Disusun oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTANAGUNG
SEMARANG
2017
Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Telinga
Promontorium
Merupakan tonjolan bulat dan berongga. Dibentuk olah lengkung
pertama cochlea. Pada permukaannya terdapat parit yang ditempati oleh
cabang cabang plexus tympanicus, dan permukannnya tertutup mukosa.
Processus cochleariformis
Merupakan tonjolan berlubang, yang terletak di sebelah anterior
Prominetia canalis facialis. Tonjolan ini berisi tendo M. tensor tympani.
Aditus ad antrum
Adalah lubang yang terdapat di bagian atas dinding posterior. Lubang
ini menghubungkan cavitas tympani dengan ruangan yang disebut
antrum mastoideum yang terletak di processus mastoideus.
Fosa incudis
merupakan cekungan pada bagian inferoposterior recessus
epitympanicum. Fosa ini ditempati oleh crus breve incudis
M. tensor tympani
Origo :
Pars cartilagines tubes auditivae
Ala magna os. sphenoid
Pars osaes tubae auditivae
Insertio :
Dengan sebuah tendo yang ramping masuk kedalam cavum tympani,
kemudian melekat pada manubrium mallei dekat dengan collum mallei.
Innervasi : Cabang N. mandibularis.yang telah melewati ganglion oticum.
Fungsi : Menarik manubrium mallei ke medial sehingga rnenegangkan
membrana tympani.
M.stapedius
Origo : dinding rongga eminentia pyramidalis.
Insertio : tendo m. stapedius setelah keluar dari apex eminentia pyramidalis
membelok tajam kemudian melekat pada collum stapedis.
Innervasi : Cabang N. facialis (yang dipercabangkan dari N facialis sawaktu
berada didalam canalis facialis falopii).
Fungsi : Dianggap mengurangi gerakan basis- stapedis dengan jalan menariknya
ke arah lateral dengan tujuan melindungi auris interna dari suara keras
Keduanya berperan:
1. Menjaga kedudukan ossicula auditiva
2. Melindungi auris interna dari amplitudo suara yang terlalu tinggi
Pada suara dengan amplitudo > 70 dB, musculi tersebut akan
berkontraksi dengan tujuan mengurangi getaran yang masuk ke auris
interna. Disebut Refleks Akustik
Interpretasi
Normal getaran dirasakan sama pada kedua telinga
Bila getaran dirasakan telinga kanan lebih keras disebut dgn lateralisasi
kanan
Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit.
Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sehat.
TEST RINNE
Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC
dengan Interpretasi :
Normal atau SNHL : test rhine positif
CHL : test rhine negatif
TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa
(normal)
PASTIKAN TELINGA PEMERIKSA NORMAL!!
PEMERIKSA-PASIEN
Getarkan penala 512 hz
Letakkan gagang tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garputala tersebut kita
pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien.
Tanyakan pd pasien apakah masih terdengarkan bunyi
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memanjang
Jika sudah tidak dapat mendengar : tes schwabach normal atau memendek
PASIEN-PEMERIKSA
Getarkan garpu tala 512 hz
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garputala tersebut kita
pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
Nilai apakah pemeriksa masih mendengarkan bunyi garputala
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memendek tuli saraf (SNHL)/
Sensory Neural Hearing Lose
Jika sudah tidak dapat mendengar : memanjang tuli konduktif
Sama normal
1. Labyrinthus osseus
a. Vestibulum
b. Canalis semicirculares ossei
c. Cochlea
d. Meatus acusticus internus
2. Labyrinthus membranaceus
a. Labyrinthus vestibularis
i. Utriculus
ii. Sacculus
iii. Ductus semicirculares
b. Labyrinthus cochlearis
i. Ductus cochlearis
Anatomi, Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus Paranasal
2. Stadium pharynxeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah
reseptor menelan yang semuanya terletak sekitar pintu pharynx, khususnya
tonsila palatina, dan impuls dari sini berjalan ke batang otak (daerah medulla
oblongata yang erat hubungannya dengan traktus solitarius) untuk
menimbulkan serangkaian kontraksi otot pharynx otomatis yaitu sebagai
berikut :
i. Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup nares
posterior, dengan cara ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung
ii. Lipatan palatopharyngeal pada tiap sisi pharynx satu sama lain
saling mendorong ke medial sehingga membentuk celah sagital tempat
makanan harus lewat ke pharynx posterior
iii. Pita suara larynx dan epiglottis mencegah masuknya makanan
ke dalam trachea.
iv. Larynx didorong ke atas dan ke depan oleh otot-otot yang
melekat pada os hyoid sehingga meregangkan pintu oesofagus. Bersamaan
dengan itu, suatu daereh yang disenut sfingter oesofagus bagian atas atau
sfingter pharynxoesofageal, melemas (relaksasi), sehingga memungkinkan
makanan berjalan dengan mudah dan bebas dari pharynx posterior ke dalam
oesofagus.Selain itu, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi sehingga
menambah timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke
bawah melewati otot-otot pharynx dan masuk ke oesofagus, yang juga
mendorong makanan ke dalam oesofagus.
3. Stadium oesofageal
Dalam keadaan normal, oesofagus menunjukkan dua jenis pergerakan
peristaltic yaitu peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan
gelombang peristaltic yang dimulai dari pharunx dan menyebar ke oesofagus
selama stadium pharynxeal proses menelan. Gelombang ini berjalan dari
pharynx ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10 detik. Bila gelombang
peristaltic primer gagal menggerakkan seluruh makanan yang sudah masuk
oesofagua ke lambung, timbul gelombang peristaltic sekunder akibat regangan
oesofagus oleh makanan yang tertinggal. Jadi, gelombang peristaltic sekunder
berasal dari oesofagus dan terus dibentuk sampai semua makanan masuk ke
dalam lambung.
4. M. Stylopharyngeus
5. M. Palatopharyngeus (M. pharyngopalatini)
6. M. Salpingopharyngeus
Cara pemeriksaan :
Perjalanan penyakit
Stadium Patologi Gejala/Tanda Terapi
Oklusi Tekanan berkurang, Efusi Membrane timpani Dekongestan, HCl
(+) normal/keruh efedrin 0,5%
Hiperemi Pembuluh darah melebar Membrane timpani Dekongestan, HCl
Sekret eksudat/serosa hiperemi, edema efedrin 0,5%,
antibiotic
(ampisilin,
eritromisin),
analgetik
Supurasi Sel epitel superf hancur Membrane timpani antibiotic, analgetik,
eksudat purulen boomban, demam, nyeri miringotomi
telinga sangat hebat, nadi
meningkat
Perforasi Membrane timpani Nanah keluar. Tidak Cuci telinga H2O2
rupture gelisah lagi, demam 3%, antibiotic
berkurang
Resolusi Membrane timpani Sekret berkurang Antibiotik
perlahan kembali normal kering. Gejala (-)
(Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT dan KL, 2012, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta )
3. Bagaimana perbedaan polip hidung dengan konka hipertrofi pada pemeriksaan
fisik?
a. Dari hasil rhinoskopi anterior :
Sensitivitas pada
perabaan Tidak Sensitif Sensitif
(Diseases of the nose and paranasal sinuses in child, Markus Stenner and Claudia
Rudack, GMS Curr Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2014; 13)
(Arsyad, Efiati dkk. Buku Ajar Ilmu THT-KL. 2012. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI)