem Laut
Ekosistem air laut luasnya lebih dari 2/3 permukaan bumi ( + 70 % ), karena luasnya
dan potensinya sangat besar, ekosistem laut menjadi perhatian orang banyak,
khususnya yang berkaitan dengan REVOLUSI BIRU.

Ciri-ciri:
1. Memiliki kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl (55%), namun kadar garam di
laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada yang rendah (di laut
beriklim dingin).
2. Ekosistem air laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.

Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI-
mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan
besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah
tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di
bagian bawah disebut daerah termoklin.

Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah
permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke
tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga
memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat
dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal.
1. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut.
a. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat atau daerah pasang surut.
b. Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya matahari sampai bagian
dasar dalamnya 300 meter atau laut dangkal.
c. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m atau daerah
remang-remang.
d. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.500-10.000 m)
atau laut dalam.

2. Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari


tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut.
a. Epipelagik merupakan daerah antara permukaan dengan kedalaman air sekitar 200 m.
b. Mesopelagik merupakan daerah dibawah epipelagik dengan kedalaman 200-1000 m.
Hewannya misalnya ikan hiu.
c. Batiopelagik merupakan daerah lereng benua dengan kedalaman
200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita.
d. Abisalpelagik merupakan daerah dengan kedalaman mencapai 4.000m; tidak terdapat
tumbuhan tetapi hewan masih ada. Sinar matahari tidak mampu menembus daerah ini.
e. Hadal pelagik merupakan bagian laut terdalam (dasar). Kedalaman
lebihdari 6.000 m. Sebagai produsen di tempat ini adalah bakteri yang bersimbiosis
dengan karang tertentu.

Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang hampir
sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara
banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara osmosis
melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang secara aktif.

B. Hutan Bakau (Mangrove)


Hutan Bakau (mangrove) merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada
daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Komunitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran
air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat. Karena itu
hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta
dan daerah pantai yang terlindung.
Hutan mangrove merupakan elemen yang paling banyak berperan dalam
menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-bahan pencemar.
Menurut Davis, Claridge dan Natarina (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan
manfaat sebagai berikut :
1. Habitat satwa langka
Hutan bakau sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100 jenis burung hidup
disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan hutan bakau merupakan
tempat mendaratnya ribuan burug pantai ringan migran, termasuk jenis burung langka
Blekok Asia (Limnodrumus semipalmatus).

1. Pelindung terhadap bencana alam


Vegetasi hutan bakau dapat melindungi bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi
alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang bermuatan garam melalui proses
filtrasi.
2. Pengendapan lumpur
Sifat fisik tanaman pada hutan bakau membantu proses pengendapan lumpur.
Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara
air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan
bakau, kualitas air laut terjaga dari endapan lumpur erosi.

3. Penambah unsur hara


Sifat fisik hutan bakau cenderung memperlambat aliran air dan terjadi pengendapan.
Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara yang berasal dari berbagai
sumber, termasuk pencucian dari areal pertanian.

4. Penambat racun
Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat pada
permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partikel tanah air. Beberapa
spesies tertentu dalam hutan bakau bahkan membantu proses penambatan racun
secara aktif

5. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)


Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau mineral yang
dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam ex-
situ meliputi produk-produk alamiah di hutan mangrove dan terangkut/berpindah ke
tempat lain yang kemudian digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi
sumber makanan bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah
luas pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

6. Transportasi
Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan cara yang paling
efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

7. Sumber plasma nutfah


Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi perbaikan jenis-
jenis satwa komersial maupun untukmemelihara populasi kehidupan liar itu sendiri.

8. Rekreasi dan pariwisata


H utan bakau memiliki nilai estetika, baik dari faktor alamnya maupun dari kehidupan
yang ada di dalamnya.

9. Sarana pendidikan dan penelitian


Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan laboratorium
lapang yang baik untuk kegiatan penelitian dan pendidikan.

10. Memelihara proses-proses dan sistem alami


Hutan bakau sangat tinggi peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses-
proses ekologi, geomorfologi, atau geologi di dalamnya.

11. Penyerapan karbon


Proses fotosentesis mengubah karbon anorganik (C0 2) menjadi karbon organik dalam
bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar ekosistem, bahan ini membusuk dan
melepaskan karbon kembali ke atmosfer sebagai (C02). Akan tetapi hutan bakau justru
mengandung sejumlah besar bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan
bakau lebih berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan dengan sumber karbon.

12. Memelihara iklim mikro


Evapotranspirasi hutan bakau mampu menjaga ketembaban dan curah hujan kawasan
tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga.

13. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam


Keberadaan hutan bakau dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi
berkembangnya kondisi alam.

Hutan Mangrove dan Perikanan


Dalam tinjauan siklus biomassa, hutan mangrove memberikan masukan unsur hara
terhadap ekosistem air, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-
anak ikan, tempat kawin/pemijahan, dan lain-lain. Sumber makanan utama bagi
organisme air di daerah mangrove adalah dalam bentuk partikel bahan organik
(detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah mangrove (seperti daun, ranting
dan bunga). Selama proses dekomposisi, serasah mangrove berangsur-angsur
meningkat kadar proteinnya dan berfungsi sebagai sumber makanan bagi berbagai
organisme pemakan deposit seperti moluska, kepiting dang cacing polychaeta.
Konsumen primer ini menjadi makanan bagi konsumen tingkat dua, biasanya
didominasi oleh ikan-ikan buas berukuran kecil selanjutnya dimakan oleh juvenil ikan
predator besar yang membentuk konsumen tingkat tiga Singkatnya, hutan mangrove
berperan penting dalam menyediakan habitat bagi aneka ragamjenis-jenis komoditi
penting perikanan baik dalam keseluruhan maupun sebagian dari siklus hidupnya.

C. Lamun (Sea Grass)


Lamun (seagrass)adalah satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga (Angiospermeae)
yang secara penuh mampu beradaptasi di lingkungan laut. Tumbuhan ini hidup di
habitat perairan pantai yang dangkal, mampu beradaptasi dalam perairan asin, mampu
berfungsi normal dalam keadaan terbenam, sepertihalnya rumput didarat.

Lamun termasuk tumbuhan tingkat tinggi, sudah memiliki perakaran yang baik, daun,
batang, dan bunga sejati. Akar yang kuat menancap pada dasar perairan, penyerbukan
dan pembuahan terjadi di air, serbuk sari lamun mengapung terbawa oleh arus. Lamun
dapat tumbuh dengan baik pada perairan yang tenang. Di Indonesia terdapat 12 jenis
lamun yang tersebar di perairan-perairan dangkal.

Manfaat lamun sangat banyak, sebagai komunitas lamun menyediakan tempat


berlindung dan tempat mengasuh bagi banyak jenis hewan-hewan laut, seperti ikan,
udang, dan kepiting. Selain itu lamun juga merupakan sumber makanan bagi mamalia
laut jenis Dugong, reptilia laut jenis penyu, dan banyak jenis ikan, moluska dan
krustasea. Lamun juga dimanfaatkan oleh penduduk pesisir pantai sebagai sumber
makanan dan juga dikeringkan.
Jenis-jenis lamun yang terdapat di Indonesia :
Enhalus sp. : adalah jenis lamun yang terbesar, daunnya pipih memanjang seperti pita, berukuran
antara 30 cm sampai 1.5 m. Mempunyai Rhizoma yang tebal, akarnya menancap
sangat kuat pada substrat, menjaga batang tubuh yang besar agar tidak terangkat oleh
arus yang kuat. Hidup pada dasar pasir dan lumpur.
Halopila sp. : Mempunyai daun berbentuk oval (memanjang). Umumnya daun selalu terdiri dari
sepasang. Halopila mempunyai ukuran tubuh yang terkecil dibandingkan dengan jenis
lamun lainnya. Pertumbuhannya sangat cepat dan dapat hidup di berbagai jenis
substrat.
Thalassia sp. : Di Indonesia thalassia adalah jenis yang paling umum dijumpai. Daunnya mempunyai
bintik-bintik hitam, berbentuk seperti pita dengan ukuran 10-40 cm. Buahnya banyak
dimakan oleh manusia.
Syringodium sp. : Daunnya berbentuk panjang, bulat dan berlubang di tengahnya. Daunnya
menyerupai tali dengan panjang daun antara 7-30 cm. Syringodium merupakan
makanan kesukaan bulu babi.
Cymodaceae sp. : Setiap buku-buku pada rhizomanya tumbuh akar pendek yang tumbuh, bentuk
ujung dari daun-daunnya membulat.
Halodule sp. : Daun berbentuk seperti pita dan tidak sepasang. Pada masing-masing buku tumbuh
3 buah daun. Bentuknya menyerupai Cymodaceae, perbedaannya terletak pada bentuk
ujung daunnya yang tidak rata.
Lamun berbeda dengan algae yang juga termasuk tumbuhan laut. Perbedaannya
adalah bahwa algae merupakan tumbuhan tingkat rendah, dimana akar, batang, dan
daun tidak dapat dibedakan.

D. Terumbu Karang
Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri
dari karang batu dan organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu
karang. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga
fotosintesis dapat berlangsung.

Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria
yang mensekresikan kalsium karbonat. Pada dasarnya terumbu terbentuk dari
endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaC03), yang dihasilkan oleh organisme
karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia
yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae
berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat.

Rangka dari kalsium karbonat ini bermacam-macam bentuknya dan menyusun substrat
tempat hidup karang lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang
memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro
organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput,
landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora.
Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam
biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis
yang tinggi. Dengan melihat nilai ekologis dan ekonomis penting tersebut, ekosistem
terumbu karang sebagai ekosistem produktif di wilayah pesisir dan laut sudah
selayaknya untuk dipertahankan keberadaan dan kualitasnya.

Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat,
terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis sebagai habitat, tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar, serta tempat pemijahan bagi berbagai
biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat
penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan
konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi, dan sebagai daerah wisata dan rekreasi
yang menarik.

Terumbu karang sangat bermanfaat bagi manusia secara khusus sebagai tempat
pariwisata, tempat menangkap ikan, pelindung pantai secara alami, dan tempat
keanekaragaman hayati.

1. Fungsi pariwisata;
Keindahan karang, kekayaan biologi dan kejernihan airnya membuat kawasan terumbu
karang terkenal sebagai tempat rekreasi. Skin diving atau snorkeling, SCUBA dan
fotografi adalah kegiatan yang umumnya terdapat di kawasan ini.

2. Fungsi perikanan;
Sebagai tempat ikan-ikan karang yang harganya mahal sehingga nelayan menangkap
ikan di kawasan ini. Jumlah panenan ikan, kerang dan kepiting dari terumbu karang
secara lestari di seluruh dunia dapat mencapai 9 juta ton atau sedikitnya 12 % dari
jumlah tangkapan perikanan dunia. Rata-rata hasil tangkapan ikan di daerah terumbu
karang di Filipina adalah 15,6 ton/km2/tahun. Namun jumlah ini sangat bervariasi mulai
dari 3 ton/km2/tahun sampai dengan 37 ton/km2/tahun (White dan Cruz-Trinidad,
1998). Perkiraan produksi perikanan tergantung pada kondisi terumbu karang. Terumbu
karang dalam kondisi yang sangat baik mampu menghasilkan sekitar 18 ton/km2/tahun,
terumbu karang dalam kondisi baik mampu menghasilkan 13 ton/km2/tahun, dan
terumbu karang dalam kondisi yang cukup baik mampu menghasilkan 8 ton/km2/tahun
(McAllister, 1998).

3. Fungsi perlindungan pantai;


Terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah gelombang alami yang
melindungi pantai dari erosi, banjir pantai, dan peristiwa perusakan lainnya yang
diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga memberikan kontribusi untuk
akresi (penumpukan) pantai dengan memberikan pasir untuk pantai dan memberikan
perlindungan terhadap desa-desa dan infrastruktur seperti jalan dan bangunan-
bangunan lainnya yang berada di sepanjang pantai. Apabila dirusak, maka diperlukan
milyaran rupiah untuk membuat penghalang buatan yang setara dengan terumbu
karang ini.
4. Fungsi biodiversity;
Ekosistem ini mempunyai produktivitas dan keanekaragaman jenis biota yang tinggi.
Keanekaragaman hidup di ekosistem terumbu karang per unit area sebanding atau
lebih besar dibandingkan dengan hal yang sama di hutan tropis. Terumbu karang ini
dikenal sebagai laboratorium untuk ilmu ekologi. Potensi untuk bahan obat-obatan, anti
virus, anti kanker dan penggunaan lainnya sangat tinggi.

Kondisi alam yang cocok untuk pertumbuhan karang-di antaranya- adalah pada
perairan yang bertemperatur di antara 18 - 30 oC, kedalaman air kurang dari 50 meter,
salinitas air laut 30 36 per mil (), laju sedimentasi relative rendah dengan perairan
yang relatif jernih, pergerakan air/arus yang cukup, perairan yang bebas dari
pencemaran, dan substrat yang keras. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
pertumbuhan karang.

Karang tidak bisa hidup di air tawar atau muara. Dilihat dari proses geologis
terbentuknya terumbu karang dan hubungannya dengan daratan, maka terumbu karang
dibagi ke dalam tiga tipe yaitu:

a. Terumbu karang cincin (atol),


b. Terumbu karang penghalang (barrier reefs), dan
c. Terumbu karang tepi (fringing reefs).

Terumbu karang tepi adalah tipe yang paling banyak terdapat di Indonesia. Terumbu
karang tipe ini berada di tepi pantai yang jaraknya kurang dari 100 meter ke arah laut
sedangkan terumbu karang cincin (atol) biasanya terdapat di pulau-pulau kecil yang
terpisah jauh dari daratan.

Saat ini, ekosistem terumbu karang secara terus menerus mendapat tekanan akibat
berbagai aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidaklangsung. Beberapa
aktivitas manusia yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu
karang diantaranya dalah menangkap ikan dengan menggunakan bom dan racun
sianida (potas), pembuangan jangkar, berjalan di atas terumbu, penggunaan alat
tangkap muroami, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan sebagainya.
Aktivitas manusia yang secara tidak langsung dapat menyebabkan kerusakan terumbu
karang adalah sedimentasi yang disebabkan aliran lumpur dari daratan akibat
penggundulan hutan-hutan dan kegiatan pertanian, penggunaan pupuk dan pestisida
yang berlebihan untuk kebutuhan pertanian, sampah plastik, dan lain-lain.

Ancaman terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat disebabkan oleh karena
adanya faktor alam. Ancaman oleh alam dapat berupa angin topan, badai tsunami,
gempa bumi, pemangsaan oleh CoTs (crown-of-thorns starfish) dan pemanasan global
yang menyebabkan pemutihan karang.

Berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),


bahwa terumbu karang di Indonesia hanya 7% yang berada dalam kondisi sangat baik,
24% berada dalam kondisi baik, 29% dalam kondisi sedang dan 40% dalam kondisi
buruk (Suharsono, 1998). Diperkirakan terumbu karang akan berkurang sekitar 70%
dalam waktu 40 tahun jika pengelolaannya tidak segera dilakukan.

Perkiraan perhitungan nilai produksi perikanan dari terumbu karang tergantung pada
kondisi terumbu karang dan kualitas pemanfaatan dan pengelolaan oleh masyarakat di
sekitarnya. Contohnya Cesar (1996) memperkirakan bahwa daerah terumbu karang
yang masih asli dengan daerah perlindungan lautnya (marine sanctuary) dapat
menghasilkan $24.000/km2/ tahun apabila penangkapan ikan dilakukan secara
berkelanjutan (sustainable).

Terumbu karang dengan kondisi yang sangat baik tanpa daerah perlindungan laut di
atasnya dapat menghasilkan $12.000/km2/tahun jika penangkapan dilakukan secara
berkelanjutan. Terumbu karang yang rusak akibat penangkapan dengan racun dan
bahan peledak atau kegiatan pengambilan destruktif lainnya (seperti penambangan
karang, perusakan dengan jangkar, dan lain-lain) menghasilkan jauh lebih sedikit
keuntungan ekonomi. Kawasan terumbu karang yang sudah rusak/hancur 50 % hanya
akan menghasilkan $6.000/km2/tahun, dan daerah yang 75 % rusak menghasilkan
hanya sekitar $2.000/km2/tahun. Apabila terumbu karang sudah mengalami tangkap
lebih (overfishing) oleh cukup banyak nelayan maka keuntungan ekonomi akan
menurun sangat tajam.

Terumbu karang juga mempunyai nilai lain selain nilai ekonomi termasuk keuntungan
ekonomi dari kemungkinan pengembangan pariwisata, perlindungan garis pantai, dan
keanekaragaman hayati. Di Filipina diperkirakan bahwa 1 km2 terumbu karang sehat
dapat menghasilkan keuntungan tahunan antara $15.000 $45.000 dari perikanan
secara berkelanjutan, $2.000 - $20.000 dari keuntungan pariwisata, dan keuntungan
ekonomi sekitar $5.000 - $25.000 dari perlindungan pesisir (perlindungan abrasi)
dengan total keuntungan/ pendapatan potensial antara $32.000 - $113.000/km2/
tahun (White dan Cruz-Trinidad, 1998).

Menilik kerugian ekonomi yang timbul begitu besar akibat pemanfaatan yang tidak
memperhatikan daya dukung dan kelestariannya maka upaya untuk menjaga
kelestarian ekosistem terumbu karang di Indonesia pada saat ini adalah suatu
hal yang sangat perlu untuk dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai

  • Model - Translate Wiwin
    Model - Translate Wiwin
    Dokumen6 halaman
    Model - Translate Wiwin
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Arus
    Arus
    Dokumen14 halaman
    Arus
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Logam Berat
    Logam Berat
    Dokumen6 halaman
    Logam Berat
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Arus Laut
    Arus Laut
    Dokumen38 halaman
    Arus Laut
    Sandro Wellyanto Lubis
    100% (6)
  • Beberapa Jenis Logam Berat
    Beberapa Jenis Logam Berat
    Dokumen3 halaman
    Beberapa Jenis Logam Berat
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pengertian BK
    Pengertian BK
    Dokumen6 halaman
    Pengertian BK
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Logam Berat
    Logam Berat
    Dokumen6 halaman
    Logam Berat
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Mangrove 8
    Mangrove 8
    Dokumen2 halaman
    Mangrove 8
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Mangrove 12
    Mangrove 12
    Dokumen10 halaman
    Mangrove 12
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Mangrove 11
    Mangrove 11
    Dokumen2 halaman
    Mangrove 11
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Mangrove 9
    Mangrove 9
    Dokumen6 halaman
    Mangrove 9
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Reklamasi 7
    Reklamasi 7
    Dokumen2 halaman
    Reklamasi 7
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Mangrove 10
    Mangrove 10
    Dokumen3 halaman
    Mangrove 10
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 6
    Pasut 6
    Dokumen6 halaman
    Pasut 6
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 6
    Pasut 6
    Dokumen6 halaman
    Pasut 6
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 1 Lamun Deskripsi Bioekologis
    1 Lamun Deskripsi Bioekologis
    Dokumen2 halaman
    1 Lamun Deskripsi Bioekologis
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 4
    Pasut 4
    Dokumen15 halaman
    Pasut 4
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 1
    Pasut 1
    Dokumen2 halaman
    Pasut 1
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 5
    Pasut 5
    Dokumen4 halaman
    Pasut 5
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 2
    Pasut 2
    Dokumen5 halaman
    Pasut 2
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • Pasut 3
    Pasut 3
    Dokumen2 halaman
    Pasut 3
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 2 Lamun Fungsi Padang Lamun
    2 Lamun Fungsi Padang Lamun
    Dokumen3 halaman
    2 Lamun Fungsi Padang Lamun
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 9 Strategi Pengelolaan 9
    9 Strategi Pengelolaan 9
    Dokumen4 halaman
    9 Strategi Pengelolaan 9
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 12 Sumberdaya Alam 12
    12 Sumberdaya Alam 12
    Dokumen6 halaman
    12 Sumberdaya Alam 12
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 11 Potensi SD Di Laut 11
    11 Potensi SD Di Laut 11
    Dokumen4 halaman
    11 Potensi SD Di Laut 11
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 10 Urgensi Dan Manfaat 10
    10 Urgensi Dan Manfaat 10
    Dokumen5 halaman
    10 Urgensi Dan Manfaat 10
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 8 Pemanfaatan SD Pesisir 8
    8 Pemanfaatan SD Pesisir 8
    Dokumen4 halaman
    8 Pemanfaatan SD Pesisir 8
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 9 Strategi Pengelolaan 9
    9 Strategi Pengelolaan 9
    Dokumen4 halaman
    9 Strategi Pengelolaan 9
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat
  • 7 Potensi Sumber 7
    7 Potensi Sumber 7
    Dokumen4 halaman
    7 Potensi Sumber 7
    Ronald Hukubun
    Belum ada peringkat