Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR PERTANYAAN THT-KL

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL


RST dr. Soedjono Magelang
Periode 15 Mei 2017 11 Juni 2017

Disusun oleh:

Koas THT-KL RST Tingkat II dr. Soedjono Magelang


Periode 15 Mei 2017 11 Juni 2017

Pembimbing:

dr. Budi Wiranto, Sp. THT - KL

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTANAGUNG
SEMARANG
2017
Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Telinga

1. Jelaskan dinding-dinding cavum tympani

Paries tegmentalis (Atap)


Dibentuk oleh tegmen tympani yang merupakan lamina ossea yang tipis yang
memisahkan cavitas tympanica dengan cavum cranii. Tegmen tympani
terletak pada facies anterior pars petrosa os temporale, dekat dengan squama
temporalis.

Paries jugularis (Lantai)


Sempit, merupakan keping tulang yang tipis yang disebut fundus tympani
memisahkan cavitas tympanica dengan fossa jugularis. Di dalam fossa
jugularis diisi oleh bulbus superior V. jugularis interna. Di dekat paries
labyrinthus terdapat lubang kecil untuk lewat R. tympanicus cabang N.
glossopharyngeus.

Paries membranaceus (dinding lateral)


Terutama ditempati oleh membrana tympani, dan sebagian kecil oleh cincin
tulang yang rnerupakan perlekatan membrana tympani. Cincin tulang ini tidak
sempurna di bagian atas sehingga membentuk lekuk yang disebut fissura
tympanica rivini

di dekat lubang ini terdapat tiga lubang kecil yaitu :


Iter chordae posterius (apertura tympanica canaliculi chordae),
dilalui Chorda tympani waktu masuk cavitas tympanica
Fissura petrotympnica glasseri, dilalui oleh r. tympanicus anterior A.
maxillaris interna
Iter chordae anterius (canalis huguler), dilalui oleh Chorda tympani
sewaktu meninggalkan Cavitas tympnica.
Recessus epitympanicus juga menjorok ke lateral di atas membrana
tympani sehingga bagian atas dinding lateral juga dibentuk oleh Pars
squamosa os. temporal.

Paries Labyrinthicus (Dinding medial)


Kedudukannya vertical, dinding ini memisahkan Cavitas tympani dengan
Auris Interna. Pada dinding ini terdapat bangunan-bangunan :

Promontorium
Merupakan tonjolan bulat dan berongga. Dibentuk olah lengkung
pertama cochlea. Pada permukaannya terdapat parit yang ditempati oleh
cabang cabang plexus tympanicus, dan permukannnya tertutup mukosa.

Prominentia canalis facialis (Prominentia aquaeductus Fallopii)


Terletak di sebelah inferior dari canalis semicircularis lateralis.
Merupakan petunjuk letak saluran yang berisi N. Facialis.

Fenestra vestibuli (Fenestra ovalis)


adalah lubang yang terdapat di sebelah inferior canalis facialis. Lubang
ini berbentuk reniformis dan menghubungkan cavitas tympanica dengan
vestibulum. Lubang ini ditutup oleh basis stapedis yang dilekatkan pada
pinggir Fenestra vestibuli oleh Ligamentum annulare.

Fenestra cochleae (Fenestra rotunda)


Terletak di bawah sedikit ke belakang dari fenestra vestibuli. Terhadap
Fenestra vestibuli dipisahkan oleh tonjolon yang disebut Promontorium.
Lubang ini menghubungkan Cavites tympanica dengan Cochlea dan pada
keadaan segar ditutup oleh Membrana tympani secundaria

Sinus tympani (Recessus tympanicus subcanalis fallopii)


adalah cekungan yang terletak di sebelah promontorium, di sebelah
inferomedial Eminentia pyramidalis dan di sebelah inferior Prominentia
canalis facialis.

Prominentia conalis semicircularis lateralis


adalah tonjolan di sabalah posterosuperior. Tonjolan ini dibentuk oleh
bagian anterior dari Canalis semicircularis lateralis

Processus cochleariformis
Merupakan tonjolan berlubang, yang terletak di sebelah anterior
Prominetia canalis facialis. Tonjolan ini berisi tendo M. tensor tympani.

Paries mastoideus (dinding posterior)


Bangunan yang tardapat di sini

Aditus ad antrum
Adalah lubang yang terdapat di bagian atas dinding posterior. Lubang
ini menghubungkan cavitas tympani dengan ruangan yang disebut
antrum mastoideum yang terletak di processus mastoideus.

Eminentia pyramidalis (pyramid)


Adalah tonjolan yang terletak di belakang fenestera vestibuli, di depan
canalis facialis. Tonjolan ini berongga dan ditempati oleh m. stapedius.
Puncaknya berlubang, untuk keluarnya tendo m. stepadius. Disebelah
superoposterior basis pyramid terdapat n. facialis yang semula
membentang horizontal, membelok ke bawah.

Fosa incudis
merupakan cekungan pada bagian inferoposterior recessus
epitympanicum. Fosa ini ditempati oleh crus breve incudis

Paries caroticus (dinding anterior)


Bagian atas lebih lebar dari pada bagian bawah. Berhadapan dengan canalis
caroticus dengan dipisahkan oleh keping tulang yang berlubang, yang dilalui oleh
R, tympanicus cabang A. carotis interna dan N. caroticotympanicus. Nervus ini
menghubungkan plexus sympathicus di daerah A. carotis interna dengan Plexus
tympanicus pada promontorium. Di sebelah superior terdapat orificium
semicanalis M. tensor tympani dan ostium tympanicum tubae auditivae.
Kedua lubang ini dipisahkan oleh sekat tulang horizontal yang disebut septum
canalis musculotubarii.

2. Jelaskan fungsi m. Tensor tympani dan m. Stapedius

M. tensor tympani
Origo :
Pars cartilagines tubes auditivae
Ala magna os. sphenoid
Pars osaes tubae auditivae
Insertio :
Dengan sebuah tendo yang ramping masuk kedalam cavum tympani,
kemudian melekat pada manubrium mallei dekat dengan collum mallei.
Innervasi : Cabang N. mandibularis.yang telah melewati ganglion oticum.
Fungsi : Menarik manubrium mallei ke medial sehingga rnenegangkan
membrana tympani.
M.stapedius
Origo : dinding rongga eminentia pyramidalis.
Insertio : tendo m. stapedius setelah keluar dari apex eminentia pyramidalis
membelok tajam kemudian melekat pada collum stapedis.
Innervasi : Cabang N. facialis (yang dipercabangkan dari N facialis sawaktu
berada didalam canalis facialis falopii).
Fungsi : Dianggap mengurangi gerakan basis- stapedis dengan jalan menariknya
ke arah lateral dengan tujuan melindungi auris interna dari suara keras

Keduanya berperan:
1. Menjaga kedudukan ossicula auditiva
2. Melindungi auris interna dari amplitudo suara yang terlalu tinggi
Pada suara dengan amplitudo > 70 dB, musculi tersebut akan
berkontraksi dengan tujuan mengurangi getaran yang masuk ke auris
interna. Disebut Refleks Akustik

3. Bagaimana mekanisme mendengar ?


1. Auricula mengarahkan gelombang suara ke dalam CAE
2. Saat gelombang suara mengenai membran timpani, gelombang
tekanan tinggi dan rendah di udara bergantian menyebabkan
membran timpani untuk bergetar bolak-balik. Membran timpani
bergetar perlahan sebagai respons terhadap frekuensi rendah
(Bernada rendah) terdengar dan cepat dalam merespon frekuensi
tinggi (Bernada tinggi).
3. Daerah pusat membran timpani berhubungan dengan malleus, yang
bergetar bersamaan dengan membran timpani. Getaran ini
ditransmisikan dari malleus ke incus dan kemudian ke stapes.
4. Karena stapes bergerak maju mundur, basis stapedis yang berbentuk
oval, dan dilekatkan melalui ligamen ke lingkar jendela oval,
menggetarkan jendela oval. Getaran di jendela oval sekitar 20 kali
lebih kuat dari pada di membran timpani karena ossicula auditiva
secara efisien mengirimkan getaran kecil ke permukaan yang luas
(membran timpani) menjadi getaran yang lebih besar pada
permukaan yang lebih kecil (jendela oval).
5. Pergerakan stapes pada jendela oval membentuk gelombang tekanan
dalam cairan perilymph. Saat jendela oval bergerak menekan ke
dalam, terjadi dorongan pada perilymph pada scala vestibuli.
6. Gelombang tekanan ditransmisikan dari rongga scala ke arah scala
tympani dan akhirnya ke jendela bundar, menyebabkannya menonjol
ke luar ke telinga tengah.
7. Gelombang tekanan berjalan melalui perilymph dari scala vestibuli,
lalu membran vestibular, lalu masuk ke dalam endolymph di dalam
saluran koklea.
8. Gelombang tekanan pada endolymph menyebabkan membran basilar
bergetar, yang menggerakkan sel rambut dari organon spiralis
melawan membran tectorial. Hal ini menyebabkan stereocilia
bergoyang dan akhirnya membentuk impuls saraf pada neuron orde
pertama pada serabut saraf koklea.

(Tortora, Gerrard J. Principles Of Anatomy and Physiology 14th


Edition)

4. Jelaskan mengenai pemeriksaan garputala

TEST WEBER (membandingkan hantaran tulang kedua telinga)

Prinsip tes weber : garputala digetarkan kemudian diletakan di garis


tengah kepala (ubun2, dahi, glabela, diantara incicivus, dagu),
tanyakan kepada penderita apakah bunyi terdengar sama keras di
kedua telinga atau terdengar lebih keras di salah satu telinga.
Getarkan penala 512 hz
Tempatkan gagang penala tegak lurus pd garis median kepala pasien
(ubun-ubun, dahi, glabella, incisivus, dagu di midline
Kemudian tanyakan pada pasien :
Apakah di tengah kepala?
Sama keras di kedua telinga
Terdengar lebih keras di salah satu telinga? Jika iya tanyakan lagi
terdengar lebih keras di kanan/kiri?
Catat jika ada lateralisasi

Interpretasi
Normal getaran dirasakan sama pada kedua telinga
Bila getaran dirasakan telinga kanan lebih keras disebut dgn lateralisasi
kanan
Tuli konduktif. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sakit.
Tuli sensorineural. Jika pasien mendengar lebih keras pada telinga yang
sehat.

Misal didapatkan lateralisasi ke kanan, maka kemugkinannya


CHL telinga kanan, telinga kiri normal
CHL kedua telinga , tapi lebih parah pd telinga kanan
SNHL telinga kiri, telinga kanan normal
SNHL kedua telinga, tapi lebih parah pd telinga kiri
SNHL telinga kiri dan CHL telinga kanan, hal ini jarang.

TEST RINNE

(membandingkan hantaran tulang dg hantaran udara)yaitu persepsi getaran AC


dan BC
Getarkan penala 512 hz, tempatkan gagangnya tegak lurus di os. Mastoid
(belakang telinga). Minta pasien untuk memberi tanda jika sudah tidak
terdengar getaran di os. Mastoid utk menilai bone conduction (BC)
Jika sdh tdk mendengar, segera pindahkan 2,5-3cm di depan CAE dg arah
tangkai sejajar CAE menilai air conduction (AC)
Tanyakan apakah pasien masih dapat mendengar?
Jika masih dapat mendengar Rhinne (+)
Jika tak dapat mendengar Rhinne (-)

Lakukan prosedur yg sama masih pada telinga yg sama yaitu AC dulu baru BC
dengan Interpretasi :
Normal atau SNHL : test rhine positif
CHL : test rhine negatif

TEST SWABACH
Membangdingkan kepekaan hantaran tulang BC penderita dengan pemeriksa
(normal)
PASTIKAN TELINGA PEMERIKSA NORMAL!!
PEMERIKSA-PASIEN
Getarkan penala 512 hz
Letakkan gagang tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pemeriksa, segera garputala tersebut kita
pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien.
Tanyakan pd pasien apakah masih terdengarkan bunyi
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memanjang
Jika sudah tidak dapat mendengar : tes schwabach normal atau memendek
PASIEN-PEMERIKSA
Getarkan garpu tala 512 hz
Letakkan tegak lurus pada planum mastoid pasien
Setelah bunyinya tidak terdengar oleh pasien, segera garputala tersebut kita
pindahkan dan letakkan tegak lurus pada planum mastoid pemeriksa.
Nilai apakah pemeriksa masih mendengarkan bunyi garputala
Jika masih dapat mendengar : tes schwabach memendek tuli saraf (SNHL)/
Sensory Neural Hearing Lose
Jika sudah tidak dapat mendengar : memanjang tuli konduktif
Sama normal

5. Jelaskan pembagian auris interna

Auris interna Terdiri atas :

1. Labyrinthus osseus
a. Vestibulum
b. Canalis semicirculares ossei
c. Cochlea
d. Meatus acusticus internus
2. Labyrinthus membranaceus
a. Labyrinthus vestibularis
i. Utriculus
ii. Sacculus
iii. Ductus semicirculares
b. Labyrinthus cochlearis
i. Ductus cochlearis
Anatomi, Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Hidung dan Sinus Paranasal

1. Sebutkan batas- batas cavum nasi?


Tiap kavum nasi memiliki 4 buah dinding yaitu:
medial septum nasi
lateral concha
inferior os maksilla & os palatum
superior sangat sempit dan dibentuk oleh lamina kribiformis yang
memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung dan tempat masuknya
serabut-serabut saraf olfaktorius.
2. Sebutkan struktur pembentuk KOM?
Sebutkan struktur pembentuk KOM?
Struktur pembentuk KOM adalah:
a. Prosesus unsinatus
b. Infundibulum etmoid
c. Hiatus semilunaris
d. Bula etmoid
e. Agger nasi
f. Resesus frontal
KOM berfungsi sebagai tempat ventilasi dan drainase sinus-sinus yang
letaknya dianterior (Sinus maksila,etmoid anterior, dan frontal). Apabila
terjadi obstruksi maka akan terjadi perubahan patologis yang signifikan pada
sinus-sinus terkait.
3. Apakah fungsi dari sinus paranasal?
Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur kelembapan
udara inspirasi
Tidak didapati pertukaran udara yg definitif antara sinus dan
rongga hidung
Mukosa sinus tidak punya kelenjar & vaskularisasi sebanyak
mukosa hidung
Sebagai Penahan Suhu
Penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa serebri
dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah
Sinus2 besar tidak terletak diantara hidung dan organ yang
dilindungi
Membantu Keseimbangan Kepala
Mengurangi berat tulang muka
Jika sinus diganti dengan tulang penambahan berat sebesar
1%
Membantu Resonansi Udara
Berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan
mempengaruhi kualitas suara
Posisi sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus
berfungsi sebagai resonator aktif
Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Berjalan bila terdapat perubahan tekanan yang besar dan
mendadak misalnya bersin atau membuang ingus
Membantu produksi mucus
Mukus yang dihasilkan sinus paranasal lebih sedikit dari
rongga hidungmembersihkan partikel yang turut masuk
dengan udara inspirasi keluar dari meatus medius.
4. bagaimanakah cara pemeriksaan transluminasi?
Transiluminasi
untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas
pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
Px sinus maxila: dimasukan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir
dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi, setelah
beberapa menit tampak daerah orbita terang seperti bulan sabit.

Px sinus frontal: lampu diletakkan didaerah bawah sinus frontal dekat


kantus medius dan didaerah sinus frontal tampak cahaya terang.
Anatomi Fisiologi dan Pemeriksaan Fisik Faring dan Laring

1. Apa itu cincin tonsil waldeyer dan jelaskan pembentuknya


Merupakan cincin yang terbentuk oleh jaringan limfoid di faring yang
berfungsi sebagai salah satu pertahanan tubuh.
Tersusun oleh
1. Adenoid/ tonsilla faringeal di nasofaring
2. Tonsilla tubaria di nasofaring
3. Tonsilla palatina di orofaring
4. Tonsilla lingualis pada radix lingua
(Herawati, Sri. Buku Ajar Telinga Hidung dan Tenggorok, EGC)

2. Jelaskan mekanisme deglutisi

Pada umumnya, menelan dapat dibagi dalam :


1. Stadium volunteer
Bila makanan siap untuk ditelan, secara sadar makanan ditekan atau
didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang
terhadap palatum. Jadi, lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam
pharynx.

2. Stadium pharynxeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah
reseptor menelan yang semuanya terletak sekitar pintu pharynx, khususnya
tonsila palatina, dan impuls dari sini berjalan ke batang otak (daerah medulla
oblongata yang erat hubungannya dengan traktus solitarius) untuk
menimbulkan serangkaian kontraksi otot pharynx otomatis yaitu sebagai
berikut :
i. Pallatum molle didorong ke atas untuk menutup nares
posterior, dengan cara ini mencegah refluks makanan ke rongga hidung
ii. Lipatan palatopharyngeal pada tiap sisi pharynx satu sama lain
saling mendorong ke medial sehingga membentuk celah sagital tempat
makanan harus lewat ke pharynx posterior
iii. Pita suara larynx dan epiglottis mencegah masuknya makanan
ke dalam trachea.
iv. Larynx didorong ke atas dan ke depan oleh otot-otot yang
melekat pada os hyoid sehingga meregangkan pintu oesofagus. Bersamaan
dengan itu, suatu daereh yang disenut sfingter oesofagus bagian atas atau
sfingter pharynxoesofageal, melemas (relaksasi), sehingga memungkinkan
makanan berjalan dengan mudah dan bebas dari pharynx posterior ke dalam
oesofagus.Selain itu, m. konstriktor pharynx superior berkontraksi sehingga
menambah timbulnya gelombang peristaltic dengan cepat yang berjalan ke
bawah melewati otot-otot pharynx dan masuk ke oesofagus, yang juga
mendorong makanan ke dalam oesofagus.

3. Stadium oesofageal
Dalam keadaan normal, oesofagus menunjukkan dua jenis pergerakan
peristaltic yaitu peristaltic
primer dan peristaltic sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan
gelombang peristaltic yang dimulai dari pharunx dan menyebar ke oesofagus
selama stadium pharynxeal proses menelan. Gelombang ini berjalan dari
pharynx ke lambung kira-kira dalam waktu 5-10 detik. Bila gelombang
peristaltic primer gagal menggerakkan seluruh makanan yang sudah masuk
oesofagua ke lambung, timbul gelombang peristaltic sekunder akibat regangan
oesofagus oleh makanan yang tertinggal. Jadi, gelombang peristaltic sekunder
berasal dari oesofagus dan terus dibentuk sampai semua makanan masuk ke
dalam lambung.

3. Sebutkan otot-otot penyusun faring dan fungsinya


1. . m. constrictor pharyngis superior
M. pterygopharyngeus
M. buccpharyngeus
M. mylopharyngeus
M. glossopharyneus

2. M. Constrictor pharyngis medius


M. chondropharyngeus
M. ceratopharyngeus

3. M. Constrictor pharyngis inferior


M. thyropharyngeus
M. cricopharyngea

4. M. Stylopharyngeus
5. M. Palatopharyngeus (M. pharyngopalatini)
6. M. Salpingopharyngeus

Fungsi Otot-Otot Pharynx :


- Mm. constrictores pharyngis : menyempitkan rongga pharynx
- M. stylopharyngeus : melebarkan pharynx serta elevasi pharynx
dan larynx
M. palatopharyngeus : depresi palatum molle ke arah radix lingua
serta serabut-serabut horizontalnya (sphincternya) untuk menyempitkan
isthmus pharyngeum (dapat membentuk crista Passavant pada dinding
dorsal pharynx)

4. Jelaskan hubungan faring dengan ruangan-ruangan disekitarnya

1. Choanae Menghubungkannya dengan cavum nasi


2. Ostium pharyngeum Menghubungkannya dengan cavum tympani
tuba auditiva
3. Isthmus faucium Menghubungkannya dengan cavum oris proprium
4. Aditus laryngis Menghubungkannya dengan larynx
5. Pharyngooesophageal Menghubungkannya dengan oesophagus
junction
(Sphincter
oesophagus)

5. Jelaskan indikasi dan cara pemeriksaan palatal phenomen

Pemeriksaan palatal phenomen dilakukan jika ada kecurigaan adanya


massa di nasofaring/ pembesaran adenoid

Cara pemeriksaan :

Persiapan alat : lampu kepala, spekulum hidung, pinset baionet,


kapas steril, ephedrin yang diencerkan
b. Pada rinoskopi oedem mukosa atau konka aplikasi dengan
cara memasukkan kapas dipipihkan yang ditetesi ephedrine dengan
pinset masukkan ke hidung melalui spekulum.
i. Ephedrin sebagai vasokonstriktor.
c. Biarkan kapas ditinggal dalam hidung
d. Setelah beberapa menit kapas dikeluarkan.
e. Arahkan sinar lampu pada coanae/dinding nasofaring, kemudian
penderita diminta untuk mengucapkan iiiiii yang panjang.

Perhatikan palatum molle:


(+) bila tampak bergerak /cahaya lampu terang (massa (-))
(-) bila tidak bergerak, massa (+)

6. Sebutkan batas-batas laring!


Kranial : Aditus Laringeus
Kaudal : Kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea
Anterior : Permukaan belakang epiglotis
Posterior : M. aritenoid transversus dan lamina kartilago krikoid
Patofisiologi Penyakit Telinga

1. Apa saja stadium OMA dan bagaiamana penatalaksanannya sesuai dengan


stadiumnya?

Perjalanan penyakit
Stadium Patologi Gejala/Tanda Terapi
Oklusi Tekanan berkurang, Efusi Membrane timpani Dekongestan, HCl
(+) normal/keruh efedrin 0,5%
Hiperemi Pembuluh darah melebar Membrane timpani Dekongestan, HCl
Sekret eksudat/serosa hiperemi, edema efedrin 0,5%,
antibiotic
(ampisilin,
eritromisin),
analgetik
Supurasi Sel epitel superf hancur Membrane timpani antibiotic, analgetik,
eksudat purulen boomban, demam, nyeri miringotomi
telinga sangat hebat, nadi
meningkat
Perforasi Membrane timpani Nanah keluar. Tidak Cuci telinga H2O2
rupture gelisah lagi, demam 3%, antibiotic
berkurang
Resolusi Membrane timpani Sekret berkurang Antibiotik
perlahan kembali normal kering. Gejala (-)

6. jelaskan pembagian dari otitis media supuratif kronis?


OMSK dpt dibagi atas 2 jenis :
OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)
OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna)
Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar :
OMSK aktif : sekret/otorrhea keluar dari kavum timpani secara aktif
OMSK tenang : keadaan kavum timpani terlihat basah/ kering, tidak ada
otorrhea
OMSK tipe aman (tipe mukosa=Benigna)
Proses peradangan terbatas di mukosa tidak mengenai tulang
Perforasi terletak di sentral
Jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya
Tidak terdapat kolesteatoma
OMSK tipe bahaya (tipe Maligna)
Proses peradangan tidak terbatas pada mukosa mengenai tulang
Perforasi terletak di marginal/di atik
Menimbulkan komplikasi yang berbahaya/fatal
Disertai dgn kolesteatoma
OMSK Aktif
Pengeluaran sekret/ otorrhea tergantung stadium, bersifat purulen
(kental,putih) / mukoid, sekret kadang berbau, berwarna kuning abu2 kotor,
terlihat keping kecil brwarna putih & mengkilap
OMSK Inaktif
Gangguan pendengaran
Gejala lain : vertigo, tinitus / rasa penuh dalam telinga, bercak-bercak putih
pada membran timpani
Hilangnya osikula dapat terlihat lewat perforasi membran timpani, terputusnya
rangkaian osikula akibat infeksi terdahulu
Patofisiologi Penyakit Hidung dan Sinus Paranasal

1. Perbedaan rhinitis alergi dan vasomotor dari anamnesis dan px fisik?


Bersin berulang Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan
Rinore encer dan banyak non-spesifik : asap/rokok, bau menyengat, parfum,
Hidung tersumbat minuman beralkohol, makanan pedas, udara
Hidung dan mata gatal, kadang-kadang disertai dingin, perubahan suhu dan kelembaban,
lakrimasi kelelahan, stress/emosi.
Anamnesis

Gejala mirip dengan rhinitis alergi tapi hidung


Seringkali gejala timbul tidak lengkap, kadang-
tersumbat dominan, bergantian kiri dan kanan
kadang hidung tersumbat merupakan keluhan utama
tergantung posisi pasien.
dan satu-satunya gejala yang dikeluhkan.
Rinore yang mukoid atau serosa.
Gejala dapat memburuk pagi hari waktu bangun
tidur akibat perubahan suhu yang ekstrim.
Berdasarkan gejala yang menonjol golongan
bersin, golongan tersumbat, golongan rinore.
Rinoskopi anterior
1. Rinoskopi anterior
Mukosa edema
Mukosa edema, basah, berwarna pucat,
Konka berwarna merah gelap atau merah tua,
disertai sekret encer yang banyak.
tetapi dapat pula pucat.
Bila gejala persisten mukosa inferior
Permukaan konka dapat licin atau berbenjol-
tampak hipertrofi.
benjol (hipertrofi).
2. Gejala spesifik lain: *>>anak
Pada rongga hidung terdapat secret mukoid,
Allergic shiner bayangan gelap di daerah
biasanya sedikit. Tapi pada golongan rinore
bawah mata karena stasis vena sekunder
sekretnya banyak dan serosa.
akibat obstruksi hidung.
Allergic salute sering menggosok-gosok
Px.Fisik

hidung, karena gatal, dengan punggung


tangan.
Allergic crease garis melintang di dorsum
nasi 1/3 bawah (akibat allergic salute).
Facies adenoid mulut sering terbuka,
lengkung langit-langit tinggi sehingga
menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi
geligi.
Cobblestone appearance dinding
posterior faring tampak granuler dan edema.
Geographic tongue lidah tampak seperti
gambaran peta.
2. Bagaimana cara memasang tampon untuk epistaxis posterior ?
Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi
dan sebuah di sisi berlawanan. tampon bellocq
Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan
bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak
di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut.
Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi, kemudian
kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat
ditarik.
Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat meliwati
palatum mole masuk ke nasofaring.
Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke
dalam kavum nasi.
Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain
kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring
tetap di tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara
longgar pada pipi pasien. Gunanya untuk menarik tampon keluar melalui
mulut setelah 2 3 hari.

(Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT dan KL, 2012, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta )
3. Bagaimana perbedaan polip hidung dengan konka hipertrofi pada pemeriksaan
fisik?
a. Dari hasil rhinoskopi anterior :

Polip nasal Turbinate hypertrophy


Warna Pucat Pink

Konsistensi Lunak Keras

Sensitivitas pada
perabaan Tidak Sensitif Sensitif

Mobilitas Mobile Immobile

Tes dekongestan Tak ada perubahan Ukuran mengecil

(Diseases of the nose and paranasal sinuses in child, Markus Stenner and Claudia
Rudack, GMS Curr Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2014; 13)

4. Apa saja faktor predisposisi sinusitis


a. ISPA
b. Infeksi
i. Rhinitis
1. Rhinitis alergi
2. Rhinitis hormonal
3. Polip nasi
ii. Infeksi gigi
c. Kelainan anatomi
i. Deviasi septum
ii. Hipertrofi konka
d. Sindroma kartagener

(Arsyad, Efiati dkk. Buku Ajar Ilmu THT-KL. 2012. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI)

5. Apa saja proyeksi pemeriksaan x-foto untuk sinusitis?


1) Proyeksi lateral
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi lateral adalah untuk
menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan
proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien posisi berdiri
b) Posisi objek:
(1) Letakkan lateral kepala yang sakit dekat dengan kaset
(2) Atur kepala hingga benar-benar pada posisi lateral (MSP
sejajar kaset)
(3) IPL tegak lurus kaset
(4) Atur dagu hingga IOML tegak lurus terhadap samping
depan kaset
c) Sinar pusat:
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik tegak lurus terhadap kaset diantara outer canthus
dan EAM
(3) Minumin SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus maksillaris,sinus spenoid, sinus
frontal dan sinus ethimoid tampak secara lateral
2) Proyeksi PA (Cadwell method)
Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi PA (Cadwell
method) adalah untuk menampakkan patologi adalah sinusitis, osteomilitis
dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi lateral:
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam keadaan erect
b) Posisi objek:
(1) Letakkan hidung dan dahi pasien menempel pada kaset,
atau ekstensikan kepala hingga OML membentuk sudut
150 dari kaset
(2) MSP tegak lurus kaset
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal, sejajar dengan kaset
(2) Titik bidik keluar nasion
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus frontal diatas sutura
frontonasal, cairan anterior etmoid tergambarkan secara lateral
terhadap tulang nasal langsung dibawah sinus frontal

3) Proyeksi parietoacanthial (waters methode close mouth)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial
(waters methode close mouth) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters
method close mouth):
a) Posisi pasien
Atur pasien dalam posisi erect
b) Posisi objek:
(1) Ekstensikan leher, letakkan dagu dan hidung
pada permukaan kaset.
(2) Atur kepala hingga MML (mento meatal line) tegak lurus
kaset, sehingga OML akan membentuk sudut 370 dari kaset.
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat:
(1) Atur arah sinar horizontal tegak lurus pertengahan
kaset keluar dari acanthion
(2) Minimum SID 100 cm
d) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi
dengan prosesus alveolar dan petrous ridges.Inferior orbital rim
tampak Sinus frontal tampak oblique

4) Proyeksi parietoacanthial (waters method open mouth)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi parietoacanthial
(waters method open mouth) untuk menampakkan patologi sinusitis,
osteomilitis dan polip. Teknik pemeriksaan proyeksi parietoacanthial (waters
method open mouth):
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam posisi erect dan membuka
mulut
b) Posisi Objek :
(1) Ekstensikan leher, istirahatkan dagu di meja pemeriksaan
(2) Atur kepala sehingga OML membentuk sudut 370 terhadap
kaset (MML akan tegak lurus dengan mulut yang terbuka)
(3) MSP tegak lurus terhadap grid
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus horizontal terhadap kaset
(2) Titik bidik pada pertengahan kaset keluar menuju acanthion
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Sinus maksillaris tampak tidak super posisi
dengan prosesus alveolar dan petrous ridges, Inferior orbital rim
tampak, Sinus frontal tampak oblique dan tampak sinus spenoid
dengan membuka mulut

2) Proyeksi Submentovertex (SMV)


Menurut Bontrager (2010), tujuan dilakukannya proyeksi Submentovertex
(SMV) adalah untuk menampakkan patologi sinusitis, osteomilitis dan polip.
teknik pemeriksaan proyeksi Submentovertex (SMV).
a) Posisi Pasien
Atur pasien dalam keadaan erect (berdiri), jika
memungkinkan untuk menampakkan batas ketinggian cairan.
b) Posisi Objek:
(1) MSP tegak lurus kaset
(2) Tengadahkan Dagu, hyperextensikan leher jika
memungkinkan hingga IOML paralel kaset. Puncak kepala
menempel pada kaset.
c) Sinar pusat :
(1) Arah sinar tegak lurus IOML
(2) Titik bidik jatuh di pertengahan sudut mandibular
(3) Minimum SID 100 cm
f) Kriteria radiograf : Tampak sinus sphenoid, ethmoid,
maksillaris dan fossa nasal
Patofisiologi Penyakit Faring dan Laring

1. Apakah indikasi tonsilektomi?


Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia
berat, gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian
terapi medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy),
tonsilektomi dapat dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.
2. Perbedaan laringitis akut dan kronis ?
Laringitis akut Laringitis Kronis
Gejala sistemik : demam, malaise Gejala :
Gejala lokal : Suara parau menetap
Suara parau hingga afoni, Rasa tersangkut di tenggorokan
Nyeri telan (pasien sering mendehem tanpa
Nyeri saat bicara mengeluarkan sekret,
Gejala sumbatan laryng karena mukusanya menebal)
Px :
Batuk kering dan lama kelamaan
disertai dahak kental Seluruh permukaan laring hiperemis
Px : dan menebal
Mukosa laring hiperemis, edem Kadang pada pemeriksaan patologik
Biasanya terdapat pula tanda didapatkan metaplasi skuamosa
peradangan akut hidung
atau sinus paranasal atau paru

3. Bagaimana Patofisiologi Faringitis?


Droplet infection

Bakteri menetap di dalam faring

Proliferasi bakteri dan mengeluarkan toksin

Merusak sel dan menyebabkan reaksi peradangan

Muncul tanda-tanda peradangan

Anda mungkin juga menyukai